You are Mine
.
.
Vocaloid belong to Yamaha
But This Fanfiction is Mine
Warning! This fanfiction is only fiction!
This fiction contain rate- M
Mature and vulgar content
If you are underage, please don't read it!
.
Chapter 1: Beginning
.
Tokyo Dome 18.00
.
"Miku stand by!" seru kru panggung pada Miku yang setengah berlari menuju backstage dengan sepatu boots high heelsnya.
"Baik!" jawab gadis bersurai tosca itu. Nafasnya sedikit terengah- engah, namun ia dapat mengaturnya kembali setelah berdiri 5 detik diambang jalan masuk menuju panggung yang amat terang. Dihadapanya, seperti biasa, ia akan berdiri diatas panggung megah dimana ribuan pasang mata tertuju padanya. Penampilanya, gerak geriknya, suaranya, semua tentangnya diperhatikan oleh ribuan pasang mata itu dan diabadikan dalam beratus- ratus kamera wartawan baik itu media cetak maupun media elektronik. Ia tak lain adalah Hatsune Miku, seorang diva kelas internasional asal jepang yang karirnya semakin membuncah tiap tahun. Ia memiliki ciri khas yang mudah dikenali siapapun, sepasang surai tosca panjang yang selalu diikat twintail. Kostumnya kali ini berupa kemeja tanpa lengan berwarna abu- abu berpadu dengan rok mini hitam dan sepatu boots hitam berleher panjang hingga menutupi hampir seluruh pahanya, kostum yang sering ia gunakan. Ia akan menjadi pembuka untuk konser kali ini dengan kostum standarnya.
'Miku! Miku! Miku! Miku!' suara penonton yang mengaumkan namanya membahana keseluruh penjuru Tokyo Dome. Mereka amat sangat menantikan penampilan diva pujaan mereka diatas panggung. Semakin lama suara yang meng elu- elukan nama Miku itu makin mengeras. Mereka sangat bersemangat.
"Siap Miku?" tanya Luka, gadis bersurai pink panjang yang terurai. Ia sudah mengenakan kostumnya berupa gaun putih tanpa lengan untuk lagu berikutnya setelah Miku. Dikepala gadis itu kini dihiasi flower crown bung mawar merah yang membuat penampilan gadis berusia 20 tahunan itu makin cantik. Ia berdiri diblakang Miku sembari tersenyum lebar.
Miku mengangguk mantab. "Siap Luka- nee!" jawab Miku. Ia sudah sangat siap untuk menunjukkan performa terbaiknya malam ini. Ia tidak ingin membuat fansnya kecewa. Luka mengangguk sebagai balasan.
"Hatsune Miku! Come Out!" panggil suara keras dari arah panggung. Dan suara itu menjadi sinyal bagi Miku untuk membuatnya berlari kearah panggung utama yang amat terang diiringi sorak- sorai penonton yang menggema hebat.
"Konbawa Mina- saann!" serunya sambil berlari dan melambaikan tanganya pada penonton yang terus mengelu- elukan namanya dengan meriah. Begitu ia sampai di tengah panggung, ia menatap lurus kedepan dan mengangkat jemari telunjuknya kedepan, menunjuk kearah penonton. "Are you ready?!" tanyanya dengan semangat.
"Ready!" jawab penonton dengan penuh semangat. Tanpa banyak menunggu, lagu pengiring sudah terdengar menggelegar keseluruh Tokyo dome disertai sorak- sorai penonton yang bersemangat. Miku tersenyum lebar kemudian tubuhnya mulai bergerak lincah mengikuti alunan musik yang mengalun, Eazy Dance sebagai lagu pembuka, sukses menghipnots ribuan penonton Tokyo Dome malam itu.
.
Vocaloid Manison, 00.012
.
"Huaa! Lelahnya!" Rin menghempaskan tubuhnya pada sofa silver panjang diruang tengah manison dan membenamkan wajahnya dalam- dalam pada tumpukan bantal yang menjadi penyangga kepalanya.
Seusai konser di Tokyo Dome, para Vocaloid pulang ke manison khusus Vocaloid di distrik khusus yang dijaga ketat sehingga tak sembarang orang bisa masuk. Manison ini sangat luas karena diperuntukan bagi para Vocaloid yang jumlahnya memang banyak. Tapi kali ini hanya Miku, Luka, Rin dan Len yang kembali ke manison ini. Yang lain masih ada yang pergi ke diskotik ataupun tempat- tempat lain diluar sana. Sedangkan SeeU dan Unnie sudah terbang kembali ke Korea seusai konser karena besok mereka masih ada jadwal konser di daerah Gangnam dan Ceongdam.
"Hei! Kalau mau tidur pergilah ke kamarmu, jeruk!" omel Len, laki- laki remaja bertubuh kecil namun sedikit tinggi dari Rin bersurai pirang yang diikat kebelakang. ia meletakkan sebungkus keripik kentang diatas meja dan tubuhnya ia jatuhkan pada sofa silver tunggal disamping sofa panjang yang Rin tiduri. Mulutnya menyedot isi dari kotak susu lewat sedotan sementara tangan kirinya menekan tombol remote tv, ia ingin menonton acara kesukaanya sebelum tidur sambil sedikit melepaskan lelah setelah konser 2 jam yang lalu.
"Berisik!" jawab Rin kesal. Len tidak menjawab dan berfokus pada acara yang ia tonton di tv, acara balap motor.
"Loh? Kalian tidak langsung tidur?" tanya Luka yang sudah selesai mandi pada kedua makhluk bersurai pirang berbeda jenis itu.
"Nanti Luka- nee, masih nonton tv." Jawab Len.
"Hmmm... aku mau mandi dulu Luka- nee." Tambah Rin yang masih membenamkan kepalanya didalam bantal.
"Yasudah, tapi jangan tidur terlalu larut. Ingat, besok kita ada jadwal rekaman." Pesan Luka sambil berjalan melintasi Rin dan Len menuju kamarnya.
"Baiik..." jawab keduanya serempak.
Untuk sesaat, keduanya sibuk dengan aktivitas dan pikiran masing- masing. Sampai Rin menghancurkan keheningan itu. "Len, dimana Miku- nee?" tanya Rin.
"Tadi setelah sampai di manison dia langsung ke kamar. Kelihatanya Miku-nee sangat kelelahan. Mungkin sudah tidur sekarang." Jawab Len seadanya.
"Akhir- akhir ini, Miku- nee membuatku khawatir." Rin membalikkan badanya. Kini badanya tengadah menatap langit- langit manison megah mereka yang berarsitektur modern yang didominasi warna putih dan abu- abu.
"Aku mengerti maksudmu. Fans- fans yang agresif itu belakangan ini semakin menjadi. Diantara semua anggota Vocaloid yang ada, Miku- nee mendapat serangan paling parah. Aku jadi sangat cemas, tapi kita sendiri tidak bisa berbuat banyak." Tambah Len. Seketika, nafsu makannya terhadap keripik kentang dihadapanya sirna akibat ingatanya tentang hyper fans itu.
"Ingin rasanya aku memukul mereka! Rasanya sudah tidak tahaaan!" teriak Rin tiba- tiba. "AW!" sebuah bantal berbentuk pisang mendarat mulus diwajah Rin.
"Jangan berteriak. Ini sudah malam." Omel Len yang kemudian berlalu kearah dapur dan meninggalkan Rin yang bersungut- sungut.
Miku, Len, Rin dan Luka adalah diva dari agensi Crypton Entertaiment. Mereka tergabung dalam grup diva bernama 'Vocaloid'. Anggotanya masih ada banyak dan bukan hanya berasal dari Crypton Entertaiment, ada pula yang berasal dari Internet Entertaiment, 1st Place Entertaiment, Bplants Entertaiment, SBS A&T Entertaiment dan masih banyak lagi. Meskipun Vocaloid dibentuk oleh ide dari Yamaha Group yang merupakan perusahaan yang membentuk Crypton Entertaiment, tapi hal tersebut tidaklah menjadi masalah. Yamaha Group mengusulkan grup diva ini sebagai lambang dari kerjasama dan persaingan sehat antar agensi untuk menciptakan benih- benih bintang berbakat. Bukan hanya Jepang, Yamaha juga turut menjalin kerjasama dengan China dan Korea selatan lewat Vocaloid. Karena itu Bplants dan SBS A&T turut serta menyumbangkan diva mereka.
Hasilnyapun luar biasa bagus. Lewat usaha keras mereka, kini Vocaloid merembah ke berbagai negara. Lagu- lagu mereka sering menempati Top Charts dunia, bersaing dengan artis- artis setara Justin Biber, Katty Perry dan Rihanna. Vocaloid memiliki kualitas yang memumpuni dunia internasional. Mereka sudah beberapa kali melakukan tur dunia untuk menjawab permintaan para fans dari seluruh penjuru dunia.
Mereka sangat sukses? Memang. Mereka kaya dan populer? Sangat. Tapi, dimana ada cahaya disitu pastilah ada bayangan. Mereka juga punya tangis yang mereka pendam dalam- dalam dibalik senyum lebar mereka dibawah sorot lampu. Mereka juga punya saat dimana mereka jatuh dibalik lncahnya mereka menari. Mereka punya wajah lelah dan pedih dibalik wajah cantik dan tampan mereka. Dan semua rasa sakit itu tidak bisa mereka obati dengan mudah dengan uang yang mereka dapat. Tapi mereka rela menutupi dan menahan semua rasa sakit itu demi fans- fans mereka yang sudah rela menunggu berjam- jam mereka tampil bahkan dalam waktu yang kurang dari waktu para fans itu menunggu. Mereka sangat menghargai para fans mereka, namun kadangkala mereka khawatir dan agak takut jika sudah berhadapan dengan fans yang agresif. Bukan menjadi rahasia bagi mereka lagi memang, mereka sering dikejar paparazzi dan fans, tapi fans yang agresif ini sangat membuat mereka kerepotan dan beberapakali sempat terluka meski tidaklah parah. Mereka tidak bisa melawan, jika hal itu mereka lakukan, hal itu akan berakibat pada image mereka dimata publik. Jadi mereka kadang hanya bisa menangkis dan berlari. Selain karena kalah jumlah, mereka kadang lebih gesit sehingga bisa melewati barisan bodyguard, bahkan masuk kedalam ruangan tempat khusus fans itu memang sering membuat mereka dan bodyguard mereka kewalahan. Tapi untuk Manison Vocaloid, keamananya sudah sangat diperkuat sehingga baik paparazzi maupun hyper fans tidak bisa masuk.
Sang diva utama sendiri tengah berdiri diatas balkon kamarnya sembari menatap langit tanpa bintang diatas manison. Dinginya angin malam menerpa tubuh mungilnya itu bahkan seolah tak dapat dirasakanya lagi, ia tidak mengindahkanya dan terus menatap langit. Hanya ada gelapnya langit malam dan awan- awan putih kehitaman yang menghiasi langit. Bulan terus tertutupi oleh awan sejak beberapa hari sebelum ini. Beberapa hari ini langit Jepang saat malam selalu tak nampak bulanya karena tertutpi awan gelap. Dan begitupula hatinya saat ini. Hatinnya seperti sang rembulan yang tertutupi oleh awan gelap. Suram. Dibalik wajah cantik, suara, bakat, ketenaran dan senyum yang selalu ia torehkan saat dipanggung, faktanya Hatsune Miku tetaplah hanya seorang manusia biasa dengan hati yang mudah terluka. Ia bukan seorang dewi baik hati sempurna seperti yang fans- fansnya imajinasikan. Ia hanya seorang burung dalam jeratan maut duri- duri besi beracun.
Dalam kesendirian ini, ia dapat meluapkan seluruh perasaanya dalam tangis. Marah, kesal, sedih, malu dan putus asa, semua terluap dalam air mata dan isakan kecilnya meskipun itu belum sebanding dengan apa yang ia rasakan. Airmata mengalir deras dari pelupuk mata menuju pipi hingga menetes dari dagu membasahi pagar balkon yang terbuat dari alumunium bercat hitam. Miku menangis lagi diatas balkon ini untuk kesekian kalinya karena kasus yang sama terulang kembali. Ia sudah beberapa kali ini dilecehkan, baik secara langsung maupun media massa. Foto- foto tanpa busananya tersebar di internet, tapi entah itu ulah siapa. Yang jelas ia tahu itu bukan dirinya. Hanya kepalanya yang diedit secara detail oleh orang mesum dengan tubuh lain yang jelas bukanlah tubuhnya. Belakangan ini pula, beberapa hyper fans dengan tidak senonohnya berhasil menyentuh tubuhnya bahkan bagian yang tidak seharusnya disentuhpun terkena sentuhan mereka, dan seusai konser tadipun terjadi. Beberapa fans berhasil menerbos penjagaan dan menyentuhnya secara tidak sopan.
Miku terus bertanya- tanya, kenapa mereka bertindak demikian? Apa salah dirinya? Kenapa mereka begitu tega? Apa dimata mereka dirinya ini nampak seperti wanita murahan yang bisa bebas dipegang?
Miku sakit. Sangat sakit hati. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Marah pada mereka? Itu tidak bisa. Jika ia melakukan itu, beritanya akan tersebar di internet dan berakibat buruk pada dirinya dan Presdir Yamaha Group pasti tidak senang ada artisnya yang terkena kasus kekerasan. Mengingat ia adalah 'anak' unggulan sekaligus maskot Yamaha Group, Presdir selalu mewanti- wantinya untuk terus bersikap baik dan ramah dihadapan publik. Memasang topeng dan membuang semua emosinya. Bekerja hanya demi perusahaan semata. Ia tidak boleh mempermalukan nama Yamaha Group dan juga Crypton Entertaiment yang sudah mendunia.
Jika bisa, sebenarnya ia ingin bunuh diri sekarang. Tapi sayangnya ia tidak dapat melakukanya. Jika ia melakukanya, maka teman- temanya yang lain yang akan terkena imbasnya. Mereka akan terkena skandal pembunuhan, citra tercoreng jelek, terkena amarah Presdir dan banyak hal yang tidak menyenangkan lainya. Miku tidak ingin hal itu terjadi. Sudah cukuplah ia yang menanggung semua ini. Ia ikhlas, asalkan bukan mereka yang terkena dampak mengerikanya nanti. Miku tahu persis, Yamaha Group bukan hanya perusahaan yang bergerak dibidang Elektronik, Hiburan dan Otomotif. Tapi, ada hal terselubung yang hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. Sangat rahasia dan berbahaya jika sampai dunia tahu. Karena hal ini pula, Miku takut teman- temanya terancam jika ia ataupun teman- temanya membuat Presdir tidak senang.
Setelah pikiran dan perasaanya menjadi sedikit lebih tenang, Miku menyengka airmatanya kemudian melangkahkan kaki telanjangnya yang sudah menjadi sedingin es kedalam kamar. Ia ingin tidur agar hari ini cepat berlalu dan menghadapi hari esok.
.
.
Narita Airport 08.00
.
.
Kacamata hitam yang bertengger menutupi kedua mata pemuda tinggi bermanik mata turquoise itu dilapas secara perlahan, kemudian kacamata itu beralih keatas kepalanya. Penerbanganya dari Amerika menuju Jepang membuatnya sedikit lelah dan bosan. Belum lagi ia masih harus menunggu jemputanya di ruang tunggu kedatangan luar negeri selama beberapa menit.
Keadaan bandara yang sibuk dan nampak membosankan membuat pemuda itu segera mengeluarkan handphone full touch hitam dari saku celana khakinya. Sembari memosisikan badanya untuk duduk di kursi ruang tunggu, tangan kirinya mengatur posisi tas ranselnya agar ia nyaman duduk.
"Aku sudah sampai di bandara. Kau dimana?" tanya pemuda itu dengan suara dingin dan agak kesal. Moodnya sedang buruk akibat jet lag tadi. Cuaca yang kurang mendukung menyebabkan pesawatnya delay selama 3 jam dan itu sangat membuatnya kesal ditambah lagi perjalanan Amerika- Jepang itu memakan waktu yang lumayan lama. Untung saja ia sempat tidur selama beberapa saat di pesawat tadi. Jika tidak, mood pemuda ini bisa menjadi lebih dari buruk dan mengancam keselamatan orang yang di telfonya itu.
"Ah, anda sudah sampai, Kuo- san? Baiklah, segeralah berjalan kearah pintu keluar. Disana ada 2 pengawalku yang memegang kertas bertuliskan nama anda." Jawab suara diseberang sana. Tanpa ucapan penutup, pemuda tinggi bernama Kuo itu mematikan sambungan telfon dan menggendong tasnya keluar dari ruang tunggu itu. "Dasar anak itu..." Pria yang ditelfon Kuo tadi mendengus sambil menggeleng- gelengkan kepalanya. Ia tidak marah karena ia tahu, sifat Kuo yang memang begitu adanya.
Tak lama mencari, Kuo langsung menemukan 2 pria bertubuh besar dengan pakaian jas hitam lengkap berkacamata hitam membawa ketas bertuliskan namanya. 'Kuo Steelberg' itu tertulis jelas. Dengan spidol ditam diatas kertas putih berukuran f4 yang dibawa 2 laki- laki besar itu. Dalam hatinya, ia mengutuk orang yang ditelfonya tadi karena hal ini dirasanya terlalu berlebihan. Bukankah satu kertas saja sudah cukup? Atau bahkan bisa lewat media elektronik saja ketimbang cara yang- akh! Aneh menurutnya ini. 2 laki- laki besar, satu berkulit putih dan satu berkulit hitam berkacamata berpakaian formal lengkap hitam- hitam berwajah serius membawa kertas bertuliskan namanya, itu menurutnya sangat tidak menyenangkan. Seolah dirinya adalah buronan pemerintah saja.
"Mr. Kuo Steelberg?" tanya seorang dari kedua pria itu pada Kuo berjalan mendekat kearah mereka berdua. Ia berbicara dalam logat amerika.
"Yes. I'am." Jawab Kuo cuek.
"Follow us. We'll take you to Mr. Chairman." Kata pria berkulit putih pirang itu lagi sembari menurunkan kertas putih yang dipegangnya, begitupun dengan pria satunya.
Tanpa bicara, Kuo mengikuti kedua pria itu yang membawanya pada mobil Limosin hitam yang diparkir di parkiran bandara. Ia masuk kedalam dan duduk di kursi penumpang tanpa bicara. Sedangkan 2 pria tadi duduk didepan dengan pria berkulit hitam yang mengambil kemudi. Mobil mewah itu perlahan berjalan meninggalkan area parkir kemudian melaju melintasi jalanan menuju tempat yang telah ditentukan oleh atasan mereka, orang yang ditelfon Kuo tadi.
Kuo melempar pandanganya keluar jendela mobil untuk melihat pemandangan diluar sana. Dalam hatinya, ia tertawa. Ia geli pada dirinya sendiri. Ini negara kelahiranya, 19 tahun yang lalu. Ia lahir di Okinawa, ia berada disana sampai usianya memasuki angka 11 tahun bersama kakek dan neneknya. lalu ia pindah ke New York bersama kedua orang tuanya dan menetap disana hingga ia dewasa. Dulu ia sering merengek ingin kembali ke Jepang. Tapi, ibunya selalu menolak dan melarangnya. Sampai- sampai mengeluarkan peraturan jika Jepang adalah negara yang tidak boleh ia datangi kapanpun itu, tanpa ia tahu alasanya. Begitu ia tahu, ia mengerti mengapa ia tidak boleh datang ke Jepang. Ia akhirnya menuruti kata- kata ibunya itu. Menjadikan Jepang negara yang terlarang baginya selama beberapa tahun. tapi sekarang, ia ada disni. Menginjakan kaki di bumi matahari terbit, melanggar kata- kata ibundanya yang sudah berpulang setahun yang lalu.
Kuo kemari bukan tanpa alasan. Ia kembali ke Jepang karena sebuah pekerjaan. Kontrak, ya, sejenis itulah. Pekerjaanya sebelum ini, ia sudah menjadi model sejak usianya 16 tahun dan merupakan salah satu model papan atas majalah Amerika. Siapapun pasti tak tahan melihatnya untuk dijadikan model. Tinggi, berproporsi tubuh bagus, kulit putih khas asia dan wajah tampan. Mata turquoise, dan hidung mancung sangat mirip dengan ayahnya. Sedangkan bibirnya menurun dari ibunya. Selebih dari itu, adalah campuran antara Eropa- Asia yang menjadikan postur badanya pas. Campuran Irlandia- Jepang mengalir dan membentuk tubuhnya menjadi sebaik ini. Belum lagi ia sangat atletis. Olahraga sudah menjadi makanan favoritnya sejak dulu. Atas persyaratan klienya yang merepotkan, kali ini Kuo merwarnai rambutnya dengan warna teal namun sedikit diberi warna merah diujung- ujung rambut spikenya. Hilang sudah rambut pirang- hitamnya. Inilah awal ke bad mood-an seorang Kuo Steelberg yang terkenal lumayan dingin dan cuek. Ia sudah seperti karakter anime Kuroko no Basket yang entah dia lupa namanya siapa, namun dengan gaya rambut berbeda.
'Awas saja pak tua itu. Jika tawaranya tidak menarik, akan kugantung kakinya diatas dan kepalanya dibawah!' gumamnya dalam hati.
.
.
.
To be continued
