Trapped~

Disclaimer : Vocaloid © Yamaha

Genre : Romance/ Angst

Warning : Typo(s) & MissTypo(s), OCC, AU, Masih pemula, jelek, Gaje, Don't Like don't Read!

Summary : Kau harus ingat. Kau harus ingat janjimu. Janji yang kau ucapkan padaku. Tidak. Kau pasti tidak akan pernah lupa. Kau pasti selalu mengingatnya bukan? Ya. Karena kita terikat. Karena kita terikat Len...

Hima bikin ff lagi xDD

Ini dibikin karena Hima bosen dan hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam lebih sedikit OuO

Gomen jelek deskripsinya juga payah ehe ==

Reviewnya ya kalau berkenan ^^

Boleh flame ko tapi yang membangun ya :)

Hepi riding :3/


.

.

.

.

.

Ingin kurobek. Bakar. Hancurkan semua.

Serasa dicabik. Menusuk. Hingga jauh menembus kulit.

Merembes dalam. Jauh ke dalam lubuk hatiku.

Gelap. Pekat. Dan benar-benar menyakitkan.

Denyut jantungku terasa terhenti. Apakah ini pertanda malaikat pencabut nyawa akan segera tiba?

Heh. Aku tersenyum remeh.

Mungkin saja.

Inilah hukuman untukku.

Memuakkan.

.

.

.

.

.

"Aku tak pernah menyukaimu,"

Aku tau.

"Biarkan aku bebas,"

Tidak mungkin.

"Kau sungguh jahat,"

Apa kau baru tau?

"Aku mencintainya"

Memangnya apa perduliku?

Benar. Aku tak mau tahu. Dengan siapa kau mencinta. Bahkan bercumbu. Kau milikku. Dan sebanyak apapun kau melakukan hal yang sama dengan perempuan itu, aku tak perduli. Kau milikku dan akan selamanya menjadi milikku. Bahkan bila perempuan itu mencoba merebutmu dariku. Kau tau apa yang akan kulakukan bukan?

.

.

.

.

.

Rin Kagamine's POV

"Aku pergi," Laki-laki itu mengucapkannya padaku. Laki-laki berambut kuning itu. Tentu saja. Dengan tatapannya yang mengisyaratkan seolah-olah terperangkap dalam penjara iblis. Dengan tatapan itu. Tatapan disandera yang berkali-kali memohon untuk dibebaskan. Tatapan yang tak pernah kuhiraukan. Bodoh. Kau sudah tahu bukan? Berkali kau menatapku seperti itu, tak akan merubah apapun tentangku kepadamu.

Tak akan pernah.

Dan tak akan mau.

"Jangan temui dia hari ini," Ucapku kasar. Namun cukup membuatnya menoleh. Ia mengganguk , dengan anggukan lemah dan seolah dipaksakan. Seakan tak puas, aku mencercanya kembali dengan perkataanku.

"Apa aku bisa mempercayaimu?" Ia terdiam. Sosoknya yang meembelakangiku membuatku hanya dapat menatap punggungnya yang tampak lebar. Punggung seorang laki-laki.

"Dengan miku? Apa kau tidak mempercayaiku?" Aku mendelik kesal. Alisku meninggi. Otakku serasa diaduk. Diselundupi dengan berbagai memory yang membuatku ingin mengeluarkannya dengan paksa. Macam memory yang menyakitkan. Raut wajahku terasa panas. Mungkin saja raut wajahku sekarang berubah menjadi nenek sihir dengan mimik yang menyeramkan. Heh. Apa peduliku?

"Jangan pernah sebut namanya! Apa kau sudah lupa tentang hal itu?" Nada bicaraku semakin meninggi. Ia hanya menatap acuh. Aku tau. Aku sudah terbiasa dengannya. Sikapnya yang acuh. Sikapnya yang tanpa ekspresi. Semua itu karena ia sudah terbiasa dengan sikapku yang keras ini.

"Maaf," Hanya sebuah kata datar. Namun cukup berarti bagiku. Ia menatapku lagi. Dengan pandangan terperangkapnya. Dan wajahnya yang- bisa dibilang dingin tanpa sesungging senyum satupun. Aku menatapnya kuat. Berusaha agar aku bisa masuk ke dalam bola matanya yang menurutku indah itu. Namun ia selalu menolaknya. Menolak kehadiranku yang ingin masuk dalam tatapannya yang dingin itu. Apa karena perempuan biru itu? Perempuan itukah yang tengah merubah laki-laki yang kucintai ini, menjadi sosok yang dengan tegasnya menolak kehadiranku? Memuakkan. Perempuan biru itu benar-benar memuakkan.

"Aku masih tidak percaya padamu," Ia mendesah. Sebuah desahan yang terdengar pelan tetapi cukup mengusik gendang telingaku. Mengalir menuju rongga-rongga paru-paruku yang kemudian terdampar di lubuk hatiku. Desahan itu berpencar. Menyebar luas ke dalam seluruh ruang hatiku. Yang sejenak membuat hatiku memanas.

"Percayalah. Bukankah aku berjanji tidak akan meninggalkanmu?" Aku tersentak. Ia menatapku dengan pandangannya yang dalam lagi. Dengan pandangan yang semakin lama tampak- Miris. Aku mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu," Ia membalikkan badannya lagi. Kembali lagi membelakangiku. Sosoknya perlahan melangkah meninggalkanku.

"Kau milikku Len. Kau tidak akan pernah lepas dariku. Tidak akan pernah," Langkahnya terhenti sejenak. Ia terkesiap sesaat. Sedetik kemudian ia melanjutkan langkahnya lagi. Aku tersenyum. Senyum kemenangan.

Kau milikku Len. Kau tidak akan pernah lepas dariku. Tidak akan pernah.

Aku mengulangnya kembali.

Hihi. Aku tertawa kecil. Kata-kata itu cukup membuatku menikmatinya. Dan lumayan ampuh untuk membuatmu kembali ke kewajibanmu sesungguhnya. Menjagaku. Melindungiku. Dan berjanji tidak akan pernah meninggalkanku.

Hihi.

Itu benar Len. Kau harus ingat. Kau harus ingat janjimu. Janji yang kau ucapkan padaku. Tidak. Kau pasti tidak akan pernah lupa. Kau pasti selalu mengingatnya bukan? Ya. Karena kita terikat. Karena kita saling mencintai bukan Len? Karena kita saling mencintai, dan tak ada yang dapat memisahkan kita. Tidak juga perempuan biru busuk itu. Bahkan sampai maut memisahkan kita, kau harus selalu ada di sisiku Len. Terus menjagaku. Tak akan pernah meninggalkanku. Tidak akan pernah mengkhianatiku. Selalu mencintaiku. Selalu. Selalu. Selamanya…

Benar bukan, Len?

.

.

.

.

.

.

Len Kagamine's POV

Perempuan itu mengerikan. Sungguh mengerikan. Hingga bulu kudukku serasa berdiri. Dan degup jantungku berirama tak beraturan. Bagaikan diburu setiap saat dan nyawaku bisa melayang kapan saja. Aku tak mengerti. Suatu kesalahan besar berurusan dengannya. Memang semua salahku. Kebodohanku membiarkanmu memasuki kehidupanku. Kesalahanku melakukan hal yang membuatku harus terikat dengan sosok yang sama sekali tak bisa kuanggap manusia sepertimu. Dan kini sosokmu menghancurkan semuanya. Kehidupanku yang yang tenang sebelum mengenalmu. Dan itu membuatku tak bisa bebas. Terikat. Dan rasanya sangat menyakitkan.

Sejujurnya aku tak mau dalam kondisi ini. Terjebak dalam labirinmu yang mematikan. Yang tak ada jalan keluar satupun bagiku untuk dapat keluar dari dirimu. Aku benar-benar ingin bebas. Melakukan semua hal yang kusukai. Seorang diri tanpa desakan apapun. Tanpa kurungan apapun. Apalagi. .. Dengan orang yang kucintai. Bukan. Bukan dengan dirimu. Bukan dengan seorang perempuan psycho dan sakit jiwa sepertimu itu. Tapi benar-benar dengan sosok gadis yang kucintai. Yang mampu menyegarkan sejenak pikiranku dalam sangkar yang kau buat selama ini. Ya. Benar. Seseorang itu. Sesosok gadis biru yang indah. Sesosok gadis biru yang cantik.

.

.

.

.

.

"Len-kun tidak akan berkhianat bukan?" Aku mengangguk.

Menurutmu?

"Ehe- Bagus. Kalau kau sampai berkhianat- Aku tak tahu lagi harus berbuat apa," Ia tersenyum polos.

Senyum yang memuakkan.

"Aku tidak mau kehilanganmu Len-kun,"

Apa peduliku?

"Kau berjanji akan selalu berada di sampingku kan?" Aku mengangguk lagi.

Aku bahkan tidak pernah ingat tentang janji itu.

"Bagus. Karena aku tidak akan membiarkanmu dekat dengan perempuan lain,"

Memangnya kau siapa?

" Aku mencintaimu Len-kun~ ehe" Ia tertawa kecil.

Menjijikan.

.

.

.

.

.

Kupu-kupu kecil yang terperangkap di dalam sarang laba-laba.

Mencoba untuk kabur.

Lepas.

Sebanyak apapun ia mencoba kabur.

Kupu-kupu itu terus terperangkap.

Laba-laba yang mencoba menyantapnya.

Terjebak.

Di dalam perangkap yang dibuatnya sendiri.

Kupu-kupu kecil dan laba-laba yang terikat.

Terus terperangkap dalam jaring yang sama.

Mereka akan terus terperangkap.

Entah berapa lama.

Terus.

Dan terus terperangkap.

.

.

.

.

.

-TBC-


A/N:

Gimana? Jelek kan? OuO

Hima nyadar kalau ff Hima Jelek QAQ

Emosinya juga kurang ==

Yup, Mind To Review? :)