EGLANTINE : 'After Story'
Author : Shee
Desclaimer : Tuhan YME, Orang tua mereka masing-masing, Pledis Ent. I just own the story.
Cast : Xu Minghao, Wen Junhui, Lee Jihoon, Kwon Soonyoung, Hong Jisoo, etc.
Rated : T
Lenght : Twoshoot.
Pair : JunHao, SoonHoon.
Genre : Slice of Life, Supranatural, Pure *?* Romance.
Note : cerita sisi lain dari Eglantine -aku terluka untuk sembuh-, bisa disebut sebagai 'Sequel'. Untuk lebih jelas tentang karakter selain Minghao silahkan baca Eglantine terlebih dahulu.
.
.
.Start.
.
.
Part I
Di sebuah SMP,
Terlihat sedang ramai karena hari ini hari pembagian hasil ulangan tengah semester, dan banyak anak terlihat bersenang-senang dan bercengkerama dengan orang tua yang mengambil laporan hasil belajar mereka, meskipun tidak sedikit juga yang terkena marah karena tidak sesuai ekspetasi atau nilai mereka yang turun.
Seorang anak laki-laki mungil dan cukup tinggi memandang puas nilai rapor nya, dia mendapat peringkat ke-5 dari seluruh angkatannya. tiba-tiba dua orang perempuan menghampirinya.
"Minghao, sudah berapa kali aku bilang padamu. kenapa kau tidak pernah membantu Jieqiong dalam mengerjakan tugasnya." ternyata itu adalah mamanya, lebih tepatnya ibu tiri dan saudara tirinya.
"Tapi kan, itu pekerjaan yang harus dia kerjakan sendiri" anak lelaki yang diketahui bernama Xu Minghao itu segera membela diri, dia selalu disuruh ini-itu dirumah dan disekolah oleh dua orang ini secara semena-mena semenjak ayahnya sudah tidak ada. dan sekarang dia disalahkan atas penurunan nilai putri kesayangannya. Minghao bahkan tidak tahu apakah nilai itu berhubungan dengan dirinya, atau perempuan itu hanya merasa malu saja karena Minghao mendapat lebih banyak pujian dari guru-guru ketimbang putrinya.
"Kau mau melawan? kau pikir menghidupimu setiap hari itu tidak susah? bisanya cuma menumpang hidup dan makan. kamu disuruh begini saja sudah protes. dasar anak tidak tahu diuntung, kalau bukan karena kebodohan ayahmu mengatasnamakan rumahnya atas namamu. kau sudah ku telantarkan entah dimana."
Setelah ibu tirinya pulang Minghao memutuskan untuk lebih lama berada di sekolah, dia selalu menghabiskan waktunya di perpustakaan sekolah sampai jam sekolah ditutup, daripada di rumah dia jadi seperti pembantu dan selalu dimarahi ini itu kalau pekerjaannya tidak bagus, tapi tetap dia harus mengerjakan semua itu.
Pernah Minghao berpikir untuk kabur dari rumah dan menyewa apartemen kecil-kecilan sendiri, tapi itu mustahil untuk sekarang ini, dia masih berada di umur yang membutuhkan pendamping. Apalagi mereka memiliki kontrak perjanjian, selama Minghao belum 19 tahun, sebagian harta peninggalan ayahnya tidak akan diberikan kepada ibunya tirinya. Jika Minghao belum sampai umur 19 dan dia meninggalkan rumah itu, maka sang ibu berhak mengambil kuasanya. Dan sekarang mereka berpikir bagaimana cara Minghao tidak betah berada dirumah dan memutuskan pergi entah kemana dan tidak pernah kembali lagi.
Biasanya perpustakan sangat sepi dan hampir tidak ada orang apalagi hari-hari seperti ini. hanya ada Minghao saja yang masih menjelajah sekolah dan tidak mau pulang, tapi sepertinya hari ini sedikit berbeda, ternyata masih ada seorang didalam perpustakaan. sosok yang tidak begitu tinggi dan sedang ingin mengambil buku yang berada di rak paling atas. Minghao tanpa diminta pun langsung menolongnya mengambilkan buku itu. dan setelah menerima bukunya dia menunduk berterima kasih dan memutuskan duduk di salah satu kursi.
Sementara Minghao masih melanjutkan menjelajah mencari buku yang belum dibacanya, sampai dia bertemu penjaga perpus yang bersiap-siap menutup pintu perpustakaan.
"Minghao, apa kau tidak merasa takut sendirian di tempat seperti ini. ambil beberapa buku dan bacalah di rumahmu. pintunya segera kukunci." Minghao lalu didorong keluar perpustakaan dan dia bersiap mengunci pintu. tapi Minghao ingat masih ada seorang di dalam. "Tunggu, ada anak yang masih membaca disana. biar kupanggil dulu." ujar Minghao hendak masuk kembali dan menarik anak itu keluar sebelum dia terkunci di dalam.
"Kau bicara apa? satu-satunya anak yang masuk ke ruang perpustakaan ini cuma kau. aku sudah memeriksanya.." Ujar sang pustakawan.
"Tapi, tadi ada anak—. HEI KELUARLAH! PERPUSTAKAANNYA AKAN DITUTUP!" teriak Minghao sekeras-kerasnya supaya anak itu mendengar dan segera keluar. Akhirnya penjaga perpus menuruti Minghao dan berkeliling di dalam sekali lagi. tapi tidak pernah ada anak selain Minghao disana.
"Sudah puas?, sekarang biarkan aku menutup pintunya. kalau kau tidak ingin pulang ke rumahmu, menginaplah dirumah temanmu."
"Tapi aku tidak punya teman."
Dari kejauhan, sosok yang tadi dicarinya kini sudah berada di luar ruangan dan tersenyum saat melihat Minghao, senyum itu seperti mengatakan 'Sudah kutemukan'
.
.o0o.
.
Minghao merasakan sangat berat untuk melangkah pulang ke rumahnya sendiri. Semakin dekat jarak rumahnya semakin berat langkah kakinya, di punggungnya terasa seperti ada banyak beban yang menimpanya. Dia baru menyadari bahwa rumah tanpa sebuah keluarga hangat didalamnya hanyalah sebuah bangunan biasa.
Sebelum tinggal dengan ibu tirinya, keluarganya sendiri memang tidak terlalu hangat. Dia juga ingat bahwa sifat ibu kandungnya dan ibu tirinya tidak jauh berbeda, sama-sama melihat orang dari hartanya saja. Tapi se-tidak sempurnanya seorang ibu, kasih sayang untuk anaknya pasti sempurna.
Sesampainya di rumah besarnya, dia lalu mengganti seragamnya dengan baju santai. saat dia turun dari kamarnya di lantai paling atas, dia melihat adik tirinya sedang bersantai di sofa besar ruang tengah sambil melihat-lihat majalah fashion, tidak lupa dengan camilan-camilan yang sudah berserakan dimana-mana.
"Mau kemana?" tanyanya dengan nada tidak perduli, sambil sesekali memasukkan beberapa cemilan ke mulutnya.
"Makan."
"Ohh" jawab sang adik tirinya dengan jawaban yang masih santai, batin Minghao dia akan diomeli seperti biasanya. tapi nyatanya tidak. Jadi Minghao segera duduk di meja makan dan mengambil beberapa nasi dan lauk untuknya, porsi makannya tidak terlalu banyak untuk ukuran laki-laki yang sedang dalam masa perkembangan.
"Mamaaa~~, Minghao sudah makan duluan sebelum kita, dan bahkan dia belum membersihkan dapur, kamar mandi, ruang depan dan halaman belakang. baju di cucian masih banyak juga." Belum sampai dua sendok dia menyendokkan nasi ke mulutnya, hal yang dikhawatirkan sedari tadi kini akan terjadi.
Ternyata ini yang direncanakan anak manja itu, batin Minghao.
Tidak lama setelah teriakan itu, disusul teriakan lainnya. Ibu tirinya lalu turun dan menghampiri Minghao di meja makan.
"Siapa yang menyuruhmu makan?." tanyanya dengan nada sangat keras dan membuat Minghao hanya bisa menunduk. "Aku tanya sekali lagi, Siapa yang menyuruhmu makan disini?" tanpa pikir panjang dia langsung menjatuhkan piring yang masih bersisa banyak nasi itu ke lantai, Minghao yakin setelah ini dia tidak akan mendapatkan makan lagi.
"Maaf, tapi aku lapar." ujar Minghao singkat.
"Memang aku perduli?, sebelum kau menyelesaikan semua pekerjaanmu. tidak akan ada jatah makan untukmu." Minghao segera didorong ke dapur, dan lihat betapa banyak cucian baju dan piring kotor yang menantinya. "Cepat kerjakan. dan asal kau tahu, karena kau sudah mencuri makanan di meja makan, itu tadi sekaligus makan malammu nanti." setelah mengucapkan itu. dia segera pergi kembali ke kamarnya lagi.
Tinggallah Minghao sendirian di dapur itu, hanya ditemani alunan musik klasil dari radio tua yang sudah bersamanya sejak dia kecil.
Sebenarnya rumah ini memiliki pembantu, tapi dia hanya kerja saat siang. dan malam harinya Minghao yang melanjutkan semuanya, secara tidak langsung Minghao hanya dianggap sebagai pembantu saja. apalagi kamar yang diberikan untuk Minghao berada di loteng atas dan berdekatan dengan gudang-gudang.
Ia tidak pernah membayangkan bahwa hidup akan berjalan mudah, tapi dia juga tidak pernah membayangkan jadi sesulit ini. umurnya baru saja menginjak 15 tahun, tapi dia melakukan banyak hal yang bahkan tidak seharusnya dilakukan anak seusianya.
Lahir dari keluarga yang menengah keatas, yang bahkan semua orang memimpikannya saja sangat susah. Tetapi semenjak ibunya pergi meninggalkan rumah ini tanpa alasan 4 tahun lalu dan tidak pernah diketahui kabarnya, sang ayah mulai kacau dan bertindak tanpa pikir panjang lagi.
Waktu berjalan sangat cepat, karena sangat kelelahan hampir saja Minghao tertidur di dapur. dia bahkan sudah tidak punya tenaga lagi untuk naik ke kamarnya.
Inilah alasan dia lebih suka belajar di perpustakaan sampai sore, dan tidak jarang dia sering dimarahi petugas karena tidak mau pulang walau waktu nya sudah hampir habis. saat di rumah, jangankan belajar, dia bisa beristirahat sebentar saja itu sudah baik.
.
.
.
.
Pagi-pagi sekali Minghao harus bangun dan segera berangkat ke sekolah, kalau tidak dia akan terus dijejali pekerjaan yang tidak akan ada habisnya. bahkan dia tidak pernah menantikan lagi yang namanya sarapan.
Jangankan membayangkan makanan lengkap tersedia di meja, bahkan dia harus rela makan sebungkus roti kecil untuk sarapan dan makan siangnya sekaligus, tidak heran kenapa tubuhnya sangat kurus.
Hari ini sekolahnya jadi lebih ramai dua kali, dari acara penerimaan raport kemarin. memangnya ada apa sampai membuat heboh hari pertama semester baru ini.
Saat dia melewati kerumunan itu, terlihat para gadis sedang mengitari tiga orang pemuda berwajah tampan yang entah apa tujuannya berada di sekolah ini. Bahkan adik tiri Minghao, Jieqiong sudah ada disana. padahal biasanya dia akan berangkat sekolah jika bel masuk sudah berbunyi.
Setelah Minghao tanyakan pada teman-teman disekitarnya, dia tahu bahwa mereka adalah tenaga pengajar bantuan yang datang dari unveristas terkenal di kota ini, dan kata temannya juga bahwa salah satu dari mereka akan menggantikan sementara posisi wali kelasnya, karena sang wali kelas sedang cuti melahirkan.
Sesampainya di kelas.
Minghao duduk di bangkunya yang paling depan dengan tenang, dia termasuk orang yang tidak terlalu peduli ada teman atau tidak, semua yang mencoba menjadi temannya adalah anak-anak yang mengincar adik tirinya, karena memang paras cantiknya membuat adik tirinya sangat terkenal di sekolah.
Jam pertama segera dimulai, dan sang guru yang memberi materi di jam pertama sudah memasuki kelas dan memulai kegiatan belajar mengajar.
"Keluarkan semua PR kalian dimeja, bapak periksa satu-persatu."
Seisi kelas lalu membuka satu-persatu pekerjaan mereka dan meletakkan diatas mejanya, sementara Minghao dia masih terus mencari sesuatu di dalam tasnya, hanya dia yang tidak segera meletakkan PR nya diatas meja.
"Bagus Jieqiong, kali ini kau mengerjakannya dengan baik." mendengar sang guru mengatakan itu, Minghao lalu membalikkan badannya menghadap Jieqiong yang sedang menatapnya balik dengan pandangan mengejek. sejak kapan anak manja itu mengerjakan PR, yang dia lakukan hanya menelpon teman-temannya semalaman, dan saat diperhatikan baik-baik itu adalah buku Minghao.
"Minghao, mana tugasmu?" sekarang sang guru sudah sampai di depan mejanya, dan tidak mendapati pekerjaan apapun.
"Aku, aku tidak mengerjakannya." ujarnya lemah.
"Keluar dan bersihkan aula sampai jam pelajaranku berakhir."
Tanpa beralasan lebih banyak lagi, dia segera keluar dari kelas, saat melewati bangku Jieqiong dia sempat mendengar sesuatu keluar dari mulut anak manja itu "Pembantu sepertimu memang paling cocok bersih-bersih, kau tidak butuh pelajaran dikelas". Andai saja adiknya laki-laki, mungkin dia sudah mengajaknya untuk bertarung satu lawan satu sampai salah satu dari mereka tidak bisa bangun.
Saat dia bersiap-siap membersihkan aula, dia tidak sendirian didalam sana. ada dua orang yang entah sedang apa, mereka hanya duduk-duduk di tengah aula dan membicarakan sesuatu. mereka adalah orang yang tadi pagi menjadi perbincangan hangat seluruh sekolah.
Pemuda tampan yang akan menjadi guru sementara mereka. Yang diketahui dari name-tag mereka. Pria yang sedikit lebih pendek dan memiliki senyuman yang bisa memikat seluruh sekolah ini bernama Kwon Soonyoung. dan orang tinggi yang bahkan tidak melakukan apapun tapi seluruh sekolah sudah terhipnotis dengan wajah rupawannya, namanya Wen Junhui.
"Maaf, aku ingin membersihkan tempat ini." ijinnya dengan sesopan mungkin, dua orang itu melihat Minghao dari atas kebawah dengan seksama. Mungkin hanya pemuda yang bernama Jun ini yang memperhatikannya lebih lama, Sementara pemuda satunya langsung mendekat ke arah Minghao.
"Ini kan jam pelajaran?, kenapa kau malah membersihkan aula?" tanya Soonyoung, si pemilik senyum yang indah.
"Aku dihukum karena tidak mengerjakan PR" jawab Minghao seadanya.
Soonyoung tersenyum lalu menepuk pelan puncak kepala anak itu, dari wajahnya dia terlihat seperti anak baik-baik yang berasal dari keluarga kalangan atas. "Kau tidak terlihat seperti anak yang suka tidak mengerjakan Pr sama sekali. dan kau juga tidak perlu melakukannya, aku dan Jun sudah membersihkannya sebelum mu." jawab Soonyoung manis dan mengajaknya segera duduk melingkar bersama mereka ditengah aula. lagi pula Minghao juga tidak diijinkan masuk kelas sebelum jam pelajaran habis.
Minghao mencoba ikut dalam pembicaraan mereka, tapi dia lebih sering mendengarkan dan sesekali menjawab pertanyaan yang diajukan dua orang itu. Sampai dia merasa kalau salah satu dari kedua orang itu melihatnya dengan tatapan yang berbeda. Minghao mulai ketakutan, dia tidak pernah diperhatikan orang sampai sebegitunya.
Tangan orang itu-Jun- tiba-tiba saja menyentuh leher Minghao, dan sedikit menyingkap kerah seragam itu.
"Kenapa ada luka lebam disini juga?" tanyanya, Reflek Minghao menjauhkan tubuhnya dari jangkauan tangan itu.
Yah, tadi pagi Jun sempat bertemu dengannya di luar sekolah. dan saat dia mendapat perlakuan buruk dari berandal sekolah saat itu Jun menyelamatkannya dan hanya melihat sedikit luka di tangannya. tapi kini muncul luka membiru lain di pundak dan lehernya.
"Bukan apa-apa, kurasa aku harus segera kembali ke kelas. sebentar lagi pergantian jam" ujarnya terburu-buru dan segera berlari ke luar aula meninggalkan mereka berdua dengan tatapan masih dipenuhi tanda tanya.
Tidak lama setelah kepergian Minghao, datanglah Hong Jisoo dengan nafas beratnya.
"Kenapa kalian ada disini?, bukankah kalian ada jadwal pada jam kedua?" ujarnya dengan nada datar, inilah Hong Jisoo yang sesungguhnya. kalau dulu dia dikenal dengan orang yang kharismatik yang bisa membuat seluruh sekolah berpihak padanya. kini dimata dua orang ini dia hanya menjadi tukang suruh-suruh yang sangat dingin dan terkadang memaksa orang lain untuk melakukan pekerjaan, disukai atau tidak.
.
.
.
Minghao segera memutuskan menuju ke perpustakaan saja, hanya disini dia merasa benar-benar tenang. sesekali dia mengusap tengkuknya. bagaimana mungkin orang itu sadar kalau ada luka kecil disini, Minghao sudah mencoba menyembunyikannya dengan baik.
Dia baru ingat, kalau dia pernah melihat orang itu sebelum hari ini. Orang itu pernah memergokinya sedang didesak anak-anak berandal sekolah, dan pantas saja anak-anak berandal itu langsung pergi. ternyata yang dihadapi adalah seorang guru.
Sampai perhatiannya tertuju pada sosok putih yang berada di pojokan ruangan. Sepertinya Minghao pernah melihatnya, anak yang dikira masih dalam perpustakan dan tiba-tiba sudah tidak ada entah kemana.
"Hei, kau berasal dari mana?" tanya Minghao mendekatinya, karena sosok itu tidak memakai seragam sekolah ini.
Sosok putih itu tersenyum dan melihat Minghao dengan tatapan sangat tertarik. Dia tidak menjawab dan terus saja berdiri di sebelah Minghao.
Tidak hanya saat di perpustakaan saja, bahkan sampai Minghao kembali ke kelas sosok ini masih tetap mengikutinya. dan anehnya lagi, tidak ada satu orangpun dari mereka menanyakan keberadaan sosok baru ini.
Saat itulah Minghao baru sadar, kalau sosok yang mengikutinya bukanlah manusia.
Sampai jam pelajaran berganti, sosok itu malah berdiri di samping kanan Minghao.
Dan yang mengisi jam ke dua ini adalah sosok guru baru mereka. guru baru sang pemilik senyum yang bisa membuat matanya sampai tidak terlihat. Anak-anak memanggilnya Kwon-sensei saat orangnya mengajar, saat dia sudah pergi perempuan di kelas akan menyebutnya dengan Soonyoung-oppa.
Persis seperti dugaan Minghao, seisi kelas menjadi ribut bukan kepalang. apalagi para perempuan di kelasnya. Minghao hanya bisa memandang dengan nada tidak suka saja dan terus terdiam di bangkunya.
Pelajarannya diawali dengan perkenalan diri dan apa motivasinya sehingga dia bisa mengajar disini.
"Sensei, boleh saya tahu kenapa sensei memilih bahasa jepang kalau awalnya sensei tidak menyukainya?"
"Seseorang pernah mengatakan pada Sensei kalau setelah lulus sekolah sensei harus lebih banyak belajar bahasa asing."
"Pasti pacar sensei..mengaku saja,,"
Sang guru hanya tersenyum malu-malu.
'Dasar tidak punya pendirian' sindir Minghao dalam hati.
Minghao tersenyum menatap Soonyoung, karena salah satu muridnya hanya terdiam dan tidak ikut beramai seperti teman lainnya, akhirnya Soonyoung menanyainya.
"Kenapa kau tersenyum? ada apa? kau mengaggapnya lucu ya?"
Minghao kaget, sedari tadi dia hanya menatap tidak suka pada sosok guru pengajarnya karena bukannya mengajar langsung malah menggoda teman-teman perempuan di kelasnya. Tapi dia bilang Minghao terus tersenyum.
"Aku tidak tersenyum" Jawab Minghao datar, sekarang ganti Soonyoung yang bingung. padahal dia yakin kalau anak ini terus mengikuti seluruh pergerakannya dan tersenyum seperti senyuman malu-malu.
Dari belakang, Jieqiong menatap Minghao tidak suka. dan menganggapnya tukang pencari perhatian. padahal dia yang sedari tadi terus merespon sang guru tidak sekalipun diliriknya, sementara Minghao yang hanya diam saja sudah menarik perhatian gurunya.
Minghao melihat ke sebelah kanan bangkunya, pada sosok putih itu. Dia tidak bisa melihat jelas rupanya tapi Minghao yakin dia sedang tersenyum hangat.
Saat itu juga dia berpikir, mungkin ini adalah penunggu di sekolahnya. tapi saat Minghao sampai pulang ke rumah, sosok ini tetap mengikutinya. Minghao merasa kalau sosok ini tertarik dengan dirinya.
.
.
.
"Kenapa kau terus mengikutiku? Tidak bisakah kau lihat ada banyak orang di sekolah. kenapa harus aku?, apa tujuanmu?" tanya Minghao saat dia berada di kamarnya, dan sosok itu langsung saja berdiri di samping jendela kamarnya.
"Ternyata persis seperti dugaanku. Kau adalah orang yang menjadi tertutup karena beban beratmu yang tidak pernah kau perlihatkan pada teman-temanmu.." sosok itu berbicara, menurut pandangan Minghao sosok itu terlihat seperti masih muda. Apakah dia roh murid disana.
"Itu bukan urusanmu, katakan apa tujuanmu?" paksa Minghao.
"Bisakah kau membantuku..."
Belum sempat sosok itu mengatakan tujuannya, sudah terdengar teriakan memanggil yang akrab dari ibu tirinya. Minghao harus segera turun dan entah mengerjakan apapun yang di suruhnya.
"Kenapa kau tidak juga turun?. Kau mau jam kerjamu ditambah sampai pagi hah?" marahnya, sang ibu kini sudah memakai baju paling baik yang dimiliknya. Dan di belakangnya sang anak kesayangannya pun turut memakai baju terbaiknya. Ini pertanda mereka akan pergi ke pertemuan bisnis peninggalan ayahnya. "Mau jadi apa kau nanti, baru disuruh hal sepele seperti ini saja sudah tidak tepat waktu." lanjutnya.
Sang ibu tiri pun memberikan kantong plastik kepada Minghao, "Ini makan malammu, dan kau jangan pernah menyentuh makanan yang ada dalam kulkas." ujarnya. Minghao menghela nafas ringan, dia bisa menebak isinya adalah ramyeon super murah dan air mineral.
"Cepat selesaikan pekerjaanmu, sebelum kami kembali dan membawa beberapa tamu spesial. Saat mereka disini kau segera masuk saja ke kamarmu, akan mengganggu keindahan rumah ini jika mereka melihat anak lusuh sepertimu."
Setelah itu mereka pergi dengan meninggalkan banyak pekerjaan untuk Minghao.
Minghao memulainya dengan mencuci piring bekas makan.
Sosok putih itu tiba-tiba saja berdiri di belakangnya.
"Pergilah, aku tidak bisa membantumu. kau tidak lihat siapa yang sebenarnya membutuhkan bantuan disini." gumam Minghao. Beberapa kali dia mengusap keringatnya, dan bahkan terkadang air matanya yang turun pun tidak luput.
"Kurasa aku tidak bisa membantumu banyak, tapi aku bisa meringankannya sedikit"
"Bersama orang lain, hanya akan menambah masalah menjadi dua kali lipat"
"Kau belum mengerti, aku juga dulu berpikir sepertimu. sampai ada orang yang benar-benar bisa diandalkan dan bagaikan membuang pergi masalah kita. aku hanya tidak ingin kau berakhir sepertiku. Percayalah kepada seseorang selagi kamu masih punya banyak waktu. aku adalah sosok yang mempercayai orang saat aku tidak bisa lagi berdiri"
"Kenapa aku?"
"Kau sama sepertiku"
"Tidak, aku bahkan tidak penyakitan sepertimu, dan aku tidak pernah berpikir bahwa bunuh diri adalah penyelesaian masalah. Dan aku tidak butuh cinta palsu dari orang lain. Dan keadaanku sangat berbeda jauh darimu." Ujar Minghao mengalir dengan mulus, tanpa dia sendiri sadar dari mana informasi itu dia peroleh.
"Kau bahkan sudah bisa melihat masa laluku dengan mudah."
Minghao lalu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, semua terasa begitu singkat dan dia melihat semuanya dalam waktu singkat itu. Termasuk kehidupan mengerikan sosok ini. Dan entah kenapa juga, bayangan ketiga guru barunya juga sempat terlintas sebentar di benaknya.
"Kau tahu namaku?" tanya sang sosok putih.
"Namamu Lee Jihoon, dan kau datang kesini karena ingin melakukan sesuatu untuk seseorang yang spesial bagimu. Tapi aku tidak tahu bagaimana kau akan melakukannya?"
"Itu bisa terjadi jikalau kau mengijinkannya."
"Tidak akan"
"Baiklah aku akan mengikutimu terus."
"Kalau aku bilang iya."
"Aku akan tetap mengikutimu"
"Baiklah, jawabannya memang sebaiknya tidak."
Minghao tidak punya waktu seluang itu untuk mengurus orang lain, mengurus dirinya sendiri saja dia masih belum bisa. Dan dia harus memikirkan cara supaya bisa lepas dari nenek sihir ini tanpa membuat harta ayahnya jatuh ke tangannya.
.
.
.
Pukul 8 malam, Minghao baru saja menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya, dia melihat ada dua mobil yang sedang mendekat kearah rumahnya. Mungkin itu tamu yang dimaksud. Dia buru-buru naik ke atas tangga untuk menuju kamarnya.
Tapi sang ibu tiri sudah berada di dalam rumah dan segera memanggilnya.
"Heh, kamu cepat buatkan minuman untuk para tamu"
"Tapi, aku kan tidak boleh keluar ruangan"
"Buatkan saja di dapur, mereka tidak akan melihatmu. dan letakkan saja disana biar Jieqiong yang mengambilnya. Cepat!"
Minghao segera kembali ke dapur, dan disana sudah ada adiknya yang berdiri menunggu.
"Cepatlah Minghao, kau tidak bisa lebih cepat dari ini."
Jieqiong segera membawa nampan yang berisi minuman itu ke ruang tamu, dan berapa banyak orang yang memujinya karena tidak hanya cantik tapi juga bisa hal-hal dapur. Minghao masih bisa mendengar percakapan mereka, dan dia putuskan untuk kembali ke kamarnya saja.
Tapi dia terusik, karena dia melihat sosok putih yang mengikutinya sedang melihat lurus ke depan dan tujuannya adalah ruang tamu. apakah ada salah satu dari tamu itu yang mengungang perhatiannya. akhirnya Minghao ikut mengintip sedikit untuk melihat siapa tamu yang datang.
Ternyata itu adalah kepala sekolah di SMP nya, dari dulu memang beliau adalah rekan bisnis ayahnya dan bahkan yang mengusulkan anak-anaknya untuk sekolah disana.
Selain ada kepala sekolah, hal yang tidak kalah mencengangkan adalah tiga orang yang baru hari ini masuk untuk menggantikan beberapa guru mereka juga ikut, saat mendengar lebih jauh ternyata salah satu dari pengajar bantuan itu adalah anak dari sang kepala sekolah.
Dilihat dari cara pandang sosok putih itu, salah satu dari ketiga pria itu adalah orang yang dikenalnya, atau bahkan orang yang dimaksud. Walau masih samar, tapi Minhao bisa melihat mereka berada di sekitar kehidupan sosok ini dulunya.
PRAAANGGG
Ditengah lamunannya, Minghao melihat Jieqiong tidak sengaja menjatuhkan gelas yang dibawanya dan mengenai salah satu tamu disana.
Kepanikan langsung terjadi, Ingin Minghao membantu. Tapi dia lebih ingin melihat wajah adik yang biasanya selalu membuatnya dalam keadaan bahaya berbalik keadaan seperti sekarang.
Jieqiong segera mengantar ke kamar mandi, tapi orang itu menolak dan bilang akan pergi sendiri saja.
Minghao segera mendengar langkah kaki yang mendekat kearahnya, Kamar mandi mereka berada disebelah dapur. Minghao hendak kabur atau sekedar bersembunyi, tetapi kakinya seperti tidak bisa digerakkan sedikitpun. Kejadian aneh macam apa ini.
Sampai pada pria yang bajunya terkena minuman yang tumpah melihat Minghao dengan tatapan tidak percaya, begitu juga Minghao.
Itu adalah Jun. Orang yang seharian ini terus melihat kearahnya baik saat di kelas maupun di luar kelas.
"Oh, kau juga tinggal disini?" tanyanya pada Minghao, dan Minghao mengangguk sebagai jawaban iya, dan segera berlari dengan seluruh kekuatannya untuk ke kamarnya. Sementara Jun yang ingin memulai banyak pembicaraan hanya menghela nafas berat.
Melihat penampilan Minghao yang sangat berkebalikan dengan megahnya rumah ini. begitupun sang ibu, tidak pernah sedikitpun membicarakan tentang anaknya yang satu lagi. Kalau perkiraan Jun benar, maka jelas kenapa anak sepintar itu sangat pendiam dan bukan menjadi anak populer seperti anak pintar lainnya. Pasti ada apa-apa di keluarga ini.
Sejak pertama kali melihatnya, Jun selalu merasa ada sesuatu dalam diri anak itu yang bisa menariknya sementara banyak orang tidak bisa melakukannya.
Sibuk dengan pemikirannya, tiba-tiba Minghao sudah turun dari tangga mendekatinya.
"Aku cuma punya baju ini yang besar. ini milik ayahku yang tertinggal di lemariku." ujarnya sambil melempar sebuah kemeja pada Jun.
Pemikiran Jun tidak pernah salah, dia memang bisa membedakan orang yang baik sungguhan dan tidak setelah sekian lama berteman dengan orang-orang brengsek semacam Seokmin dan Soonyoung. tapi dia masih tetap berteman karena tahu kalau sebenarnya mereka adalah orang yang sangat loyal kepada temannya.
.
.o0o.
.
Di ruang guru.
"Kalian tahu kenapa aku membawa kalian ke rumah kenalanku kemarin?" tanya Jisoo, dua orang lainnya hanya menggeleng tidak tahu. .
Kemarin dia ingin memastikan, apa benar anak yang bernama Minghao itu benar-benar diikuti sosok Jihoon, teman sekelasnya waktu SMA dan dengan kejadian serupa seperti ini, dan Jihoon ini sudah meninggal sejak tiga orang ini masih menginjak kelas 3 SMA dan itu sudah 3 tahun lebih dari sekarang.
Dan alasan kenapa Jihoon mengikutinya, apa karena ada Soonyoung atau sebelum mereka ada di sekolah ini, anak itu sudah diikuti.
Walaupun Jisoo tidak tahu pasti, tapi dari keterangan seseorang, atau mungkin sesuatu yang juga dulu pernah mengikuti Jihoon, Jihoon sedang dekat dengan seseorang dan membuat sosok itu membalikkan semua rencana awalnya yang semula mengorbankan Jihoon menjadi menyelamatkan Jihoon.
"Kalian boleh tidak percaya padaku, tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh dirumah itu?"
"Kata Jun dia bertemu Minghao disana, tapi si ibu hanya menyebutkan anak perempuannya saja." balas Soonyoung.
Jisoo tidak bisa menceritakan semuanya, karena dia tidak yakin kalau mereka berdua akan percaya secepat itu, dan dia tidak tahu bagaimana ekspresi Soonyoung jika mengetahui Jihoon disana.
"Kalian berdua selidiklah dia, baik di kelas. dan kalau bisa sampai rumahnya. Aku merasa bahaya akan terus mengincarnya."
"Bagaimana mungkin kami tiba-tiba ada di rumahnya. Bukan hanya Minghao yang tahu kita guru, saudara tirinya kan juga bersekolah disini dan sekelas dengannya. dan bagaimana kau bisa memastikannya."
"Iya, kenapa cuma kami. bagaimana denganmu."
"Kalian mau aku ikut kalian?" tanya Jisoo sarkastik, Soonyoung membayangkan Jisoo yang akan bertindak lebih semena-mena lagi, dan menyuruhnya tanpa ampun.
"Baiklah biar aku yang melakukannya."
"Aku sarankan Soonyoung juga ikut. Dia akan menjadi kunci pentingnya."
Dua orang itu menatapnya bingung, tapi tidak mau bertanya lagi.
Jisoo tahu kalau seseorang yang diikuti sosok seperti itu pasti membutuhkan bantuan, atau bahkan Jihoon lah yang memerlukan bantuannya. entah yang mana.
.
.
.
"Apa ini?"
Minghao baru pulang dari sekolahnya dan mendapati barang-barang yang tertata rapi di kamarnya sudah berserakan di belakang rumah.
"Mulai sekarang, kau tidur di gudang yang ada di belakang rumah"
"Tapi kenapa?"
"Tanyakan pada ayahmu yang sudah meninggal dan hanya meninggalkan banyak hutang untukku. kalau kau bisa dijual, aku sudah menjualmu dari dulu. Seluruh perusahaannya kini sudah disita bank demi melunasi hutang. Kalau dia bisa mati sekali lagi, akan kubunuh dia dengan tanganku sendiri saja. sayangnya dia sudah menjadi tanah sekarang. yang bisa kulakukan adalah membuang semua benda yang membuatku mengingat sosok brengsek itu, termasuk kau."
Minghao hanya bisa menatap kepergian ibu tirinya dengan tatapan sendu, pasti sedang terjadi sesuatu yang hebat sampai Minghao harus di bencinya seperti ini.
"Aku tidak mau menganggap diriku sebagai cinderella, tapi entah kenapa kehidupan kami sama." gumamnya sambil mengambil barang yang tadinya berserakan dan mulai menatanya di dalam gudang.
Dia tidak bisa protes, lebih tepatnya tidak mau protes. Karena bagi semua orang hidup itu sulit dengan ukuran masing-masing, siapa tahu ibu tirinya menghadapi hal yang lebih sulit dibanding keadaan Minghao sekarang.
"Kalau kau memang cinderella, kau butuh suatu pesta untuk mengubah hidupmu."
Jihoon sudah berada di sampingnya sejak dari tadi. "dan butuh peri yang membuatmu bisa menghadiri pesta itu." lanjut Jihoon.
Minghao mendecih. Dia tidak selemah itu sampai memerlukan kekuatan yang tidak rasional seperti itu. "Kau bukan peri, kau hanya makhluk menakutkan yang tidak pernah kuketahui dari mana datangnya."
Mereka berdua tertawa dalam kesunyian malam.
Bagi lelaki mungil ini, bisa terus melanjutkan hidup saja, sudah menjadi hal yang harus disyukuri.
Mungkin sosok ini dikirim untuk menjadi temannya.
Minghao pergi keluar malam-malam sekali, dia menuju ke mini market terdekat. Sosok itu sedari tadi memaksanya untuk pergi keluar dan juga perut laparnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, akhirnya dia menurutinya.
Sebenarnya Minghao memiliki tabungan sendiri yang selama ini terus disembunyikannya di sela-sela tasnya, setiap bulan royalti dari perusahaannya beberapa persen selalu masuk ke rekeningnya, dia hendak mengumpulkannya sampai cukup untuk bisa membeli rumah sendiri saat dia dewasa nanti, tapi dia tidak akan menggunakannya sekarang. Sisa uang dari pemberian ibunya masih ada walau sedikit.
"Kau mau makan sesuatu?" tawar Minghao, Jihoon menggeleng. "Jadi hantu tidak bisa memakan makanan manusia ya?" lanjutnya lagi, kasir yang sedang sibuk menghitung belanjaan mulai merasakan perasaan tidak enak pada pelanggannya yang datang tengah malam begini dan terus berbicara pada udara kosong di sebelahnya.
Minghao keluar setelah membayar semua barang yang dibelinya. dan betapa terkejutnya dia menemukan dua orang yang seperti mencegatnya.
Itu adalah dua guru barunya, pasti dia akan ditanya karena keluar pada malam-malam begini dan akan dimarahi.
"Kau jangan pulang dulu."
Kenapa reaksi mereka berkebalikan dengan ekspetasinya, dia bukannya dimarahi malah disuruh jangan pulang.
"Eh, kenapa?"
"Ibumu membakar gudang belakang dan dia mengira ada kau di dalamnya."
Minghao menjatuhkan kantong plastik yang dibawanya dan segera berlari pulang, Jun langsung memutuskan mengikutinya dan menyuruh Soonyoung menghubungi Jisoo disni.
Ternyata yang dikatakan benar, gudang di belakang rumahnya sudah banyak hangus dilalap api dan andai dia tidak keluar dari sana mungkin dia akan terbunuh didalam, karena sepertinya pintunya tiba-tiba dikunci dari luar, jadi Minghao yakin kalau ini pasti sudah direncakan sedemikian rupa hingga terlihat seperti kecelakaan.
Minghao melihatnya dengan tatapan tidak percaya, dia memang sering disakiti tapi jika sampai pembunuhannya direncanakan seperti ini, kesalahan apa yang sudah dia lakukan.
Jun segera memeluknya dan mengalihkan pandangan Minghao dari kejadian itu, membiarkannya menangis dalam dekapannya. Anak ini terlalu muda untuk menerima ini semua.
"Tinggallah di tempatku sementara waktu." tawar Jun.
.
.
.
Minghao membawa barang-barang penting miliknya seperti tanda pengenal dan yang lainnya, karena berada dalam dompetnya. tapi bagaimana dengan perlengkapan sekolahnya.
Saat memasuki apartemen kecil milik Jun, dia sedikit merasa ketakutan karena berada di tempat orang asing. tapi dia tidak tahu harus kemana lagi kalau bukan kemari.
Jun mendudukkan Minghao di dapur dan memberinya minuman hangat, untuk menenangkannya.
"Kalau bukan karena firasat Jisoo, kami tidak akan mengikutimu. jadi kau tidak perlu takut padaku. boleh aku tahu, apa yang sedang terjadi?"
"Aku tidak tahu."
"Kau tidak harus membicarakannya hari ini, perlahan-lahan saja. sekarang istirahatlah di kamarku. maaf aku hanya punya satu kamar, nanti aku yang akan tidur di sofa."
"Tidak, biar aku yang—"
"Sudahlah"
Jun segera mendorongnya untuk memasuki kamar dan membiarkan dia mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
Jun segera menelpon Soonyoung, mengabarkan kalau anak ini baik-baik saja dan sekarang berada di apartemennya.
Keesokan harinya
Minghao terbangun dengan mata sembab, dia berjalan keluar dari kamar karena mendengar suara berisik dari luar kamar. Bebauan harum yang jarang di jumpainya di pagi hari sangat menarik perhatiannya.
Minghao menemukan meja makan penuh dengan makanan-makanan enak dan lengkap.
"Ayo makan, aku mencoba memasak banyak. biasanya hanya aku sendiri jadi aku tidak terlalu bisa memasak."
Dan Jun masih sibuk menata menu yang lainnya, menyambut Minghao dengan senyuman dan mengajaknya untuk segera sarapan pagi bersamanya. Dapur yang digunakan sangat berantakan, bisa dipastikan kalau memang dia tidak biasa menggunakan dapurnya.
Minghao tetap melihat makanan itu dengan terpaku, berapa lama dia tidak menyentuh makanan seperti itu. yang terlintas di pikirannya saat mendengar kata makan hanya ramen dan roti murah yang selalu menjadi menu makannya kapanpun.
Dadanya sesak, tidak terasa air mata terus menetes dari kedua matanya dengan deras.
"Ada yang kau tidak suka?"
Dia menggeleng dan segera duduk di kursi dan segera melahap makanan itu.
"Lalu kenapa kau menangis?"
Semakin dia memakannya air mata tidak berhenti mengalir membasahi wajahnya. yang dia lakukan terus menunduk dan menggumamkan "Terima kasih makanannya."
Jun hanya bisa melihat dengan pandangan iba. "Makanlah yang banyak, supaya kau menjadi kuat saat besar nanti."
.
.
.
Di sebuah rumah mewah kediaman keluarga Hong.
Jisoo yang sedang menikmati makan pagi ditemani para pelayan yang sudah siap berada di kedua sisinya.
Jisoo baru saja menerima kabar Minghao yang kini sudah berada di apartemen Jun dari Soonyoung.
"Jadi ini yang coba ditunjukannya padaku, tapi fakta bahwa seseorang akan terus sial jika arwah seperti itu tertarik padanya tidak akan pernah pudar. Aku ingin tahu, bagaimana ini berakhir. apakah akan sama seperti Jihoon. ataukah akan berbeda, sehingga siklus kesialan ini bisa diputus."
.
.
To Be Continued
.
.
[1] Tipikal sinetron indo sekali ini cerita.
[2] Disini saya nggak benci atau mengundang kebencian ya sama si Pinky atau Kyulkyung atau Zhou Jieqiong atau siapalah namanya banyak banget. suka banget malah sama dia. muka cantiknya itu lho nggak bikin bosen. habis butuh pemeran cewek yang lebih muda dan satu ras sama Minghao dan kepikiranlah dia. Di Pledis Girlz bias saya dia sama Bae SeungYeon alias Shannon.
[3] Soal reaksi kelas saat ada guru baru, muda, tampan dan masih single jadi inget SMP dulu. persis kelas saya. dan saya sebagai Minghao yang awalnya natap nggak suka karena temen2 saya pada histeris kan jadi nggak konsen/anaksokpinter/, tetapi pada akhirnya saya senyum-senyum sendiri pas diajar.
[4] Kalo di indoneia mereka namanya masih guru honorer, tau dah disana ada apa enggak.
[5] Maunya oneshoot tapi kok panjang bener.
[6] semoga masih ada yang mau menanti untuk part 2 nya.
[7] Mohon kritiknya juga.
Review juseyo~~ng.
