Di mulai di sudut kota Roma

Yang sering tak dipedulikan.

Berawal dari sebuah gang kecil yang dingin dan gelap.

Bisa ditemukan berlika-liku cerita yang pedih.

Tra Amore, la Lussuria, e Odio

(Antara cinta, nafsu, dan kebencian)

Rate: T semi M (saya tau, anak kelas 1 SMP bikin adegan berdarah-darah itu SALAH –A-)

Disclaimer: KHR hanya punya Amano Akira, Mukuro punya saya. *diilusi*

Warning: SUPEROOC!18, AU, GeJe, dibikin oleh anak yang bahkan pegangan tangan aja masih sangat sakral, gope dapet 3, TYPO(s), de el el de ka ka.

Don't like, don't read.

Masih belum terlambat untuk pergi segera dari FF ini dan carilah FF author lain yang lebih berharga.

Masih ngotot? Oke. Jangan salahkan saya. Cekidot.

~~oo00oo~~

"Dino-san, shift jaga anda hari ini sudah tak ada. Anda boleh pulang."

Pemuda berusia 28 tahun itu melepas kacamata baca yang ia kenakan menampakan iris hazel-nya yang memukau. Ia tersenyum pada asistennya, lalu membereskan berkas-berkas kerjanya tanpa mengatakan apapun. Setelah selesai, ia pamit pada rekan-rekan kerjanya lalu pulang ke rumahnya di pinggiran Roma.

Ya, Dino Cavallone adalah seorang dokter muda yang terbilang cukup sukses. Dia tampan, ramah, dan disukai setiap perempuan. Tapi meski begitu, tak pernah ada orang yang melihat dia menggandeng seorag perempuan pun.

Meski ia seorang dokter yang sukses, ia lebih memilih tinggal di sebuah flat kecil di pinggiran Roma. Pemilik flat kecil itu bernama Fon. Ia seorang pria keturunan Asia yang begitu baik dan lembut. Fon sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Sejak usia remaja, Dino sudah memiliki otak cemerlang sehingga ia mendapat beasiswa untuk belajar di universitas kedokteran terkenal di Italia dan menjadi dokter sukses seperti sekarang.

Dino berjalan santai selama perjalanan menuju flat nya. Suasana begitu sepi. Maklum, sudah hampir tengah malam. Rumah-rumah juga sudah mulai gelap. Hanya ia yang berjalan di sekitar sana malam itu. Tapi ia sudah terbiasa dengan suasana malam yang mencekam seperti itu.

Ia melewati sebuah gang sempit yang kecil dan gelap. Dino masih berjalan dengan santai. Namun baru beberapa langkah, ia melihat seorang pemuda—kira-kira terpaut 8 tahun darinya berjalan terseok-seok. Bajunya lusuh, tubuhnya begitu kurus dan penuh luka, rambut hitamnya terlihat acak-acakan. Meski dari jauh, dapat ia dengar suara nafas pemuda itu terdengar sangat berat. Seakan sudah tak mampu bernafas lagi.

Khawatir, Dino berlari menghampiri pemuda itu dan menahan tubuhnya agar tak terjatuh. Dino mengangkat wajah pemuda itu dan menyingkirkan poni hitamnya. Terlihat manik orb onyx yang terlihat tajam namun menyiratkan kepedihan, sakit, dan kesepian.

"He-hei, kau baik-baik saja, kan?" tanya Dino masih memegangi bahu pemuda itu.

Pemuda itu terdiam. Seolah tak menggubris ucapan Dino. Tatapan matanya masih sama—terlihat menahan sakit.

"Hei, siapa namamu? Rumahmu dimana?" tanya Dino.

Lagi-lagi pemuda itu tak menjawab. Hanya suara nafas yang terdengar berat. Tak lama, pemuda itu jatuh ke dalam pelukan Dino.

"He-hei! Ba-bangun! Hei, sadarlah!"

Dino panik. Ia memegang kening pemuda itu. Dingin. Dino makin panik. Tak ada orang yang lewat satupun. Hanya ada ia dan pemuda itu. Ia bahkan tak mengenal siapa pemuda ini. Dari semua orang yang selalu ia sapa tiap pagi, orang ini satu-satunya yang tak ia kenal.

Akhirnya, Dino menggendong pemuda itu layaknya seorang pengantin dan berlari secepat mungkin menuju flat nya. Begitu sampai, ia masuk mengendap-endap. Meski ramah, Fon tak membolehkan orang asing masuk. Apalagi tak ada seorang pun yang kenal dengannya.

~~oo00oo~~

Dino membuka kunci kamarnya dan segera menidurkan pemuda itu di kasurnya dengan hati-hati agar tak menganggu pemuda itu. Dino langsung mencari kompres dan baskom lalu mengisinya dengan air panas. Dino mengompres pemuda itu dengan hati-hati.

Sudah se-jam, pemuda itu tak kunjung sadarkan diri. Dino masih dengan sabar merawatnya hingga suhu tubuhnya stabil. Dino mengganti kompres-nya dan menatap wajah pemuda itu.

Kulit putih khas orang Asia, rambut hitam legam yang Nampak berkilau. Raut wajah yang Nampak damai—tak seperti tadi. Dino makin larut dalam lamunannya. Sekarang yang jadi pertanyaannya, kenapa pemuda ini bisa berjalan sendirian di malam yang gelap seperti ini. Apa dia tak punya keluarga.

Dino tersadar dari lamunannya saat iris orb onyx itu membuka perlahan. Pemuda itu Nampak terdiam sesaat. Sepertinya ia berusaha mencerna ia berada dimana sekarang.

"Sepertinya kau sudah agak baikan."

Pemuda itu menoleh kearah Dino. Dino tersenyum ramah pada pemuda itu. Namun, pemuda itu menjauhkan dirinya dari Dino. Raut wajahnya Nampak ketakutan seolah ia baru saja melihat penampakan. Tubuhnya bergetar hebat dan matanya seolah menyiratkan kegelisahan.

"He-hei, ada apa denganmu?"

"T-tidak! Jangan dekati aku!"

Hentakan tangan pemuda itu membuat Dino menjauhi tangannya. Ia terdiam menatap pemuda itu. Kelihatannya ia sangat ketakutan. Dino perlahan mendekatkan tangannya ke pergelangan tangan pucat pemuda itu dan mengenggamnya dengan lembut.

"Tenanglah, aku bukan orang jahat." Kata Dino sambil tersenyum ramah. Pemuda itu terdiam. Ia membiarkan ibu jari Dino mengelus pergelangan tangannya.

"Aku mau tanya, siapa namamu?"

Pemuda itu terdiam menatap Dino dengan tatapan yang sulit diartikan. Dino Nampak bingung. Kenapa orang ini memperhatikanku begitu?

Setelah terdiam sebentar, ia menjawab "Hibari."

"Hibari, eoh? Kau orang Jepang, kan? Siapa nama panggilanmu?"

"Kyouya." Jawabnya singkat.

"Kyouya, ya… hei, Kyouya."

Pemuda yang dipanggil Kyouya itu menatap Dino. "Kenapa kau langsung memanggil namaku?"

"Habis, kalau panggil nama margamu kan rasanya seperti bicara dengan orang lain."

Hibari menatap Dino, lalu menyenderkan punggungnya ke senderan kasur berwarna coklat itu. Ia menatap sekeliling, lalu bertanya. "Kau tinggal disini?"

"Iya. Aku tinggal sendirian."

"Lalu, kau tidur dimana?"

"Biasanya, aku tidur ditempat yang kau tempati sekarang."

Mendengar itu, Hibari langsung menjauhkan punggungnya dari senderan kasur. Dino menahan pundaknya. "Sudah, tidak apa-apa. Kau lebih penting sekarang."

Hibari pun menurut. Ia kembali menyenderkan punggungnya membuat Dino tersenyum padanya. Hibari hanya menatapnya kosong.

"Hei, Kyouya. Rumahmu dimana? Biar setelah kau sembuh, aku akan antar kau kerumahmu." Tawar Dino. Namun, Hibari menggeleng.

"Aku tak punya rumah."

Mendengar itu, Dino terheran. "Lalu, kau tinggal dimana?"

"Biasanya, aku tinggal di gang kecil yang tadi kau lewati itu."

Mata Dino membelalak. Pantas tubuhnya penuh luka seperti itu. Tiap pagi, yang ia lihat gang itu sangat hancur dan gelap. Tak disangka Hibari tinggal di tempat seperti itu.

"Jadi, karena itu tubuhmu penuh luka seperti itu?" tanya Dino. Hibari menggeleng pelan.

"Tidak. Masalahnya lebih pelik dari itu."

Dino makin bingung. Baru saja ia hendak bertanya, Hibari sudah menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Ia langsung bangkit dan berlari ke kamar mandi. Dino Nampak khawatir dengannya. Akhirnya ia memutuskan mengikuti Hibari.

Saat Dino melihat Hibari di kamar mandi, ia melihat Hibari berusaha memuntahkan isi perutnya. Tak tega, Dino membantu Hibari dengan cara memijit tengkuknya. Akhirnya, Hibari bisa mengeluarkan isi perutnya. Namun yang keluar ternyata darah.

Dino terperanjat kaget, hibari Nampak biasa saja melihat itu. Namun, saat Hibari mencoba bangkit, badan Hibari terhuyung dan jatuh ke pelukan Dino. Dino lalu memapah tubuh Hibari dan menidurkannya di kasur. Setelah Hibari mengatur napasnya, Dino menyodorkan segelas air pada Hibari dan meminumnya pelan-pelan.

"Kyouya, sebetulnya apa yang terjadi padamu?'

Hibari menatap Dino dengan tatapan kosong. Ia menggenggam gelas air itu di tangannya yang Nampak kurus kering itu.

"Tolong, jangan beritahu siapapun." pinta Hibari. Dino mengangguk dan siap mendengarkan. Hibari menarik napas dan mulai mengeluarkan suara.

"Aku…"

Dino menyimak. Hibari masih terdiam dan mencoba mengatur napasnya.

"…hamil."

~~TSUZUKU~~

HAAAAAAAAAAAAI! *lambai-lambai ke readers* Hai, semua. Lama ya acc ini gak kesentuh. Akhirnya saya membuat fic selain rated T. Bukan lemon, tapi adegan penyiksaan .-. sampai sekarang masih belum terlihat adegan penyiksaannya, jadi ratenya masih T.

Siapa yang disiksa? Udah ketauan, kok… #plok

Sekadar peringatan bagi yang puasa (yang gak puasa mah, BOAM! Whahaha *plok*), bacanya abis buka karena nanti darah merembes keluar idung :"D

Yah, ini pertama kalinya saya disini tanpa Riehan dan Adrin. Kita kepencar-pencar SMPnya sekarang ._.

Ekhem ekhem. Maaf ya buat kalian yang tau umur asli saya. Saya tau saya mendadak berubah jadi lebih banyak ide beginian daripada sebelumnya. Mungkin kalian menyangka saya salah karena saya membuat cerita yang bahkan tak sesuai dengan umur saya. Saya hanya menuangkan ide saya sebelum saya lupa lagi.

Akhir kata, saya meminta review agar saya tau cerita ini harus lanjut, atau di delete atau naik rate atau biarkan saja cerita ini mengalir sesuai usia saya?

Semua terserah anda! TETAP DI THE M*ST*R IND—*author digeplak yang punya acara*