Semburat merah menghias langit yang membentang luas jauh di atas sana. Di bawahnya, pohon-pohon dengan daun yang juga berwarna merah berdiri kokoh—tak peduli angin dingin menerpa mereka. Gemericik air terdengar dari sungai yang jernih airnya. Suara burung yang bernyanyi pun ikut meramaikan suasana. Begitu indah alam ini. Namun, apakah hidup seindah itu? Dengan harapan? Cinta? Janji? Pilihan? Ambisi? Apakah hidup benar-benar akan seindah itu? Ia tak mengerti. Ia—seseorang yang bahkan tak tahu alasan sesungguhnya ia ada di dunia ini—tak mengerti dengan jalan hidupnya.
Sang Raja Siang sebentar lagi akan turun dari takhtanya dan diganti oleh Sang Dewi Malam. Namun ia masih berkeliaran sendirian di kota yang tak bisa dibilang tenang. Ia bukannya tak ingin pulang. Melainkan ia tak tahu harus pulang kemana. Ia tak tahu dimana tempat tinggalnya, rumahnya, keluarganya, ia tak tahu. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah berjalan pelan di atas pagar sebuah jembatan—tanpa alas kaki.
Ia rentangkan tangannya untuk menjaga keseimbangan agar tubuhnya tak terjatuh ke dalam sungai—yang mengalir di bawah jembatan—dengan air yang begitu dingin. Walau ia melakukan hal itu, namun sebenarnya ia tahu kalau hal itu sia-sia dan tak berarti baginya. Karena Ia tak akan jatuh ke dalam sungai itu. Kalaupun tubuhnya terjatuh, ia tak akan mati. Ia tak akan merasakan dinginnya air sungai itu. Tak akan ada pengaruh apa-apa pada dirinya.
Rambut pirangnya bergerak-gerak mengikuti angin yang berhembus dengan lembut—namun cukup untuk membuat orang-orang harus merapatkan jaket mereka. Manik Sapphire jernihnya menatap sendu Sang Raja Siang yang kini mulai menghilang di ufuk barat. Ia sedih. Lagi-lagi malam datang. Lalu pagi akan tiba. Itu berarti lagi-lagi satu hari telah ia lewati sendiri—tanpa siapapun—dan tanpa tujuan yang jelas.
Ia terkadang bertanya-tanya pada angin, langit biru, mentari, awan, langit gelap, bintang, bulan, dedaunan, pepohonan, bunga, air, burung, dan masih banyak lagi. Ia bertanya, 'Siapa diriku yang sebenarnya?', 'Untuk apa aku berada disini?', 'Apa tujuan hidupku?', 'Bagaimana cara aku mengakhiri semua ini?', dan beberapa pertanyaan lainnya. Namun ia tak pernah mendapat jawabannya. Hingga ia mendengar sesuatu tentang 'Mungkin jika harapan atau janjimu telah terpenuhi, kau akan pergi dari dunia yang kejam ini'—yang didengarnya dari sebuah kotak aneh yang menampilkan berbagai gambar menarik beserta suara yang orang sebut dengan 'Televisi'. Televisi itu sering ia lihat di dalam rumah-rumah yang biasa ia kunjungi. Rumah-rumah yang penuh akan kehangatan keluarga. Ia ingin merasakan hal itu juga. Bisakah ia?
"Promise"
Rate : T
Genre : Romance, Drama
Disclaimer Masashi Kishimoto
Warning! Absurd story, Story from me, Typo, Gaje, Mainstrem, etc
NO BASH!
NO SILENT READERS!
REVIEW PLEASE ^v^
Summary :
Ia—seseorang berambut pirang dan bermanik Sapphire—tak mengerti alasan ia ada di dunia ini. Ia juga tak tahu bagaimana cara mengakhiri semuanya. Ia sering bertanya, tapi tak ada jawaban yang ia dapatkan. Lalu Ia—seseorang berambut merah muda dan bermanik Emerald—tak tahu harus bagaimana menyikapi sikap buruk kekasihnya. Ia juga merasa seakan-akan ada beberapa keping hidupnya yang ia lupakan. Tapi ia sendiri tak tahu apa itu. Dan semua yang mereka berdua alami itu disebabkan oleh sebuah janji.
"CHAPTER 1"
Dari sebuah jendela salah satu cafe mewah di Tokyo, terlihat sepasang kekasih yang duduk berhadapan dengan banyak makanan lezat tersaji di depan mereka. Sudah sekitar 1 jam berlalu sejak sepasang kekasih itu duduk di sana. Namun tak ada salah satu diantara mereka yang berniat membuka percakapan. Ya, sejak tadi mereka hanya berdiam diri saja. Itu bukan karena tak ada topik yang bisa mereka bicarakan. Melainkan karena Sang Pemuda berambut raven yang tak pernah menanggapi topik pembicaraan gadis berambut merah muda yang berada tepat di hadapannya. Sehingga hal itu membuat Sang Gadis marah dan mengacuhkan pemuda dengan wajah yang jauh dari kata jelek itu.
Suasana canggung yang menyelimuti mereka pun tak dapat dihindari. Suara peralatan makan yang saling bergesekkan merupakan satu-satunya suara yang mereka hasilkan saat ini. Hingga lama kelamaan Sang Gadis merasa tak suka dengan suasana ini. Dia adalah tipe gadis periang. Jadi dia tak terlalu menyukai suasana canggung. Apalagi jika suasana canggung itu menyelimuti kegiatan kencannya dengan Sang Kekasih. Ia tak suka dan ia pun memutuskan untuk segera mengakhiri suasana tak mengenakan ini.
"Ehem!" Sang Gadis mencoba menarik perhatian kekasihnya. Namun rupanya pemuda tampan di depannya ini tetap sibuk menghabiskan makanannya—mengacuhkan Sang Gadis.
"Mou! Sasuke-kun! Hentikan sikap menyebalkanmu itu dan dengarkan aku!" omel gadis berambut merah muda panjang itu.
Pemuda yang dipanggil 'Sasuke' itu menghentikan sejenak acara makannya dan menatap malas gadis di depannya dengan menggunakan manik Onyx nya yang bisa menghipnotis banyak gadis cantik di luar sana. "Ada apa, Sakura?" tanya Sasuke pada akhirnya.
Gadis bernama Sakura itu menggembungkan pipinya kesal. Ia tak suka dengan manik Onyx kekasihnya yang menatapnya malas. "Berhenti mengacuhkanku! Sejak tadi aku berbicara dan kau hanya menanggapinya dengan 'hn', 'oh', dan kata menyebalkan lainnya" cicit Sakura.
"Lalu kau ingin aku menanggapinya bagaimana?" tanya Sasuke dingin sambil kembali melanjutkan acara makannya.
"Hah~" Sakura menghembuskan nafas panjang.
TREK!
Sakura meletakan alat makannya dengan kasar. Kemudian ia tatap tajam manik Onyx Sasuke dengan manik Emerald nya yang indah. "Dengar!" ucapnya.
"Aku tahu, kau itu tidak begitu suka berbicara banyak atau panjang lebar. Tapi paling tidak hargai aku. Hargai aku sebagai kekasihmu. Jangan buat aku seperti orang gila yang berbicara sendiri di depan sebuah patung" tatapan Sakura mulai melunak.
Sasuke pun kembali menghentikan acara makannya dan menatap lembut Sakura. "Sakura..." panggilnya.
"Aku sudah menghargaimu sebagai seorang kekasih. Aku berkencan denganmu, mengantarmu ke sekolah, mengantarmu pulang, mengantarmu ke tempat yang kau inginkan, mengatakan pada semua orang kalau kau kekasihku..." Sasuke menggantungkan kalimatnya.
"...Bahkan aku mengenalkanmu pada keluargaku. Lalu apa lagi yang kau inginkan dariku?" lanjut Sasuke.
Sakura kembali menghembuskan nafas panjang. "Hah~"
"Arigatou, untuk itu semua. Tapi bukan itu yang ku maksud" tutur Sakura.
Sasuke menaikkan salah satu alisnya—bingung. "Lalu apa?" tanyanya.
"Aku ingin kau mendengarkanku ketika aku sedang berbicara. Aku ingin komunikasi yang ada pada hubungan kita ini berjalan lancar. Kau tahu? Menurutku hubungan kita ini tak ada perkem—..."
DRRRTTTTT!
Sebuah getar HP memotong perkataan Sakura. "Tunggu sebentar, ya!" ujar Sasuke sebelum mengambil HP nya dan pergi meninggalkan Sakura untuk mengangkat sebuah panggilan yang masuk.
"Hah~" Lagi-lagi yang bisa Sakura lakukan hanyalah menghembuskan nafas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia harus sangat bersabar dalam menghadapi sikap buruk kekasihnya itu. Tapi ia sendiri tak tahu seberapa lama kesabarannya dapat bertahan. Karena saat ini saja sepertinya kesabarannya telah sampai pada puncaknya.
Setelah beberapa menit berlalu sejak Sasuke pergi untuk mengangkat sebuah panggilan yang masuk, akhirnya Sasuke kembali juga. Tapi ia terlihat terburu-buru. "Gomen, Sakura. Aku harus pergi sekarang. Jadi cepat bersiaplah. Aku akan mengantarmu pulang terlebih dahulu" tuturnya begitu sampai di tempat sakura berada.
Emerald Sakura membola ketika mendengar penuturan Sasuke barusan. Ia tak menyangka kalau Sasuke akan mengatakan hal seperti itu. Kini kesabarannya benar-benar telah habis. "Kenapa harus seperti ini lagi?" tanya Sakura pelan dengan butiran-butiran kristal bening yang mulai berjatuhan membasahi pipi putihnya yang kemerah-merahan.
"Gomen, Sak—..." belum sempat Sasuke menyelesaikan perkataannya, Sakura telah terlebih dahulu menyelanya.
Sakura beranjak dari posisi duduknya dan berdiri tepat di hadapan Sasuke. "Kau yang selalu mengajakku berkencan dan kau juga yang selalu meninggalkanku sendirian di tengah kencan kita. Kenapa kau tega lakukan itu padaku, Sasuke-kun?!" Sakura menatap Onyx Sasuke dengan Emerald nya yang berlinangan air mata. Dan kini mereka berdua pun telah menjadi bintang utama di cafe yang penuh dengan orang ini. Tak ada mata yang tak menatap mereka berdua.
Sasuke yang merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang pun berusaha untuk menenangkan Sakura. "Sakura, kumohon dengarkan aku" Ia ulurkan ke dua tangannya untuk merengkuh Sakura dalam pelukannya.
PLAK!
Sakura dengan kasar menepis ke dua tangan Sasuke yang ingin membawa tubuhnya dalam pelukan kekasihnya itu. Ia tatap Sasuke dengan tajam. "Aku ingin sendiri dulu sekarang" ucapnya sebelum mengambil tasnya dan berjalan pergi meninggalkan Sasuke.
"Chotto matte, Sakura!" Sasuke menggenggam dengan erat salah satu pergelangan tangan Sakura untuk mencegahnya pergi.
"Paling tidak biarkan aku mengantarmu pulang" pinta Sasuke.
Sakura melepaskan dengan kasar genggaman Sasuke pada pergelangan tangannya. "Bukankah aku sudah mengatakannya padamu, Uchiha Sasuke? Aku ingin SEN-DI-RI. Itu berarti kau tak perlu mengantarku pulang. Seharusnya otak pintarmu itu mengerti hal itu" tutur Sakura dengan memberikan tekanan penuh pada kata 'sendiri'.
Sepasang Onyx Sasuke pun pada akhirnya hanya bisa melihat punggung Sakura yang mulai berjalan meninggalkannya. Ia tak bisa mengejar Sakura. Karena jika ia lakukan itu, maka Sakura akan bertambah marah padanya dan itu akan berdampak buruk pada hubungannya dengan Sakura. Ia tak ingin hubungannya dan Sakura berakhir begitu saja. Jadi ia pun memutuskan untuk meminta maaf pada Sakura besok di sekolah—saat Sakura telah tenang. Ia harap Sakura mau memaafkannya.
.
.
.
=0=0=0=0=0=(Promise)=0=0=0=0=0=
Udara dingin menusuk menembus kulit hingga ke tulang. Tangan Sakura pun bergerak merapatkan jaket yang ia kenakan. Ia kini tengah berjalan dikeramaian jalanan kota yang tiada habisnya. Memandang lurus ke depan—takut-takut menabrak orang. Namun pikirannya melayang kemana-mana. Ia memikirkan Sasuke—kekasihnya. Entah kenapa ia merasa bersalah telah bersikap seperti tadi pada Sasuke. Mungkin ia terlalu berlebihan. Tapi mungkin saja tidak. Karena Sasuke juga bersalah. Ia selalu meninggalkan Sakura begitu saja di tengah kencan mereka. Jadi wajar, bukan, jika Sakura marah?
Entahlah. Sakura sedang tak bisa berpikir jernih karena amarah yang menguasainya. Ia tahu kalau tak baik bila amarah terlalu lama menguasai hati dan pikirannya. Tapi mau bagaimana lagi? ia benar-benar sudah tak kuat menahan semuanya. Kesabaran seseorang pasti ada batasnya, kan? Begitu juga dengan dirinya. Kesabarannya itu ada batasnya dan Sasuke telah memakai seluruh kesabarannya itu hingga melewati batasannya. Membuatnya ragu akan ketahanan hubungannya ini. Apakah hubungannya masih bisa bertahan? Apa ia masih bisa sabar dalam menghadapi sikap buruk kekasihnya? Bisakah ia?
.
.
.
=0=0=0=0=0=(Promise)=0=0=0=0=0=
"Apa kau tahu dimana keluargaku?" tanya 'Ia'—seseorang berambut pirang dan bermanik Sapphire—kepada kumpulan bunga yang tumbuh subur di pinggir sungai.
WUSSSHH...
Angin berhembus pelan. Bermain nakal dengan rambut pirangnya. Manik Sapphire jernihnya menatap sendu kumpulan bunga itu. Lagi-lagi ia tak mendapat jawaban apapun. Sekarang apa yang bisa ia lakukan? Duduk termenung menikmati indahnya Sang Dewi Malam? Sayangnya ia sudah bosan dengan kegiatan sehari-harinya setiap malam. Ia ingin melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Tapi apa?
PLUK!
"Kenapa semuanya begitu menyebalkan?!" tanya seorang gadis—berambut merah muda—entah pada siapa. Tangannya mengambil sebuah batu kecil dan bersiap melemparkannya ke dalam sungai.
PLUK!
"Hiks...Aku hanya...hiks...ingin...hiks...Sasuke...hiks...menghargaiku...hiks...sebagai kekasihnya" butir demi butir air mata jatuh membasahi pipi gadis manis itu. Lagi-lagi ia mengambil sebuah batu kecil dan bersiap melemparkannya.
PLUK!
Kali ini gadis itu melemparkannya dengan keras. "Baka! Kenapa aku..hiks...menangis?"
"Aku tidak tahu kenapa kamu menangis. Tapi yang jelas, tak baik seorang gadis menangis sendirian disini. Apalagi hari sudah malam"
Gadis itu terperanjat. Ia segera bangkit dari posisi duduknya dan segera berjalan menjauhi seorang pemuda berambut pirang yang tiba-tiba saja berbicara padanya. Ia tatap pemuda yang memiliki manik mata Saphhire jernih itu dengan takut. "Si-siapa kamu?" tanya gadis itu.
Bukannya menjawab, pemuda itu malah terlihat terkejut. Tapi itu tak bertahan lama. Karena pada detik berikutnya, pemuda itu telah tersenyum gembira. "Kau bisa melihatku?" tanyanya.
Gadis itu mengangguk pelan. Membuat sang pemuda berteriak girang, "Yatta! Akhirnya! Akhirnya ada seseorang yang bisa melihatku!"
Sang gadis menatap pemuda itu bingung. Ia tak mengerti dengan kata-kata yang telah pemuda itu ucapkan. Namun entah kenapa tingkah aneh pemuda itu membuatnya ingin tertawa. "Hahahah...Kau aneh! Tentu saja aku bisa melihatmu. Mataku tidak buta" tutur gadis itu sambil menghapus air matanya. Terlihat sebuah senyum mengembang di wajah gadis itu.
Pemuda itu terdiam. Ia tak lagi berseru girang atau berlari-lari kesenangan. Ia telah terhipnotis oleh senyum tulus gadis bermanik Emerald itu.
"Kau tak apa?" gadis berambut merah muda panjang itu melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah pemuda itu. Ia takut terjadi sesuatu pada pemuda itu. Karena pemuda itu tiba-tiba saja terdiam. Padahal sebelumnya ia begitu heboh.
"Eh? E-etto, aku baik-baik saja, kok!" jawab pemuda itu tanpa menatap manik Emerald yang berada tepat di depannya. Ia alihkan pandangannya ke direksi lain. Pipinya entah kenapa menjadi bersemu merah. Bahkan rasanya ia menjadi gugup.
Gadis itu tersenyum senang mendengar jawaban dari sang pemuda. "Aku Haruno Sakura! Kamu siapa?" tangan gadis itu—Sakura—terulur. Sedangkan sang pemuda hanya menatap bingung Sakura. Bukannya ia tak mengerti dari uluran tangan itu. Hanya saja, ia sedikit terkejut karena Sakura tiba-tiba saja mengajaknya berkenalan. Padahal ia sendiri tak tahu siapa namanya.
"Entahlah. Aku tak tahu" jawab pemuda itu jujur.
Tangan yang Sakura ulurkan pun perlahan-lahan mulai menurun. Sakura tak mengerti dengan pemuda aneh di depannya ini. Mana mungkin ada seseorang yang tak tahu namanya sendiri? Iya, kan?
"Kau bercanda?"
Pemuda itu menggeleng pelan. "Memang kau anggap aku ini apa? manusia seperti dirimu?"
Sakura kembali terperanjat seperti saat ia pertama kali bertemu dengan sang pemuda. "A-apa ma-maksudmu? Ka-kau bukan ma-manusia?"
"Sayangnya ya. Aku bukan manusia. Kau tak melihatnya?" pemuda itu tersenyum kecut. Ia menunjukkan bagaimana kakinya yang tadi menyentuh tanah, menjadi melayang di atas tanah. Tentu sang gadis begitu terkejut dengan pemandangan yang baru saja ia lihat.
"La-lalu kau a-apa? Ja-jangan bilang ka-kalau kau ha-hantu?" tubuh gadis itu terlihat bergetar karena takut.
"Mmm... lebih baik kau menganggapku roh saja. Menurutku menganggapku 'hantu' itu terlalu menyakitkan" jawab pemuda itu sambil kembali menapakkan kakinya ke atas tanah.
Ekspresi takut Sakura berubah ketika melihat ekspresi sedih pemuda di depannya. Ia tersenyum lembut. "Baiklah, 'Tuan Roh', bagaimana kalau aku memberimu nama?" tanya Sakura yang langsung disambut senang oleh sang pemuda.
"Benarkah?" Sang pemuda mencoba memastikan dan Sakura menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan.
"Hmm..." Sakura terlihat sedang berpikir sambil menutup ke dua matanya.
'Naruto'
Kelopak mata Sakura segera terbuka. Menampilkan manik Emerald yang membola karena terkejut. Tiba-tiba saja ada sebuah nama yang muncul dipikirannya. Ia tak mengenal nama itu. Tapi rasanya nama itu cocok untuk pemuda di depannya.
"Bagaimana jika Naruto? Maksudku bagaimana jika namamu Naruto?" tanya Sakura dan sang pemuda segera mengangguk penuh semangat. Ia sangat gembira.
"Kalau begitu, namaku adalah Naruto! Salam kenal!" Sang Pemuda—yang kini bernama Naruto—mengulurkan tangannya.
Sakura pun menyambut uluran tangan Naruto dengan senyuman. "Haruno Sakura. Panggil saja Sakura"
.
.
.
=0=0=0=0=0=(Promise)=0=0=0=0=0=
Sang Dewi Malam tersenyum hangat. Angin dingin berhembus lembut. Suara air sungai menambah ketenangan. Terlihat sepasang pemuda-pemudi yang tengah duduk manis di atas rerumputan di pematang—yang bergerak pelan mengikuti angin. Pemuda-pemudi itu tampak tengah menikmati indahnya langit malam. Terkadang mereka mengambil sebuah batu kecil dan melemparkannya ke dalam sungai yang berada di depan mereka.
"Naruto, arigatou, kau sudah mau mendengarkanku bercerita" tutur Sakura. Ia memanglah baru saja selesai menceritakan masalah tentang kekasihnya—Sasuke—kepada Naruto.
Naruto tersenyum riang dan mengangguk. Lalu pada detik berikutnya, ia terlihat sedang berpikir. "Mmm... tapi Sakura-chan, kalau aku boleh memberi saran, lebih baik kamu mengatakan semua tentang isi hatimu yang sebenarnya pada kekasihmu itu. Lalu selesaikan semua masalahnya bersama-sama"
"Tapi bagaimana caranya? Setelah kejadian tadi, rasanya aku tak sanggup melihat wajah Sasuke-kun"
"Aku sering melihat beberapa pasang kekasih saling berbicara tentang hubungan mereka berdua ketika sedang makan bersama. Mungkin kau bisa menggunakan cara itu. Ajak kekasihmu itu makan bersama. Lalu bicarakan"
PLUK!
"Itu tak akan berhasil. Buktinya acara makan malam kami hari ini saja hancur" ujar Sakura setelah melempar sebuah batu kecil ke dalam sungai.
"Cobalah lagi! hm?" Naruto menatap Sakura lembut.
Sakura tersenyum mendengar perkataan Naruto. "Baiklah. Akan ku coba lagi. Arigatou..."
Naruto ikut tersenyum. Namun kemudian ia dikejutkan oleh Sakura yang tiba-tiba saja bangkit dari posisi duduknya. "Kapan-kapan biarkan aku yang mendengar ceritamu" tutur Sakura.
"Kau mau kemana?" tanya Naruto ketika melihat Sakura yang seperti akan pergi.
"Tentu saja mau pulang. Ini sudah terlalu malam. Jaa! Mata Ashita!"Sakura pun berjalan pergi meninggalkan Naruto. Namun Naruto mengikutinya dari belakang.
"Kau sedang apa?" Sakura membalikkan badannya—menghadap Naruto yang tengah mengikutinya dari belakang.
"Tentu saja ikut denganmu!" jawab Naruto disertai cengiran lebar yang menunjukkan deretan gigi putih dan rapinya.
Sakura menghembuskan nafas panjang. "Hah~, kenapa?"
"Karena kau satu-satunya orang yang bisa melihatku dan mengajakku berbicara. Jadi aku tak akan melepaskanmu. Aku tak ingin sendiri lagi" senyum kecut terlukis di wajah tampan Naruto.
Entah kenapa, mendengar penuturan Naruto, membuat mau tak mau, Sakura mengikuti keinginan Naruto untuk ikut dengannya. "Ya, ya, kau boleh ikut! Tapi jangan pernah ajak aku berbicara saat kita berada di tempat umum. Nanti orang-orang bisa menganggapku gila"
"Yatta! Arigatou!" Naruto berseru riang layaknya anak kecil. Tapi hal itu malah membuat sebuah senyum berkembang di wajah Sakura. Mereka berdua pun berjalan berdampingan menuju rumah Sakura.
.
.
.
=0=0=0=0=0=(Promise)=0=0=0=0=0=
Raja siang yang sempat menghilang akhirnya kembali muncul dari ufuk timur. Cahayanya yang terang menembus masuk dalam kamar melalui celah-celah jendela. Menyapu dengan hangat kulit gadis berambut merah muda yang masih tenggelam dalam mimpinya. Hingga lama-kelamaan gadis itu pun mulai merasa terganggu dan dengan berat hati, ia pun membuka kelopak matanya sedikit demi sedikit—memperlihatkan manik Emerald nya yang jernih.
"Engghhh...sudah pagi, ya?" gumam gadis yang diketahui bernama Sakura itu sambil meregangkan otot-ototnya.
"Eh? Naruto?" tiba-tiba saja Sakura teringat kepada sosok roh pemuda berambut pirang dengan manik Sapphire yang ia beri nama Naruto.
Manik Emerald Sakura menelusuri setiap sudut kamarnya tanpa terlewat sedikit pun. "Naruto! Apa kau di sini?" panggil Sakura ketika matanya tak kunjung menangkap sosok Naruto.
"..." hening tak ada jawaban. Hal ini membuat Sakura berpikir kalau kejadian kemarin itu hanyalah sebuah mimpi. Tapi jika begitu, berarti tak ada sosok Naruto selama ini. Tak ada sosok roh yang begitu mengerti dan peduli padanya. Entah kenapa, memikirkan hal itu membuat hati Sakura berdenyut sakit. Ia tak ingin hal ini terjadi.
Gumpalan air mata pun menggenang di pelupuk matanya dan membuat penglihatannya memburam. Namun itu tak lama. Karena pada detik berikutnya, ia telah menghapus air mata yang hendak jatuh itu. Sebuah senyum penyemangat ia tunjukkan bagi dirinya sendiri. "Tak ada waktu untuk menangis di pagi hari! Aku harus segera bersiap-siap untuk sekolah!" serunya.
Gadis bermarga Haruno itu pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tidur besarnya menuju kamar mandi. Ia harus segera bersiap-siap untuk sekolah jika tak ingin terlambat. Dan dalam waktu beberapa menit, Sakura telah selesai bersiap-siap. Kini ia hanya harus mengecek kembali penampilannya di depan cermin besarnya. Dari bawah hingga atas, penampilannya sempurna. Kaos kaki hitam selutut, seragam yang bersih dan rapi, wajah cantik tanpa make up, dan rambut merah muda panjang yang tersisir rapi.
"Ok! Semuanya siap!" seru Sakura penuh semangat.
"Kamu mau ke mana, Sakura-chan?" tanya seseorang dengan suara yang sangat Sakura kenal.
Tanpa ba-bi-bu, Sakura segera membalikkan badannya. Manik Emerald nya membulat sempurna tatkala melihat sosok Naruto yang sedang berdiri di dekat pintu kaca balkon kamarnya. "Na-Naruto!" panggil Sakura tak percaya dengan penglihatannya.
"Y-ya?" balas Naruto. Tampak sekali kalau Naruto bingung dengan sikap Sakura itu.
"Kau nyata!" pekik Sakura senang.
"Memang. Lalu kenapa?" tanya Naruto masih memasang ekspresi bingung.
Bukannya menjawab, Sakura malah mencubit ke dua pipinya sendiri. "Aku tak bermimpi!" ocehnya setelah selesai mencubit pipinya. Hal ini tentu membuat Naruto bertambah bingung.
"Ada apa denganmu?" tanya Naruto sambil mendekat ke tempat Sakura berada.
"Aku senang! Aku sangat senang!" seru Sakura yang lagi-lagi tak menanggapi pertanyaan Naruto. Bahkan dia malah berlari menghampiri Naruto dan menerjangnya. Sebuah pelukan pun Naruto terima. Membuat hatinya berdesir hebat dan perasaan hangat menyelimutinya.
"Aku senang kau tak pergi meninggalkanku dan ini semua bukanlah mimpi" tutur Sakura tanpa menghiraukan keterkejutan Naruto.
"Kau bisa memelukku?" tanya Naruto tanpa melepas ekspresi terkejutnya.
Mendengar pertanyaan aneh Naruto, Sakura pun melepaskan pelukannya dan menatap Naruto bingung. "Memang kenapa? Apa itu aneh?" Sakura balik bertanya.
"Bu-bukan. Hanya saja... hanya saja... hanya saja selama ini tubuhku tak pernah bisa orang sentuh..." jawab Naruto dengan mata yang menyendu.
Hingga akhirnya Sapphire Naruto berani menatap Emerald Sakura. "Ta-tapi kau baru saja memelukku. Aku tak mengerti. Aku sama sekali tak mengerti" ujarnya.
"Di saat orang-orang tak bisa mendengar suaraku, kau bisa mendengarnya. Di saat orang-orang tak bisa melihat diriku, kau bisa melihatnya. Di saat orang-orang tak bisa menyentuh tubuhku, kau bisa menyentuhnya..." oceh Naruto.
"...Si-siapa kau sebenarnya?" tanya Naruto yang membuat Sakura tertawa tak tertahankan.
Naruto yang melihat Sakura tertawa seperti itu pun menjadi kesal. "Aku bertanya serius dan kau malah tertawa"
"Gomen, gomen! Aku tak bisa menahan tawaku. Pertanyaanmu itu sangat aneh" tutur Skaura sambil berusaha menghentikan tawanya.
"Aneh?" Naruto tak mengeti dengan ucapan Sakura.
Sebuah anggukan Sakura berikan. "Ya, aneh. Karena aku adalah aku. Aku adalah Haruno Sakura. Bukankah kau tahu itu? Lalu kenapa kau menanyakannya?"
"I-itu karena kau berbeda dari yang lain. Kau satu-satunya orang yang bisa mendengar suaraku, melihat diriku, dan menyentuh tubuhku" jawab Naruto dengan mukanya yang memerah karena dibilang aneh oleh Sakura.
Sakura memasang pose berpikir. "Hm.. Benar juga, ya... Tapi itu mungkin saja karena kau itu hanya di takdirkan untuk membantuku dan bersama denganku. Jadi hanya aku yang bisa mendengar suaramu, melihat dirimu, dan menyentuh tubuhmu" tutur Sakura yang terdengar masuk akal.
Manik Sapphire Naruto membulat ketika mendengar penuturan Sakura tadi. Dia mengakui kalau apa yang Sakura katakan tadi itu begitu masuk akal dan dia tak bisa menyangkalnya. "Jadi tujuan hidupku selama ini adalah Sakura-chan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Kau mengatakan sesuatu, Naruto?" tanya Sakura yang tanpa sengaja mendengar pertanyaan Naruto. Walau tak terlalu jelas.
Naruto tersadar dan segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Tidak. Aku tak mengatakan apapun" elaknya.
"Are? Benarkah? Tapi sepertinya tadi aku mendengarmu bertanya. Atau itu hanya imajinasiku, ya?" Sakura tampak bingung.
"Sudahlah. Tak perlu dipikirkan. Mmm...Jadi, kenapa kamu berpakaian begitu rapi?" Naruto berusaha mengganti topik.
"Eh? Ditanya kenapa, tentu saja karena aku akan bersekolah. Oh iya! Sudah jam berapa sekarang? Nanti aku bisa terlambat!" Sakura yang baru teringat akan sekolahnya pun segera melihat jam kamarnya.
"Ah, tidak! Aku harus segera berangkat agar tidak terlambat!" seru Sakura panik. Dengan cepat, ia pun melangkahkan kakinya keluar kamar lalu menuruni tangga dan menuju ruang makan. Ia ambil dua lembar roti bakar dengan selai coklat di atasnya. Kemudian ia makan roti tersebut sambil berlari keluar rumah. Sebuah mobil mewah telah menunggunya di depan gerbang dan siap mengantarnya ke sekolah sekarang juga. Ia pun segera masuk ke dalam mobil tersebut dan duduk dengan tenang sambil menghabiskan rotinya. Karena terlalu terburu-buru ia sampai tak sadar akan keberadaan Naruto di sampingnya. Ya, sejak tadi sebenarnya Naruto mengikutinya.
"Sakura-chan, boleh aku ikut ke sekolah? Selama ini aku selalu ingin ke sana" tutur Naruto yang membuat Sakura terkejut. Bahkan ia sampai tersedak.
"Uhuk! Uhuk!" Sakura terbatuk-batuk karena tersedak. Tentu itu membuat Sang Sopir khawatir.
"Anda tak apa, Sakura-sama?" tanya sopirnya.
"Etto, tidak. Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit tersedak karena aku memakan roti dengan terburu-buru" Sakura berusaha memberikan alasan sebagus mungkin.
"Anda tak boleh seperti itu, Sakura-sama. Anda harus makan dengan pelan-pelan agar tak tersedak" nasihat sopir Sakura.
Sakura hanya bisa tersenyum dipaksakan. "I-iya, a-aku mengerti. A-arigatou" ucapnya dan Sang Sopir hanya tersenyum singkat lalu kembali berkonsentrasi menyetir mobilnya.
"Sejak kapan kau di sini? Ku kira tadi aku telah meninggalkanmu di kamar" bisik Sakura pada Naruto agar sopirnya tak mendengarnya dan menganggapnya gila.
"Kau jahat! Ingin meninggalkanku di kamar seorang diri. Aku kan juga ingin ikut" rengek Naruto manja. Beruntung Sang Sopir tak dapat mendengar suara Naruto.
"Baiklah, baiklah. Tapi berjanjilah untuk tidak mengajakku berbicara di depan umum dan jangan bertingkah aneh yang merepotkanku!" bisik Sakura yang membuat senyum lebar menghias wajah tampan Naruto.
Dengan cepat, Naruto menganggukkan kepalanya. "Aku berjanji" ucapnya dan Skaura tersenyum senang mendengarnya. Sedangkan sopir Sakura malah berpikir kalau hari ini Sakura sangat bahagia hingga tersenyum sendiri seperti itu.
.
.
.
=0=0=0=0=0=(Promise)=0=0=0=0=0=
TAP!
TAP!
TAP!
Terdengar suara langkah kaki yang menggema dalam koridor sekolah yang cukup ramai. Sakura berjalan pelan menuju kelasnya dengan banyak pasang mata yang memperhatikannya. Itu semua bukan karena ada sesuatu yang salah pada gadis bermarga Haruno itu. Namun karena Sakura merupakan salah satu dari gadis terpopuler di sekolahnya. Wajah cantik, rambut indah, otak pintar, sifat yang baik, ramah, dan kelebihan-kelebihannya yang lain membuat Sakura mendapatkan gelar itu dengan mudahnya. Walau begitu, Sakura tetaplah menjadi gadis yang rendah hati. Tentu saja hal itu membuatnya semakin dipuja-puja oleh banyak pemuda.
"Ne, Sakura-chan!" panggil Naruto dengan cara berbisik di telinga Sakura.
"Apa?" tanya Sakura juga dengan berbisik.
"Kenapa semua orang melihat ke arahmu?" tanya Naruto dengan polosnya.
"Jangan tanyakan padaku. Tanyakan saja pada mereka" jawab Sakura tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depannya.
"Mmmm, Tapi—..." Belum selesai Naruto berbicara, Sakura telah menyelanya.
"Diamlah! Atau mereka akan berpikir kalau aku adalah orang yang aneh" bisik Sakura yang mulai merasa tak nyaman dengan tatapan para siswa-siswi yang seolah-olah berkata 'aneh' padanya.
Naruto pun mau tak mau harus diam. Tapi itu tidaklah bertahan lama. Karena pada detik berikutnya, ia heboh hanya karena sebuah piano yang ada di dalam ruang musik yang baru saja mereka lewati. "Ne, Sakura-chan! apa itu piano?" tanyanya dan Sakura hanya diam.
"Sakura-chan! Laboratorium itu ruangan untuk apa?" tanya Naruto ketika mereka melewati ruang Laboratorium.
'Jangan hiraukan dia, Sakura' ucapnya dalam hati.
Ketika mereka melewati sebuah jendela yang menghadap ke lapangan, Naruto langsung berseru heboh. "Wah! Lihat Sakura-chan! Ada banyak orang yang sedang bermain basket!"
"Sakura-chan! ada banyak makanan, lho!" seru Naruto terdengar ketika mereka melewati kantin.
'Sakura, biarkan saja' Sakura mencoba untuk tak menghiraukan Naruto yang selalu saja berbuat ulah.
Sakura terus melangkahkan kakinya. Hingga akhirnya jarak antara dirinya dan ruang kelasnya tak lagi jauh. Bahkan kini hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai di ruang kelasnya. Itu membuat Sakura menjadi senang. Karena paling tidak ruang lingkup Naruto untuk berbuat ulah menjadi sempit. Itu membuat perasaannya menjadi tenang.
Tiba-tiba saja Sakura menghentikan langkahnya. Sebab, ada seseorang yang menghalangi jalannya. Emerald nya membola beberapa saat ketika wujud kekasihnya tertangkap oleh indra penglihatannya. Ya, Sasuke sekarang berdiri tepat di hadapannya.
"Sakura-chan, lihat! Itu ad—..." Naruto tak melanjutkan perkataannya ketika ia melihat ada seorang pemuda tampan berambut raven sedang berdiri di hadapan Sakura yang tampak terkejut. Naruto langsung tahu siapa pemuda itu ketika melihat reaksi Sakura.
"Sakura" panggil pemuda bermanik Onyx itu.
"Sa-Sasuke-kun? A-apa yang kau lakukan di depan kelasku?" tanya Sakura gugup. Tiba-tiba saja ingatan tentang kejadian kemarin malam diputar ulang di otaknya,
"Aku menunggumu" jawab pemuda yang dipanggil Sasuke itu sambil memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celananya.
Salah satu alis Sakura terangkat—bingung. "Menungguku?" Sakura merasa tak mengerti.
"Ya, ada yang ingin ku bicarakan denganmu. Ikutlah denganku" Sasuke mengulurkan salah satu tanggannya untuk menarik tangan Sakura pergi. Padahal Sakura baru saja sampai di depan kelasnya. Tapi dia telah ditarik pergi. Sedangkan Naruto? Jelas dia akan mengekori Sakura kemanapun gadis itu pergi.
"Sasuke, jangan bicara sekarang. Sebentar lagi kelas akan dimulai" tutur Sakura sambil melepaskan tangannya dari Sasuke.
"Hanya sebentar Sakura" ujar Sasuke bersikeras.
"Tidak bisa. Aku tidak mau terlambat mengikuti pelajaran" tolak Sakura dan ia pun melangkah meninggalkan Sasuke.
Sasuke tak bisa apa-apa. Lagi-lagi dia harus menunggu. Padahal ia sangat tak suka menunggu. Tapi apapun akan ia lakukan agar Sakura mau memaafkannya. Jadi menunggu sebentar tak masalah baginya. Jadi, dia pun memutuskan untuk kembali ke kelasnya dan berbicara dengan Sakura nanti saat jam istirahat.
"Sakura-chan! Ne, Sakura-chan!" panggil Naruto pada Sakura yang tak kunjung menghentikan laju kakinya. Bahkan langkah kakinya semakin cepat.
"Sakura-chan! tolong berhenti dulu seben—..." kata-kata Naruto terhenti ketika tiba-tiba Sakura membalikkan tubuh dan menghadap ke arahnya.
"Ada apa, Naruto?" tanya Sakura ketika mereka telah berada di koridor yang sepi.
"Kenapa kamu menghindari kekasihmu?" tanya Naruto penasaran.
"Aku tak menghindarinya" elak Sakura.
Naruto memutar bola matanya malas. "Sakura-chan, sangat jelas terlihat kalau kamu tadi itu berusaha untuk menghindari kekasihmu"
"Begitukah?" tanya Sakura dengan ekspresi yang dibuat sepolos mungkin.
"Ayolah, Sakura-chan! bukankah tadi itu kesempatan yang bagus untukmu mengajak Sasuke makan bersama dan membicarakan masalah kalian berdua?" Naruto tak mengerti dengan jalan pikiran gadis manis di depannya.
"Naruto, aku hanya ingin memberinya hukuman kecil karena beberapa minggu ini ia mengacuhkanku. Apa itu salah?"
"Mungkin itu tak salah. Tapi ingat rencana kita, Sakura-chan" tutur Naruto yang terlihat bagai orang frustasi.
Sakura tertawa melihat keadaan Naruto. "Tenang saja. Aku ingat, kok. Setelah sekolah selesai, aku akan mencoba bicara padanya" ujar Sakura sebelum berjalan pergi menuju kelasnya dan Naruto hanya bisa mengekorinya.
.
.
.
=0=0=0=0=0=(To be Continued)=0=0=0=0=0=
Yahoi! Shizu kembali lagi dengan cerita baru! Hore! #Tiup terompet
Bagaimana? Gomen, jika jelek... Gomen, karena baru bisa upload cerita sekarang. Dari kemarin Shizu sibuk terus. Ada try out lah, inilah, itulah, benar-benar melelahkan. Yah, jadi Shizu tidak bisa upload terlalu sering. Harap maklum, ya...
Oh, iya! Sebenarnya Shizu sudah menyelesaikan chapter 2, nya... tapi baru akan Shizu upload jika review dari kalian banyak... OK! Kalau begitu, cepat REVIEW ya... AKU TUNGGU! ARIGATOU...
