Disclamer : Masashi Kishimoto
Warning! Typo(s), OOC, alur cepat dan banyak lagi kekurangan.
Job Hunting versi SasuHina:)
Dont Like Dont Read. Serius, dari pada memicu flame.
Hope you like it:)
.
.
Disini kita dapat melihat seorang gadis berambut indigo sedang menunggu resah. Ini adalah pemburuan kerja untuk kesekian kali untuknya setelah gagal berkali-kali dan belum sempat berhasil hingga sekarang. Dia tengah menunggu penetapan kelompok oleh panitia perusahaan untuk melihat seberapa aktif para pelamar dalam bekerja secara kelompok. Nama Hinata masih belum disebutkan.
Musim panas tahun ke tiga perkuliahan, Hinata membuka cerita baru dan bangkit untuk kembali berburu kerja setelah sebelumnya sempat terpuruk oleh kegagalan yang terus menerus terjadi sebelumnya. Kehidupan benar-benar tidak manis, aku harus tenang! Fikir Hinata.
"Sanji, Luffi, Hinata, Sasuke, Tenten, Choji juga Lee. Kalian kelompok 5." Ucap salah satu panitia perusahaan itu.
Inilah saatnya! Hinatapun berkumpul di meja kelompok 5 dengan anggota yang lainnya.
.
SUDUT PANDANG HINATA.
.
Baiklah aku akan berjuang. Berjuanglah Hinata! Aku harus berhasil kali ini! Aku duduk disalah satu kursi di meja tersebut. Sementara panitia menyuruh kami untuk menentukan siapa pemimpin diskusi kali ini. Baiklah, hari ini aku harus mendapatkan posisi ketua!
"A.. aku.." Aku gugup dan berusaha mengajukkan diri.
"Izinkan saya, Sasuke Uchiha untuk memimpin jalannya diskusi kelompok ini." Ucap lelaki yang berada didepanku. Memotong kata-kataku yang sebenarnya tak terdengar sama sekali oleh orang lain. Dia tersenyum "Tak ada yang keberatan kan?"
Aku menunduk, yaampun. Posisi yang ku incar direbut dengan manis dalam waktu sekejap. Aku langsung lemas. Oh ya, dalam hal ini siapa yang paling cepat mengatakannya, dialah yang menang. Ah, kenapa aku selalu saja terlambat.
Tapi.. yah, meski aku berhasil mendapatkan posisi ketua, aku tak yakin bisa melakukannya.. tanpa mau berlama-lama galau, aku mendongkak dan mulai memperhatikan diskusi.
"Topik diskusi kita adalah tentang larangan merokok di dalam taksi. Pertama-tama silahkan beri pendapat apakah kalian setuju atau tidak setuju." Lelaki ketua itu berbicara.
Aku melihat lelaki ini memimpin diskusi.
Lelaki ini... dia melakukannya dengan berani.. jika saja aku memiliki kepercayaan diri yang tinggi sepertinya, aku pasti bisa masuk kemana saja. Tanpa sadar aku malah terus memperhatikan lelaki itu. Dan menatapnya, tampan juga fikirku. Disaat yang sama, lelaki itu menoleh dan menatap juga padaku. Aku kaget luar biasa.
"Larangan itu harus diterapkan dalam segala hal."
"Terlalu berlebihan jika diterapkan dalam semua kendaraan."
"bla bla bla"
Aku bisa mendengar orang lain mulai berkomentar untuk diskusi ini. Aku juga! Aku juga harus mengatakan sesuatu. Ayolah Hinata kau pasti bisa! Saat ingin mengatakan sesuatu lelaki ketua itu terus menatapku lalu terkekeh.
Apa maksudnya kekehan itu? Apa-apaan dia? Menjijikan! Kita memang bertatap-tatapan tapi bukan berarti dia harus terus menatapku seperti itu! Aku semakin gugup dan malu, aku menunduk.
"Kalau begitu, sekarang waktunya kita mencari solusi untuk perokok." Ucap salah satu anggota.
"Benar," Lelaki ketua itu berbicara sambil masih menatapku. "Bagaimana pendapatmu, Hinata?" Ucap lelaki ketua itu tiba-tiba.
Badanku langsung kaku. Aku yakin mukaku sekarang benar-benar pucat pasi.
"Katakan sesuatu." Lelaki itu kembali bersuara.
Benar-benar! Picik sekali menyerangku tiba-tiba!
"A-aku.."
Aku benar-benar gugup. Ditambah semua anggota sekarang menatapku menunggu aku bersuara.
"Ji-jika didalam kendaraan ditaruh permen, perokok bisa mengalihkan perhatiannya dari rokok. Ku-kufikir itu ide yang tidaklah buruk.." aku menunduk. Aku sudah tidak peduli dengan tanggapan orang lain dan kekehan mereka.
"Permen?"
"Konsep khas perempuan ya?"
"Tapi kita membutuhkan solusi yang sifatnya tidak sementara, jika bisa ambil solusi yang lain."
"Tidak, menyediakan makanan manis disaat lelah menurutku ide yang menarik."
"Bla bla bla"
Masih banyak tanggapan orang lain mengenai konsep permenku, namun aku tidak peduli lagi. Selesailah sudah. Dengan ini aku yakin kali ini aku akan gagal lagi.
.
.
.
Aku berjalan lunglai menuju stasiun kereta untuk membeli tiket pulang. Aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan tokyo hanya dengan modal semangat saja ya? Ah perasaan mendung ini mulai mendekatiku. Sampai dirumah nanti Hanabi pasti berkata selamat atas kegagalanku untuk kesekian kalinya. Sudahlah, aku hanya ingin pulang dan tidur dikasur kamarku yang nyaman.
Akupun menuju kasir penjual tiket kereta.
"Tolong tiket free seat sampai kyoto." Aku berucap lemas.
"Tolonng tiket kursi tetap sampai kyoto, sebelah jendela dan non smoking." Suara ini. Lelaki ketua tadi! Aku menoleh dan benar saja, dia ada disebelahku membeli tiket. Perlahan dia menoleh juga padaku. Aku langsung melayangkan tatapan sebal ke arahnya, namun dia malah memalingkan wajahnya dan pergi.
Sial! Aku diacuhkan! Liat saja nanti! Kalau saja kau tidak ada saat diskusi kelompok tadi, sikapku pasti akan lebih baik! Aku kesal sendiri.
Tanpa berlama-lama aku memasuki shinkansen dan mencari-cari kursi kosong. Aku beruntung! Karena ada kursi kosong didepan. Tapi takdir ternyata tidak manis, saat menuju kursi tersebut, aku didahului oleh seorang anak kecil. Pada akhirnya aku hanya bisa berdiri di ruang gerbong belakang sambil menghadap jendela.
Aku ini benar-benar tidak beruntung dalam pertarungan waktu. Lelaki tadi, masih muda tapi sudah bisa pesan kursi tetap. Apakah posisi seseorang ditentukan oleh hal semacam itu? Setiap kali gagal dalam wawancara aku merasa dianggap seperti manusia yang tidak dibutuhkan. Ditusuk oleh perasaan rendah diri. Badanku sekarang, benar-benar lelah. Aku sudah tidak tahan lagi, ditambah hatiku panas karena perasaan kesal. Aku ingin segera pulang kerumah. Kepala ku tersas kosong. Lalu semuanya gelap.
.
.
.
Saat aku bangun, aku merasa sesuatu dipundakku. Berat. Apa yang terjadi padaku? Saat aku menoleh betapa terkejutnya aku melihat lelaki ketua tadi sedang tidur menyandar dibahuku! yaTuhan! Apa-apaan ini? Apa yang dia lakukan disini? Maksudku apa yang aku lakukan disini? Mengapa aku duduk disni? Saat panik aku melihat lelaki tadi mulai membuka matanya, reflek aku langsung pura-pura tertidur kembali. Namun aku merasa nafasnya makin mendekat, makin mendekat. Mengapa dia mendekatkan wajahnya?! Makin mendekat dan,
"Bangun gadis permen."
Aku langsung bangun karna kaget. Gadis permen? Julukan?
Aku langsung bangun tegak. "Meskipun lucu, mengutarakan pendapat bukanlah hal yang salah kan!" aku meninggikan suaraku. Padahal dia yang seenaknya menunjukku saat itu. Dia menatapku bingung. Aku sadar dan langsung menutup mulut. Bodoh! Apa yang aku katakan?! Mengapa aku bisa marah pada seseorang yang baru kutemui?!
"Kau benar-benar takkan berhasil dalam pemburuan pekerjaan tau. Jangan mengatakan sesuatu dengan spontan. Ternyata orang yang berumur 20 tahun masih bisa seperti itu ya." Ucapnya tajam.
"Lagi pula bukan itu yang harus kau katakan pertama kali." Lelaki itu melanjutkan.
Pertama kali? Ah benar. Dia sengaja memberikan tempat duduknya padaku, aku jadi merasa bersalah.
"A-aku pingsan dan kau membawaku kemari ya? Terima kasih banyak, h-harusnya aku mengatakan itu terlebih dulu."
"Tak masalah. Jika kau sudah merasa baikan, bagaimana jika kau pergi ketempatmu yang semula? Itu tempatku." Ucapnya dingin.
Aku diam sebentar lalu menunduk "K-kau benar." Mungkin akulah yang dianggapnya menjijikkan. Lalu aku berdiri namun saat berdiri ternyata kepalaku masih terasa pusing. Jadi aku malah terhuyung kembali duduk.
"M-maaf" aku kembali berdiri.
"Apa jalanmu masih terhuyung-huyung?"
Aku memegang kepalaku yang pusing. Dan berusaha pergi.
"Kau kenapa?"
Gawat! Aku ingin menangis! Aku tidak boleh lebih menyedihkan dari ini!
Namun lelaki itu malah menarikku dan mendudukanku dikursinya. Dan melempar jasnya padaku.
"Keluarkan tiketmu." Katanya sambil mengulurkan tangan.
"A-apa?"
"Tiketmu!" Suaranya meninggi. Aku takut dan langsung memberikan tiket keretaku.
"Punyaku ada didalam jas." Katanya sambil pergi menjauh.
"Tu-tunggu dulu! Mau kema.."
"Tolong tunjukan tiketnya nyonya." Lalu seorang petugas mendatangiku sebelum aku bisa mengejar lelaki tadi. Aku.. telah salah menilai orang. Setelah kondektur itu pergi aku berjuang keras meski terhuyung pergi menyusul lelaki tadi. Saat aku menemukannya aku mengembalikan jasnya.
"I-ini. Kondekturnya sudah pergi, tiketnya juga sudah di cap, aku kembalikan tempat dudukmu dan tiketmu sudah ku masukkan ke jas ini."
"Tidak usah juga tidak apa-apa, lagi pula banyak tempat duduk kosong setelah melewati Nasoya, kau bisa duduk sampai saat itu."
"I-Itu masih satu jam lagi. Aku tidak bisa melakukannya, disana adalah tempat dudukmu. Sedangkan aku hanya membayar untuk free seat. Aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu."
Lelaki itu lalu mengambil jasnya sambil menghela nafas. "Apa kau fikir jika aku berkata baiklah, aku akan tampak buruk? tidak."
Aku tidak tau.. tapi..
"A-aku juga bukan orang yang tebal muka yang duduk dikursi orang yang tidak dikenal." Kepalaku makin ku tundukan kedalam.
Dia tak menjawab, namun langsung terkekeh. Apapun maksudnya, aku tidak tahu.
.
.
.
"Ah, akhirnya tiba juga." Ucapku saat turun dari shinkansen bersama lelaki tadi.
"H-hey, maaf sudah mengambil tempat dudukmu sampai akhir." Ucapku padanya.
"Yah, itu sudah tidak jadi masalah. Aku juga bisa tetap duduk bersamamu walau satu kursi. Tak masalah karna tak ketauan."
Hinata tersenyum,
"Yah, lagi pula yang salah bukan aku, jika ketahuan aku tinggal menyalahkanmu. Begitulah caraku."
Yaampun, kepercayaanku disalahgunakan. Dia masih saja kejam. Tanpa sadar aku malah gemetaran.
"Tapi jika kau gemetaran begitu, orang-orang akan langsung curiga terhadapku."
Dugaan yang tepat. Aku menunduk.
"Hey, jangan terlalu menunjukan apa yang kau rasakan dalam ekspresimu.
meskipun kau mengatakan hal yang menarik dalam wawancara, ketidak percayaan dirimu akan segera ketahuan dan penilaian orang akan menurun.
Bagiku pribadi, orang seperti itu tidaklah menyebalkan. Hanya saja..
Belajarlah sedikit dalam berbohong.
Hinata." Lelaki itu menyelesaikan perkataannya dan langsung pergi.
Hinata? T-tunggu dulu! Aku langsung berusaha mengejar namun sosoknya sudah tak terlihat.
Jangan menghilang!
Sementara aku.. tidak tau apapun tentang dirimu.. selamanya..
Aku berhenti mencari dan menunduk. "Kenapa dia bisa ingat betul nama Hinata.. namaku.."
Padahal jika aku tahu namamu, aku bisa memanggilmu.
"Bodoh.. seharusnya aku menanyakan namamu.."
Padahal aku berfikir sesuatu akan dimulai.
TBC
Entahlah aku sangat jatuh cinta sama cerita job hunting makanya mau bikin versi fic SasuHina hahaha~
Awas ya kalo udh baca ngga review hahaha^^
