Halfway To The Grave

Warn: GS! (Gender switch) for Jungkook! and typo

Pair: VKOOK [Kim Taehyung x Jeon Jungkook]

Inspired by Novel from Jeaniene Frost

ENJOY

.


All Jungkook POV

Tubuhku kaku saat cahaya merah dan biru bersinar di belakangaku, karena tidak mungkin aku bisa menjelaskan apa yang ada di begian belakang mobilku. Aku menepikan mobilku, menahan napasku saat Sherif datang ke samping jendelaku.

"Hai. Apa ada yang salah?" Nada suaraku terdengar tidak bersalah sementara di dalam hati aku terus berdoa agar tidak ada yang tidak biasa dengan mataku. Kendalikan dirimu. Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau sedang marah.

"Lampu belakangmu pecah. Tolong perlihatkan SIM dan STNK." Sial. Itulah yang terjadi jika ada beban di bak belakang mobil trukku. Pada saat itu, kecepatanlah yang penting, bukan kemulusan body mobil. Aku memberikan SIM asliku, bukan yang palsu. Polisi itu mengarahkan senternya secara bergantian ke SIM dan wajahku.

"Jeon Jungkook. Kau anak dari Jeon Haewon, ya? Dari perkebunan ceri keluarga Jeon?" "Iya, Sir." Sopan dan santai, seolah aku tidak sedang menghadapi masalah besar. "Nah, Jungkook sekarang sudah hampir pukul empat pagi. Kenapa kau berada di luar selarut ini?" Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya tentang kegiatanku, kecuali bila aku memang ingin mencari masalah. Atau ingin mendekam di balik terali besi.

"Aku tidak bisa tidur, jadi aku putuskan untuk berkeliling." Yang membuatku takut, polisi itu berjalan ke bagian trukku dan mengarahkan senternya ke sana.

"Apa yang ada di belakang sini?" Oh, bukan sesuatu yang tidak biasa. Hanya mayat yang tersembunyi di balik beberapa karung dan sembilah kapak.

"Karung-karung berisi ceri dari perkebunan kakekku" "Benarkah?" Dengan cahaya senternya polisi itu mengintip ke balik terpal pelastik. "Salah satunya bocor." "Jangan khawatir." Suaraku hampir melengking. "Memang selalu saja ada yang bocor. itu sebabnya aku membawanya dengan truk tua ini. Ceri-ceri itu akan meninggalkan noda merah di bagian bawah bak." Kelegaan besar menyapuku ketika polisi menghentikan penyelidikannya dan kembai ke samping jendelaku

"Dan kau berkeliling selarut ini karena kau tidak bisa tidur?" Mulut polisi itu melengkung curiga. Tatapanya beralih ke bajuku yang tampak lusuh dan rambutku yang acak-acakan. "Kau pikir aku akan percaya?" Kecurigaan polisi itu terbaca jelas, polisi itu berpikir aku keluar untuk tidur entah dengan siapa. Kelakuanmu sama seperti ibumu ya? tidak mudah untuk gidup sebagai anak haram di kota kecil ini, orang-orang cenderung meremehkanmu. Dengan sekuat tenaga, aku menahan amarahku. Sisi kemanusiaanku cenderung akan mengelupas seperti kulit tipis setiap kali aku marah.

"Bisakah kita merahasiakannya di antar kita saja, Sherif?" Aku mengerjapkan mataku dengan gaya polos. "Aku janji tidak akan mengulanginya lagi" Tangan polisi itu menelusuri ikat pinggangnya saat mempertimbangkan permintaanku. "Pulanglah, Jeon Jungkook, dan betulkan lampu belakangmu."

"Baik, Sir"

Merasa bersyukur karena bisa lolos, aku segera menyalakan mobilku dan melaju pergi.

Orang-orang mengeluh tentang memiliki ayah seorang pecundang atau rahasia besar dalam keluarga. Aku mengalami keduanya. Oh, jangan salah paham, bukan berarti sejak awal aku mengetahui tentang apa aku sebernanya. Ibuku, satu-satunya yang mengetahui rahasia itu, ia mengatakannya padaku saat aku berusia enam belas tahun. Bagi semua orang aku terlihat aneh. Tidak punya teman, suka berkeliaran di waktu yang tidak wajar dan memilik kulit pucat yang tidak biasa. Sekarang akhir pekanku memiliki pola tersendiri. Aku pergi ke klub manapun untuk mencari mangsa. Aku minum dan menunggu sampai seseorang yang spesial menjemputku. Orang yang aku harap bisa kukubur di halaman belakang, jika aku tidak terbunuh lebih dulu. Aku sudah melakukanya selama enam tahun. Lucu memang, karana secara teknis aku sendiri sudah setengah mati.

Dengan cara ini aku bisa membuat satu orang bahagia. Ibuku. Yah, Ibuku punya hak untuk mendendam. Aku hanya berharap ia tidak melampisakannya padaku.

.


Musik di dalam klub menghentak keras. tempat itu penuh, situasi khas jumat malam. Aku datang ke sini bukan untuk mencari teman kencan. Setelah pacar pertamaku Sehun, aku tidak pernah ingin berkencan lagi. Saat aku berjalan melewati bilik-bilik di sudut terjauh klub ini aku merasakan sesuatu yang tidak biasa. Dibalik bayangan dan cahaya remang-remang, aku melihat puncak kepala seseorang yang sedang menunduk.

Bingo.

Sambil menyunggingkan senyum palsu, aku berjalan mendekatinya dan duduk di seberang pria itu. "Halo, Tampan." sapaku dengan suara paling menggoda. "Jangan sekarang" Nada suara pria itu terdengar tegas. "Aku sedang sibuk" Pria itu terlihat sedikit kesal. Aku mengulurkan tangan dan menyusutkan jariku ke atas tanganya. Kekuatan besar nyaris terlonjat kelurar dari kulit pria itu. Sudah pasti bukan manusia.

"Mau bercinta denganku?"

Kata-kata itu terlontar begitu saja, aku ngeri sendiri setelah mengatakkanya. pria itu menoleh menandakan penolakan yang berikutnya. "Pemilihan waktu yang tidak tepat, Luv. Kau harus menunggu. Jadilah burung yang baik dan terbang menjauh, aku akan menemukanmu nanti." Dengan sentakan tangannya, ia mengusirku. Dengan pikiran kosong aku bangun dan beranjak pergi, menggelengkan kepalaku karena situai yang tidak terduga ini. Sekarang, bagaimana aku bisa membunuhnya?.


.

TBC

.


This my first time writing ff, and really need your review if you want me to writing the next chapter.