Devilsho present

Sequel of 'Road to Rice Bowl'

It's Your Fault


Hola! Kembali lagi dengan author disini, karena masih banyak misteri yang belum terungkap seperti mimpi buruk Sena yang terus-terusan menghinggapinya, orang-orang yang mengatur skor pertandingan yang menyebabkan Enma Fires harus pulang lebih awal dari turnamen 'U League, hingga siapa musuh utama cerita. Makanya author buat sequel. ;p


PENTING, HARAP DIBACA

Buat yang baru baca fanfic It's Your Fault tapi belum baca Road to Rice Bowl, diharapkan membaca Road to Rice Bowl terlebih dahulu. Takutnya gak ngerti jalan ceritanya (bukannya maksa kalian buat baca karangan sebelumnya ya.. *ketawa*)

Oke, itu aja. Enjoy!


Prolog

Sudah berapa banyak Universitas tersingkir di babak penyisihan, tak perduli tim itu adalah yang terkuat, tim yang sudah berlatih keras melebihi batas, tim yang sudah mempersiapkan segala sesuatunya secara matang, atau masih banyak tipe-tipe lain yang tak tercantum.

Kalah ya kalah.
Kalah berarti selesai sudah perjalanan tim.
Kalah berarti tak mampu bertahan dengan baik.
Kalah berarti mental juara yang dimiliki masih kurang.
Apapun alasan yang dibuat; Kalah ya kalah. No excuse.

Tak heran Ojo Silver Knight, Shuuei Doctor Fishes, dan Saikyoudai Wizard dengan mudah mendapat tiket menuju Koshien Bowl yang nantinya 8 tim akan bertanding memperebutkan gelar juara dan menantang juara X-League di pertandingan American Football terbesar di Jepang; Rice Bowl.

Saikyoudai Wizard sendiri sudah mengantongi 2 kali kemenangan dari 2 kali bermain dalam fase grup. Secara logika, bisa saja Hiruma memutuskan untuk memainkan tim B sebagai starting lineup mereka pada pertandingan terakhir U'-League melawan Taiyo Phoenix karena sudah memastikan diri lolos ke Koshien Bowl. Tapi bukan Hiruma namanya kalau ia begitu saja membiarkan tim B bermain tanpa strategi.

Hari ini adalah hari dimana Hiruma dan Mamori seharusnya membahas strategi melawan Taiyo Phoenix keesokan hari. Namun pesan yang ia dapat membuatnya tak ingin melibatkan siapa-siapa termasuk Mamori dengan kasus yang saat ini ia hadapi. Terpaksa Hiruma menundanya karena ada hal yang lebih penting dari sekedar membahas pertandingan.

Jika pertandingan mempertaruhkan harga diri dari yang masih hidup, maka urusan yang saat ini Hiruma hadapi adalah hidup mati dirinya sendiri. Bagaimana bisa membicarakan hal yang menyangkut harga diri kalau nyawa sendiri saja masih mengambang diatas awan hitam yang bernama teror?

Dengan perasaan cemas bercampur kesal Hiruma menunggu pak Doburoku yang ingin berbicara dengannya hari ini. Terlebih rasa kesalnya memuncak kala melihat berita mengenai pembunuhan berantai yang bertempat di daerah stadion dekat pertandingan Saikyoudai Wizard melawan Taiyo Phoenix esok hari.

Bola mata Hiruma membesar kala ia melihat almamater Universitas Enma tergeletak begitu saja dengan darah yang seperti sengaja dilukis kasar dengan kuas ukuran besar. Bagi orang awam, mereka melihat kejadian itu sebagai tanda seorang psikopat seni yang kehabisan akal sehat. Bagi Hiruma, ia melihatnya justru sebagai deklarasi perang untuk dirinya. Pria berambut kuning mengkerutkan dahinya. Apa tujuan orang itu melakukan pembunuhan teralamatkan untuk dirinya?

"Kenapa ini semua seperti kebetulan?"

Komandan setan berwujud manusia inipun terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan terjadi ke depannya. Dengan cepat, ia menghubungi Yamato untuk memberikan perintan untuk tidka menyalakan telepon seluler, komputer, hingga pertandingan besok. Hiruma berharap rekan-rekan mereka tidak melihat berita itu.

"Hah? Sejak kapan aku peduli dengan hal remeh seperti ini?"

Kapten Saikyoudai yang saat ini sedang duduk di sofa yang menjadi saksi bisu usaha kerasnya dalam melakukan apapun yang ia suka, menyeringai. Pasti Yamato akan bingung dengan larangan yang ia berikan padanya, terlebih yang memberikannya adalah dirinya sendiri. Tergerak dari rasa simpati yang selintas terlewat di otak jahat yang ia miliki.

"Hiruma!"

"Sabar sebentar pak tua!"

Dengan terburu-buru Hiruma menuju pintu sembari membenarkan kaos berwarna hitam kegemarannya. Hiruma sadar betul akan apa yang terjadi ketika ia mulai membukakan pintu untuk pelatihnya dulu. Sensasi yang diresapi betul oleh Hiruma. Mengoyak-oyak garis pengaman yang bersemayam sekian tahun. Tanpa ada yang berani menyentuhnya kecuali orang itu sudah siap mencari akhir hayatnya sendiri.

"Lama sekali kau membukakan pintu untukku?"

"Maafkan aku pak tua Doburoku, hutang yang kau punya sudah bisa dibayar belum?"

Hiruma tiba-tiba saja memelankan nadanya, menyindir halus pelatihnya yang tak kunjung membayar pinjaman yang Hiruma berikan. Namun pria berambut kuning itu sadar betul bahwa uang yang ia pinjamkan pada Doburoku, tidak ada artinya jika dibandingkan dengan usahanya melatih dengan sangat sabar anak-anak Deimon Devil Bats dari hanya sekumpulan orang bodoh menjadi tim yang mampu mengubah sistem itu sendiri.

"Ini uangnya Hiruma, maaf sudah membuatmu menunggu."

"Dari judi?"

"Darimana lagi aku akan mendapat uang tebusan sebesar itu? Pikir saja sendiri bodoh!"

"Ke ke ke!"

Hiruma dengan entengnya tertawa lepas. Karena ia sangat yakin dalam beberapa waktu akan akan di lalui bersama Doburoku akan menjadi perbicangan yang serius. Sensasi ketika Hiruma membukakan pintu itu masih melekat dengan kuat.

"Langsung saja pada intinya, mereka sudah bergerak. Dimulai dari berita yang seharusnya kamu sudah tau"

"Heh? Berita yang bertajuk 'psikopat berulah lagi' itu?"

"Aku serius, bodoh!"

*PRAAAK*

Doburoku dengan geramnya melempar botol sake yang ia genggam tepat ke wajah Hiruma. Tentu saja Hiruma meringis kesakitan. Untung saja tidak berdarah. Hiruma bisa jadi tidak akan ikut bertanding pada beberapa pertandingan penting Saikyoudai Wizard.

"Aaah.. sudah lama aku tidak merasakan sakit."

"Tidak ada waktu untuk itu!"

Pelatih Deimon Devil Bats itu mulai meninggikan nada bicaranya. Karena saat ini Hiruma belum merasakan teror yang mengancamnya; bahkan mengancam sekitarnya. Doburoku sebetulnya sangat peduli akan keselamatan anak-anak didikannya yang kini terancam oleh sesuatu yang lebih besar dari yang terakhir mereka hadapi.

"Ahli siasat itu tak selamanya akan menang terus, ada kalanya kau akan terjatuh. Terlebih lagi, bisa jadi mereka memang tidak mengincarmu."

Ekspresi wajah Hiruma berubah dari serius menjadi bingung akan pernyataan Doburoku. Kenapa malah tidak mengincarnya? Justru situasi yang seperti ini yang Hiruma kurang paham. Kalau begitu, ini adalah masalah terbesar yang akan dihadapi seumur hidup seorang Yoichi Hiruma.

"Melainkan orang-orang di sekitarmu Hiruma."

"Morgan sialan, ternyata dia hanya pengalih. Dan aku tidak menyangka, dia juga ikut campur dalam urusan pembuatan stadion baru Enma Fires. Apakah ini semua karena Kokasa Rogashi? Setau aku hanya dia yang selamat dari peristiwa berdarah itu."

"Yakin? Aku rasa bukan Morgan. Bukan juga tuan mesum yang bernama Lancelot Clinton yang bisa saja hidup kembali setelah kamu habisi dengan sniper milikmu seperti film-film box office luar negeri. Bahkan orang yang kamu sebutkan itu malah bagai partikel kecil tak kasat mata di kasus ini. Walaupun ini hanyalah sebuah asumsi dari kakek-kakek tua renta yang masih hidup dan kamu lihat. Aku sangat yakin bahwa orang yang kita hadapi adalah orang yang sangat berpengaruh di Amerika."

Hiruma tertegun akan ucapan pelatihnya dulu di Devil Bats. Mencerna kembali penjelasan kakek tua itu yang cukup menguras otaknya. Terdiam dalam lamunan, ternyata membuat hasrat hitam itu datang kembali pada Hiruma untuk kedua kalinya setelah ia mengubur dalam-dalam hasrat itu.

"Siapapun dia, akan aku bunuh tanpa ampun!"

Bunuh yang Hiruma maksud bukan teriakan bunuh seperti saat ia berada di lapangan sebagai pemimpin tim, tapi membunuh untuk menghilangkan nyawa yang hidup untuk selamanya. Karena Hiruma sudah pernah membunuh manusia dengan Howa M1500 sebagai saksi momen tersebut.


Next Week

Chapter 1; New Challenge

Terimakasih atas semua dukungannya dari review maupun PM langsungnya untuk Road To Rice Bowl!
Author sangat senang
;)