Harvest Moon (c) Natsume. no copyright infringements are intended; no profit gained. standard warnings applied. other notes: AU. don't expect too much! lastly, kindly review if u have time :D
.
.
Memasuki akhir bulan Desember; pagi landkreis Munchen yang singkat, selalu disambut dengan turunnya hujan salju. Tapi hari ini tanah Bayern nampaknya sedikit berbeda—cuacanya cerah, mentari bahkan bersinar tanpa malu-malu. Kegembiraan di mana-mana, terutama di tempat anak-anak bermain. Lihat saja, masih belum ada satu pun tempat breakfast yang buka, makhluk-makhluk mungil itu sudah berhamburan. Dengan kaki berselimut sepatu boot tebal, mereka meninggalkan jejak-jejak yang dalam.
Hampir satu setengah bulan Munchen diguyur salju. Putih di mana-mana. Minus tiga belas derajat pagi ini. Mengintip dari jendela rumahnya yang terletak di sudut kota, manik biru safir perempuan itu membola—melihat balkon mungil kediaman mereka menjadi putih ditutupi serpihan salju. Cantik sekali. Terasa seperti di Wonderland. Tapi mau tak mau, tanaman di pot-pot yang selama ini ia rawat harus direlakan layu.
Perempuan itu bersiap. Ia mengenakan jaket tebalnya, sarung tangan, sweater rajut kiriman dari kakaknya yang tinggal di Jepang, serta sepatu dan kaus kaki musim dingin—lengkap, agar laki-laki itu tidak mengomel. Menyempatkan diri, Claire mengecup kening dokter kesayangannya sebelum beranjak pergi.
Menyusuri jalanan kota Munchen di tengah dinginnya salju memberikan kenikmatan tersendiri. Lepas dari hiruk pikuknya kota yang biasanya ramai pada hari-hari kerja. Orang dewasa pun tak sungkan untuk bermain lempar bola salju. Begitu pula dengan mereka yang berlarian menggunakan schlittschuhe di atas es yang disediakan oleh sebuah rumah makan. Padang rumput hijau di West Park pun nampaknya sudah menjadi hamparan putih. Ada juga beberapa orang yang mendekor panggung Seebuhne, tanda akan diadakannya winter live music menyambut Natal tahun ini. Tempat yang cukup luas di pusat kota, menjadi tempat atraksi bagi pesulap dan juga musisi untuk menghibur anak-anak dan orang dewasa. Menyenangkan sekali.
"Ich mochte zwei stuck kuchen, Sir."
Setelah membeli dua potong roti di food truck untuk meredam rasa dingin, Claire melanjutkan perjalanannya ke satu-satunya pasar tradisional yang masih tersisa di kota Munchen. Pasar itu dikelilingi oleh museum-museum yang megah. Claire ingat kalau Trent pernah berjanji untuk mengajaknya ke sana beberapa bulan lalu, namun hingga saat ini masih belum terealisasi akibat jadwal mereka yang sama-sama tak tahu diri, terutama Trent yang berkerja sambil menyelesaikan disertasi—sepertinya Claire akan menagih janji tenaga medis sok sibuk itu saat libur panjang tahun baru.
Sesampainya di pasar, Claire menghampiri sebuah toko yang cukup ramai di sana. Toko itu memiliki papan bertuliskan 'Muffy Lebensmittlegeschaft' yang dihias lampu tumblr warna merah-biru. Ini pertamakalinya Claire berbelanja tanpa Trent atau Ann—sahabatnya yang merangkap jadi penerjemah, jadi Claire agak gugup. Semoga saja para pedagang di sini bisa mengerti bahasa Jermannya yang pas-pasan.
"Entschuldigen sie, sprechen sie Englisch?"
"Nein, ich spreche nicht Englisch." jawab si pedagang. Claire agak sedikit kecewa. Seharusnya tadi ia membawa kamus saku yang diberikan oleh Jack—kakaknya, tapi sudah terlalu tanggung untuk pulang. "Tapi saya mengerti sedikit. Ada banyak turis yang mampir ke sini dan membeli sesuatu. Saya belajar seiring berjalannya waktu ... Ada yang bisa saya bantu, Miss?"
Claire terkejut, perempuan itu senang sekali. Syukurlah ibu itu bisa bicara bahasa Inggris dengan baik. "Bahasa Inggris anda bagus sekali, Mam," balas Claire sambil tersenyum. "Saya ingin beberapa kacang almond ... satu kilogram saja. Yah, saya rasa cukup."
"Sonst noch was?"
"Mm ... Ich mochte ein halbes Pfund kase."
"Ada lagi?"
"Tidak. Terima Kasih."
Pedagang itu tersenyum, mengangguk. Lagi-lagi perempuan itu bersyukur karena ibu tersebut memahami ucapannya meski dengan bahasa Jerman yang terbata-bata.
"Apa anda mencoba membuat Christollens?"
Claire menoleh pada seorang wanita tua yang menegurnya. Kalau dilihat dari wajahnya, sepertinya wanita itu juga pendatang, sama seperti Claire. Ia membawa tas anyaman berisi penuh sayur-sayuran seperti kentang, daun bawang, dan setoples black pepper—mungkin mau membuat kartoffelsalat. Ada juga tomat, selada, ketimun, apel—ah, apelnya banyak sekali sampai menyembul ke atas. Nampaknya orang lain pun tengah bersiap untuk merayakan Natal.
"Uh, yes. Ini kali pertama saya membuat christollens. S-suami saya selalu membuatkannya untuk saya, tapi dia agak sibuk sekarang ..." Claire menjawab pertanyaan tadi dengan bahasa Inggris. Rasanya sah-sah saja berhubung wanita itu juga menegurnya dengan bahasa Inggris—ya, meskipun logatnya aneh, sih.
"Oh, jadi ini pertama kali anda mencoba membuatnya?"
Claire hanya tersenyum malu, ia mengangguk.
Meskipun pertama kalinya, Claire sudah benar-benar paham bagaimana cara membuat Stollen. Seluruh tahapannya dari mulai mengayak tepung, lalu mencampurkan susu, gula dan ragi, hingga menambahkan potongan almond yang diiris amat tipis dan manisan jeruk serta kulit lemon. Bagaimana mau tidak hafal? Trent terus-terusan mengulangi prosedur itu dengan bahasa Jerman—yang katanya, sambil mengajari Claire agar terbiasa berkomunikasi dengan warga sekitar menggunakan bahasa lokal. Pria berambut hitam itu bahkan berulang kali mencium Claire jika perempuannya salah artikulasi atau membuat intonasi yang katanya Jepang sekali—alasannya sih, untuk memotivasi. Huh.
Lalu jika Claire sudah benar-benar lancar dalam menjelaskan ulang, pria itu akan langsung menimpali; "Almondnya diiris setipis jarum ya, Sayang. Jangan lupa setelah digabung, tambahkan mentega, telur, dan kayu manis. Buatnya yang agak banyak, ya! Akan kubawa ke tempat kerjaku juga. Aku mau pamer pada mereka, kalau ini Stollen istimewa buatan istriku."
Pertama, membuat Claire gugup. Kedua, membuat Claire bungkam. Ketiga, membuat Claire memerah. Keempat, membuat Claire takluk. Dokter Trent memang hebat.
"Anda orang Asia?" Wanita itu nampaknya mengamati tubuh mungil dan kulit kuning langsat Claire, jadi ia bisa menarik kesimpulan seperti itu.
"Ya, saya datang dari Jepang. Saya kemari untuk menemani suami saya yang hampir menyelesaikan studi PhDnya."
"Eh ... my daughter studying at Osaka University, she's taking the master degree of biotechnology. She just comes home rarely. I missed her so much." Meski agak sedih, wanita itu tersenyum dengan amat ramah pada Claire ... dan Claire membalasnya. Ia juga seorang alumni dari Universitas Osaka, jadi tahu betapa beratnya menjadi mahasiswi di sana. Wajar saja jika anak ibu itu jarang pulang.
Setelah menerima sekantung kacang almond dan setengah pon keju serta membayarnya, Claire menuju ke minimarket. Namun sebelum itu, istirahat di dekat museum sampil makan kentang goreng sepertinya menyenangkan. Hei, ibu hamil itu mudah lelah tahu.
"Claire!" Samar-samar terdengar suara familier yang memanggil namanya. Perempuan itu mencoba memokuskan pandangan. Benar saja, ada seseorang yang sangat ia kenal muncul dari balik gang kastil-kastil beratap putih. "Kau di sini rupanya?!" Ia berlutut, menstabilkan napas. "Ya ampun, kubilang juga kau di rumah saja. Biar aku yang pergi belanja."
"Satu atau dua jam pergi ke luar rumah untuk menghirup udara segar itu baik, tahu. Daripada cuma di rumah lalu bermalas-malasan dengan pintu dan jendela tertutup, aku malah akan mudah sakit." Jawabnya dengan sedikit cemberut, menekan setiap kalimat. Meskipun alasan sebenarnya adalah tidak mau mengganggu Trent yang baru mendapatkan jatah libur dan membiarkannya tidur seperti bayi hingga matahari terbenam saja, sih. Tapi mana mungkin Claire mengatakan itu. Yang ada, Trent justru akan mempermalukannya di depan umum dengan mencium atau merayunya dengan kalimat-kalimat aneh.
Hei, salah siapa terlahir menjadi menggemaskan, Claire?
Trent merebut kantung belanjaan yang dipegang Claire, dan mendesah. "Iya, Iya, tapi kan—"
"Ssshh ..." Claire mengisyaratkan suaminya untuk diam, lalu melanjutkan. "Tuan Trent yang menyebalkan, dengar! Pertama, aku istri seorang dokter." Perempuan itu melipat tangannya di dada. "Kedua, aku adalah ibu dari anak ini. Jadi, aku lebih tahu mana yang diinginkan oleh calon putriku. Oke."
Claire, hei, kau sudah mencuri hatiku. Dan sekarang kau mau mencuri darah dagingku juga, eh?
Trent mengangkat dagunya dan berkata dengan lantang, "Ich bin sein Vater." [Aku adalah Ayahnya.]
Netra biru langit bertemu hitam. Ya, bola mata hitam jenih menenangkan yang selalu Claire sukai, menatapnya dengan yakin. Perempuan itu menyerah. Ia berbalik dan berjalan mendahului Trent sembari melambaikan tangannya, menahan tawa. "Das ist mir Wurst!"
Trent hanya mengedikkan bahu dan berjalan mengikuti perempuannya. Dalam kamus Claire; Baiklah berarti Terserah, dan Tidak Peduli berarti Oke, kau benar—cukup lama untuk memahami bahasa si Nona aneh yang tergila-gila dengan bunga dan serangga itu, tapi rasanya Trent semakin terbiasa.
Di bawah langit Munchen yang cerah, mereka tertawa tanpa sebab yang jelas. Trent yakin bahwa keanehan Claire tercinta telah menular pada dirinya. Tapi dokter itu lebih yakin kalau memilih melanjutkan hari esok bersama Claire adalah keputusan terbaik yang pernah ia ambil seumur hidupnya.
[]
