CFV © Tatsuhiko Urahata
My Future Line © Akemi Yui
.
.
.
Chp1 : Like a silence gun
Tak ada yang tahu jika Kai dan Misaki sudah resmi berpacaran sejak setahun yang lalu. Termasuk tim Q4. Bisa dikatakan keduanya tengah back-street. Seperti sebelumnya mereka menjalani hidup seperti biasa, seakan tak ada hal yang terjadi diantaranya.
Misalkan seperti Misaki yang selalu duduk dikursi kasir, sambil membaca buku. Entahlah buku seperti apa yang selalu dibacanya, yang jelas ia tak ingin diganggu.
Dan Kai ? Pemuda itu sering terlihat jarang datang ke Card Capital. Jika datang Kai selalu bersama temannya, Jun. Sekedar mendukungnya bermain. Kai juga selalu terlihat acuh tak acuh.
Tak ada kontak mata antara keduanya, senyum pun ditunjukkan pada sapaan normal. 'Hai' dan membalas sebaliknya. Lantas bagaimana keduanya bisa jatuh hati ?
"Stand up, Vanguard! / Stand up, Vanguard!"
Misaki tersenyum. Senyum kecil yang tak diketahui siapapun, karena mereka semua yang hadir tengah antusias memperhatikan pertandingan kartu antara Kai dan Kamui. "Sugoii na."Gumam Misaki, tanpa sadar kucing kecil miliknya memandang Misaki dengan heran. Bukan sikapnya sekali. "Gomen ne, neko ?"Katanya sambil mengelus bulu-bulu halus kucingnya itu. Dan kembali menyaksikan pertandingan yang selalu terjadi di hari-hari Misaki di Card Capital.
Aku tidak tahu, kau mengingatnya atau tidak. Hari dimana aku merasa bahagia. Perlahan Misaki melangkah keluar, matanya menjelaskan kerinduan terhadap lelaki jangkung disana. Kemudian memilih duduk disebuah kursi panjang yang terletak disebelah toko tersebut. Tangannya mengepal keras, bendung air mata penuh sesak akhirnya tertumpah. Menari, dan tanpa ia sadari tangan seseorang menghapusnya.
"Kai ?!-"
"Aku kalah lagi,"Kata Kai datar. Mimik wajahnya terlihat sama, seakan ia tak merasakan apa yang dinamakan kekalahan. Baginya Kamui hanyalah serangga kecil yang masih labil. "Kau sendiri ?"
Misaki mendesah namun tak mengeluh. Seperti itulah apa adanya Kai. Tentu saja ia tak bisa berharap lebih, Kai bukan tipe kebanyakan pemuda yang ia temui. Jangankan peka, Kai juga tidak romantis dan selalu tidak ada waktu untuknya walaupun itu hanya sejam. Mungkin saja menurut Kai pertemuan diam-diam ini sudah sangat cukup. "Apa kau lupa sesuatu, Kai ?"
"Nothing at all,"Balasnya singkat, sesingkat Kai ingin menyudahi pertemuan mereka. "Jaa matta na."Kali ini tubuhnya benar-benar membelakangi Misaki. Tanpa tahu, gadisnya memendam sakit hati sendiri.
"Jaa matta na..."
Gadis perak itu akhirnya beranjak pergi tak lama ketika sosok Kai lenyap di ujung jalan, tak lagi memasuki toko milik pamannya melainkan menuju arah pulang. Pikirannya benar-benar penat, serasa ingin sekali terbelah. Disepanjang perjalanan benaknya selalu dipenuhi dengan bayang-bayang seorang Kai.
"Dasar!-"Tiba-tiba langkah dan ucapan Misaki terhenti mendadak.
"Ah, kita bertemu lagi, Misaki-chan."
Secepat mungkin Misaki menepis uluran tangan seorang pemuda yang memiliki senyum sadis yang kini tepat dihadapannya. "Hentikan! Aku tidak butuh bantuanmu."
"Sepertinya suasana hatimu sedang tidak baik. Apa Kai melakukan hal yang buruk padamu ?"
"Dari mana kau tahu ?"Tanya Misaki disertai tatapan tajam. Sejak dulu, ia memang tidak menyukai Ren. Karena pemuda itulah yang memulai perseteruan dinginnya dan Kai. Ren pernah mencium bibirnya didepan umum, tepatnya pada saat tim Q4 meneriman tropi.
"Ah, apa ada sesuatu hal yang tak ku ketahui ? Melihat dari reaksi itu, kau pasti mempunyai hubungan spesial dengan Kai, ya ?"
"Tch!"Dengan cepat Misaki melayangkan tangannya ke wajah Ren, namun karena Ren memiliki refleksi yang tepat ia berhasil menggengam tangan Misaki. Dan kembali menunjukkan senyum yang sama, jauh dan jauh di dasar hati Misaki ingin sekali meludahi wajah yang berlagak sok itu. "Teme!"
"Huhuhu.. Kau tampak menyeramkan, Misaki-chan. Berbeda saat aku mencium bibirmu setahun yang lalu, dan kalau tidak salah.."Ren terkekeh garing, sama sekali tidak menarik kedua sudut bibir Misaki. "Kai keluar dari tim karena itu, ya ?"
"Shut up, Ren!"
Ren terus-menerus meluncurkan kalimat yang membuat Misaki tersudut. Dan akhirnya senjata terakhir yang setiap wanita punya adalah air mata. Ya, Misaki kembali menangis, tapi tak kunjung membuat Ren gentar. "Aku mohon, hentikan Ren!"
"HENTIKAN REN!"
Smash!
"Arg!"
Ren tersungkur, hampir saja wajahnya mencium jalan yang tersusun atas papin block putih. Pemuda itu tampak meringis kesakitan, tapi tetap saja mempamerkan wajahnya terkesan pada hinaan. Mendecih, dan memandang benci pada sosok pemuda yang ia kenal sebagai seorang teman, dulu.
"Kai Toshiki sudah ku duga,"Ren tersenyum sinis. "Kau selalu datang disaat yang tak tepat. Oh ya, sepertinya Misaki tidak suka kalau memiliki hubungan lebih dari temanmu, Kai ?"
Kai memandang Misaki, gadis itu tak menjawab, mata kelabunya pun sudah bisa menjawab. "Benarkah ?"
"Hahaha.. Apalagi disaat aku menebak apa itu benar atau tidak, dan kau tahu apa balasan dari dia ? Breng-"
"Tutup mulutmu, Ren!"Pemuda berambut merah metalice langsung tersentak, ternyata suara Misaki mampu membuat tenggoroknya menohok kuat. "Kau salah! Aku hanya tak ingin kau membahas tahun lalu."
"Apa kau ingat, Kai ?"Tanya Misaki tanpa memandang pemudanya sama sekali. "Asal kau tahu, Ren. Aku ingin membuang itu, dan memulai yang baru bersama Kai. Walaupun hanya kami yang tahu, aku.."
"Kau yang salah, Ren dan seharusnya menyadari ucapanmu yang salah tempat,"Kata Kai datar, hampir tak ada ekspresi yang mendukung. "Aku tak lagi membahasnya, karena aku percaya pada Misaki."
"K-Kau !"
"Aku marah bukan berarti aku membencinya, dan alasan mengapa kami menutupi hubungan hanya karena tak ingin terusik oleh keributan di Card Capital. Aku tak menyangka kau juga masuk, ya ? Ren, kau sama tololnya."
Ren yang merasa terbodohi dirinya sendiri, memilih untuk meninggalkan mereka berdua, walaupun langkah terseok malu.
"Hounto ni gomen na, Misaki. A-Aku.."
"Doijoubu, aku senang kau datang."
Misaki ditarik Kai dalam peluknya, gadis itu hanya bisa membalasnya tanpa berkata apapun. Baginya, Kai yang seperti ini sudah benar-benar luar biasa. "Dalam waktu dekat, aku punya kejutan untukmu."Kai tersenyum, jauh lebih dari senyum kecil yang terlihat jarang ia tunjukkan.
"Sebelum pulang, bagaimana kalau kita mampir dulu,"Ucap Kai menambahkan. "Sepertinya milkshake dan rainbow cake lumayan juga."Misaki mengangguk, dengan lengan Kai merangkulnya mereka berdua berjalan selaras.
.
.
.
"Kai ? Kok diam ?"
Kai menggeleng singkat, bibirnya tak berucap tapi matanya menjelaskan sesuatu yang tak diketahui Misaki. "Gomen na, Misaki."
"Untuk apa ya ?"Diselah mulutnya mengunyah kue warna-warni itu, Misaki teringat sesuatu akan pertanyaan yang ia tanyakan pada Kai saat ia memilih untuk menenangkan pikiran. Pertanyaan yang dijawab Kai singkat dan menghasilkan rasa kecewa. "Oh.."
"Oh ?"
"iie.. Doijoubu da yo, dan tidak penting..." Ya, mungkin Kai lupa
Drrt Drrt..
Getaran handphone disaku celana, membuat Kai cepat-cepat meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa melihat nama yang terpampang dilayar handphone-nya. "Okay, I'll be there as soon as possible."
"Siapa, Kai ? Sepertinya pent-"Sengaja atau tidak Kai seperti mengulang kejadian tadi. Lagipula ucapannya terpotong paksa karena Kai sudah mulai membelakanginya lagi, dengan langkah terburu. Sepertinya penting sekali...
"Jaa matta na.."Itulah yang Misaki ucap tanpa Kai membalasnya. Kau sepertinya layaknya angin, datang dan pergi tanpa tahu kalau dedaunan rindu 'tuk lebih dari sekedar bersapa.
.
.
.
TO BE CONTINUE
V
V
V
Review, minna-san! :D
