Absurd Honeymoon
NCT THREESHOTS
Jaehyun x Taeyong
Alternate Universe. OOCs. Boys Love. Jaehyun's centric.
"Appaaaa!"
Jaehyun menutup satu telinganya dengan jari telunjuknya. Teriakan yang berasal dari lantai bawah yang mungkin dari ruang tamu itu menggema jelas memenuhi kamar Jaehyun. Ia mengerling pada jam dinding dan mendapati waktu pukul 11. Demi apa ibunya memekik di hampir tengah malam yang dapat mengundang polisi bertamu di rumahnya saat itu juga.
Jaehyun menggeser kursi belajarnya ke belakang dan beranjak meninggalkan kamar. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie abu-abu yang dikenakannya sambil menuruni tangga. Udara di luar kamar begitu menusuk, ia melirik ke jendela sekilas, ternyata salju sedang turun. Sungguh ia akan mengomel jika ibunya tidak mempunyai alasan bagus untuk membuatnya menapak pada lantai kayu yang dingin tanpa kaos kakinya.
"Eomma, kenapa berteriak?" tanya Jaehyun begitu kedua kakinya berhenti di ambang ruang tamu. Ia mendapati eomma-nya dengan ekspresi seperti menang undian diikuti appa-nya yang sedang menyengir lebar. Jaehyun mengerutkan dahi.
"Jaehyunie! Eomma baru saja menang undian!"
Crap. Jaehyun merinding dengan lucky guess-nya sendiri. Ia merebahkan tubuhnya di sofa, di depan ayah dan ibunya yang kegirangan. "Jadi, apa hadiahnya kali ini?"
Jaehyun tidak perlu terkejut untuk berada dalam situasi semacam ini sekarang. Ibunya itu bisa dibilang adalah gambler yang berkedok sebagai ibu rumah tangga. Entah ibunya itu keturunan dewi fortuna, atau lahir di bawah bintang kejora, sebagian besar—tidak, hampir semua event yang diikuti ibunya tidak ada yang tidak tembus.
Jaehyun sempat iseng mengajukan proposal kepada ibunya, daripada ia melamar menjadi seorang arsitek di perusahaannya seperti sekarang, Jaehyun ingin bekerja sama dengan ibunya untuk membangun sebuah mini kasino di Distrik Gangnam. Jaehyun berani bertaruh level keberuntungan yang dimiliki ibunya—yang mungkin melebihi Song Ji Hyo-nya Running Man itu pasti bisa mengalahkan siapa pun yang berkunjung ke kasino mereka.
"Hadiahnya liburan, Jaehyunie!" ucap ayahnya sambil tersenyum kuda.
"Bertiga?"
"Tentu saja berdua! Ini khusus untuk Eomma dan Appa!"
Oh. Jaehyun hanya membulatkan mulutnya tanpa ekspresi. Pantas saja mereka kegirangan. Orang tuanya sedang merencanakan bulan madu kedua rupanya.
Jaehyun masih ingat yang saat itu berumur tujuh tahun, harus dititipkan di rumah neneknya yang tinggal di pedesaan, yang tidak tanggung-tanggung letaknya berada di paling ujung selatan peninsula, yang benar-benar terpencil karena hanya ada persawahan dan lautan. Salah satu peristiwa paling menyebalkan dalam hidupnya karena orang tuanya men-ditch -nya begitu saja untuk bersenang-senang di Budapest, Hungaria. Dan jujur saja Jaehyun masih ngambek sampai saat ini, dan sekarang orang tuanya berniat mencampakannya lagi?! Bagus. Teruskan.
"Aku menyesal turun ke sini hanya untuk tahu Appa dan Eomma akan berlibur sendiri," sambil menghembuskan napasnya, Jaehyun berdiri untuk menuju kamarnya kembali.
"Aigoo, kami pasti akan membawakanmu oleh-oleh, Sayang. Janji deh!"
"Ya, ya, terserah," timpal Jaehyun dengan melambaikan tangannya sembari berjalan meninggalkan ruangan itu.
Jaehyun, dua puluh lima tahun, seorang arsitek muda dengan banjiran job dari awal karirnya, tidak memerlukan dirinya dijanjikan seperti anak kecil yang akan dibelikan permen kalau ia menjaga rumah dengan baik. Ia benar-benar ingin orang tuanya terbawa badai salju seperti yang terjadi di luar rumahnya sekarang.
Be careful what you wish for.
Ungkapan itu benar-benar menghantam Jaehyun seperti godam yang berton-ton beratnya. Well, ia tidak benar-benar mengharapkan orang tuanya terhempas longsoran salju, kecuali ayahnya saat ini sedang terbaring tidak berdaya karena flu berat dan membuat liburan mereka batal. Jaehyun menggaruk-garuk salah satu pipinya, tidak yakin harus merasa senang atau bersalah.
"Jaehyunie bagaimana ini? Gara-gara si tua bangka itu tertular flu teman sekantornya, liburannya jadi gagal, kan?!" raung ibunya semenjak sepuluh menit yang lalu di pelukan Jaehyun.
"Sudahlah, Eomma. Eomma tidak bisa menyalahkan Appa terus-terusan," Jaehyun iba juga ayahnya harus dikatai tua bangka oleh ibu semata wayangnya dalam kuantitas yang Jaehyun tidak dapat hitung lagi.
"Jaehyunie, tidak ada cara lain! Kau harus pergi!"
Hah?!
"Liburan itu juga ada kontes fotografinya, kalau menang kita bisa dapat kamera DSLR Canon EOS 650D!"
Oke apapun itu, Jaehyun rasanya ingin menjambak rambut lurus ibunya untuk menyadarkan bahwa ibunya sedikit keterlaluan. "Eomma sepertinya sudah terlalu lelah, ayo Jaehyun antar tidur," ucap Jaehyun sehalus mungkin, walaupun ia tidak bisa meninggalkan nada sarkastik di sana.
"Tidak, Jaehyunie, dengarkan Eomma baik-baik. Eomma sudah atur semuanya, pokoknya besok kau harus pergi!"
Jaehyun mendesis, "Jangan bercanda, Eomma. Besok aku ada presentasi dengan klien penting, tidak bisa seenaknya. Lagipula kasihan Appa yang sedang sakit harus ditinggal sendiri, kan?"
"Memangnya siapa yang bilang kalau kau pergi dengan Eomma? Tenang saja, Eomma sudah bilang semua beres, kan? Kau tinggal pasang badan saja besok di gerbang depan menunggu jemputan untuk ke bandara."
Jaehyun menemukan dunia di sekitarnya seolah sedang berputar sekarang. Ia memijat pelipisnya sambil menutup kedua matanya, "Aku belum packing."
Ibunya menyeret sebuah koper dan membukanya. Hell. Isinya pakaian-pakaian Jaehyun. Mata Jaehyun hampir jatuh ke tanah. Ibunya benar-benar mengerikan. Apa kamera seleler atau apalah itu sebegitu pentingnya sehingga ia harus terseret dalam semua ini?
Jaehyun menghembuskan napasnya lagi sampai bosan, "Tetap tidak bisa Eomma, besok aku harus—," Jaehyun harus menyudahi kalimatnya karena ibunya sudah menyodorkan ponsel yang berisi pesan singkat dari bosnya.
Bloody hell. Demi apapun juga yang ingin dibanting Jaeyun sampai pecah, ibunya sudah mengirim pesan kepada bosnya agar memberi Jaehyun cuti selama satu minggu. Jaehyun terduduk begitu saja di sofa, lututnya lemas karena perlakuan semena-mena ibunya.
"Mana mungkin Eomma membiarkanmu bekerja tanpa cuti selama hampir setahun ini, Jaehyunie? Sekarang kau tidak bisa membantah lagi, kan? Tidurlah, besok penerbangannya jam 6 pagi," ujar ibunya enteng sambil menyeringai dan meninggalkan Jaehyun yang terpaku di ruang tamu sendirian.
Jaehyun pernah mendengar ungkapan, 'Hidup seperti sebuah kotak coklat. Kau tidak pernah tahu apa yang akan kau dapat'.
Jaehyun sedang berada di situasi itu sekarang. Setelah drama tidak bermutu yang terjadi dirumahnya semalam, ia sekarang berada di ambang pintu depan kediamannya untuk menunggu siapapun itu yang menjemputnya, teman misterius perjalanannya, dan destinasi liburan singkat ini. Dan Jaehyun sudah tidak ingin ambil pusing.
Masa bodohlah. Perkataan ibunya ada benarnya, bahwa Jaehyun memang membutuhkan cuti setelah banting setir selama satu tahun penuh. Ia akan menghabiskan satu minggu di penghujung musim gugur ini dengan liburan yang mengesankan. Ya, kemungkinan buruk apa yang akan terjadi, sombong Jaehyun.
Sembari Jaehyun melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sebuah mobil mini SUV hitam buatan lokal berhenti di depan pagar rumahnya. Ia segera menenteng koper dan menyampirkan ransel putih ke bahunya. Mata Jaehyun menangkap siluet yang terkulai di jok tengah saat ia memasukkan kopernya ke dalam bagasi yang dibantu sopir mobil. Ia menyeringai, hatinya berpacu tidak sabar untuk mengetahui siapa rekan perjalanan yang berbagi liburan dengannya.
Ia bergegas dan membuka pintu tengah dan mendapati seorang laki-laki berkacamata hitam sedang tertidur. Tunggu, orang ini...? Perasaan apa ini? Bulu kuduk Jaehyun seketika berdiri saat sosok itu menggeliat dan memosisikan wajahnya yang tadi bersandar pada kaca mobil.
Oh shit.
Jaehyun bahkan tidak perlu berpikir dua kali untuk mengenali orang di depannya ini meski ia memakai kacamata hitam sekalipun. Sosok itu menggeliat lagi dan perlahan mengangkat wajahnya, mengerjap sesaat sebelum menatap Jaehyun di balik kacamata hitamnya. Sosok itu membuka mulutnya, ekspresi lumrah ketika terkejut. Jaehyun tidak tahan untuk mengetahui reaksi orang itu selanjutnya.
"What the fuck?!"
Yup, Lee Taeyong yang gampang PMS tidak pernah mengecewakannya.
"Masih belum terlambat untuk pulang, hyung," ucap Jaehyun acuh tak acuh sambil menerawang ke jalanan bebas hambatan dari balik kaca mobil. Ia menopang dagunya dengan ekspresi kosong.
"Kau saja yang turun di sini," balas Taeyong sinis sambil menerawang pula ke jalanan bebas hambatan dari balik kaca mobil. Ia melipat tangannya dan menyilangkan kakinya dengan gurat-gurat kesal di wajahnya.
Jaehyun mendengus. Entah kenapa udara pagi di mobil itu terasa berat untuk Jaehyun hela, mood-nya benar-benar jelek sekarang. Dari atmosfir canggung yang begitu menyekik leher, sampai aura hitam Taeyong yang sanggup membuat sesak napas.
Keturunan dewi fortuna apanya?! Lahir di bawah bintang kejora apanya?! Jelas-jelas keberuntungan yang dimiliki ibunya itu tidak diwariskan pada Jaehyun. Dari semua penduduk di Korea Selatan ini, mengapa harus Taeyong yang duduk disampingnya sekarang. Lebih buruk lagi, kenapa harus Taeyong yang menjadi teman liburannya selama seminggu di entah-ke-mana-tujuan-mereka.
Dan semua rentetan peristiwa menjengkelkan ini, siapa lagi kalau bukan ibunya yang patut Jaehyun salahkan. Seharusnya Jaehyun tahu, ibunya itu, tidak akan melepas anak lelaki satu-satunya yang paling tampan sedunia ini dengan sembarang orang. Seharusnya Jaehyun tahu, ibunya dan ibu Taeyong itu, adalah sahabat karib sekaligus partner-in-crime yang gemar sekali mengerjai anak-anaknya.
Bukan satu atau dua kali Jaehyun dan Taeyong selalu diletakkan di tempat yang sama, di situasi yang sama, sampai-sampai mereka mendapat julukan soulmate, teman sejati, sahabat seumur hidup, you name it. Di mana ada Jaehyun pasti di situ ada Taeyong.
Salahkan kedua ibu mereka juga jika akhirnya mereka menumbuhkan benih-benih rasa yang tidak biasa pada persahabatan mereka. Jaehyun yang waktu itu menginjak dua puluh tahun, menjalin hubungan percintaan dengan Taeyong yang dua tahun lebih tua darinya. Mereka sempat tinggal bersama selama kurang lebih dua tahun di apartemen Taeyong yang waktu itu sudah bekerja sebagai dosen honorer di salah satu universitas di Seoul.
Dan satu tahun setelah itu, entah alasannya apa, penyebabnya juga masih ambigu, mereka berpisah begitu saja. Mereka tidak pernah bertemu hingga takdir membawa mereka duduk berdampingan dalam satu mobil seperti sekarang ini.
Jaehyun benar-benar berharap bahwa Taeyong akan menyeret kopernya pada momen pertama mereka bersitatap di depan pagar rumah Jaehyun. Tapi, Taeyong dan keras kepalanya, yang menganggap semua peristiwa tak terduga dihidupnya adalah tantangan yang harus ia taklukkan, memilih untuk tetap tinggal dan melanjutkan permainan.
Cih. Baiklah, Taeyong-hyung. Kita lihat siapa yang akan membawa trofi kemenangan. Seutas seringai terpatri di wajah Jaehyun. Mendadak ia merasa excited untuk berpartisipasi dalam situasi absurd-nya sekarang ini.
Mereka akhirnya sampai di Bandara Incheon tepat lima belas menit sebelum keberangkatan. Taeyong berjalan memimpin dengan skinny-jeans hitam dengan atasan sweater roll-neck putih yang dibalut mantel panjang hitamnya. Langkahnya begitu ringan dengan sneakers putih di kakinya. Jaehyun berjalan di belakangnya dengan mengenakan celana ripped-jeans berwarna biru klasik dan wool sweater bermotif yang ditutup bomber jacket berwarna hijau army.
Keduanya yang berjalan agak sedikit tergesa-gesa, tidak jarang mencuri perhatian dari para pengunjung bandara lain. Karena dilihat dari sisi manapun, aura yang menyeruak dari mereka berdua tidak kalah dengan para selebriti yang memikat dengan airport-fashion-nya.
"Tunggu sebentar, bisa Anda ulangi lagi?"
"Dua tiket kelas satu Korean Air menuju Honolulu. Selamat menikmati, Hawaii, Tuan-tuan," jawab petugas check in dengan senyum manisnya.
Jaehyun dan Taeyong saling berpandangan. Mereka ingin mengumpat keras-keras kepada ibu mereka masing-masing. Tadinya Jaehyun berpikir bahwa ibunya akan mengirim mereka berdua ke Jeju-do, dan paling mentok mungkin juga ke Jepang. Tapi, Hawaii?! Entah Jaehyun harus mengaggap ini berkah atau kutukan.
"Bagaimana Taeyong-hyung? Kemas barangmu dan pulanglah," tantang Jaehyun.
Taeyong memang mengemas kopernya, lalu berjalan menuju eskalator yang mengantarnya pada kabin pesawat, "Tidak akan."
Jaehyun menyeringai lagi. Adrenalinnya mengirim sinyal-sinyal kuat untuk lebih menikmati permainan ini.
"Selamat datang di Korean Air. Dua kursi kelas satu untuk Tuan Jung dengan paket honeymoon, mari saya antar."
Taeyong tidak sengaja melepaskan koper yang ditentengnya saat melihat kabin tidak lazim yang disuguhkan untuk mereka berdua. Jaehyun pun memasang wajah ngeri karena harus menempati kabin aneh itu selama dua belas jam ke depan dengan orang yang paling ingin dihindarinya di muka bumi ini.
"Ya, Jung Jaehyun. Apa-apaan ini? Kau tidak bilang kalau ini paket honeymoon?" kata Taeyong geram dengan volume yang ia tekan sekecil mungkin, salah satu tangannya menyengkeram kerah jaket Jaehyun.
Jaehyun pun jengah, "Aku juga tidak tahu. Ibu kita yang tidak tahu diri benar-benar melakukannya lagi."
Bayangkan saja couple seat di bioskop, di restoran, di rumah, atau sejenisnya. Kabin kelas satu di pesawat Korean Air memang terkesan mewah dan sangat nyaman. Dengan kursi yang berdesain seperti bullet dan dapat digerakkan sampai 90 derajat, kursi itu bermultifungsi sebagai kasur mini nan empuk untuk mereka tidur. Lengkap dengan meja kecil lipat didepannya serta mini TV dan headseat yang dapat mereka nikmati kapanpun mereka mau.
Kabin di hadapan mereka benar-benar dirancang untuk pasangan yang akan melakukan honeymoon, apalagi dengan pintu kecil hingga membuat kabin itu terkesan seperti bilik yang menjaga privasi kedua pasangan. Kecuali jika Jaehyun dan Taeyong bukan pasangan. Musik romantis yang menggema pelan di kabin itu juga merangsang pasangan lain untuk tidak segan-segan ber-makeout yang membuat perut Jaehyun dan Taeyong melilit-lilit.
"Tuan-tuan, pesawat akan take off sebentar lagi. Dimohon untuk duduk di kursi masing-masing dan memasang seatbelt," ujar salah satu pramugari yang menghampiri mereka.
"Tidak! Ini benar-benar konyol! Aku mau turun! Aku mau pulang!" lagi-lagi Taeyong dengan PMS-nya. Jika sudah begini Jaeyun tidak ada pilihan lain selain meraih Taeyong dan membekap mulutnya agar tidak membuat adegan yang memalukan di pesawat yang pintunya sudah ditutup rapat.
"YA! Hmmpph! Hmmpph!"
"Apa semuanya baik-baik saja, Tuan-tuan?"
"Oh ya, tentu, kami baik, terima kasih. Kami bisa memasang seatbelt kami sendiri," ucap Jaehyun sambil tersenyum manis.
"Jung Jaehyun! Apa kau gila?! Aku tidak mau duduk di kursi tidak berpenyekat itu denganmu!"
"Hyung pikir aku juga mau?! Diamlah! Pesawat benar-benar akan segera take off! Kalau hyung mau turun nanti saja terjun payung sana!"
Grrrr
Jaehyun bergeming. Ia lebih memilih mengabaikan aura hitam yang menyelimuti seluruh tubuh Taeyong meskipun dahinya berkeringat dingin. Percayalah, tidak ada yang mau kena amukan dari seorang Lee Taeyong yang dijuluki iblis-berkedok-dosen-paling-killer di kampus tempat ia mengajar.
Setelah membereskan ranselnya di bagasi atas, Jaehyun memosisikan dirinya untuk segera duduk.
"Tunggu! Siapa bilang kau dapat kursi dekat jendela, bodoh?!"
Jaehyun menghembuskan napasnya sambil memutar bola matanya. Dengan tangan terlipat di depan dadanya, ia menggeser tubuhnya untuk menduduki kursi yang lain, "Silakan, Tuan Lee yang terhormat."
Taeyong beringsut menempati kursi di samping jendelanya. Udara yang dihela Taeyong tidak kalah beratnya dengan yang dihela Jaehyun. Untuk kesekian kalinya sampai detik ini, keduanya sama-sama tidak percaya dengan situasi yang mereka alami sekarang. Ditambah embel-embel honeymoon yang sama sekali tidak mereka tahu, mereka menjamin bahwa liburan asik yang telah dibayangkan pecah begitu saja menjadi sebuah bencana alam yang mengerikan.
Dua insan yang sudah lebih dari setahun tidak bersitatap, tidak bertelepon dan tidak berkirim pesan sekalipun, dalam sebuah situasi absurd terjebak di Hawaii selama kurang lebih satu minggu. Canggung, jengkel, dongkol, marah, kesal, adu mulut, ngambek, semua itu pasti tidak terelakkan.
Sungguh, Jaehyun dan Taeyong berpikir bahwa mereka sebaiknya terjun bebas saja begitu pesawat mengudara.
To Be Continued
A/N:
Another story of JaeYong! apakah ini terlalu gaje? kutunggu reviewnya temans-temans! :* :* :*
