Chapter 1: The Beginning
.
Kuroko Tetsumi kembali menatap pantulan bayangannya di cermin. Gaun putih panjang-bahkan sampai mengekor di lantai-yang di penuhi bunga-bunga itu tampak sangat pas ditubuhnya yang mungil. Rambut yang sewarna dengan langit siang, kini telah disanggul rapi dengan beberapa hiasan berbentuk bunga. Serta veil yang menjuntai indah dari crown perak yang dikenakannya.
Perfect.
Baru kali ini seorang Kuroko Tetsumi, ah lebih tepatnya Akashi Tetsumi bangga pada dirinya sendiri.
Akakuro Daily Life
Chapter 1: The Beginning
Kuroko No Basuke milik paman Fujimaki Tadoshi
Genre: Romance (?) Family
Rated: T atau mungkin T++ (?)
Pairing: Akakuro, Aokise,
Warning: Gaje, aneh, abal, garing, flat, menyebabkan pusing, ngantuk dan mual, typo, misstypo, EYD cacat.
.
.
"Tetsumicchi! Kau nampak seperti seorang putri, kau cantik sekali ssu~" teriak Aomine Ryouka heboh. Ia menahan diri untuk tidak memeluk sahabatnya itu. Alhasil, ia malah memeluk Momoi yang berdiri di sampingnya.
"Aku tidak percaya kau akan jatuh cinta dan menikah dengannya, Tetsumi!" seru Momoi tak kalah heboh.
"Ya, kau benar Momoicchi. Aku sih lebih baik jatuh cinta dengan si Ahomine Daki itu, daripada dengan Akashicchi. Dia itu Kowaiiissu~" Ryouta mulai bergunjing. Sepertinya ia lupa siapa yang berada di depannya. Wanita yang sebentar lagi akan menyandang marga 'Akashi'.
Tetsumi hanya tersenyum simpul menanggapi celoteh kedua sahabatnya itu. Karena ia sangat mengerti dengan apa yang dibicarakan kedua sahabatnya mengenai calon suaminya.
Akashi Seijuurou.
Ya, itulah nama pemuda yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pemuda yang telah merebut hatinya, dan membuatnya jatuh cinta.
Akashi Seijuurou.
Pemuda itu bukanlah sosok yang bisa disebut sebagai pria idaman. Akashi memang memiliki wajah yang sangat tampan, apalagi dengan kedua matanya yang berbeda warna. Red dan gold. Menambah kesempurnaan wajahnya. Ia orang yang berpendidikan, serta berasal dari keluarga yang terpandang. Ia juga memiliki segudang talenta.
Tapi, manusia tidak sempurna kan? Akashi memiliki kekurangan dalam sikapnya. Ia termasuk orang yang keras. Segala inginannya harus terpenuhi, entah bagaimana caranya. Egois? Tidak, itu bukan kata yang tepat untuk menggambarkannya. Mutlak? Ya itu sangat cocok untuk pemuda bersurai merah itu.
"Ne, Tetsumi. Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Momoi menarik Tetsumi dari lamunannya.
"Ah, iya. Aku hanya gugup," jawab Tetsumi pelan.
"Ne, tenang saja Tetsumi. Aku tahu bagaimana rasanya ketika kau berdiri di altar nanti. Tapi, kau harus ingat, diujung altar ada Akashi yang akan mengulurkan tangannya padamu. Dan kau harus percaya, ia akan melindungimu apapun yang terjadi," jelas Ryouka menenangkan. Ya, Ryouka memang tahu rasanya berdiri disana, mengingat baru sebulan yang lalu ia menikah dengan Aomine Daiki.
Ryouka dan Momoi kembali menggosip, meninggalkan Tetsumi yang mencoba mengenang kembali bagaimana ia dan Akashi bertemu.
Flashback.
Pertemuan pertama mereka terjadi saat hujan turun. Ketika itu, Tetsumi tengah berdiri di pintu keluar gedung, menanti hujan berhenti. Entah kapan.
"Ini."
Tiba-tiba saja seseorang menyodorkan sebuah payung ke hadapannya. Tetsumi segera memalingkan wajahnya.
Akashi Seijuurou, berdiri disana. Mata berbeda warna itu menatapnya dingin.
"Kau tidak mau meminjam payungku. Hari sudah semakin gelap, itu akan sangat berbahaya untukmu," jelas Akashi dengan tangan masih terulur.
Tetsumi mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba memastikan pandangannya. Akashi Seijuurou, si siswa sedingin es yang sangat misterius yang digilai siswi-siswi itu kini berada di hadapannya. Bahkan ia mau meminjami payungnya untuk Kuroko Tetsumi yang keberadaannya saja sering diragukan oleh orang-orang.
"Jadi kau mau atau tidak?" tanya Akashi tegas, menyadarkan Tetsumi dari keterkejutannya.
"Ta-tapi kau sendiri bagaimana?" tanya Tetsumi ragu.
"Aku akan dijemput sebentar lagi," jawab Akashi sambil menyerahkan payungnya dengan paksa. "Ah, itu dia jemputanku datang. Dah, Jaa matta."
Kini Tetsumi memandang kearah punggung pemuda yang semakin mejauh itu. Dipengangnya payung itu dengan erat.
'Tadi dia bilang apa? Jaa matta? Jadi kami masih bisa bertemu 'kan?'
.
Dan benar saja, mereka bertemu untuk kedua kalinya di atap sekolah. Siang itu, seperti biasa, Kuroko Tersumi duduk di atap seraya menyantap bentounya sendirian. Ya, tentu saja sendirian. Mengingat hanya beberapa orang yang mampu menyadari keberadaanya. Yaitu Momoi dan Aomine. Dan kedua sahabatnya sedang menghilang entah kemana.
Srekk.
Tiba-tiba pintu atap itu terbuka. Sebuah sosok bersurai merah muncul dari balik pintu.
Akashi Seijuurou berjalan keluar.
"Bolehkan aku ikut makan disini?" tanyanya, ah bukan itu lebih terdengar sebagai perintah pada Tetsumi. Tetsumi hanya mengangguk pelan, pasalnya, mulutnya masih penuh dengan makanan.
Akashi duduk di depan Tetsumi, dan memperhatikan kotak bentounya. "Apa itu kau yang buat sendiri?" tanya Akashi sambil menunjuk kotak bentou Tetsumi yang berisi onigiri.
"Ya," jawab Tetsumi pelan.
"Sepertinya enak." Dan tangan dari surai merah itu tiba-tiba saja sudah mencomot sebuah onigiri tanpa izin dari sang empunya.
Melihat Akashi mulai menggigit onigirinya, Kuroko menatap dengan harap-harap cemas. 'Bagaimana kalau tidak enak? Bagaimana kalau nanti ia sakit perut karena memakan bentouku?' batin Kuroko cemas.
"Ayo kita bertukar bentou, kau boleh mengambil bentouku." Perintah absolute itu kembali keluar dari mulut sang pemuda. Mendengar itu, Kuroko tak dapat menyembunyikan rasa senangnya.
Kini kotak bentou Kuroko sudah berada di pangkuan Akashi. Perlahan, jari-jari mungil Kuroko mulai membuka kotak bentou Akashi di pangkuannya.
Bentou Akashi sangat berbeda dengan miliknya, jika milik Kuroko hanya terisi beberapa onigiri, milik Akashi terisi dengan nasi putih, sayur-sayuran, sosis serta telur gulung.
Kuroko mulai menyuap bentou barunya. "Enak," gumam Kuroko pelan.
Terlihat senyum samar dibibir Akashi. "Kalau begitu kau habiskan saja."
.
Hari-hari setelahnya, sepertinya Kuroko harus berbagi tempat di atap dengan Akashi. Kini, pemuda merah itu datang setiap kali jam makan siang. Terkadang mereka saling berbagi bekal.
"Kenapa kau makan sendirian? Bukankah biasanya perempuan itu selalu berkumpul dan menggosip?" tanya Akashi membuka pembicaraan di suatu siang.
"Mereka tidak bisa melihatku, Akashi-kun," jawab Kuroko tenang.
"Maksudmu?" tanya Akashi semkain penasaran.
"Entahlah. Hanya saja auraku sangat tipis, jadi keberadaanku sering tidak dirasakan. Bahkan mereka seperti tidak bisa melihatku," jelas Kuroko masih dengan nada datarnya.
"Aku sangat bersyukur bisa melihatmu," ceplos Akashi begitu saja.
'Eh?' dan seketika itu juga wajah Kuroko memerah.
"Tetsumi, apa aku boleh minta nomor HP-mu?" lagi-lagi pertanyaan bernada perintah itu keluar dari Akashi.
Kuroko menggeleng pelan, "aku tidak punya HP. Lagipula punya pun percuma, tak ada yang menghubungiku."
"Kalau begitu—" kata Akashi terpotong karena terlalu sibuk mengeluarkan sesuatu dari kantung blezernya. "-ini untukmu."
Kini dihadapan Tetsumi terulur sebuah benda berbentuk persegi panjang berwarna biru langit. Ya, itu adalah sebuah handphone.
"Ti-tidak. Aku tidak bisa menerimanya," tolak Tetsumi pelan.
"Aku bilang ini untukmu," Akashi mengulang kalimatnya dengan nada yang penuh penekanan.
Kuroko dengan ragu menerima HP itu. "Aku sudah mengisinya dengan SIMcard. Dan dikontaknya sudah terdapat nomorku. Jadi sekarang kau bisa menghubungiku kapan saja," jelas Akashi.
"Ne, a-arigatou, Akashi-kun," kata Kuroko pelan.
KRRRRIIIIIIINGGGGGGG!
Akashi berdiri dari tempatnya, dan mengulurkan tangannya ke arah Kuroko. dengan senang hati Kuroko menerima uluran itu. "Ayo, kita kembali ke kelas."
Flashback end
Momoi dan Ryouka memandang horror pada Tetsumi yang senyum-senyum sendiri. Tangannya sibuk mengelus HP berwarna biru. Dan setahu Ryouka dan Momoi, itu adalah HP paling bersejarah dalam Hidup Tetsumi.
'Inikah contoh dari orang stres mau menikah?' batin Momoi horror. Ia jadi ragu untuk menikah dengan Imayoshi.
'Oh Kami-sama. Tolong lindungilah teman hamba satu ini. Belum menikah saja dia sudah stres duluan," doa Ryouka khusyuk
Sreekkk.
Tiba-tiba saja pintu terbuka. Nampak seorang pria bertubuh tinggi tegap, dengan kulit tan-nya memasuki ruangan.
"Oh Tetsumi, kau cantik sekali," puji Aomine Daiki. "Bahkan lebih cantik daripada Ryouka dulu," lanjutnya yang langsung dihadiahi pukulan diperutnya oleh sang istri tercinta.
"Terimakasih Aomine-kun," jawab Tetsumi pelan.
"Aku kesini untuk memanggilmmu. Upacara pernikahan akan segera dimulai. Akashi sudah menunggu," jelas Aomine. Ia mengulurkan tangannya. Ya hari ini dia ditujuk untuk menjadi pendamping wanitanya.
"Baiklah, Aomine-kun." Tetsumi menggapai tangan itu. Ia sudah siap untuk melangkah ke altar.
TBC
.
Halo minna xD Ohisashiburi dayo..~~~
Hai, Val datang lagi membawa penpik Akakuro yang ga kalah gaje dengan penpik Akakuro-nya Val yang lain.
Tapi Val mau nanya, Continue or delete?
Ne, bagi yang punya pendapat silahkan sampaikan di kolom review ya. Val tunggu loh~~
Dadahhh...
TRINGG *ngilang*
