MULTIVERSE LOVE

PROLOG

By arelaiphy

a/n : Hai! Halo semua, apa kabar. New author here, salam kenal *bow**bow*. Ini masih Prolog , baca aja dulu siapa tau suka , kita bisa lanjut *elah* . Latar waktunya sekitar 4 tahun setelah perang.

Warning : Bukan author hebat , but reading wont kill you, right?

Rate : T dululah *smirk*

Enjoy!


"Apa kau percaya dunia parallel, Draco?"

Apa kau percaya jika di suatu tempat antah berantah di alam semesta ini ada seseorang dengan wajah yang sama dengan dirimu sedang memperjuangkan hal yang berbeda?

Well, jika kau tanya aku, alam semesta tempat yang luas , kau tau. Maksudku disini benar-benar luas, tempat yang gila, dan kau takkan pernah tau misteri apa yang disimpannya.


DISUATU TEMPAT DI ALAM SEMESTA

Pesawat yang dikendarainya mulai sulit dikendalikan. Tembakan yang baru saja mengenai sayap kiri kapal menyebakan salah satu mesinnya meledak dan kehilangan tenaga. Dia mengutuk berkali-kali sambil terus bergerak menghindari setiap serangan yang datang. Ada sekitar 15 pesawat yang sedang memburu dan menjadikannya sasaran tembak dibelakang. Pria itu terus bergerak tanpa ragu, ia bisa melakukannya, ia bisa membuat ini berhasil, harus. ia seorang panglima perang yang hebat dan sudah melewati puluhan pertempuran dan memenangkannya. Yang satu ini akan sama, karena ini yang terpenting, lebih penting dari hidupnya sendiri. Sang panglima terus membuat rencana dan berdiskusi dengan dirinya sendiri.

Para pemburunya sudah cukup tertinggal dibelakang, ia tak bisa menggunakan tembakan lasernya sekarang. Mesin yang meledak menyebabkan persedian energi pesawatnya berkurang setengah, yang bisa ia lakukan saat ini hanya bertahan. Sang panglima menyadari tiga pengejarnya sudah semakin mendekat saat melihat sebongkah asteroid melayang sekitar 8 mil didepan.

Sang panglima mempercepat laju pesawat tepat lurus menuju orbit asteroid didepannya. Jaraknya dan asteroid itu sudah berkurang setengah dalam beberapa detik. Melihat kecepatan pesawat panglima, tiga pengejarnya memacu pesawat mereka sampai nyaris menyamai kecepatan sang panglima. Dengan jeda sepersekian detik, saat sudah nyaris akan menghantam asteroid tersebut sang panglima langsung menarik kemudinya keatas sehingga pesawatny menukik menuju puncak asteroid. Malang bagi pengejarnya yang tidak tau rencana sang panglima, tak punya kesempatan untuk menghentikan pesawat mereka dan seketika meledak saat menghantam kerasnya asteroid.

Sang panglima tak punya waktu untuk merasa lega, masih ada selusin lain yang memburunya dibelakang. Dia memacu pesawatnya dengan kecepatan penuh, setidaknya yang masih mampu dicapai oleh pesawatnya yang sudah hampir rusak berat. Para pengejarnya yang lain sepertinya tertinggal cukup jauh dibelakang.

Ketika ketegangan sedikit menurun, matanya beralih dari kemudi menuju tubuh yang terbaring lemah disampingnya. Wajah gadis itu sudah pucat pasi, keringat membajiri wajahnya. Bertahanlah,bertahanlah ulangnya berkali-kali dalam hati. Jantungnya seperti tercabik-cabik saat menatap tubuh orang yang sangat dicintainya. Gadisnya, pujaan hatinya.

Sang panglima meletakan telapak tangannya di pipi sang gadis, pipi yang dulu selalu bersemu merah saat ia tersenyum sekarang terlihat pucat dan dingin. Hanya nafas berat gadis itu yang meberikan kekuatan bagi sang panglima untuk berjuang lebih keras. Matanya berhenti pada kalung yang melingkari leher gadisnya, batu permata dengan warna merah keunguan. Batu itu terlihat kontras dengan kulit pucat gadisnya, seperti sebongkah darah beku diatas hamparan salju. Sang panglima menggenggam tangan gadisnya erat saat menyadari pemburunya sudah mulai mendekat. Namun matanya melebar saat menemukan hal yang jauh lebih menyeramkan didepannya.

Black Hole!

Tidak, jerit sang panglima saat merasakan gravitasi yang sangat kuat menariknya menuju lubang gelap tersebut. Sang panglima berusaha memacu pesawatnya menjauh, lampu tanda bahaya berkedip-kedip di ruang kokpit. Tidak bisa, ia menyadari ia takkan mampu melawan energi yang menyerapnya. Ini berakhir disini, otaknya menyadari hal itu. Sang panglima menarik tubuh gadisnya mendekat dan memeluknya erat, Ia merasakan setiap sel tubuhnya menjerit saat kekuatan besar itu menghisapnya. Tubuhnya melebar dan mengkerut dengan sendirinya, lalu terserap kedalam ketiadaan.

Meanwhile,

"Apa kau percaya dengan dunia parallel, Draco?" Daphne, untuk pertama kalinya mengalihkan perhatian dari buku tebal dipangkuannya. Sudah hampir dua jam ia dan Draco duduk di ruang baca Malfoy Manor tanpa bersuara sama sekali, sibuk dengan buku masing-masing.

Draco yang tak sepenuhnya menangkap pertanyaan Daphne, memutar kepala dari buku yang sedari tadi ditekuninya kearah gadis bersurai hitam tersebut. Kerutan yang muncul dikeningnya mengirimkan isyarat kepada Daphne untuk mengulang pertanyaannya.

"Apa kau percaya pada dunia parallel?" ulang Daphne lebih jelas, seluruh perhatiaannya sudah tertuju pada Draco sekarang.

"Dan apa yang kau maksud dengan itu, Miss. Greengrass?" jawab Draco dengan nada serius. Sengaja menggunakan nama belakang Daphne untuk menekankan kebingungannya.

"Well, begini. Apa kau percaya jika di suatu tempat di alam semesta ini terdapat dunia lain yang tidak dapat kita lihat. Dimana didunia tersebut ada seseorang seperti kita namun dengan kehidupan yang berbeda"

Draco kembali mengerutkan kening, sebelah alisnya naik "Hmm, apa maksudmu aku yang hidup di masa lalu atau di masa depan?"

"Bukan, bukan seperti itu. Maksudku bukan dunia yang kita tinggali sekarang. Ini tempat yang berbeda Draco, galaksi yang berbeda, planet yang berbeda. Pada saat yang sama, saat kita duduk disini sekarang ada dua orang lain yang memiliki wajah yang sama dengan aku dan kau namun melakukan hal lain sebagai orang lain, bukan Draco Malfoy dan Daphne Greengrass. Aku berbicara tentang dimensi lain Drake, dimensi yang berbeda" Daphne menatap langit-langit tinggi ruang baca Manor seakan apa yang ia baru jelaskan tergambar disana.

Draco menekan punggungnya ke sandaran kursi, menatap penuh selidik kewajah sahabatnya berusaha mencari sesuatu yang menunjukan jika yang baru saja dikatakannya adalah gurauan.

"That's quite ridiculous, Daph" ucapnya ketika menyadari jika gadis itu sama sekali tidak sedang bercanda.

"Aku serius Draco, disini, kau lihat. Disini dikatakan jika dunia parallel itu masuk akal. Ada beberapa teori tentang ini, kau tau" Daphne menunjukan buku yang sedari tadi tak lepas dari genggamannya, menunjukan bagian yang ia sebut pada Draco.

Draco memperhatikan bagian yang ditunjukan Daphne dan mulai membaca, namun dari sekian banyak kata yang ada tak satupun yang melekat dipikirannya. Ia yakin buku itu ditulis dengan Bahasa Inggris, dan tidak mungkin ia tidak mengerti bahasa ibunya. Namun entah kenapa rasanya ia baru saja membaca sesuatu yang bukan merupakan bahasa yang ia gunakan sehari-hari. Draco mengerahkan seluruh konsentrasinya untuk memahami apa yang tertulis disana, otaknya tak pernah selemot ini hanya untuk memahami sebuah kalimat. Berkali-kali ia mencoba, berkali-kali juga otaknya gagal memahami apa yang tertulis dibuku tersebut.

Daphne seperti tersadar akan sesuatu saat melihat raut berpikir keras yang tergambar diwajah Draco , "Ah, iya tentu saja. Apa kau sulit memahaminya? Maafkan aku, harusnya kujelaskan saja. Jadi begini . . ."

"Apa maksudmu aku sulit memahaminya? Kau baru saja mengataiku bodoh? Perlu kutekankan ya Miss. Greengrass sejauh yang aku tau kecerdasaanku tak kalah darimu!" potong Draco, merasa terhina.

"Bukan Draco, maksudku bukan begitu. Kenapa kau sensitive sekali" Daphne memutar bola matanya , "dan tak perlu memandangiku begitu" tambahnya saat menerima tatapan membunuh dari Draco.

"Maksudku adalah kau tidak dapat memahaminya, karena buku ini buku muggle" Daphne menutup buku bersampul hitam tersebut dan menunjukannnya pada Draco.

Mata Draco melebar saat ia membaca judul buku yang tercetak dengan menggunakan huruf kapital berlekuk dengan tinta berwarna kuning keemasaan di permukaan sampul hitam "QUANTUM PHYSIC ; PARALLEL UNIVERSE AMONG US". Sekarang ia menemukan alasan kenapa otaknya tidak dapat mencerna isi buku tersebut dan bukan karena kecerdasaannya yang berada dibawah Daphne.

"Bloody hell Daphne! Apa kau sudah gila? Untuk apa kau membaca buku semacam itu?" Draco bertanya dengan nada seakan-akan Daphne baru saja menyerahkan jiwanya pada iblis saat membaca buku itu.

Daphne kembali memutar bola matanya kesal. For the Merlin's sake, dia mulai muak dengan Draco dan semua sikap keantI-muggle-an nya yang berlebihan dan nyaris kekanak-kanakan. Mereka bahkan akan berulang tahun yang ke 21 tahun ini, dan pria ini belum juga belajar menjadi lebih dewasa.

"Oh come on, Draco. Berhenti bersikap seperti itu, kau terlihat seperti kakek-kakek tua yang berpikiran sempit"

"Apa? Oh sejak bergaul dengan mudblood Granger itu kau mulai menjadi muggle lovers ya Daph? Aku tau sejak awal dia akan mencuci otakmu" seru Draco tak terima dibilang kakek-kakek.

"Memangnya kenapa kalau aku dekat dengan Hermione? Dan dia tidak mencuci otakku, aku sendiri yang tertarik dengan dunia muggle" Daphne menyilangkan lengannya sekarang, mulai gusar.

"Wow, dia sudah jadi Hermione sekarang ? manis sekali" balas Draco

Daphne menarik nafas jengah, "Kau tau Drake, kau terlihat seperti seorang gadis yang sedang cemburu sekarang. Kenapa? Are you in your period yet?"

"Sialan kau Daph, aku tidak cemburu. Mati saja kalau aku sampai cemburu pada segala sesuatu tentang dia"

"Jangan membenci sesuatu terlalu besar, kau akan berakhir mencintainya nanti. Apa kau pernah mendengar itu?" Tanya Daphne kemudian kembali tenggelam dalam bacaannya, sepenuhnya mengacuhkan Draco yang mencak-mencak.


a/n : So? How do you think? Kita lanjut? *crossfingers*