Perkenalkan, saya Author baru di FFn ini. Karenanya, mohon bantuan dari senpai sekalian. ^o^ ( bungkuk-bungkuk 90)

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: M (warning inside)

Warning: AU, OOC (banget), Typos

Pairing: SaiXFemNaruto

Karena Author hanya bermaksud mengepas-ngepaskan karakter chara dengan karakter yang ada dalam cerita, Mohon reader menerima sajaaa. Arigatou^^

(keliatan banget maksanya, XD)

HAPPY READING

##^hanazono suzumiya^ :present##

MY LITTLE DEVIL


'Seatap'

Jalan Shibuya tetap padat walau terik matahari tetap bersinar serta tanpa awan pengiring di langit berwarna biru cerah siang ini. Maklum, sekarang adalah saat-saat berakhirnya kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Tak heran banyak siswa-siswi berkeliaran menempuh jalan pulang. Tak terkecuali tiga gadis murid Konoha High School sebagai almamater sekolah yang tertera pada seragam yang mereka pakai.

"Hei! Lihat itu...! Itu papan iklan CM (Commersial Message) Sai yang baru." Ujar gadis bersurai merah jambu masih menunjuk papan iklan yang menawarkan trend setelan jas terbaru oleh model yang bernama Sai, sedang memamerkan wajah imut dan menyelipkan ujung dasi di bibirnya sehingga menambah aksen manis dan mengagumkan. Akibatnya menimbulkan orang-orang yang lewat tidak fokus pada jalan yang sedang mereka lalui, bahkan menghentikan langkah mereka sejenak untuk sekedar memperhatikan CM itu. Dan tak jarang pula menimbulkan semburat merah pada gadis-gadis yang terpana oleh pesona model yang bernama Sai itu.

"Iya. Aku suka sekali CM itu. Dia itu baru 13 tahun lhoh. Mengejutkan yah.. Jadi pengen ketemu.. Iya kan, Naruto? Memangnya kamu ngga berpikran begitu?" Gadis bersurai pirang dan bermata aquamarine menimpali.

"Aku pernah bilang, kan. Kalau Baa-chan bekerja di kantor bagian Sai itu. Tapi katanya, jangan harap bisa bertemu dengannya-Sai." Ujar gadis bersurai pirang dengan mata biru saffir yang disapa Naruto tadi.

"Eh, kenapaaa? Kok gitu?" Kata gadis pertama-Sakura dan gadis kedua-Ino bebarengan, kentara sekali nada dan raut wajah mereka yang begitu kecewa.

"Iya- Begitulah Tsunade Baa-chan. Permintaanku selalu saja tidak pernah didengarkan." Kata Naruto sambil menerawang yang sudah-sudah.

.

.

.

.

.

.

Naruto's POV

"Aku pulang..."
Kuarahkan langkahku menuju rumah sederhana bercat oranye kalem di bagian muka. Melewati pohon perdu dan pohon sakura yang selalu meninggalkan kesan hangat dan damai pada rumah ini. Sudah tak terhitung banyaknya kenangan yang kubuat dengan suasana ini. Setiap aku mengingatnya tak terasa cengiran lebar menghiasi wajaku. Kuputar handle pintu yang kelihatannya sudah berpenghuni sebelum aku datang.

"Baa-chan?"
Aku mulai menyusuri tangga menuju tempat dimana kamarku berada. Kualihkan pandanganku pada bed berukuran single tempat menghabiskan waktu malamku.

"Baa-chan sedang tidur ya?"
Kucermati sosok yang berada di bawah selimut yang telah mengisi kekosongan ranjangku. Bayangan hitam sedikit tersembul dari atas selimut. Penuh rasa penasaran kulangkahkan kakiku mendekati ranjangku. Aku sangat yakin kalau itu adalah manusia, tapi rambutnya berwarna~ hitam.

"Baa-chan?"
Walau aku sangat yakin itu warna hitam, tapi aku tetap memanggil-manggil Baa-chan meski aku sadar warna rambutnya sangat bertolak belakang dengan warna hitam, yaitu pirang sepertiku.

"Baa-chan?
A-apa? I-ini bukan Baa-chan... Ngomong-ngomong..."

Dengan jarak yang sedekat ini aku amat sangat yakin.

'Bukankah dia~ Sai? Ngapain dia di rumahku?'

Normal POV

.

.

.

"Begini.. selama liburan musim semi ini, aku atur supaya Sai tinggal di rumah ini.", ujar Tsunade muncul dari balik pintu karena mengetahui kebingungan yang sedang dialami Naruto.

?!

"B-baa-chan...?
Eh?... Kok bisa begitu...?" Tanya Naruto meminta penjelasan lebih dari Baa-chan nya.

"Biar Baa-chan jelaskan di luar." Perintah Tsunade bermaksud agar tidak mengganggu istirahat Sai dan lebih leluasa menjelaskan pada Naruto.

.

.

.

.

"Rumah Sai kan jauh di tengah kota. Kalau untuk kerja jadi agak repot. Selain itu karena masih seumuran dia, jadi tidak bisa menginap di hotel juga." Papar Tsunade mengawali pembicaraan dengan Naruto yang duduk di hadapannya. Di tengah-tengah mereka tersaji dua ocha hangat di atas meja tak henti mengepulkan uap hangat di permukaan atas gelas.

'Sai yang itu tinggal seatap denganku? Benarkah ini?', inner Naruto tak percaya.

"Karena alasan itulah makanya dia disini. Kau tidak keberatan kan?"

Sedang yang ditanya hanya mengangguk-anggukan kepala sambil menyesap ocha hangat miliknya.

"Sudah tentu, mana mungkin aku keberatan" Ucap Naruto penuh semangat tanpa tahu apa yang akan terjadi setelahnya.

.

.

.

"Ini benar-benar Sai yang asli, kan?", tanya Naruto entah pada siapa.

Sekarang Naruto berada di kamarnya, setengah duduk berlutut sambil menatap wajah Sai yang 'kelihatannya' masih tidur laksana malaikat. Tak urung, ia menyentuhkan jarinya menyentuh wajah mulus milik Sai.

'Grep'

Tiba-tiba, Naruto merasa tangannya digenggam oleh seseorang. Tubuh Naruto agak tersentak ke belakang, namun tarikan di tangannya tak jadi membuatnya terjatuh malah makin mempersempit jarak dengan sosok yang ada di depannya.

"Ini Sai yang asli kok. Kamu Naru, ya?"

Untuk sejenak tatapan mereka bersirobok. Terkejut dan terpesona, itulah mimik wajah Naruto saat ini.

'Pluk'

Tiba-tiba kedua tangan Sai mendekap erat tubuh Naruto, kemudian membenamkan wajahnya tepat di dada Naru yang tergolong jauh di atas rata-rata, dan menggiurkan bagi kaum pria.
Naruto yang menganggap kepolosan yang terpancar dari wajah imut Sai hanya tersenyum maklum dan terpesona karenanya.

"Kamu Naru kan? Tadi aku dengerin waktu kalian bicara. Mulai hari ini aku akan menginap disini, boleh kan Naru-chan?" Ucap Sai dengan nada manja dan seringai 'polos' khas anak kecil yang terkias jelas di wajahnya.

'Waaaah... Lucunya'
Batin Naru polos tak menyadari bahaya yang sesaat lagi akan menimpa dirinya.

"Iyaa.. Aku gembira sekali mendengarnya, Sai-kun."

Sesaat kemudian..

Tak puas membenamkan wajahnya di dada Naru, Sai menggesek-menggesekkan wajahnya ke kiri dan ke kanan. Seringai iblis, kian jelas memancar dari wajah imut Sai. Tak heran, melihat keahliannya dan akting yang memukau, Sai menjadi model papan atas dan memiliki berbagai penggemar dari berbagai kalangan mengingat usianya yang baru menginjak tiga belas tahun.

'Eh, kok?'

Bukan hanya mengeratkan pelukan di dada Naru, tangan Sai ikut merambah naik dan mulai memijat dada di sebelah kiri. Sai menambahkan kecepatannya menggesekkan pipinya di dada sebelah kanan. Gemas, Sai terus menekan-nekan dada Naru, dan menciumnya dari atas baju tanpa mengurangi kecepatan remasan di dada yang ada disebelahnya.

"S-sai-kun? A-apa yang kau lakukan hah?!"

"Nnn... Aaaah..", teriak Naru tanpa mengurangi keterjutannya.

Tanpa sadar, Naruto mulai mendesah menikmati perbuatan yang dilakukan Sai. Makin lebar seringai yang ada di wajah Sai. Belum puas, Sai menaikkan baju Naru ke atas dan memainkan lidahnya di belahan dada Naru.

"A-aaah.. S-saai..."
Tak kuat menahan rasa yang bergejolak di dadanya, Naruto memejamkan matanya, pasrah atas apa yang kini tengah dilakukan oleh jelmaan iblis kecil di hadapaanya kini. Tak luput, wajah Naruto kini bersemu merah bak buah tomat segar sehingga memperlihatkan wajah yang manis dan seksi.

Belum tersadari oleh Naruto, Sai telah melepas pengait bra warna merah yang kini telah terlepas sepenuhnya dari tubuhnya itu.

"Waaaah... Bentuk dada Naru bagus yaa?"
Dengan seringai khas miliknya (mata terpejam dan senyum yang lebar)

Sai mengangkat bra milik Naru tepat di depan mata Naruto dan menunjuk-nunjuknya penuh rasa kagum.

Naruto yang mulai mendapatkan kembali kesadarannya, melirik ke bawah tubuhnya dan mendapati bajunya naik ke atas dan memperlihatkan kedua dada proporsionalnya yang menantang.

"T-tidaaaaaaak!"
Dengan langkah lebar-lebar Naruto meninggalkan kamarnya dengan raut wajah kesal. Sedangkan Sai, menatap kepergian Naruto dengan polos tanpa perasaan bersalah. Masa bodoh, senyumnya mengembang lagi oleh 'mainan baru' yang baru saja didapatnya itu.

.

.

.

.

"Nenek!" Teriak Naruto menggebrak pintu kamar nenek satu-satunya yang ia miliki tanpa tedeng aling-aling.

"Ada apa sih, Naruto? Berisik tau!" Balas Tsunade tidak kalah sengitnya dengan Naruto.

"Ss-saai..."

"Apa? Mendapat pelecehan seksual? Bingung juga ya menghadapi sifat buruk Sai itu." Kata Tsunade santai kemudian melirik sekilas pada Naruto lalu melanjutkan lagi proposal jadwal kerja Sai selama musim semi ini diselingi cengiran khas miliknya.

"Ini bukan untuk ditertawakan, Nenek! Usir dia sekarang juga!"
Habis kesabaran Naruto menghadapi dua orang yang sekarang seatap dengannya.

"Ngga pa pa kan. Itu kan memang biasa dilakukan anak kecil. Cuma selama liburan musim semi ini, sabar-sabarin deh.", kata Tsunade santai tetap fokus pada proposal yang dipegangnya.

"Apa?" Muncul empat siku di dahi Naruto dan suaranya pun naik jadi lima oktaf.

"Naru?" Muncul sosok Sai dari balik pintu yang sedikit terbuka.

"Ini aku kembalikan." Sai melangkah pelan dengan menenteng bra yang sesaat tadi masih menempel di tempat yang semestinya.

Naruto yang mendengar hal tersebut tak kuasa menahan amarahnya. Sekarang ada dua buah empat siku menghiasi dahinya, serta semburat merah di kedua pipinya menatap benda yang kini dipegang oleh Sai. Tangannya terkepal erat untuk mengurangi rasa kesalnya.

"Beraninya kau...!"

'Jadi selama liburan musim semi ini aku harus hidup dengan bocah mesum ini? Kami-sama, yang benar saja...'

.

.

.

.

Belum genap satu minggu sang model berbakat itu tinggal seatap dengan Naruto. Tapi kenyataannya, waktu tidak mengurangi perasaan tertekan Naruto oleh perbuatan si iblis kecil itu, malah semakin besar. Bayangkan saja, mana mungkin hal-hal yang dilakukannya pada Naruto umum dilakukan oleh anak sebayanya?

Dengan sengaja membuka pintu kamar Naruto yang sedang berganti pakaian dan dengan polos mengatakan, "Kok, ngga dikunci?"
Kemudian mendekap erat Naru secara tiba-tiba dengan menyelipkan kedua lengannya dari bawah ketiak Naru dan meremas apa yang sedang dipegangnya. Lalu, menawarkan menggosok punggung Naru setelah secara tiba-tiba menggeser pintu kamar mandi. Serta hal-hal mesum lainnya yang mungkin ada di pikiran reader sekalian. Dan, itu semuanya dilakukannya-Sai dengan wajah polos anak kecil serta senyum andalannya.

Itulah yang membuat Naruto geram setengah mati kesal dibuatnya. Kini Naruto mungkin harus memasang sensor waspada ekstra hati-hati dari keberadaan model cilik kita yang satu itu.

"Naru-chan!"

Belum lama pikirannya kembali ke masa-masa saat Sai datang ke dalam hidupnya, sosok nyatanya malah sudah tepat di hadapannya. Dan, sebagai respon cepat, Naruto sudah membalik meja yang ada di dekatnya dan bersembunyi di baliknya.

"A-apa?!" Muncul aura gelap dengan mata yang agak menyipit memikirkan tindakan selanjutnya untuk menghadapi iblis kecil di hadapannya.

"Kamu ngga usah waspada gitu dong... Main game yuuuk?" ajak Sai tidak mempedulikan sikap Naruto yang ditujukan kepadanya.

"Ngga mau!" jawab Naruto sepersekian detik tanpa mengurangi volume suaranya.

'Tring'

Namun tiba-tiba muncul lampu menyala di kepala Naruto menandakan ada ide cemerlang yang melintas di pikirannya.
"Baiklah kalau begitu. Ayo kita lakukan..." Ucap Naru kemudian. Sedangkan Sai memasang tampang polos tidak mengerti perubahan sikap Naruto.
"Tapi kalau nanti aku yang menang. Mulai saat itu, kamu ngga boleh sentuh aku lagi."

"Boleh, ayo kita bertanding."

'Ha..ha..ha.. Untungnya di game ini aku ngga pernah kalah.' Muncul seringai iblis dan aura hitam dari balik wajah tenang Naruto.
'Ah... Senangnya...! Dengan begini hari-hari tenang itu telah kembali.'
Naruto menautkan jari tangannya, kemudian air mata mulai mengucur deras bak air terjun tak henti-hentinya mengucap syukur pada Kami-sama.

.

.

.

.

'A-ap-appa? Kalah total...!'

Tapi sepertinya takdir berkehendak lain untuk Naruto. Kepercayaan Naruto kini hilang sudah seiring melebarnya cengiran tanpa dosa andalan Sai. Menambah keterpurukannya.

"Baik. Untuk Naru-chan yang kalah... Apa yang harus dilakukan yah?"

'Jleb'

Sekarang lengkaplah perasaan Naruto yang makin tidak tenang karenanya.

"Hah! Kenapa jadi gini?"
Tangan Naruto mengepal dengan mata melotot ke arah Sai masih tidak terima dengan kenyataan.

"Ini kan pertandingan. Masa kalo Naru yang menang aja, aku harus menurut Naru-chan?" Dengan memasang wajah imut sambil menunjukkan jari telunjuknya di bibir tipisnya Sai merajuk minta keadilan.

"Uh..."
Dalam hati, Naruto membenarkan perkataan Sai meski ego-nya mengatakan lain. Ia takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya. Tapi, bagaimanapun juga ia harus bersikap lebih dewasa dalam hal ini. Jika ia ada di posisi Sai saat ini, ia pun akan bersikap seperti itu. Apalagi ia yang menantangnya duluan. Akhirnya, Naruto pasrah akan apapun yang bakal diterimanya.

"Kalo gitu. Aku minta hadiah dan bawa ke studio besok."

"Apa? Jadi kamu mau hadiah, ya?" Naruto manggut-manggut tenang mendengarnya.
'Itu mudaah-...'

"Tapi.. Kalo kamu datang kesana ngga boleh pake dalaman."
"Bawahnya tentu saja rok." Sai menambahkan tak lama kemudian. Seringainya kian melebar melihat Naruto tersentak kaget dan wajahnya yang merona hebat.

"A-ap-aapaaaa~?"

Tbc

Note:

Sai: 13 tahun

Naruto: 17 tahun ( Naruto tidak punya 3 garis halus di pipi )

Arigatou sudah meluangkan waktu reader sekalian untuk membaca fic ini. Gomen kalo masih banyak kekurangan dalam fic ini. Untuk itulah mohon reader sekalian meninggalkan review-nya, agar author dan fic ini dapat berkembang lebih baik...

Arigatou^^...

Sampai jumpa di chap 2...

##^miya##