Title : Fated

Pairing : Kris x Tao [KrisTao]

Other Casts : EXO Members; Kyuhyun x Sungmin

Genre : Romance ; Fluff

Rated : PG-13

Disclaimer : Kris, Tao dan semua member EXO bukan milik saya, kecuali Plot cerita. AU yang saya gunakan adalah Hogwarts!AU dan semua yang berhubungan didalamnya adalah murni hasil karya dari , saya hanya bermain-main didalam dunianya. Tidak ada keuntungan yang saya ambil melalui cerita ini.

Summary : Semenjak kejadian di perpustakan malam itu, pria dengan rambut hitam pekat dan mata yang tajam itu tidak pernah hilang dari pikiran Yifan. Tapi apakah Slytherin dan Gryffindor bisa berjalan beriringan?

.

.

.

"Love does not make the world go round. Love is what makes the ride worthwhile."Franklin P. Jones

.

.

Ruang kelas pertahanan terhadap ilmu hitam sudah hampir kosong ketika Yifan baru saja selesai membereskan semua alat tulisnya. Perkamen-perkamen yang baru saja dibelinya beberapa hari lalu di Diagon alley masih terasa sedikit kasar dan wangi yang keluar masih sedikit mengganggunya. Tahun ke empatnya disekolah ini terasa sedikit membosankan karena –seperti biasa- pria dengan rambut pirang terang itu tidak memiliki teman disetiap kelas yang dihadirinya.

Tubuhnya yang hampir mencapai seratus sembilan puluh centimeter dan wajahnya yang selalu terlihat marah memberikan kontribusi terbesar dalam kehidupan sosialnya. Ditambah lagi dengan semua tanggung jawab yang –entah kenapa- selalu jatuh ditangannya. Tanpa sadar Yifan menghela nafas berat dan memutuskan bahwa semakin cepat dia meninggalkan kelas ini, semakin cepat dia bisa menghabiskan waktu untuk melahap habis buku sejarah sihir tingkat empat yang belum dipahaminya.

Namun sepertinya niat mulia itu harus dia urungkan sejenak ketika sebuah tangan besar menepuk pelan pundaknya. Yifan memutar tubuhnya dan menganggukan kepalanya sedikit begitu dia mengetahui siapa yang baru saja membawanya kembali dari lamunannya.

"Profesor Cho! Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Yifan datar. Dari semua guru yang mengajar disekolah ini, profesor Cho adalah guru yang paling ditakuti. Bukan karena wajahnya menakutkan atau materi pelajaran yang diajarkannya, tapi lebih kepada detensi apa yang dia berikan pada siswa yang melanggar peraturan sekolah –walaupun kebanyakan adalah peraturan yang dia buat sendiri selama dia mengajar.

Dan karena dialah sekarang Yifan menjadi seorang prefek meskipun dia baru saja berada di tahun ke empatnya disekolah. Menurut peraturan resmi sekolah, siswa yang berhak menjadi seorang prefek minimal harus berada di tingkat enam. Tetapi karena Profesor Cho adalah seorang yang persuasif, dia berhasil membuat Headmaster Yoo membuat pengecualian untuk Yifan.

Sialnya, Profesor Cho juga kepala asramanya. Jadi, Yifan tidak memiliki keuntungan sama sekali jika dia menolak semua permintaan Profesor Cho.

"Kris, aku ingin kau mengembalikan buku ini ke perpustakaan." Pinta pria dengan rambut cokelat gelap dihadapan Yifan sambil membetulkan kacamatanya yang sedikit bergeser dari hidungnya. Tangan kanannya memberikan sebuah buku tebal bersampul cokelat yang sama seperti warna rambutnya.

"Berikan saja kepada Taeyeon, dia tahu dimana harus meletakan buku itu kembali ketempatnya semula. Terima kasih, Kris!" Tambah Profesor Cho sebelum akhirnya keluar ruangan dan tidak repot-repot menunggu jawaban dari Yifan.

Menggelengkan kepala, Yifan hanya bisa menggerutu dalam hati. Profesor Cho memang senang sekali memintanya melakukan hal yang aneh. Entah karena Profesor Cho tidak senang jika melihat Yifan tidak melakukan apapun atau karena pria penyendiri itu terlalu mencintainya?

Yifan berharap jawabannya adalah pilihan pertama. Karena jika jawabannya yang kedua, eum...tidak, Yifan tidak ingin memikirkannya sama sekali. Jadi, dengan langkah berat, Yifan akhirnya merelakan sedikit waktunya untuk melaksanakan mandat dari kepala asrama itu.

.

"Lagi-lagi dia membaca cerita ini lagi!" Gumam Madam Kim begitu Yifan meletakan buku tebal bersampul cokelat titipan Profesor Cho diatas meja kayu mahogani berpelitur yang memisahkannya dengan penjaga perpustakaan berambut hitam dihadapanya. Madam Kim kini mengayunkan tongkat sihirnya dan membuat buku tebal itu melayang menuju ke rak tempatnya berasal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Anehnya, wanita yang jauh lebih pendek dari Yifan ini tersenyum kecil. Pandangannya terus terfokus pada buku tebal tadi, seolah tidak ingin buku itu tidak kembali ketempat yang seharusnya. Yifan terus berdiri disana sambil memperhatikan ekspresi Madam Kim yang terlihat seperti campuran antara shympati dan rasa kagum.

Penasaran, akhirnya Yifan memutuskan untuk bertanya pada Madam Kim soal buku tadi. Well, jika Profesor Cho tertarik pada sesuatu, tentu saja buku itu sungguh sangat menarik. Apalagi jika Profesor Cho sampai membacanya berulang kali. Sebagai seorang pelahap buku, Yifan merasa tertinggal dengan bacaan menarik.

"Eum...kalau boleh tahu, itu buku tentang apa Madam Kim?" Tanya Yifan pelan. Madam Kim menoleh kearahnya, kemudian tersenyum. Hal yang jarang sekali ditunjukan oleh penjaga perpustakaan ini.

"Tentang seseorang, Kris." Jawab Madam Kim yang kemudian langsung menyibukan dirinya dengan beberapa lembar perkamen yang tintanya masih basah. Dari gerak tubuhnya, Yifan tahu benar bahwa Madam Kim tidak ingin memberikan informasi lebih jauh lagi. Jadi Yifan memutuskan bahwa mungkin sebaiknya dia memulai investigasinya seorang diri.

.

.

.

Yifan berjalan menelusuri koridor lantai empat dengan langkah kaki yang halus. Laki-laki berambut pirang terang dan berkulit sedikit pucat itu menggenggam tongkat sihir lekat dihadapannya untuk memastikan bahwa sinar yang keluar dari ujung kayu itu cukup untuk menerangi jalannya kembali menuju ke asrama.

Yifan terlalu asik dengan buku-buku tebal diperpustakaan tadi –berusaha mencari letak keberadaan buku misterius Profesor Cho- hingga tidak menyadari bahwa sudah saatnya dia berada di aula besar untuk makan malam. Alis tebal miliknya bertaut sempurna ketika dia mendengar kembali suara jeritan perutnya.

Yifan menyesal mengizinkan Jongin menghabiskan jatah makan siangnya tadi.

Lorong pada koridor lantai ini cukup panjang sehingga butuh waktu dua menit penuh agar Yifan berhasil menemukan tikungan kecil untuk menuju tangga utama yang terhubung langsung ke lantai dasar –lantai dimana Aula besar berada- tanpa harus berusaha mengingat arah tangga putar yang mengelilingi kastil ini.

Well, terima kasih kepada pendiri asrama Ravenclaw, karena ide briliant darinya, tangga putar itu selalu berubah arah setiap tiga puluh menit sekali.

Dan tidak! Yifan sedang tidak ingin berurusan dengan itu ketika dia sedang kelaparan.

Menemukan jalan ke tangga utama bukanlah hal yang sulit bagi Yifan. Hey, menjadi prefek asrama kadang memiliki keunggulan tersendiri dan Yifan menyukai keistimewaan ini!

Jubah panjang hijau kehitaman miliknya sukses membuat dirinya nampak lebih berwibawa dan Yifan menyukai tampilan dirinya sendiri ketika dia bercermin. Bukan maksud untuk menyombongkan diri, tapi dilihat dari sudut manapun, Yifan mengakui bahwa dia masuk dalam kategori tampan.

Tapi bukan itu yang membuat Yifan menyukai tampilan dirinya. Dia menyukai betapa aura yang dipancarkan dari tubuhnya terasa begitu mengintimidasi orang-orang disekitarnya.

"Kenapa kastil ini begitu besar? Kenapa aku harus melupakan essay transfigurasiku? Kenapa Baekhyun harus menemani Chanyeol menjalani detensinya? Kenapa koridor-koridor disekolah ini begitu menyeramkan? Kenapa aku harus meninggalkan tongkat sihirku di kamar?"

Tiba-tiba saja langkah Yifan terhenti ketika suara seseorang menggerutu masuk dalam jarak pendengarannya. Dari volume suara itu, Yifan yakin berasal dari ujung koridor yang berlawanan arah dengannya. Tempat dimana tangga putar berada.

Penasaran dengan orang yang merelakan jam makan malamnya terlewat begitu saja, Yifan memutar tubuhnya dan melihat siluet seseorang yang berbelok kearah perpustakaan dengan sangat tergesa-gesa. Tempat yang baru saja ditinggalkan Yifan tadi.

Siapapun sosok siluet itu, dia tidak menyadari keberadaan Yifan disini. Itu berarti sosok itu terlalu fokus dengan tujuannya hingga tidak melihat sinar kecil yang berasal dari tongkat sihir milik Yifan.

"Oh my god! Kenapa Kyungsoo harus mengingatkanku soal hantuuu?!"

Suara teriakan itu sukses membuat Yifan penasaran. Dan sebagai seorang prefek, Mengingatkan bahwa jam malam sudah mulai berlaku adalah tugasnya, bukan?

"Nox." Gumam Yifan dan seketika itu juga cahaya kecil diujung tongkat sihirnya menghilang hingga lorong disekitarnya kini kembali gelap. Dengan langkah hati-hati, Yifan berjalan menghampiri sosok dengan jibah berwarna maroon dan aksen kuning terang ditepinya. Well, seorang Gryffindor, perfect! Gumam Yifan pelan.

"Berusaha masuk kedalam perpustakaan yang terkunci sepertinya bukan hal yang bijaksana untuk dilakukan saat jam malam sudah mulai berlaku, bukan?" Mulai Yifan. Dengan suara berat dan sengaja dia buat sepelan mungkin.

Sukses membuat sosok yang sedang berusaha membuka pintu perpustakaan dengan tangan kosong itu loncat dari tempatnya berdiri dan berputar seratus delapan puluh derajat menghadap kearah Yifan.

Tubuhnya kini bersandar sempurna pada pintu kayu perpustakaan dan kedua tangannya dia letakan di dadanya. Tepat dimana jantungnya berada. Seperti hendak berusaha untuk menghentikan detak jantungnya. Sementara wajahnya kini menunjukan ekspresi seolah dia sedang berteriak ketakutan, tapi tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

Namun yang membuat Yifan sedikit terkejut adalah air mata yang menetes deras dari mata gelap itu. sementaraYifan bisa merasakan pupil mata milik pria dihadapannya itu membesar sempurna. Adorable!

Tunggu! Sejak kapan orang yang sedang menangis ketakutan itu adorable?

"Oh..my..god!"

Yifan mendengar pria itu menggumam. Dari nada suaranya, Yifan khawatir pria itu sedang tersedak dengan air liurnya sendiri. Euuuuyh...hal terakhir yang ingin dia dapatkan dari seorang Gryffindor adalah air liur mereka bersarang pada salah satu anggota tubuhnya! Gross!

"Tolong jangan lakukan itu lagi! Aku tidak ingin mati dengan keadaan seperti ini! Aku belum sempat memukul Chanyeol karena mencuri ciuman pertamaku, aku juga belum memberikan Baekhyun pelukan terakhir! Aku belum sempat menghabiskan pumpkin cake buatan Kyungsoo dan aku tidak ingin Chanyeol dan Baekhyun yang mencicipinya terlebih dulu! Aku juga belum sem-"

"Woooohhh...tenang, Gryffin! Aku tidak sedang berniat untuk membunuhmu!" Potong Yifan setelah dia akhirnya memutuskan untuk meletakan telapak tangannya pada mulut pria dihadapannya untuk menghentikan oceha tidak masuk akal yang terus keluar dari mulutnya.

Mata pria itu makin membulat sempurna ketika dia menyadari posisi Yifan yang semakin mendekat dengannya.

"Tenang, okay?! Kalau kau tenang baru aku akan melepaskanmu! Kau tidak ingin Shindong menangkapmu karena berkeliaran di kastil setelah jam malam, bukan?" Bisik Yifan tenang, masih belum melepaskan tangannya dari mulut pria berambut hitam pekat dihadapannya.

Setelah pria itu mengangguk pelan dan terlihat lebih tenang, barulah Yifan memutuskan untuk melepaskan tangannya.

Diperhatikannya pria yang masih mengatur nafasnya itu. Air matanya sudah sedikit mengering meskipun kedua tangannya masih dia letakkan diatas jantungnya. Rambut hitamnya kini menutupi alis dan sebagian matanya kemudian matanya kembali membesar ketika dia menatap sesuatu pada tubuh Yifan.

Mengikuti arah pandangannya, Yifan menyadari bahwa pria ini baru saja melihat lencana prefek miliknya yang bergantung angkuh pada jubahnya.

"Oh my god!" Panik pria berambut hitam itu lagi, kali ini makin merapatkan punggungnya pada dinding kayu putih perpustakaan itu. Yifan hampir saja memutar matanya, kesal dengan reaksi berlebihan yang diperlihatkan oleh pria yang hanya sedikit lebih pendek darinya itu.

"Yeah, oh my god!" Respon Yifan malas. "Apa yang sedang kau lakukan disini? Kembali ke aula besar dalam tiga menit jika kau tidak ingin mendapatkan detensi!" Tambah Yifan. Berusaha agar terlihat sedikit lebih mengintimidasi.

Pria itu memandang Yifan dengan tatapan yang aneh. Matanya terlihat berbinar karena bekas-bekas air matanya tadi, kedua alisnya bertaut sempurna dan menggigit bibir bawahnya sedikit terlalu kencang.

Oh tidak! Yifan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria ini dan entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja Yifan ingin sekali memeluknya erat dan mengusap punggungnya perlahan lalu berkata semuanya akan baik-baik saja.

No, bukan saatnya berfikiran yang macam-macam, Wu Yifan!

Menit berikutnya, Yifan mendapati dirinya sendiri berada di dalam perpustakaan membantu anak asrama lain –dan dalam hal ini seorang Gryffindor- untuk mencari essay transfigurasinya yang tertinggal.

So much for a proud Slytherin!

.

.

.

"Yifan hyung, apa kau yakin kau baik-baik saja?" Tanya Sehun, pria dengan rambut bubble gum dan kulit putih pucat serta tubuh yang sedikit kurus, setelah sebelumnya memutuskan untuk memperhatikan pria dihadapannya.

Jongin yang duduk persis disebelah Sehun langsung mengalihkan pandangannya dari apple pie dihadapannya. "Ada apa dengan Yifan hyung?" tanya Jongin polos.

"Iya, ada apa denganku?" Tanya Yifan begitu dia tersadar dari lamunannya. Mulutnya masih mengunyah roti berisi selai kacang dengan sangat perlahan. Mata Yifan yang tadi nampak tidak fokus kini berhasil terfokus kearah Sehun. "Kenapa kau bertanya seperti itu Sehun-ah?"

Sehun memutar matanya kemudian menengguk habis air putih dihadapannya sebelum akhirnya membuka suara sepelan mungkin, karena siapa saja bisa mendengar pembicaraan mereka di aula besar ini. Terlebih sarapan adalah waktu yang sangat sensitif bagi sebagian besar murid di sekolah sihir ini. Slytherin pada khususnya dan termasuk Sehun tentunya.

"Pertama, sejak pagi tadi Hyung kelihatan sedang tidak fokus. Kau tidak pernah bersikap seperti itu sebelumnya, bahkan kau biasanya selalu menjawab pertanyaanku ketika kau sedang membaca!"

Sehun mengangkat tangan kirinya ketika Jongin hendak memotong perkataanya, "Jangan memotong perkataanku, Jongin-ah! Kedua, kau tidak meresponku sama sekali saat aku membicarakan soal piala dunia Quidditch!"

Mata Jongin membulat sempurna dan apple pie yang ada dihadapannya benar-benar terlupakan. "Apa?! Yifan tidak meresponmu sama sekali tentang Quidditch?!" Seru Jongin, sedikit terlalu keras hingga membuat Sehun menyikut perutnya.

"Yifan hyung, untukmu Jongin!" Maki Yifan sambil melirik Yifan dengan tatapan yang menakutkan. Sukses membuat Jongin tersenyum lebar. "Nah, itu baru Yifan yang ku kenal! Eumm, Yifan hyung maksudnya!" Tambah Jongin sebelum Yifan memutuskan untuk mengirimkan kutukan-kutukan menyeramkan dengan tongkat kayu accia miliknya. Inti tongkatnya yang berasal dari nadi naga bertanduk Rumania sudah cukup membuat Jongin merinding.

"Serius hyung, ada apa denganmu?" Tanya sehun lagi. Masih memandang Yifan dengan tatapan khawatir. Sebenarnya ada point ketiga yang ingin dia ucapkan, tapi dia urungkan karena ada Jongin. Dan membicarakan soal rahasia dengan Jongin sama saja berniat untuk mencetaknya dalam Daily Prophet dan mengizinkan semua murid sekolah ini membacanya.

Yifan menghela nafas berat kemudian tersenyum kecil ke arah Sehun dan Jongin. "Aku hanya lelah, itu saja." Jawab Yifan kemudian menyibukan diri dengan sarapannya lagi.

"Bloody how! Apa kau melihat apa yang baru saja aku lihat Sehun-ah? Yifan hyung tersenyum? For merlin's sake!"

Sehun menganggu mantap dengan mulut yang setengah terbuka dan ekspresi Jongin pun tidak kalah berbeda. Sementara Yifan berusaha sekuat mungkin untuk pura-pura tidak peduli.

Lagipula, apa yang aneh dengan tersenyum?

.

.

.

.

Pagi ini begitu cerah. Semua itu bisa terlihat pada hiasan langit-langit aula besar yang sudah disihir sedemikian rupa sehingga menyerupai cuaca yang ada diluar kastil sekolah ini. Bunyi sendok yang beradu dengan piring platinum kini terdengar menggema diseluruh ruangan besar ini. Semuanya nampak menikmati sarapan pagi mereka sebelum kelas dimulai.

Dalam ruangan ini, semua siswa duduk pada kursi asramanya masing-masing. Tidak boleh ada yang duduk di kursi yang bukan berasal dari asramanya. Headmaster Yoo bilang semua untuk menghindari pertengkaran yang tidak diharapkan.

Dan selain para Profesor dan Headmaster, tidak ada yang boleh menggunakan sihir di aula besar dan koridor. Lagi-lagi semua ini peraturan yang –dengan keahlian persuasif andalannya – dibuat oleh Profesor Cho. Tetapi karena tujuan dari peraturan ini masuk akal, tidak ada yang protes dengan hal ini.

Zitao yang pagi itu terlambat setengah jam dari waktu sarapan yang sudah ditentukan, berlari menuju kursi dimana Baekhyun, Chanyeol dan Kyungsoo berada. Disana, segelas jus buah jeruk dan roti berisi telur setengah matang sudah menunggu untuk menyatu diperutnya yang benar-benar sudah menjerit.

"Ya! Kenapa kau memukulku?!" Teriak Baekhyun begitu tangan Zitao bertemu dengan bagian belakang kepalanya. Jus apel yang baru saja diminumnya hampir saja keluar begitu saja dari tenggorokannya. "Karena kau tidak membangunkanku!" Balas Zitao tanpa memandang Baekhyun dan sibuk dengan sarapannya yang sudah mulai dingin. Dan Zitao bukan orang yang menyia-nyiakan makanan. Baginya, makanan adalah kehidupannya.

"Bisakah kalian berdua diam sebentar? Aku sedang mendengarkan cerita yang menarik!" Keluh Chanyeol yang kini memandang Baekhyun dan Tao dengan tatapan terganggu. Sementara dihadapannya Kyungsoo berusaha untuk tidak menghiraukan keributan disebelahnya dan memfokuskan diri pada sesuatu yang sedang diceritakan oleh senior mereka di tingkat tujuh, Park Jungsu.

Perkataan Chanyeol tadi berhasil mengalihkan perhatian Zitao dari sarapannya. "Tentang apa?!" Tanya Zitao antusias, senyumnya merekah sempurna dan matanya kini berkelip penasaran. Baekhyun memutar matanya dan tidak mempedulikan Zitao yang merengek kepadanya tentang kisah menarik ini, jadi Chanyeol menawarkan diri menceritakan kepada Zitao dari pertama sampai hal terakhir yang didengarnya –tentu saja sampai saat Zitao dan Baekhyun memutuskan untuk merusak suasana.

Curiousity kills a cat. Itulah yang dirasakan Zitao begitu mendengar keseluruhan cerita. Masa bodoh dengan kisah cinta yang baru saja didengarnya, yang kini terukir dikepalanya adalah bahwa salah satu pasangan itu meninggal dan arwahnya kini berkeliaran disekitaran sekolah ini.

Walaupun Zitao tidak ingin mengakuinya, Zitao benci sekali dengan kata arwah atau hantu. Ya, Zitao takut dengan sesuatu yang transparant. Jadi, sekuat tenaga Zitao berusaha untuk kembali berkonsentrasi pada sarapannya dan bersiap untuk memulai harinya dengan mata pelajaran transfigurasi dan berharap essay yang sudah susah payah dibuatnya mendapatkan nilai yang baik.

.

.

.

Zitao berdiri diam dihadapan sebuah lukisan berbentuk kotak besar. Sudah hampir satu menit Zitao berdiri disana tanpa melakukan apapun. Nyonya gemuk yang duduk santai didalam lukisan itupun kini mulai risih karena Zitao tidak juga menyingkir dari jarak pandangnya. Jika saja Baekhyun tidak muncul dari tangga yang baru saja berputar kearah Zitao, Nyonya gemuk sudah menghilang dari lukisan itu sedetik yang lalu.

Lukisan besar itupun kemudian terbuka setelah Baekhyun memberikan kata sandi yang benar –dalam hal ini Baekhyun harus bertahan dari tatapan sinis yang diberikan oleh penjaga pintu masuk asrama itu.

Ditariknya lengan Zitao yang masih berdiam diri dengan tatapan kosong, jelas karena lukisan itu hanya terbuka selama tiga puluh detik. Dan Baekhyun yakin bahwa pikiran Zitao tidak sedang berada pada tempatnya saat ini.

Dua menit setelah bersusah payah menarik sahabatnya masuk ke asrama mereka sendiri, Baekhyun akhirnya memutuskan untuk membawa Zitao ke common room. Tempat yang tepat untuk mendapatkan informasi tentang tingkah laku sahabatnya yang tidak biasa hari ini. Well, saat ini di dalam common room sedang tidak banyak orang karena teman-teman mereka memilih untuk menghabiskan waktu mereka di Hogsmade untuk mencicipi sedikit butterbeer di awal musim dingin.

"Kau tahu kalau semua bukan salahmu, Tao." Mulai Baekhyun setelah Zitao bersandar pada sofa berwarna merah lembut tepat dihadapan perapian yang apinya sudah mulai menimbulkan rasa hangat pada tubuh Baekhyun yang tadi sempat sedikit kedinginan karena harus berlari dari kelas pertahanan terhadap ilmu hitam dan menembus salju dihalaman belakang Hogwards.

Kedua alis Zitao kini berkerut dan kemudian menggeser posisi duduknya hingga kini dia berhadapan langsung dengan Baekhyun yang nampaknya memutuskan bahwa perapian dihadapan mereka adalah sesuatu yang menarik. "Aku membuat Gryffindor kehilangan banyak point, bagian mana yang bukan salahku, Baekhyun?"

Membuang nafas sejenak, Baekhyun akhirnya balas menatap Zitao. Dipegangnya kedua tangan sahabatnya yang mulai berkeringat, tanda bahwa Zitao sedang gugup atau tertekan akan suatu hal. "Well, setidaknya kau membuat semua orang di kelas Profesor Cho tidak terlalu tegang." Baekhyun beralasan sambil menaikan bahunya malas. "Sayang sekali Rectusempra yang kau lafalkan justru mengenai Jongdae! Padahal aku ingin sekali Jongin yang merasakannya."

"Tetap saja, sebentar lagi natal dan dua ratus lima puluh point bukan angka yang sedikit. Jungsu-hyung ingin agar kita bisa merebut piala asrama dari Ravenclaw tahun ini."

"Aku bisa membantu mengumpulkan point di kelas ramuan besok!" Seru Kyungsoo dari balik sofa tempat Zitao dan Baekhyun saling berhadapan. Zitao menoleh ke arah Kyungsoo dan tersenyum kepadanya. Ada perasaan lega karena pria berambut hitam dan bermata besar itu nampak tidak menunjukan tanda-tanda bahwa dia terluka karena ulah Jongin dikelas pertahan terhadap ilmu hitam tadi.

Pria dengan seringai menyebalkan itu terus saja membuat wajah Kyungsoo penuh dengan bisul karena mantra Furnunculus-nya yang masih tidak sempurna. Kenapa dia tidak berlatih dengan wajahnya sendiri, sih? Ah... Zitao baru ingat bahwa Kim Jongin sangat bangga dengan wajahnya sendiri.

"Terima kasih Tao, karena sudah membantuku ke ruang kesehatan tadi." Tambah Kyungsoo yang kini sudah menemukan posisi nyaman pada sofa single disebelah kanan Zitao.

"Aigooo~ Kyungsoo-yah! Benar-benar, kumpulkan point di kelas ramuan besok! Jangan sampai anak Ravenclaw yang ajaib itu membawa pulang semua point lagi seperti minggu lalu!" Protes Baekyun. Tidak terlalu peduli dengan pandangan Zitao yang memandangnya dengan tatapan –berhenti-memerintah-orang-seenaknya.

Kyungsoo tersenyum lebar membuat gigi putihnya terlihat sempurna sambil menunjukan kedua ibu jari tanganya kearah Baekhyun. Zitao hanya memutar matanya melihat Baekhyun yang tiba-tiba saja sudah memeluk Kyungsoo erat. Baekhyun memang punya kecendrungan untuk memeluk sesuatu yang menurutnya menggemaskan dan sepertinya saat ini Kyungsoo merupakan object yang menarik dimatanya.

"Ngomong-ngomong, tolong jangan melupakan kata sandi asramamu lagi, Tao. Aku tidak selalu bisa berada disampingmu setiap detik untuk menerima pandangan sinis dari Nyonya gemuk, kau tahu?" gumam Baekhyun tiba-tiba. Tangannya masih memeluk Kyungsoo yang memandang Zitao dengan wajah datarnya.

"Aku sedang mengingat-ingatnya ketika kau datang tadi!" Bantah Zitao, tanpa sadar mengerucutkan bibirnya sambil memandang perapian dihadapannya. "Lagipula, Nyonya gemuk juga tahu setiap penghuni asrama Gryffindor!" Tambah Zitao, masih dengan ekspresi yang sama.

Sedetik kemudian Zitao bisa merasakan sepasang lengan merangkul lehernya dan memeluknya dengan kekuatan yang tidak biasa dan dari wangi shampoo yang berasal dari rambut cokelat terang dibawah hidungnya, Baekhyun sudah merubah targetnya.

"Please Tao, jangan menunjukan ekspresi seperti itu!" Seru sebuah suara berat yang menggema di ruang rekreasi Gryffindor yang nyaris sepi itu. "Kau tahu khan Baekkie tidak bisa melihat sesuatu yang menggemaskan? Kalau saja Sehun bukan Slytherin, mungkin setiap hari Baekhyun akan memeluknya!" Tambah suara berat itu lagi. Dari volume suaranya, Zitao yakin suara itu berasal dari balik punggungnya.

"Eww, Chanyeol! Eww! Aku tidak berurusan dengan anak-anak Slytherin!" Balas Baekhyun setelah melepaskan pelukannya dari Zitao dan melipat kedua tangannya di dada sambil menatap Chanyeol sinis. "Hey! Sehun itu teman kecilku, Baekhyun!" Protes Zitao sedang Baekhyun hanya memutar matanya bosan.

Chanyeol hanya terkekeh pelan sambil menempati posisi sofa tepat disebelah Zitao yang kini kosong. Sebelah tangannya dia tempatkan pada sandaran sofa tepat dibelakang Zitao. Kaki kiri Chanyeol terlipat diatas kaki kanannya yang menyentuh karpet beludru halus berwarna orange lembut.

"Kau tidak lupa dengan jadwal latihan Quidditch kita malam ini, bukan?" Tanya Chanyeol. Senyum tiga jari miliknya masih belum menghilang dari wajahnya saat dia memandang Zitao yang membalasnya dengan senyum yang sama.

"Tentu saja aku tidak bisa!" Jawab Zitao mantap. Senyum yang tadi terkembang cerah dari wajahnya kini menghilang seketika, ketika dia teringat dengan detensi dari Profesor Cho yang harus dijalaninya setelah makan malam.

"Ah, aku lupa soal detensi-mu!" Ingat Chanyeol kemudian mengacak lembut rambut Zitao pelan. Baekhyun menghela nafas pelan setelah memutar matanya melihat kelakuan Chanyeol yang selalu menganggap Zitao seperti anaknya. "Apakah kau ingin aku menemanimu, Tao?" Tanya Baekhyun yang kini duduk disebelahnya sambil merangkul pundak Zitao yang masih bersandar pada punggung sofa dibelakangnya.

Lagi-lagi Zitao merasa diperlakukan seperti anak kecil. "Tidak perlu, Baekhyun! Lebih baik kalian latihan saja, pertandingan sudah dekat."

Baekhyun dan Chanyeol hanya tersenyum menatapnya dan mengangguk singkat. Zitao tidak ingin terus diperlakukan seperti anak tahun pertama. Meskipun dia mengakui bahwa kadang dia merasa sekolah dimalam hari itu menyeramkan, tapi setidaknya dengan sinar dari tongkat sihirnya, semuanya akan baik-baik saja.

"Bolehkan aku menonton?" Tanya Kyungsoo ragu-ragu ketika tiga pasang mata menatapnya dengan penuh tanda tanya. Well, selain masakan dan kelas ramuan tidak ada yang bisa membuat Kyungsoo bergerak dari ruang rekreasi Gryffindor, jadi pertanyaan Kyungsoo tadi benar-benar diluar dugaan tiga orang disekitarnya. "Aku hanya ingin melihat bagaimana kalian berlatih secara langsung, itu saja!" Tambah Kyungsoo.

"Baiklah! Jangan lupa bawa mantel hangatmu, Kyungsoo-ya! Karena musim dingin baru saja datang!" Seru Baekhyun yang mood-nya berubah seratus delapan puluh derajat ketika kata "Quidditch" terlontar. Kemudian langsung berjalan menuju kamarnya untuk mempersiapkan perlengkapan yang akan mereka butuhkan saat berlatih nanti. Chanyeol dan Kyungsoo mengekor dibelakangnya.

Sementara Zitao bergegas menuju ruangan Profesor Cho untuk menjalani detensinya. Setelah kehilangan dua ratus lima puluh point, dia masih harus menjalani hukuman lain. Sepertinya hari ini bukan hari yang baik untuk Zitao!

.

.

.

Ruang kerja Profesor Cho tidak begitu besar, namun cukup untuk menyelenggarakan pesta dengan tamu sekitar dua puluh orang dan Zitao benar-benar tidak menyukai lokasinya yang terlalu menyudut di lantai bawah tanah kastil. Ditambah dengan asrama Slytherin yang hanya berselisih satu lorong saja, benar-benar membuatnya risih dengan pandangan aneh yang diperlihatkan oleh penghuninya. Hey, seorang Gryffindor masuk kedalam teritori mereka bukanlah pemandangan yang menyenangkan.

"Nikmati detensimu Huang! Aku yakin Profesor Cho akan memperkenalkanmu kepada neraka dunia!" Komentar Jongdae ketika Zitao berpapasan dengannya di koridor. Jika saja Jongdae tidak sedang bersama Sehun, Zitao sudah pasti memberikannya sedikit pelajaran. Terima kasih untuk Sehun karena dia berhasil mengalihkan perhatian Jongdae.

Diketuknya pintu pohon oak itu perlahan. Setelah tiga kali ketukan, pintu itu terbuka sendiri dan tanpa berfikir panjang, Zitao langsung melangkahkan kakinya kedalam. Mata hitam yang mirip seperti seekor kucing itu membulat sempurna ketika dia mendapati seseorang yang familiar dimatanya.

Rambut pirang dan wajah putih pucat itu bukan wajah yang dimiliki banyak orang disekolah ini. Juga seragam hitam kehijauan itu, Zitao benar-benar mengenalnya. Pria itu adalah orang yang membantu mencari essay transfigurasinya yang tertinggal di perpustakaan beberapa hari lalu.

Berjalan perlahan menuju tempat dimana pria itu sedang duduk bersandar disebuah kursi berlengan. Dari posisi duduknya yang terlihat santai, sepertinya pria itu tertidur. Begitu sampai disebelahnya, dengan hati-hati Zitao akhirnya berani memastikan bahwa pria ini benar-benar tertidur.

Zitao berdiri disana selama satu menit penuh sebelum akhirnya memutuskan untuk mencari keberadaan Profesor Cho. Namun langkah kakinya terhenti ketika secara tidak sengaja dia menendang pinggiran meja kayu didepannya dan membangunkan orang terakhir yang ingin diganggunya.

Biar bagaimanapun, pria ini bisa mengiriminya blackmail kapan saja dan melaporkanya pada Profesor Cho. Kemudian dengan wajah penuh kebanggaan, Profesor dengan seringai mengerikan itu akan mengurangi point Gryffindor lagi. Tidaaak! Teriak Zitao dalam hati.

"Ah, akhirnya kau datang juga! Aku sudah menunggu setengah jam disini!" Mulai pria beramput pirang itu sambil mengusap matanya untuk mengusir jejak-jejak kantuk disana. Zitao hanya memandangnya hati-hati, takut jika pria itu menganggap wajah diamnya menyeramkan. Sejak pertama kali datang ke sekolah ini sudah banyak yang mengatakan bahwa wajahnya sedikit menyeramkan dengan kantung mata yang terlalu nampak. Tapi Zitao tidak bisa berbuat apapun, karena memang dia terlahir seperti itu.

"Headmaster Yoo ada perlu dengan Profesor Cho, jadi dia memintaku untuk mengawasi detensimu...eum...Huang Zi-" Tambah pria itu lagi sebelum kalimat terakhirnya menggantung ketika dia menatap Zitao. "Aah...Kau lagi?!" respon pria yang Zitao kenali sebagai seniornya di tingkat empat, begitu matanya bertemu dengan mata Zitao.

"Ahahahaha...hai, senior!" Adalah hal yang ada dibenak Zitao ketika mata mereka bertemu. Sambil menggaruk belakang lehernya canggung, Zitao hanya bisa berharap detensi kali ini lebih sedikit manusiawi daripada beberapa bulan lalu ketika dia harus menyortir semua buku diruang penyimpanan milik Profesor Cho berdasarkan tahun terbitnya.

Jika ada hal yang membuatnya merasa tidak nyaman menjalani detensinya kali ini, adalah kenyataan bahwa Zitao bisa merasakan seseorang memperhatikan setiap gerak-geriknya.

.

.

.

TBC

-Crest

A/n : I don't even know what is this OTL