Jealous
Story by Blueesnow
Kamichama Karin Belongs to Koge Donbo
Rating: K+
Genre: Humor, Romance, Friendship
Warning: Typo(s), All in Normal PoV, OOC, OOT, Humornya garing, dll
Summary: Ia hanya ingin melihatnya cemburu, tak lebih. Apakah ada hal yang salah dengan hasrat kecil itu?/MindtoRnR?
"Ih! Jin baka! Baka, baka, baka! Idiot! Gak peka!"
Terlihat gadis tersebut hampir menarik semua perhatian orang yang berlalu lalang. Jin Kuga—lelaki yang merangkap sebagai kekasih gadis tadi—hanya bisa mendesah pelan. Awalnya, ia tidak terlalu berniat membuat gadis di depannya murka akan amarah. Tapi, ya— ia tidak pernah tahu bahwa gadis yang sedang ia kencani ini adalah seorang pencemburu berat.
Jujur. Jika Jin tahu, ia tidak mungkin melakukan ini semua. Ini hanyalah candaan. Ia pikir pacarnya tidak memiliki selera humoris.
—Eh, oh iya.
Jin lupa satu hal.
Gadis ini. Kekasihnya. Memiliki suatu persamaan yang sama persis dengan kakak kembarnya, Kujyou Kazune—si cowok cantik pengecut yang sudah berhasil merebut sang dewi yang selama ini ia puja-puja—teman sekelasnya di Sakuragaoka High School.
Udah mukanya feminim. Takut sama serangga lagi. Idih, apa sih yang bagus dari si Kutu Kampret itu? Jin tidak bisa mengerti.
Well, ayolah. Lihat dirinya sekarang. Dia artis terkenal lho. Wajahnya cakep lagi. Apa sih yang dilihat-lihat para perempuan sama si Cold-Hearted Tsundere itu!? Jin cuma bisa muntah-muntah ngebayangin Kazune pakai pakaian—oh my gawd, so sexy—sambil nebar senyuman ketjeh miliknya.
—Oke, plis. Ini melenceng sekali dari topik sebelumnya.
Eh, tapi… Kazune mungkin cocok kayaknya. Mungkin.
Apalagi kalau pakai module si bocah pisang dari fandom sebelah.
Nyanyi spice.
Terus ngedance gaje.
Ntar ia malah bikin PV.
Habis itu ditemukan para Produser.
Ditawarkan kontrak buat album.
—Wait, album!?
Tidak. tidak, tidak, tidak dan TIDAK!
Jin Kuga tidak boleh membiarkan hal itu terjadi! TIDAK BOLEH!
Kalau misalnya si Baka Kujyou itu ditawarkan kontrak, otomatis dia bakalan langsung naik daun—kalau itu namanya Kazune, Jin yakin dengan wajah feminimnya, ia dapat menggaet ratusan fans dalam sekejap. Tapi, kalau hal itu terjadi, tentunya itu akan merugikan Jin Kuga, sang idol yang baru-baru ini terkenal! Jika itu idol baru, maka berarti saingan baru di dunia selebriti. Kalau begitu, maka Jin harus bekerja sekeras mungkin agar ia tidak akan menghalanginya—Eh, tapi, tapi, kalau itu Kujyou, mungkin ia akan menyusulnya sebelum Jin mengedipkan mata!
ARGH, TIDAK MUNGKIN!
Kujyou tidak mungkin bisa mengalahkannya dalam bidang yang ia kuasai. K-Kujyou bahkan tidak pandai bernyanyi! Hah! Sudah sewajarnya, dirinya keluar sebagai yang unggul.
—Eh, tunggu. Bagaimana kalau itu semua hanyalah taktik kecil yang bertujuan untuk melabuinya? Sebenarnya Kujyou berpura-pura tidak dapat bernyanyi agar kemampuannya yang asli tidak akan terbongkar? Tung— Kalau begitu… bukannya selama ini ia telah ditipu oleh kemaksiatan Kujyou bego itu!?
"T-TIDAAAAAAAKK!"
Lagi, dan lagi. Pasangan kecil tersebut kembali berhasil menarik seluruh perhatian orang yang berlalu lalang. Kazusa yang sudah meredakan amarahnya, menatap sang kekasih dengan kebingungan.
"—Eh? J-Jin, ada apa?"
Pemilik onyx itu masih tak berkutik. Pekikan suaranya tak dapat berhenti. Kedua buah tangannya masih tetap menghancurkan rambutnya yang telah tersisir rapi. Jika ada yang melihatnya, mereka pasti berpikiran yang sama. Ada cowok yang ketakutan diputusin sama pacarnya.
"Uh, Jin…"
Kazusa bingung. Ia belum pernah melihat pacarnya sedepresi ini! Apakah ini semua salahnya? Benarkah Jin ketakutan karena ia takut diputusin? Sebesar itukah perasaannya? Ka-Kazusa tersanjung!
"Jin!" dibawanya sang kekasih dalam dekapan erat. Cairan bening telah menembus perasaan kecilnya. Ia tidak bisa menahannya lagi. Ia benar-benar terbuai akan pria ini!
"Jin, Jin, Jin!"
Eh?
Pemilik onyx itu hanya bisa melongo.
Tunggu, tunggu! Bukannya tadi Kazusa ngambek ke dia!? Kok sekarang Kazusa malah nangis! Cepat banget mood swing-nya.
"Ka-Kazusa..?" pria tersebut mencoba memanggilnya—berharap mendapatkan penjelasan yang cukup. Ia tidak mengerti apa yang terjadi hari ini. Baru saja ia merasa ashamed gegara calon kakak iparnya—adiknya malah bikin tanda tanya di kepala Jin beranak pinak akibat perlakuannya. Kaum hawa memang susah dimengerti.
Jin Kuga, 16 tahun, masih menderita penyakit peri pengertian.
Karin mengerucutkan bibirnya.
Seharusnya hari libur adalah hari kemerdekaan! Ingin sekali ia pergi bersama Miyon—sahabat kecilnya—barang sejenak. Tetapi hal tersebut tak dapat dikabulkan. Sahabatnya akan mengunjungi neneknya di pedesaan. Ia berkata bahwa ia akan menghabiskan liburannya disana. Ya, walaupun ini adalah liburan musim panas, bukan berarti ia boleh egois, bukan?
Drrt! Drrt!
Karin menoleh ke sumber suara. Gadis itu mendesah pelan, sebelum melangkahkan kaki untuk mengambil ponselnya di atas meja. Sekarang ada apa lagi?
Matanya memicing saat mendapatkan nama yang tertera di layar. Gadis itu menarik nafas panjang. Semoga saja bukan hal yang penting. Karin mengangkat teleponnya.
"Halo,"
Desahan pelan terdengar di seberang, "Untunglah kau mengangkatnya."
Karin menaikkan alisnya, "Ada apa?"
"Tidak. Hanya berpikir, mungkin kau sudah meninggalkan dunia ini dengan alasan yang ironis," suara tawanya membuat Karin semakin jengkel, "You know, mati kelaparan!"
Karin memainkan jarinya di atas meja, "Uh, ayolah! Apa tujuanmu menelponku coba?"
"Tidak ada sih,"
Karin semakin kesal mendengarnya, "Kalau ga ada ya kenapa—"
"Aku hanya kangen suara kamu."
"E-eh..?"
Karin hanya bisa terpaku. Rona merah telah menjalar dengan di cepat di atas pipi putihnya. Ia tak dapat berkata apa-apa lagi. Setiap tindakan yang telah dilakukan si pria di seberang telepon ini selalu berhasil meluluhkan hatinya. Gadis ini selalu kalah dalam—setiap—perdebatan dengannya. Mau berapa kali ia mencoba, ia yakin. Gadis itu tak pernah bisa meraih kemenangan dari pria itu.
"Hm? Oi! Kau masih ada?" teriakan pria tersebut membangunkannya dari lamunan, "Eh? Uh, iya. Tadi kau bicara apa?"
Desahan panjang dapat ia dengar lewat ponsel, "Kau ini, disaat aku mengatakan sesuatu yang penting, kau pasti menghiraukannya."
"Eh? Memangnya kau berkata hal yang penting tadi?"
"—tidak, abaikan saja."
Karin hanya bisa tersenyum miris dibalik telepon, "Dasar aneh,"
"Iya, yang namanya Kujyou pasti aneh—"
Tawa gadis itu menggelegar di telepon, "Hah! Akhirnya kau ngaku juga! Haha,"
"Iya, iya," balas pria itu datar, "Lagian kau juga aneh."
"Huh?"
Terdengar suara licik kembali mendominasi telepon, "Karena kau akan segera menyandang marga tersebut, Hanazono—tidak, Kujyou Kariiiinn~"
"HAH!—"
"Ups, nampaknya aku banyak bicara. See you tomorrow, Karin!"
Klik.
Panggilan diakhiri. Waktu percakapan, 1:05 menit. Dari, Kujyou Kazune.
"KAZUNE BAKAAAAAAAAA!"
Mendengar percakapan antara sang sahabat bersama kekasihnya membuat pria bersurai coklat caramel itu tertawa lepas. Diliriknya sahabat seperjuangannya itu yang duduk tak jauh dari dirinya. Si pemilik safir disebelahnya itu terlihat senang sekali mengerjai kekasihnya. Kadang, ia dapat melihat rona kecil bersembunyi dibalik surai rambut pria tersebut. Ga ingat diri apa dia? Coba aja, kalau dirinya digituin sama kekasihnya tercinta. Dapat ditebak, pemuda di sampingnya tersebut akan menghasilkan reaksi yang sama. Mirip banget ya, mereka berdua? Mirip banget! Serasi ya? Pastinya. Kalau berantem?… Perang dunia ketiga dimulai.
"Hei, Nishikiori," Pria bersurai coklat karamel itu menoleh dengan senyuman khas miliknya, "Apa?" tanyanya.
"Err, kau tahu…"
Pria yang menyandang nama 'Kujyou' itu menggaruk kepalanya. Sesekali, ia menghentakkan kakinya di tanah. Oh, tidak. Ia sangat tahu arti dari tindakannya itu. Pria bersurai karamel itu—Nishikiori Michiru—menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
"Hm? Ada apa?"
Michiru mendekatkan diri kepada putra sulung dari keluarga Kujyou itu. Seringaian kecil itu tak kunjung hilang dari wajah polosnya. Rasa penasarannya semakin melonjak seiring kedua permatanya menatap tiap tingkah laku sahabat kecilnya yang semakin menjadi-jadi. Kira-kira, tindakan—memalukan—apa yang sangat ingin dilakukannya sehingga dirinya jadi kayak banci di taman lawang? Oh tidak, itu keparahan. Oh, oh! Micchi tahu! Kayak cewek di komik shojou itu lho!—pas mau nembak.
Diketahui; Koleksi komik shoujo Micchi, 367 volume.
Nishikiori Michiru, 17 tahun, masih demen komik shojou.
"Aku... Aku pengen bikin Karin cemburu!"
Kedua bola mata Michiru membulat seketika. Bibirnya terbuka. Ia ingin membalas ucapan si pemilik safir disebelahnya—tapi, tak ada satu pun suara yang dapat dikeluarkannya. Deru nafasnya tercekat.
Semuanya terasa tidak nyata.
Membuat sang Hanazono Karin cemburu? Itu akan menjadi berita yang langka—dikarenakan Michiru berada di klub mading.
Tetapi, Michiru dapat mengerti atas permintaan sahabatnya ini.
Oh, ayolah. Membuat orang yang sangat kau cintai marah akibat alasan yang sangat klise? Itu adalah hal yang paling menjengkelkan baginya, tetapi sangat menyenangkan bagimu! Tak ada hal yang paling menarik selain itu! Sosoknya hanya akan terlihat lugu nan lucu sehingga kau tak bisa berhenti tertawa.
Namun, itulah bukti yang paling cukup. Bukti bahwa ia benar-benar mencintaimu dari lubuk hatinya terdalam. Dan jika, jika saja, perasaanmu benar-benar terbalas dengan apa yang juga ia rasakan saat bersamamu. Rasa cintamu terhadapnya hanya akan semakin menggila, dan hawa nafsu akan membunuhmu secara perlahan.
"Kau yakin..?"
"Huh?"
"Maksudku, kau yakin ingin membuat Hanazono-san cemburu..?"
"Tentu saja! Tapi…"
"Hm?"
"Aku tidak tau apa yang harus kulakukan…"
Kerutan didahi si karamel itu mulai bertambah. Oh, Micchi. Usiamu yang sebenarnya perlu ditanyakan.
—Oke, kesampingkan yang tadi.
Michiru menopang dagunya. Otaknya yang bekerja telah tertusuk berbagai macam ide. Yang manakah pilihan yang terbaik? Yang manakah ide yang cocok? Michiru masih menggali alam pemikirannya.
"Nishikiori..? Oi, Nishikiori!"
Kazune mencibir. Ia tahu. Jujur, ia tahu. Apapun yang dilakukannya, si karamel doyan shojou itu ga bakalan berkutik. Kalau dia udah dalam mode berperang di alam pemikiran, ia ga bakal sadar sampai ia mencapai apa yang ia inginkan. Walaupun Kazune mau ngegoda dia sambil crossdress aja ga bakalan dinotice! Eh, walaupun dinotice juga, Kazune ga bakalan mau ngerusak imagenya demi si karamel idiot. Kalau buat Karin sih, mungkin mau—
"Aku tau!"
"Argh!"
"…eh?"
Michiru menelan ludah. Ia memiliki perasaan yang—sangat—tidak enak disampingnya.
"Ng... Kazune... kun?"
Dengan berat hati, ia menoleh.
Pemilik safir itu menatapnya tajam. Dilihatnya pria itu sesekali mengelus pipi kanannya yang jadi sasaran kepalan Michiru.
Untuk yang kedua kalinya, Michiru menelan ludah.
"A… Akan kukabarkan besok! See you on school, Kazune-kun!"
Tanpa memberi kesempatan untuk sang korban berbicara, Michiru segera bersiap melarikan diri dari amarah sang iblis yang akan murka.
"Huh? O-oi! Nishikio... ri..."
Kujyou Kazune, 16 tahun, salah satu korban pelecehan.
TBC
A/N:
Maafkan diri hamba yang hina ini—eh nggak hina2 amat sih wkwk #kick
Ya, ini Cuma fic pelampiasan kekesalan saya sehabis menyelesaikan semester satu masa pertama SMA aja sih:"D Sumveh, kesel banget haha XD Belum lagi sama guru2 yang sok muda itu(?) Ngajarnya kayak anak kuliah aja—datang2 ngasih tugas setumpuk wkwk. Ngejelasin materi ga ada yang niat semua:"D
Ya, doakan aja saya bisa ngeupdate fic ini rutin seminggu sekali:3 Kalau ada masalah writerblock ya, saya usahain lama ngeupdatenya sebulan sekali deh wkwk.
Sebenarnya saya ada satu project lagi sih di Fandom KK XD
Cuma ya, masih ragu mau dipublish wkwk. Kapan-kapan deh, kalau udah saya pikirin matang2 dulu. Masih mau diedit lagi:3
Oh iya, karena saya udah lama nggak nulis fanfic, saya minta bantuannya seperti feedback, pendapat dan saran dari para senior dan readers disini XD Siapa tahu saya bisa memperbaiki kesalahan sesegera mungkin ^u^)7
Akhir kata,
Terima kasih dan Sampai jumpa di chapter selanjutnya X3
Signed,
Blueesnow
