Disclaimer Naruto © Masashi Kishimoto

I'm really trully take no provit

MEMORIA

Type: [Two-Shoot]

Genre: Supernatural & Mystery/Tragedy/Romance

Warning: AU/OOC/GaJe/Weird Plot/Misstyp bertebaran/Penggunaan bahasa yang poor/etc

...you can stop read from now if you don't like…

*SHNX*

"…Hinata? Hinata-chan?"

"E-EH?" Hinata menoleh ke asal suara setelah sesaat tersadar dari lamunannya tadi.

"Kau ini…kenapa melamun?" tanya Naruto.

"G-Gomen..." jawab Hinata singkat, entah kenapa untuk sesaat ia tidak menyadari apa yang baru saja terjadi. Ia berhalusinasi.

"Apa kau tidak suka makanannya? Maaf, tapi menurutku restoran ini adalah tempat makan paling enak ke-3 di Jepang," lanjut Naruto takut ia salah, jujur ia tak mau Hinata sampai marah hanya gara-gara tak suka tempatnya.

Hinata tersadar. Ia baru ingat kalau ia dan Naruto tengah pergi untuk kencan pertama mereka. Ia ingat sewaktu sepulang sekolah Naruto mengajaknya untuk makan malam di restoran Ichiraku. Tapi…entah kenapa, untuk sesaat gadis itu tak ingat momen yang baru saja terjadi.

Apa yang ia ingat hanyalah mata, mata onyx yang kelam bagaikan langit malam memandanginya dengan tatapan menusuk. Iris amethyst Hinata langsung membesar dan jantungnya tiba-tiba berdetak cepat. Bahkan baru mengingat itu saja sudah membuat ia ketakutan setengah mati. Sebenarnya pemandangan apa itu tadi?

"…Kau…tak apa?" tanya Naruto yang perlahan mengulurkan tangannya dan memegang dahi Hinata.

"M-Mn…A-Aku tidak apa-apa," lanjut Hinata yang menepis pelan tangan Naruto perlahan lalu mengambil garpunya tapi tiba-tiba tangannya bergetar dan menjatuhkannya, ia takut…ia masih takut…mata kelam itu, menatapnya…entah dimana.

"Kau…yakin?" tanya Naruto lagi.

"U-Umn," jawab Hinata singkat.

Akhirnya Naruto pun menghela nafas dan kemudian mengulurkan tangannya lagi dan mengelus-elus kepala Hinata. Membuat gadis itu merasa dirinya seperti anak kecil. Naruto tersenyum dan kemudian mengambil sepotong steak dengan garpunya lalu menyodorkannya ke mulut Hinata.

"N-Naruto-kun…H-Hentikan itu! A-Aku bukan anak kecil," tolak Hinata yang langsung menggembungkan kedua pipinya.

"Berdasarkan hal yang kubaca di buku The Jiraiya's Journey, ketika pasanganmu merasa tegang saat suasana kencan maka buatlah dia senyaman mungkin dan baru setelah itu lakukan hal yang berbau romantis yang menunjukkan rasa perhatianmu pada pasanganmu. Nah, aku sudah mengelus kepalamu, sekarang kau tinggal harus menerima suapannya," terang Naruto dengan polosnya.

"Mnnh, N-Naru…" Hinata tersenyum dan dengan berat hati membuka mulutnya lalu membiarkan Naruto menyuapinya.

Hinata pun tersenyum senang dengan wajah bersemu merah. Ia merasa kalau Naruto benar, Naruto membuatnya merasa nyaman dan tidak canggung lagi. Tapi sebenarnya itu bukanlah rasa canggung—tetapi takut…dan panik. Naruto berhasil menenangkan Hinata dari rasa takutnya juga menghilangkan paniknya.

"Oh, kau mau lagi?" tanya Naruto pada Hinata yang tak melanjutkan makan sendiri setelah ia suapi.

"T-Tidak, t-terima kasih," tolak Hinata dengan wajah merona merah dan dengan cepat mengambil garpunya lalu memakan daging itu, membuat Naruto tersenyum kecil.

Beberapa lama mereka makan sambil berbincang mengenai kejadian sekolah pagi tadi. Tingkah Naruto yang polos danc ceria serta gaya berbicaranya yang seperti selalu memerlukan panduan dari sebuah buku berjudul 'The Jiraiya's Journey' membuat Hinata tersenyum kecil. Ia senang Naruto adalah pacarnya…orang baik yang perhatian padanya.

*TING*

"E-EH?" Hinata mendengar suara dentingan kecil, ia pun melirik ke belakang namun yang ia tatap hanya meja kosong, selain itu beberapa pelanggan berada jauh dari mereka, lalu darimana datangnya dentingan itu?

"Ada apa?" tanya Naruto.

"A-Aku mendengar suara lonceng kecil," ucap Hinata sambil melihat meja kosong yang bersebrangan dengan mejanya dan Naruto, tapi tidak ada apa-apa disana hanya ada meja kosong yang bersih.

"Hmn? Suara lonceng? Maksudmu ini?"

*TING*

Naruto membunyikan sebuah lonceng kecil yang ada di meja mereka tepat berada di belakang pot bunga kecil. Hinata melirik ada lonceng berwarna kuning keemasan yang ternyata sedari tadi ia tak sadari keberadaannya.

"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Seorang pelayan yang tiba-tiba datang menyapa mereka.

"Tolong bill-nya. Oh ya apa pakai visa bisa?" tanya Naruto yang langsung mengeluarkan kartu itu dan pelayan itu mengangguk kecil dan menerimanya.

"Malam ini kau aneh sekali. Itu lonceng kecil yang pelanggan gunakan untuk memanggil pelayan. Mereka disini tidak membudayakan gaya berteriak dan sangat berkelas," lanjut Naruto dan Hinata pun mengangguk, mungkin ia hanya terlalu takut.

Naruto dan Hinata pun berdiri dari kursi setelah membayar bill makanan. Hinata pun berjalan mengiringi Naruto, entah kenapa ia jadi berubah menjadi paranoid seperti ini. Hinata pun menarik nafas panjang kemudian mencoba membuang jauh-jauh pikirannya.

Mereka berdua berhenti di tepi jalan karena terlihat lampu untuk pejalan kaki masih berwarna merah. Beberapa mobil lalu lalang dengan cepat di jalan itu. Naruto merasakan kalau kantungnya bergetar dan ia pun mengangkat telepon yang masuk, sementara Hinata hanya termenung memandangi seberang jalan. Dan akhirnya—

Ia terdiam.

Apa yang ia pandangi sekarang adalah apa yang ia tadi tak bisa ingat. Terlihat seseorang laki-laki berdiri di seberang jalan tengah memandangi mereka berdua—tidak melainkan memandangi Hinata. Matanya yang hitam menusuk seiring aura gelap agak keluar dari tubuhnya. Hinata terpaku…ia tak bisa bergerak karena ketakutannya sampai di puncaknya. Siapa laki-laki itu? Dan kenapa ia seolah-olah mengintai Hinata. Tak sadar Hinata menggerakkan kakinya mencoba berjalan menuju pria itu karena rasa penasaran yang telah memenuhi kepalanya.

Sebuah truk tiba-tiba kehilangan kendali karena jalan yang licin dan ketika tidak bisa mengerem supir truk kehilangan kendali kendaraannya sehingga truknya pun terbalik dan dengan cepat siap menghantam Hinata.

"Hinata, awas!"

Naruto dengan cepat menarik Hinata namun sudah tidak sempat, tidak mungkin lagi menariknya tanpa tertabrak, maka Naruto pun dengan cepat memutar badannya dan terpaksa mendorong Hinata sekuat-kuatnya untuk bisa kembali ke tepi jalan dan—

*BRAKK*

Truk itu menghantamnya hingga tubuh Naruto terlempar beberapa meter. Hinata yang jatuh terduduk di tepi jalan kemudian tersadar dari lamunannya. Dilihatnya Naruto—tengah terbaring di aspal berlumuran darah di mulutnya. Hinata langsung berlari menghambur menuju Naruto dan duduk di sampingnya.

"…N-Naruto-kun? A-Apa yang terjadi? N-Naruto-kun?" Hinata menggoncang bahu Naruto yang terbaring lemah dan kemudian memuncratkan lagi darah dari mulutnya.

"…Kau menerobos lampu merah…dan hampir tertabrak truk yang kehilangan kendali…uhk uhk…" ucap Naruto terbata-bata karena tubuhnya serasa hancur berkeping-keping dan darah terus keluar dari mulutnya.

"A-Aku…A-Aku menerobos lampu?" Hinata hening, dilihatnya lagi diseberang jalan pria berambut raven tadi masih berdiri, kali ini ia tidak tersenyum melihat Hinata namun mukanya terlihat kesal dan seiring beberapa bayangan mobil lewat dengan cepat…pria itu menghilang.

Hinata terdiam ia duduk diam memandangi Naruto yang kini batuk darah. Dirasakannya tangan Naruto tiba-tiba menyentuh wajahnya dan kemudian mengelus pipinya, mengolesi pipi Hinata dengan darah yang ada di tangannya juga.

"Syukurlah…kau tidak apa-apa? Syukurlah…kami-sama…" ucap Naruto yang meneteskan setetes air mata dari sudut matanya dan tangannya yang tadi memegang pipi Hinata pun akhirnya jatuh.

"N-Naruto-kun…N-Naruto-kun…NARU?" teriak Hinata berulang-ulang mencoba membangunkan Naruto yang memejamkan matanya, beberapa orang mengerumuninya melihat Hinata memangku pria korban kecelakaan itu. Dan bulir-bulir air mata terus membasahi pipinya.

XXX

Ten-ten memandangi wajah Hinata. Sudah satu bulan berlalu sejak saat itu namun raut wajah Hinata tak pernah berubah. Ia selalu murung dan tidak bersemangat dalam menjalani apapun. Terkadang ia melamun bahkan saat orang mengajak ia bicara.

"…Err, Hinata…bisa ambilkan kuas kecil itu?" tanya Ten-ten dan Hinata mengambilnya tanpa membalas sepatah katapun kata-kata Ten-ten.

"Emn…cat biru itu juga," pinta Ten-ten lagi setelah beberapa menit dan reaksi Hinata masih sama.

"Lap kecil disana," pinta Ten-ten lagi dan Hinata tetap mengambilkannya tanpa merespon kata-kata gadis bercepol ini dan membuat Ten-ten menghela nafas.

"…Sudahlah Hinata, lupakan Naruto! Jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Lihat! Kau yang sekarang sudah kehilangan dirimu sejauh ini," omel Ten-ten tapi Hinata tak merespon.

"Lagipula…selama kau mengingatnya…suatu saat nanti kau pasti bisa bertemu dengannya," lanjut wanita itu lagi dengan nada sesal.

"…Naruto-kun…dia bersyukur aku tidak mati. Kenapa waktu itu aku tidak mati saja? Jika aku mati—"

*PAAKKK*

Ten-ten menampar keras pipi Hinata membuat gadis lavender itu terkejut. Di pegangnya pipinya yang merah karena tamparan gadis itu. Diliriknya Ten-ten yang ternyata tengah menangis—dia menangis? Air mata mengalir dari pelupuk mata gadis itu. Ini kali pertama Hinata melihatnya menangis.

"NARUTO MENYELAMATKANMU KARENA IA MENCINTAIMU. BAHKAN IA LEBIH MENGHARGAI NYAWAMU KETIMBANG NYAWANYA," teriak Ten-ten.

"T-Ten-ten?" tanya Hinata.

Ten-ten menyelesaikan kegiatan melukisnya meski sebenarnya itu belum selesai. Ia memasukkan semua barang keperluannya ke dalam tas dan meninggalkan Hinata, tetapi sebelum ia melangkah keluar pintu ia terdiam sejenak kemudian berbalik menatap Hinata.

"Selamat Hinata! Dengan kau yang putus asa akan hidupmu, kau sudah sukses menjadi wanita menyedihkan yang bahkan tak pantas untuk dikasihani," ucap Ten-ten dan kemudian gadis itu pun pergi meninggalkan Hinata.

Hinata tak menyangka. Ten-ten, orang terdekat dengannya setelah Sakura sampai mengatakan hal seperti itu. Ten-ten benar-benar tidak suka dengan ia yang bahkan tak menghargai hidupnya sendiri. Hidup yang sudah diselamatkan oleh Naruto.

Hinata perlahan membereskan perangkat lukisnya. Tapi sesuatu hal yang tak ia inginkan terjadi, ketika ia menyentuh kuasnya keluar sesuatu layaknya aura gelap dari kuas itu. Hinata terkejut dan menjatuhkan kuasnya kemudian dilihatnya di sudut ruangan seorang pria berambut raven dengan aura gelap yang sama memandanginya dengan rasa benci.

"…K-Kau?" Hinata terdiam tak mampu berteriak, ia hanya mundur dalam keadaan terduduk sampai ke sudut ruangan lainnya.

"Kau membuat pekerjaanku semakin rumit," ucap pria itu lagi yang kemudian mendekati Hinata yang sudah tersudut.

"K-Kau yang membunuhnya, k-kau yang membunuh Naruto. SIAPA KAU?" teriak Hinata pada laki-laki dengan aura gelap di depannya.

"Sasuke…Shinigami," balas pria itu dan kemudian warna matanya berubah menjadi merah darah dengan tiga pupil. Hinata terdiam menatap mata penuh kebencian itu dan akhirnya hanyut…ia hanyut dalam kegelapan…ia hilang dalam pikirannya sendiri.

Kesendirian…

Suara angin…

Kehampaan…

Apa dia sudah mati?

*SHNX*

"…H-inata…Hi..nata-chan?"

"…Hinata? Hinata-chan?"

"E-EH?" Hinata menoleh ke asal suara setelah sesaat tersadar dari lamunannya tadi.

"Kau ini…kenapa melamun?" tanya Naruto.

Iris amethyst Hinata membesar saat ia melihat siapa yang ada di depannya sekarang. Seorang pria berambut pirang dengan kulit tan tengah bertanya dengan nada khawatir padanya. Benar, dia tengah kencan makan malam dengan Naruto. Naruto—ini benar Naruto. Tak terasa setetes air mata mengalir dari pelupuk matanya melihat pria itu masih hidup. Pria yang ia cintai masih berdiri di hadapannya.

"NARU." Hinata langsung memeluk Naruto tapi karena terhalang meja ia hanya bisa memeluknya sebatas pinggang.

"H-Hinata…J-Jangan disini! Banyak orang," ucap Naruto yang sudah merona merah wajahnya karena beberapa melirik ke arah mereka.

"A-Aku m-merindukanmu…Naruto-kun," balas Hinata sambil terisak.

"K-Kita baru berpisah selama beberapa jam. Kenapa kau merindukanku?" tanya Naruto yang kebingungan, entah kenapa apakah Hinata sedang sakit atau sedang dimabuk cinta sampai seperti ini.

"…Bagiku…serasa satu bulan," jawab Hinata yang kemudian melepaskan pelukannya.

"Ehh..emn..bagaimana kalau kita makan sekarang?" tanya Naruto dan Hinata pun mengangguk.

Hinata mengambil garpunya dan makan dengan lahap. Naruto mengambil perlahan dagingnya dan menyuapnya perlahan sambil memerhatikan Hinata yang begitu bernafsu makan. Tapi ia senang, Hinata kelihatannya sangat menikmatinya dan ia senang ia tak salah memilih tempat. Ketika mereka menyelesaikan makanannya mereka pun membayar bill dan keluar dari restoran.

Mereka berdua berhenti di tepi jalan karena terlihat lampu untuk pejalan kaki masih berwarna merah. Beberapa mobil lalu lalang dengan cepat di jalan itu. Naruto merasakan kalau kantungnya bergetar dan ia pun mengangkat telepon yang masuk, sementara Hinata hanya termenung memandangi seberang jalan dan tanpa basa-basi lagi ia menarik tangan Naruto untuk segera pergi dari situ.

"…H-Hinata, aku sedang telepon," ucap Naruto.

"T-Tidak ada waktu Naruto-kun, jangan menyebrang! Kita memutar saja," pinta Hinata yang menggandeng Naruto terus menyusuri tepi trotoar melewati beberapa orang yang lalu lalang.

"H-Hinata?" tanya Naruto.

Hinata terus memaksa Naruto agar mengikutinya. Hinata dan Naruto pun berjalan melalui jembatan penyebrangan dan memutar cukup jauh dari tempat menyebrang yang ia lalui. Naruto melirik kesekitar, dilihatnya sebuah truk tiba-tiba kehilangan kendali karena jalanan yang licin dan—

*BUM..BEEP BEEP*

"H-Hei, Hinata. Lihat disana ada tabrakan!" tunjuk Naruto pada sebuah truk yang terbalik dan di tabrak dengan keras oleh mobil di belakangnya yang jaraknya cukup dekat dengan truk itu.

"S-Syukurlah," ucap Hinata dan membuat Naruto hening mendengarnya, ia yakin kalau Hinata tadi berkata 'Syukurlah' seakan-akan mengharapkan tabrakan itu terjadi.

Disisi lain, jauh di bawah mereka…di seberang jalan tempat Hinata tadi melirik...Sasuke berdiri di penuhi aura gelap dan mata menatap penuh benci pada Hinata yang menghindarinya dan menyebrang lewat jembatan dari kejauhan.

"Hn…kau membuat pekerjaanku makin rumit…Hinata," ucap Sasuke yang kemudian menghilang di tengah gelapnya bayangan malam.

Naruto berjalan berdampingan bersama Hinata. Sesekali dilihatnya raut wajah gadis itu terlihat lega, seperti baru lolos dari sesuatu atau seperti baru berhasil atas sesuatu. Tetapi berlawanan dengan pengetahuannya, berdasarkan yang ia baca di buku 'The Jiraiya's Journey', ketika seorang gadis terlihat lega saat kencan pertama terdapat dua kemungkinan; 1) Gadis itu senang karena dapat menjalani kencan pertama mereka tanpa ada masalah yang mengganggu atau 2) Gadis itu senang karena malam itu akhirnya berakhir. Jika itu kemungkinan kedua maka pasangan pria harus lebih agresif dan harus melakukan pendekatan lebih halus, dengan kata lain—kencan kedua.

"Sampai disini saja," ucap Hinata yang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya.

"O-Oh ya," balas Naruto.

"Oyasumi, Naruto-kun," lanjut Hinata sambil tersenyum manis.

"T-Tunggu—" Naruto menarik Hinata kemudian mengecup singkat kening gadis itu dan membuat wajah Hinata merona merah.

"N-Naru-kun?" ucap Hinata.

"Besok adalah hari minggu. Kau tidak keberatan 'kan menemaniku jalan-jalan ke taman kota nanti?" tanya Naruto.

"E-EH, N-Naruto-kun mengajakku lagi?" tanya gadis indigo itu balik.

"Aku tidak memaksamu untuk memenuhinya. Kau boleh…menolak kalau ada acara," jawab Naruto.

"Mnn, jangan khawatir...aku akan datang," ucap Hinata lagi.

"Baiklah, kalau begitu aku tunggu di depan Myoboku Store ya. Jaa ne- Oyasumi, Hime." Naruto melambai pelan dan meninggalkan Hinata.

Hinata hanya diam memegangi pagar rumahnya sambil memandangi kepergia pria itu. Ia bersyukur semua sudah berakhir, ia pun masuk ke rumah dan bergegas untuk tidur.

XXX

*SHNX*

Hinata membuka matanya dan bangun dengan cepat. Dirasakannya kalau jantungnya tengah berdetak kencang seolah-olah sesuatu terjadi. Hinata melirik jam weker menunjukkan 06.27 A.M yang artinya ia masih punya kurang lebih setengah jam untuk bersiap pergi bersama Naruto.

Ia pun turun dari ranjangnya dan setelah selesai membereskan itu ia langsung menuju kamar mandi dan membasuh tubuhnya. Selesai melakukan aktifitas membersihkan badan, ia pun keluar dengan tubuh berlilitkan handuk putih. Dibukanya lemari dan dipilah-pilihnya baju yang sesuai untuk saat ini. Hinata pun terhenti pada sebuah tanktop berwarna ungu muda dan memutuskan untuk memakainya dengan jeans hitam membuat ia kelihatan cantik namun juga ada kesan kuat.

Hinata pun bergegas pergi menuju Myoboku Store. Hinata berjalan melewati beberapa pejalan kaki dan terkadang beberapa pria bersiul melihat penampilannya yang cukup cantik dan natural namun bagi Hinata sendiri ia tak bangga mendapatkan perhatian itu. Sekarang yang paling ia inginkan hanyalah bertemu dengan Naruto.

"Sudah lama menunggu?" tanya Hinata pada Naruto yang menunggu di depan toko aquarium itu.

"…Tidak juga, aku sendiri baru sampai," ucap Naruto sambil tersenyum.

"Ayo pergi!" ajak Hinata.

Naruto pun berjalan berdampingan bersama Hinata. Melihat Hinata yang berjalan senang Naruto pun mengambil inisiatif dan mengulurkan tangannya pada Hinata, Hinata menyambut tangan Naruto dan mereka lalu berjalan mesra sambil bergandengan tangan.

Naruto dan Hinata pun hampir sampai di taman kota. Hinata melihat seorang pria berambut coklat panjang dan wanita berambut cepol melambai ke arah mereka dari kejauhan.

"…Naruto…" sapa Ten-ten.

"Neji, Ten-ten," balas Naruto dan mereka berdua pun mendekati Neji juga Ten-ten.

"Kulihat kau berjalan bersama," lanjut Naruto melihat Neji dan Ten-ten bergandengan.

"Hn, kau tahu…kali ini dia yang mengajakku," goda Neji dengan nada dingin dan membuat wajah Ten-ten bersemu merah.

"Ahahaha N-Neji memang bodoh ya?" Ten-ten mencubit tangan Neji membuat pria itu sedikit mengaduh.

"Senangnya. Kau tahu terkadang aku ingin juga Hinata yang sesekali mengajakku," lanjut Naruto.

"Ngomong-ngomong Naruto, kau tahu berapa skor bola semalam?"

"Hmmnn…kalau tidak salah…"

Hinata tidak lagi begitu memerhatikan Naruto dan Neji yang sedang asik berbincang. Rasa merinding di belakang lehernya seakan menyuruhnya untuk melirik ke belakang. Iris amethyst gadis itu terpaku saat melihat sedikit aura gelap yang merayap bagaikan ular di jalan dan menghilang di balik gang.

Hinata pun melangkahkan kakinya menuju gang kecil itu dan meninggalkan mereka bertiga yang sedang asik berbincang. Dan saat Hinata masuk ke dalam gang ia tak menemukan siapa-siapa. Hinata terus berjalan masuk namun tak ada seorang pun disana, mungkin itu hanya firasatnya. Tapi saat ia berbalik—gadis itu dikejutkan oleh seorang pria berambut raven yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

"S-Sasuke? Namamu Sasuke…'kan?" ucap Hinata pada pria dingin itu namun Sasuke tak menggubrisnya.

"Berhenti membuang waktuku, gadis bodoh!" jawab Sasuke singkat.

Tak berapa lama beberapa mur dan sekrup dari papan reklame yang ada di atas mereka terlepas dengan sendirinya dan papan itu pun mulai longgar sehingga pada akhirnya jatuh dengan cepat ke bawah. Hinata hanya bisa terpaku melihat apa yang akan terjadi padanya? Sebentar lagi…dia akan mati—

"Hahaha kau tahu 'kan aku selalu mendukung Hidden Leaf FC. Pemain mereka semuanya hebat," lanjut Naruto.

"A-Ah…dimana Hinata?" tanya Naruto yang baru sadar kalau Hinata tak ada di belakangnya.

"Hmn? Aku rasa tadi aku melihatnya di sini?" kata Neji lagi.

"N-Neji? Suara apa itu?" tanya Ten-ten mendengar suara kriet seperti besi yang mau patah terdengar cukup nyaring di sekitar mereka.

Naruto dengan cepat melirik ke belakang dan ada sebuah gang kecil, tanpa menunggu lama lagi Naruto langsung berlari menuju gang itu dan didapatinya Hinata tengah memandangi papan reklame yang besar dan tengah jatuh menuju ke arahnya. Naruto dengan cepat berlari sekuat tenaga menuju Hinata lalu mendorong gadis itu hingga terlempar jauh dari tempatnya namun Naruto sendiri tak sempat menghindar lagi dan—

*BLAM*

Papan itu menghantam tubuhnya disusul beberapa benda yang ikut jatuh karena papan reklame itu seperti beberapa pot bunga besar dan pecahan-pecahan kaca serta beberapa kotak-kotak berisi alat tidak terpakai yang biasa orang taruh di atap. Naruto pun tak bisa bergerak lagi karena seluruh tubuhnya serasa patah semua sementara Hinata akhirnya tersadar dan berlari menuju Naruto.

"Na-Naruto-kun…NARU?" teriak Hinata yang mencoba menarik Naruto keluar dari reruntuhan itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Neji yang langsung menghambur menggeser papan reklame itu dibantu Ten-ten juga Hinata yang memindahkan beberapa benda sisanya.

Hinata memandangi Naruto yang terbaring berlumuran darah di mulutnya. Beberapa luka-luka di tubuhnya disebabkan pecahan kaca yang ikut jatuh serta beberapa memar karena alat-alat berat yang juga ikut jatuh.

"…Kau…tidak apa-apa?" tanya Naruto yang mencoba memegang pipi Hinata dengan tangannya yang lemah dan berlumuran darah serta disertai dirinya yang tengah batuk darah pula.

"A-Apa yang terjadi, Naruto?" tanya Hinata balik sambil menangisi Naruto, ia pikir ia telah membuat Naruto menghindari kematiannya namun Naruto malah kembali ingin pergi meninggalkannya.

"Kau hampir tertimpa papan reklame. Tapi syukurlah…syukurlah kau tidak apa-apa," ucap Naruto pelan.

"Aku akan menelpon rumah sakit," ucap Neji yang langsung mengambil handphone miliknya dan menelpon Ambulan.

"Naruto-kun—kumohon bertahanlah! NARU." Hinata memeluk tubuh Naruto dan Naruto menyambut pelukan gadis itu lalu mengelus rambutnya sebentar, tak berapa lama Naruto memejamkan matanya dan tangannya pun terjatuh.

"NARU!" teriak Hinata histeris melihat pria yang ia cintai sekali lagi mati di hadapannya.

"Hinata…" Ten-ten memeluk Hinata dan Hinata pun beralih menangis di pelukan Ten-ten.

"Sial…kita…terlambat," ucap Neji dengan nada sesal dan meremas handphone miliknya.

Sementara mereka bertiga menyesali kematian teman dan kekasihnya. Dari atas bangunan seorang pria berambut raven menatap benci pemandangan tersebut. Ia hanya mendecih melihat gadis berambut lavender itu, karena kali ini pekerjaannya malah menjadi dipersulit.

::To Be Continue::

...

A/N: Kurang terasa kekejaman dan kesedihan dan ke-Tragicnya? Gyu aja udah nangis dari tadi coz udah habis 1 kilo ngupas bawang n 1 kilo lagi buat chapter dua ^^ #ngga koq bcanda kk. Mohon reviewnya ya, jangan khawatir nangis soalnya endingnya ngga terlalu bad koq…masih bisa ^^a. Untuk Ch2 akan di-update paling lambat besok atau lusa (*soalnya lewat HP nih) Mohon review, kritik, dan sarannya kk"&senpai semua. Sankyuu udah mampir, Jaa- ^^