"Huuuu. Ahng."

Minseok menggigit bibirnya yang sedetik dua detik merekah, menampakkan bibir marun yang terwarnai saliva transparan. Kemudian melayang engahan dan desahan tak sengaja. Kemudian kejangan tangan. Kemudian.

Kemudian, Luhan yang menyeringai.

Ngomong-ngomong, hal ini sudah sering terjadi. Yah, tidak juga sih. Hanya ketika Minseok terus menerus menggoda Luhan dengan gerakan pinggul ketika mereka mengadakan latihan dance, menggoda Luhan ketika mereka tengah duduk, menggoda Luhan ketika Minseok mengunyah sosisnya, menggoda Luhan ketika—uh, ketika Minseok bahkan bernafas. Sudah jelas, yang dilakukan oleh Luhan, tak lain dan tak bukan adalah pembajakan terhadap ruang dan privasi seseorang. Yang omong-omong nama seseorang itu adalah Minseok. Tapi, kali ini invasi Luhan lebih parah. Lebih berat. Lebih pekat, lebih mendominasi—lebih...

Seduktif.

Siang itu, Luhan mendapati ruangan dance kosong karena anak-anak EXO pergi ke kantin SM untuk makan, kecuali Kris. "Kamu bisa tenang tidak, Luhan?" Kris duduk disamping Luhan setelah sebuah latihan dance rutin, sekaligus setelah didorong dan dibujuk oleh hampir seluruh bandmate-nya.

(minus seorang mandu yang tidak curiga).

"Maksudmu?" Luhan menelan satu teguk air putih yang sedari tadi menunggu didalam botol. Segar. Satu teguk lagi. Mantap.

Kris menjatuhkan pandangannya ke seluruh arah kecuali Luhan. Kris tahu Luhan tahu apa yang mereka berdua akan bicarakan, dan Kris jelas tidak ingin pergi dan bicara pada Luhan kalau dia mengganggu hampir seluruh EXO member dengan rendezvous(es)-nya dengan si manis bermata lebar yang dimaksud. Kris besar di Kanada. Ketika dia bertanya darimana dia dilahirkan, ayah dan ibunya bertukar pandangan panik dan ayahnya mulai mengajaknya beli es krim dan dia mulai bicara kalau Bird courts the bee atau sesuatu seperti itu. Dan Kris berfikir apa hubungannya burung dan lebah dengan semua ini tapi dia tidak membuka mulut ketika sang ayah bertanya apakah dia paham atau tidak? dan hanya mengangguk.

"Jadi... itu..." Kris jelas bukan calon ayah yang baik.

Alis Luhan naik satu senti dan dia membuka mulut. "Apa aku dan Minseok terlalu keras tadi malam?"

Tepat sasaran. Kris tergagap sekali lagi dan mengacak rambutnya, frustasi. "Kau... sudah mengerti kan?" sialan, kenapa harus aku? Kris menggerutu dalam hati. Masih banyak yang bisa bicara hal ini pada Luhan. Suho lebih jago bermain kata. Baekhyun bahkan bisa mengalahkan juru bicara politikus Korea. Chanyeol sangat frontal, dan itu bagus. Mereka kan akan bicara soal seks. Freaking sex. Kau tidak akan bisa mengobrolkan posisi 69 kalau mengutarakan kalimat berhubungan dengan organ genital manusia saja tidak becus. Jadi, jelas, tiga hal yang dimiliki juru bicara EXO tersebut tidak dimiliki Kris. SM punya alasan tidak membiarkan Kris menghandel semuanya.

Lagipula, apa Kris terlihat seperti seseorang yang ingin membicarakan kehidupan seks orang lain? Miliknya saja masih berantakan, untuk apa dia mengurusi milik orang lain?

Sialan, Kris sounded like a desperate man searching for a fuck to be given.

(literally.)

"Maaf aku tidak akan minta maaf." Luhan bangun dan tersenyum miring. Kris menghela nafas, tahu Luhan akan menjawab begitu. "Aku tahu kau akan bicara begitu," Geram Kris frustasi dalam bahasa ibunya. Luhan hanya tertawa. "Paling tidak, pikirkan saja deh bagaimana kondisi Minseok-hyung kalau kau terus menerus melakukan itu padanya." Kris berkata, merasa harus mengatakan hal tersebut. "Melakukan apa?" Luhan menyeringai, dan Kris ingin men-tackle si Rusa jorok ini ke lantai.

"Kau tahu... itu." kalau saja omongan bisa di italic. Pastilah Kris dengan sengaja meng-talic, bold, highlight dan underlined kata 'itu'.

"Kau lucu." Kris fikir itu tidak lucu.

"It's about sex, dammit! Sex!" Kris menyerah berbicara baik-baik. "And don't you give me that look because everybody knows how you would pimp Minseok out every single freaking night in every single room and even lavatory you hormonal guy have been through. Not to mention, he looks half of his age. Seriously, Luhan. Have you ever thought that you're such a pedophile?"

"Aku memikirkannya, kok? Yah, aku tidak pernah berfikir aku seorang pedofil, sih." Luhan tersenyum dengan senyuman anak baik-baik yang setiap hari rajin menabung dan penyayang binatang. "Dan semakin aku berfikir, semakin aku yakin kalau Minseok suka aku keras di atas ranjang. Apalagi ketika aku memasukinya dari belakang."

Kris menganga.

Minseok juga ternganga.

Minseok yang sedari tadi berdiri dibalik pintu dance room. Minseok yang menguping pembicaraan Luhan dan Kris. Minseok yang... syok.

Immortally, Criminally shocked.

.

.

.

.

.

.

"Apa?"

Luhan mengerjapkan matanya yang indah itu. Minseok mengenakan wajah datarnya (yang mana adalah sebuah kegagalan yang sukses, karena wajahnya masih terlihat seperti anak SD yang merengut minta dibelikan popcorn.)

"Aku bilang," Minseok berkata dengan nada final, "Tidak ada itu untuk sebulan ini."

Mata Luhan yang sudah lebar jadi bertambah lebar. Kaget. Bingung. Marah. "Tunggu, tunggu," Luhan mengerjap-ngerjapkan matanya lagi. Cepat. "Itu itu apa?"

"Ya itu!" Minseok menggeram layaknya anak kucing. Wajahnya terwarnai warna merah yang lucu dan selalu berhasil membuat Luhan menyeretnya kedalam kamar mandi, atau kamar tidur, atau kamar apa saja yang tertutup (sayangnya tidak terisolasi) dan melakukan hal yang berdosa pada mandu-nya yang satu ini. Luhan mengerutkan dahi.

"Kenapa?"

Pertanyaan yang tepat! Minseok berdeham. "Aku sedang tidak mood."

"Kalau begitu kau akan kubuat mood." Percayalah. Apapun yang sudah dikatakan oleh Luhan akan selalu jadi kenyataan. Minseok bergidik. "Tidak! pokoknya aku tidak mau!" Minseok memanyunkan bibir tipisnya dan memalingkan wajah. Minseok sudah akan pergi dari kamar Luhan dan Lay ketika tiba-tiba sepasang tangan yang kuat itu melingkari tubuh feminin milik Minseok. "Jawab aku." Bisik Luhan, dan Minseok tahu apa yang akan terjadi setelah Luhan berbisik dengan bisikan yang pekat dengan sensualitas.

"B-Bukan apa-apa." Minseok menggerakan tubuhnya sedikit dari Luhan, tapi Luhan terlalu kuat. "Luhan." Minseok menghela nafas. "Aku bisa menghajarmu kapan pun aku mau. Aku bisa taekwondo, ingat?"

"Aku bisa bermain bola."

"Aku juga bisa!" Minseok menggerutu. Susah memang berbicara dengan Luhan. Karena setiap kali mereka berbicara sedekat ini, mereka akan selalu berakhir berpelukan atau—diranjang, dengan tubuh telanjang bertutupkan selimut.

"Kau kenapa?" Luhan mengulang, bibirnya menghantui leher Minseok. Minseok menggigit bibir merasa geli. "Luhan." Minseok berkata, menginfus suaranya dengan penuh kepercayadirian—yang mana, sekali lagi, adalah kegagalan yang sukses karena Luhan masih terus menciumi pundaknya. "Tidak kenapa-napa. Oh, lihat, sudah jam empat! Drama Victoria-sunbaenim sudah—ah!" Minseok terpekik ketika Luhan memutar tubuhnya dan mendorongnya ke dinding terdekat, dan posisi mereka cukup klise tapi juga provokatif. Dengan Luhan memerangkap Minseok dan dinding menahan Minseok supaya tidak melarikan diri dari Luhan.

"Luhan!" Minseok menyipitkan mata. "Kau tidak bisa pergi sebelum bicara padaku ada apa." Kata Luhan dingin, dan Minseok merasa seperti disiram air es di tengkuk. "T-tidak apa-apa. Aku... aku," Minseok menunduk dan tanpa sadar meremas ujung bajunya. Luhan mendongakkan dagu Minseok dan Minseok terpekik kecil lagi. "Jawab." Tuntut Luhan.

"Aku Cuma tidak mau mengganggu yang lain!"

Dan terucaplah. Minseok segera merapatkan mulutnya lagi ketika mata Luhan yang dingin mengeras lagi, dan tawa kecil yang tidak manusiawi keluar dari mulut Luhan.

"Kau dengar omonganku dengan Kris kemarin?"

Bingo! Bahkan tanpa Minseok bicarapun, Luhan sudah tahu kalau apa yang dia katakan itu benar. Tapi mencoba tidak akan membunuh, bukan? "Ti-tidak," ucap Minseok. "Yang benar?" Luhan mendekatkan wajahnya ke Minseok dan Minseok menutup matanya. "Jadi kau tidak mau mengganggu yang lain? Huh?" Luhan menuntut lagi, sambil mengecup dan mencium seluruh wajah Minseok lembut. "Uuuuh," Minseok menggigit bibir. Luhan menghela nafas. "Masih ingat dulu aku bilang aku akan mengabulkan seluruh keinginanmu?" tanya Luhan lembut, nafasnya bau mint. Minseok mengerjap dan mengangguk cepat.

"Well... sepertinya aku tidak akan bisa melakukannya kali ini."

Minseok membeku. "Ke-ke-ke-kenapa?! Bukannya kau yang...?" Minseok menggigit bibir lebih keras. "Mmm," Luhan menatap bibirnya seakan hanya hal itu yang ada didunia. Merasa Luhan salah fokus, Minseok melepas bibirnya dari sela-sela giginya. "Karena," Luhan mendekatkan bibirnya ke hidung Minseok dan mengelusnya dengan hidung miliknya sendiri. "Karena." Luhan berkata dengan nada final.

Minseok mengerutkan dahi dan Luhan menjilat dahinya—meluruskan dahi Minseok dari kerutan. "Dahimu lebar sekali." Luhan berkata datar. Minseok mengerjap dan manyun. "Lepaskan aku!" Minseok memang sensitif jika sudah menyangkut dahi. "Tapi matamu lebar juga kok." Kata Luhan, melenceng dari topik. "hidungmu kecil dan mancung. Pipimu... tidak lagi lucu, tapi itu pilihanmu. Alismu masih seperti shinchan, tapi aku suka. Bibirmu..." Luhan terdiam. "...Bibirmu seperti dosa yang bisa berbicara."

Minseok bingung. "Apa maksudmu?"

"Yah, contohnya. Bibirmu itu seksi." Minseok menahan nafas ketika kaki Luhan menyelip ke antara kakinya dan bergerak halus. "Luhan, aku tidak—" tidak bisa melanjutkan perkataannya karena Luhan sudah menciumnya dalam, itu yang Minseok pikirkan. "Lalu, bibirmu itu," Luhan melanjutkan ketika Minseok sudah sangat lemah kekuarangan oksigen dan bagian bawahnya sudah mulai mengeras, "bibirmu itu, ya," Luhan berbisik dan menjilat leher Minseok.

"Ah."

Minseok mengerang.

"Nah." Luhan tersenyum penuh kemenangan. "Bibirmu itu tempat keluar masuk suara yang penuh dengan dosa." Sekali lagi menjilat dan mengisap dengan seduktif. Sekali lagi terdengar suara yang manis. Lenguhan yang manis. "Bibirmu juga enak untuk dimakan. Seperti rasa yang kental, memabukan." Luhan berbisik lagi dan pahanya sudah mulai terasa kaku karena Minseok mengepit pahanya keras. "Lu-han, stop." Minseok menggigil ketika tangan dingin Luhanmasuk ke wifebeater-nya yang ketat dan menemukan tonjolan yang sudah mengeras di dadanya. "Kenapa?" Luhan berbisik ketika tangannya menyentil, memelintir, dan memutar tonjolan penuh serabut sensorik itu halus. "Kau tahu aku suka wifebeater ini. Kenapa kau malah mengundangku masuk ke kamar dengan ini?"

Luhan menemukan paha Minseok mengejang ketika Luhan menekan selangkangan Minseok lebih erat. "Apa ini?" Luhan berbisik profokatif. "Kau mau menggodaku?"

"Ti—aaa," tolakan Minseok terpotong ketika tangan kiri Luhan menggenggam bagian selatannya yang sudah mengeras. "Luhan," Minseok menggigit bibir supaya dia tidak membuat orang tahu kalai dia dan Luhan memulai lagi aktifitas mereka. "Uh," Minseok menelengkan kepalanya ketika Luhan menjilat sepanjang sisi lehernya dengan seksi. "Kau itu ya," Luhan gemas sekali sekarang. "Dasar." Minseok menggenggam sisi lengan Luhan. "Ma-ma—aaaf," Minseok mengejang lagi ketika tangan Luhan sudah menurunkan celana calvin kleinnya. "Tidak ada yang perlu dimaafkan." Kata Luhan lembut. "Yang salah itu hanya tubuhmu. Salahkan mereka. salahkan kenapa mereka terlihat sangat mengagumkan dan mengundang."

"Tapi, Luhan, aku ti-dak mau," Minseok berkata. "Keras kepala." Luhan mendecak dan menarik celana Minseok dengan jari kakinya. Sekarang dari pinggul kebawah Minseok sudah telanjang, wifebeater hitamnya juga sudah tergulung sampai dada. Cukup sulit mengabaikan ereksi yang menantang diselangkangan Minseok. "Apa ini? Huh? Apa anak manis ini kangen dengan tanganku?" Luhan berkata, matanya masih menatap Minseok dalam saat tangannya diam-diam bersentuhan dengan bagian bawah Minseok yang mengeras. "Ungh." Minseok mengerang lagi ketika tangan Luhan proaktif dibagian paling sensitif miliknya.

"Jawab."

"Luhan, tidak, kumo—hon," Minseok meghela nafas dengan paksa.

"Tidak mau." Luhan menyeringai. "Aku tahu kau mau juga, Minseokkie."

Minseokkie. Ini parah.

"Luhan, tidak, ku-kumohon, nanti semua-nya de-dengar," Minseok merosot ke lantai dengan wajah berpaling ke kanan dan kaki melebar. Nafasnya satu-satu. Keringat mengalir dari pelipisnya, membasahi rambutnya yang berwarna raven. "Kau bicara begitu dengan pose yang sedemikian seksinya. Kau tahu betapa ironisnya itu, Minseokkie?" Luhan menggelengkan kepala. "Sekarang, pandang aku. Kau mau aku tidak melakukan ini selama sebulan?"

Tangan Luhan menyentuh ujung kejantanan Minseok dengan pelan dan memutarnya dengan kesengajaan penuh. "Uh... iya," Minseok butuh beberapa detik untuk menjawab, matanya menutup dan ekspresi wajahnya berkata lain. "yang benar?" Luhan berbisik dan kali ini dia menggosok dari bawah kejantanan dan ke atas, tangan kirinya bermain dengan skrotum yang menegang. "aangh, jangan—don't.. no, not there—angh!" engahan Minseok terpotong-potong oleh kejangan di paha, ditangan, telengan kepala.

"Kau bisa membuatku gila, tahu?" Luhan menggeram dan kali ini dia mengocok kejantanan Minseok dengan kecepatan penuh. Kemudian lagi. Kemudian lagi, lagi dan lagi. Desahan demi desahan berterbangan. Kata-kata tidak masuk akal bercampur dengan udara yang meningkat dengan instensitas tinggi. Putaran kepuasan menenggelamkan Minseok, dan—

"AH!" Minseok datang, dan tangan Luhan banjir dengan warna opalit yang indah, dan Luhan terkesima, terpana—dan Luhan menjilat tangannya sendiri, membersihkannya sepenuh hati. Rasa Minseok selalu berbeda—bukan berarti dia pernah merasakan yang lain, tapi Minseok selalu terasa seperti... sesuatu yang manis. Atau memang lidah Luhan yang mengelabuinya? Luhan mendongak dan mendapat benda di selangkangannya mengeras karena mahluk satu didepannya.

Matanya meminum pemandangan didepannya-Minseok dengan nafas tak teratur, wajah yang merah dan kuyu, mata berkaca-kaca oleh air mata gairah, dan dagu yang terleleri saliva. Pipinya yang tidak punya jerawat satupun itu terlihat bercahaya ditengah kamar yang sedikit temaram dan dingin karena AC. Tapi kenapa Luhan merasa tubuhnya hangat—hampir panas, malah?

Luhan's so not going to let him go tonight.

Ha to the ha. The first indonesian yaoi smut I've ever written? Will I write more or will I dump it down? It's up to you, readers. Hahaha. Please do tell me if there's a mistake there and then, because, I'm a newbie in here? xDD