Here it is; just a simple multi-chap fict with romance/angst/drama as the main genre(s). The characters in this fict belongs to theirself. And I've to warn you something before: this fict contains Boys Love (yaoi), Out of Characters, implicit mature scene, and include crack (unofficial) pair/couple. Please back off if you don't have any interest or maybe hate the pair/chara(s) or even my plot. Thanks for your attention.

Fallen Leaves

Chapter 1Broken

[—Not a million fights could make me hate you.]

.

.

"Ungghh... Kyu—anhh!"

Ranjang kamar itu berderit entah untuk ke berapa kalinya, menjadi saksi bisu dua orang yang tengah melakukan suatu kegiatan penuh gairah. Yang satu tengah memejamkan mata, mencoba menolak semampunya, mengabaikan semua kata yang dibisikkan pada telinganya.

"Hentikan... Cho Kyuhyun!"

Pemuda yang dipanggil Kyuhyun menurut dan menghentikan kegiatannya sejenak. Sepasang mata onyx-nya menatap lurus sepasang mata di bawahnya, memperlihatkan tatapan tegas namun lembut di saat yang bersamaan.

Dan ia tahu bahwa Yesung, namja yang berada di bawahnya, selalu tak kuasa untuk menolak.

Tangan Kyuhyun bergerak, meraba sesuatu di balik celana jeans hitam yang Yesung kenakan. Lelaki lebih tua dua tahun darinya itu memejamkan mata, sibuk mencari alasan mengapa ia tak pernah bisa menolak Kyuhyun meski hanya sekali saja.

Sentuhan yang Kyuhyun berikan begitu lembut dan menuntut. Yesung nyaris kehilangan akal sehatnya jika saja ia tak berpegang teguh pada kenyataan bahwa apa yang mereka lakukan adalah kesalahan. Ini memang bukan pertama kalinya, tetapi mengapa di tiap saat ia memilih jalan untuk pergi dari kehidupan Kyuhyun, pemuda itu selalu enggan untuk melepaskannya?

Sudah saatnya bagi mereka untuk menempuh hidup masing-masing. Namun dengan segala cara, Kyuhyun selalu berhasil membuatnya membatalkan niat dan kembali pada hubungan mereka yang tak dapat dimengerti. Mengapa sulit sekali?

Cho Kyuhyun tahu dan mengerti bahkan sebelum Yesung sempat berkata apapun juga. Ia tak akan melepaskan namja itu, tak peduli jika Yesung menangis dan memohon padanya dengan segala cara. Katakan bahwa apa yang ia rasakan adalah obsesi, dan Kyuhyun tak peduli. Ia mencintai Yesung seperti ia mencintai dirinya sendiri. Tak terbayang sebesar apa, sedalam apa, dan semenyakitkan apa.

Tak pernah ada niat buruk dalam dirinya, tidak ada sedikit pun sejak beberapa tahun lalu mereka saling mengenal. Kyuhyun membutuhkan Yesung layaknya membutuhkan jantung yang berdetak agar dapat merasakan kehidupan. Yesung adalah obat dari setiap penyakit yang ia derita, siang dan malam pada hari-harinya.

Kyuhyun melakukan segalanya demi dirinya, demi hidupnya, dan demi Yesung yang juga membutuhkannya. Tak ada seorang pun selain Yesung yang mengerti tentang dirinya, dan selamanya Kyuhyun takkan lagi menemukan orang lain yang dapat mengerti dirinya sepenuhnya.

Yesung adalah miliknya. Hal itu mutlak dan tak dapat diganggu gugat.

#

Aroma harum kopi yang tercium dari arah dapur mengawali pagi cerah hari ini. Cho Kyuhyun mengerjap selama beberapa saat ketika cahaya matahari mengganggu ketenangannya, dalam hati merutuk karena yakin telah menutup tirai jendela tadi malam. Alarmnya berbunyi nyaring, memaksanya untuk mengulurkan tangan dan mematikan bunyi memekakkan telinga di atas sebuah meja.

Kyuhyun sebenarnya lebih memilih untuk kembali memejamkan mata jika saja aroma kopi favoritnya tak berhasil menggoda indra penciumannya. Ia bangkit perlahan, melirik sisi tempat tidur yang kosong, lalu menyempatkan diri untuk mengenakan baju handuk dengan maksud menutupi tubuh polosnya.

Hal pertama yang berhasil membuatnya mengernyitkan dahi adalah keadaan apartemen yang rapi tanpa sebab—padahal ia yakin kemarin emosinya sampai pada titik tak terkontrol dan ruang tengah apartemen berantakan karena sifat buruknya.

"Yesung-ah?"

Tak ada sahutan. Kyuhyun menemukan secangkir kopi di meja makan sebelum ia sempat masuk ke dalam dapur. Ketika kakinya hendak melangkah memasuki ruangan untuk memasak itu, secarik kertas putih di bawah cangkir kopi tertangkap oleh sepasang matanya.

Aku memiliki jadwal hari ini, jadi aku harus pulang sekarang. Jaga dirimu baik-baik.

Yesung.

Decakan kesal terdengar. Kyuhyun benci di saat ia bangun lalu tak menemukan Yesung berada di sisinya. Namun, ia jauh lebih benci ketika Yesung meninggalkan dirinya demi pekerjaan.

Namja itu adalah nomor satunya. Tapi kenapa ia tak bisa menjadi nomor satunya namja itu?

Retoris. Kyuhyun tak lagi bernafsu untuk memakan sarapan atau menyeruput kopi favoritnya. Ia kesal dan kehilangan mood untuk melakukan apapun juga. Seraya berjalan menuju balkon apartemen, kejadian kemarin malam kembali berputar dalam benaknya.

Yesung—entah untuk ke berapa kalinya sejak mereka tinggal bersama—berkata bahwa inilah saat yang tepat untuk berpisah bagi mereka. Kyuhyun tahu apa yang hyung-nya itu maksud; tinggal terpisah, hidup terpisah, mengurus diri masing-masing tanpa mempedulikan satu sama lain, dan bahkan berpura-pura saling tak mengenal.

Tapi Kyuhyun yakin ia takkan bisa. Yesung adalah bagian besar dari hidupnya, mana mungkin ia membiarkan namja itu pergi meninggalkannya?

Ini bukan pertama kali. Kyuhyun selalu menutup telinga dan hatinya agar segala alasan yang Yesung lontarkan takkan menggoyahkan dirinya. Tak ada lagi yang ia miliki selain Yesung; kenapa seseorang yang telah ia anggap kakak itu tak dapat mengerti sedikit pun?

Kyuhyun tak membutuhkan orang lain selain Yesung, namun ia tahu Yesung masih membutuhkan orang lain selain dirinya—contoh kecilnya, seorang teman kecil yang kini menjadi teman seprofesinya.

Tak ada yang lebih buruk dari ini. Karena bagi Kyuhyun, Yesung adalah segalanya.

Sayangnya, ia bukanlah segalanya bagi si pemilik nama lengkap Kim Jongwoon itu.

#

Yesung menatap tak berminat pada tema pemotretan di buku jadwalnya. Dangerous Friendship—dan ia diharuskan berakting di atas tempat tidur bersama seseorang dengan keadaan topless di saat tubuhnya penuh dengan kissmark.

Mengabaikan rasa panik yang mendera, ia melangkah mendekati sang fotografer yang sibuk dengan kamera. Yesung tak mungkin membiarkan orang-orang melihat jejak-jejak yang Kyuhyun tinggalkan—setidaknya ia harus berusaha memberikan sebuah alasan agar sesi pemotretan hari ini dapat diundur hingga beberapa hari ke depan.

Setidaknya hingga Choi Siwon menahan lengannya.

"O-oh, hai, Siwon-ie," sapanya kaku. Yesung melirik kerah bajunya, berharap semua tanda di lehernya tertutupi dengan sempurna. Namun Siwon yang menyadari hal itu malah menurunkan kerah bajunya hingga mengekspos apa yang ada di balik sana.

"Another long night with that bastard?"

Yesung merasa lemas seketika. Hal terakhir yang ingin ia dengar adalah kata-kata tajam Siwon seperti yang baru saja lelaki atletis itu lontarkan. Ia hanya dapat menunduk dalam diam, tak berani membenarkan atau membantah.

"Biar kutebak. Kau ingin meminta izin menggunakan berbagai alasan karena tak ingin ada yang melihat semua kissmark menjijikkan di tubuhmu ini?" tanya Siwon tepat sasaran. Yesung mendongak, merasa kesal karena idenya terbaca dengan mudah.

"Yeah, kira-kira seperti itu." Seorang kru pemotetan lewat dan melemparkan senyuman, sedangkan Yesung membalas dengan menundukkan kepalanya sopan. "Um, kau tahu siapa partner-ku dalam sesi pemotretan kali ini?"

Siwon adalah orang yang paling tahu segala hal tentang Yesung—termasuk ketidak tertarikan namja itu dengan jadwal dan partner pemotretannya sendiri. Ia menghela napas, berkata, "Aku." Dengan wajah datar.

"Kenapa aku harus berpasangan denganmu untuk tema semacam ini? Kita berdua sama-sama lelaki!" protes sang pemilik surai jet-black. Siwon mendengus, malas mengungkit bahwa Yesung dan Kyuhyun jugalah sesama lelaki, dan di atas semua itu, mereka melakukan seks seperti apa yang seharusnya seorang pria lakukan bersama seorang wanita—bukan bersama sesama pria.

Menyerah menghadapi Siwon yang masih memandangnya tanpa minat, Yesung menghela napas. "Baiklah, aku takkan protes. Setidaknya tolong aku untuk kali ini." Tangannya bergerak meraba saku celana, mengeluarkan handphone yang berdering walau sama sekali tak berniat untuk mengangkatnya.

"Dengarkan aku," ucap Siwon pelan. "Kita saling mengenal sejak kecil, dan aku mengenal dirimu dengan sangat baik. Tapi kau tahu hal apa yang masih tak dapat kumengerti darimu?"

Seraya mengedarkan pandangan ke arah lain, Yesung menolak untuk menghirup oksigen tanpa sebab. Ia tahu apa yang akan Siwon katakan, dan ia berharap Siwon cukup paham untuk tak mengatakannya. "Hubunganmu dan Kyuhyun." Tepat sasaran. "Kalian bukan sepasang kekasih atau kakak-adik. Bahkan kalian tak dapat disebut teman atau sahabat." Jeda sesaat. "Lalu, kalian itu apa?"

Pertanyaan itu adalah satu-satunya pertanyaan yang paling Yesung hindari sejak kejadian tiga tahun lalu. Sebuah mimpi buruk yang menimpa Kyuhyun dan dirinya, juga keluarga mereka.

#

Apartemen yang ditinggalinya terlihat terawat seperti biasa. Setelah beberapa hari tak pulang, ia baru menyadari bahwa tempat tinggalnya itu terlihat rapi namun bagai tak berpenghuni, persis seperti apartmen psikopat di film yang terakhir ditontonnya secara tak sengaja.

Yesung ingat sekitar setahun lalu, Kyuhyun mati-matian menolak keputusannya untuk memiliki apartemen sendiri meski hanya berbeda beberapa lantai di gedung yang sama. Alasan yang diberikannya mudah saja; ia butuh privasi. Dan alasan lain, tentu saja, ia tak memiliki hak atau kewajiban untuk tinggal seatap bersama Cho Kyuhyun—

"Lalu, kalian itu apa?"

—yang bukanlah kekasih, saudara, atau setidaknya temannya.

Pertanyaan Siwon benar-benar membuatnya dilema. Jika saja tiga tahun lalu kejadian itu tak terjadi, maka ia tahu status apa yang ada di antara dirinya dan Kyuhyun. Dan mungkin, ia takkan terlibat hubungan rumit seperti yang kini ia alami dengan pemuda Cho itu.

Kyuhyun penting baginya. Sejak tiga tahun lalu, ia telah memutuskan untuk bergantung pada lelaki itu. Sejak tiga tahun lalu, ia telah memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan pemuda itu. Tanpa status, dengan berbagai alasan.

Karena selain Siwon, Kyuhyun adalah satu-satunya orang yang menyayangi dan mengerti tentang dirinya.

Namun jika mengingat pertanyaan Siwon, semua hal yang mungkin saja bisa menjadi titik terang dan menjawab status di antara dirinya dan Kyuhyun langsung lenyap dalam seketika. Satu-satunya yang terlintas dalam benaknya adalah menanyakan langsung kepada yang bersangkutan.

Yang mana tentu saja, mustahil.

"Jika kau memiliki waktu untuk melamun di depan pintu masuk, lebih baik kau datang ke apartemenku."

Yesung memutar tubuhnya, agak terkejut mendapati Kyuhyun berada di belakangnya entah sejak kapan. Sedangkan di sisi lain, namja bersurai ikal itu menepuk pelan kepalanya sebelum berkata, "Jangan melihatku seperti kau melihat hantu."

Rasa nyaman yang hanya Kyuhyun dapat berikan selalu berhasil membuat Yesung takluk dalam sekejap. "O-oh," gumamnya ambigu. Ia melangkah masuk tanpa banyak berbicara, lalu menghempaskan tubuh ke atas sofa.

"Ada yang aneh denganmu." Kyuhyun mengikuti tindakan Yesung dan duduk di sebelahnya. Ia menatap si pemilik iris hazel dalam, sebelum akhirnya bertanya, "Ada apa?" Seraya menatap lurus Yesung yang memejamkan mata.

"Tidak. Tidak ada apa-apa."

"Aku lupa kau selalu baik-baik saja."

Sindiran itu Yesung abaikan. Ia bangkit, berkata, "Kau belum makan, bukan? Aku akan memasak sesua—" Tubuhnya terasa seperti ditarik paksa, keseimbangan tubuhnya tak dapat ia pertahankan. BRUK."—tu. K-Kyuhyun-ah?"

Dalam waktu kurang dari lima detik setelah bangkit, Yesung mendapati dirinya terjatuh di atas pangkuan Kyuhyun dan berada dalam sebuah pelukan erat. Tubuhnya mendadak kaku, tak tahu harus memberikan reaksi semacam apa. Setelah semua hal yang mereka lalui, hingga sekarang pun ia masih bingung dengan tindakan yang harus ia lakukan.

"Aku sama sekali tak merasa lapar," bisik yang lebih muda seraya mengeratkan pelukannya. "Biarkan saja seperti ini. Aku merindukanmu," lanjutnya perlahan. Yesung bergeming, menolak rasa nyaman yang tiba-tiba dirasakan olehnya.

Dan seperti hari-hari sebelumnya, mungkin ia memang takkan pernah bisa menolak.

"Yesung-ah?" bisik Kyuhyun lembut. "Kau milikku. Selamanya milikku seorang," lanjutnya dengan nada rendah. Yesung memejamkan mata, tak dapat membantah. Tapi sampai kapan ia harus menerima segalanya tanpa berani mengutarakan pendapat?

Dirinya bukanlah milik siapa pun. Yesung tahu itu—karenanya ia meremas celananya, memberanikan diri untuk membalas, "Aku bukan milikmu, Kyuhyun-ah. Aku adalah milik diriku sendiri."

Tak ada yang mengeluarkan suara setelahnya. Yesung menghela napas, melepaskan kedua tangan Kyuhyun yang melingkar di tubuhnya. Namun sebelum sempat bangkit, Kyuhyun kembali menariknya kuat hingga tubuhnya terbanting di atas sofa.

Tangan Kyuhyun membelai lembut wajahnya, menyebabkan dirinya menatap sepasang mata kelam di atasnya sendu. Sejurus kemudian, Kyuhyun mengeliminasi jarak di antara mereka, memberikan sebuah kecupan yang mewakili sebuah perasaan menyakitkan.

Yesung tahu Kyuhyun kecewa.

Selain saat ini, entah kapan lagi ada saat di mana ia memiliki kekuatan untuk menolak Kyuhyun. Yesung menahan tubuh yang lebih tinggi darinya itu menggunakan kedua tangan, menggelengkan kepalanya pelan sebelum bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar.

Kyuhyun membiarkan Yesung meninggalkannya, memilih diam tanpa menyerukan protes atau sejenisnya. Ada sesuatu yang menyayat hatinya hingga rasa perih menjalar dengan sempurna. Dan tak sebanding dengan rasa sakitnya, sebuah kekecewaan menghadangnya hingga ia terbaring lemas.

Namun Kyuhyun tak menyadari bahwa Yesung sempat meneteskan air mata.


ToBeContinue


Credit title: JYJ's First Music Essay – Their Rooms "Our Story"; Fallen Leaves

Credit quote: Secondhand Serenade's First Album – Awake; Broken