Bunga Di Tepi Jalan
Baekhyun hanyalah seorang Florist yang tak pernah dianggap keberadaannya oleh orang lain, bahkan cenderung di kucilkan oleh keluarganya. Semuanya berubah ketika ia bertemu dengan Park Chanyeol, CEO dengan darah bangsawan yang kental mengalir di tubuhnya./ "Baek, Menikahlah denganku. Mari kita percantik rumah kita!" – Chanyeol [ChanBaek Fiction/Shounen-ai/Marriage Life]
.
.
.
Angin musim semu berhembus dengan sejuknya. Deretan bunga yang berjejer rapi di depan sebuah toko kecil di tepi jalan utama kota Seoul menambah kesan manis musim dengan sejuta pesona. Berbagai aroma wewangian yang bercampur baur dengan kegembiraan kian memperhangat suasana yang ada.
Sesosok pemuda bertubuh mungil dengan balutan kemeja berwarna putih dan jeans berwara biru yang membalut kaki jenjangnya nampak sibuk. Tangannya yang memiliki jemari lentik itu nampak bergerak lincah mengorek – lebih tepatnya merapikan – pot juga keranjang yang baru saja di keluarkan. Tanah gembur berwarna hitam pekat mulai mengotori tangannya, beruntung apron butih yang melingkar manis di pinggangnya mampu menghalangi tanah itu mengotori pakaiannya.
Bibir tipis semerah cherry itu terus menyunggingkan senyum. Tak peduli cibiran dari beberapa orang di sekitarnya, ia terus tersenyum. Kini, tangannya dengan cekatan meraih sebuah alat penyiram berwarna merah yang tersimpan manis di balik pintu. Ia mulai menyirami tanaman mawar dan tulip, dan ia berniat melanjutkan untuk mengurus tanaman lain (seperti Rosemarry, Gypsophila, Carnation, Bougenville mini, juga Chrysanthemum) yang mempercantik toko bunga miliknya itu. Ya, satu-satunya peninggalan sang Ayah yang sudah kembali ke sisi Sang Kuasa.
Tak perlu menunggu lama, muncul sosok lain yang baru saja meletakan sebuah ransel besar di bangku yang ada di dalam ruangan dengan warna kalem di tokonya. Sosok itu disibukan dengan kaitan apron sebelum akhirnya mendekati sosok pemuda yang masih sibuk dengan tanaman-tanaman di sekelilingnya.
"Wasseo, Baekhyun hyung!" serunya ceria, disambut senyum tulus pemuda yang di panggilnya Baekhyun.
Baekhyun memilih meletakan alat penyiram dan mulai menggerakan jemari lentiknya. Membentuk beberapa isyarat guna menyampaikan sebuah kalimat untuk Sehun – pemuda yang baru datang –
'Selamat datang, Sehun-ah..'
Ya, Baekhyun memang pengguna bahasa isyarat. Meski tidak sepenuhnya dirinya bisu...
Bunga Di Tepi Jalan
Credit Pict : -IKOOP-
© Lala Maqfira a.k.a Shouda Shikaku^^
Genre : Romance, AU, A lil' bit Hurt
Recommended Song : Sheila On 7 – Bunga Di Tepi Jalan
Baekhyun, bernama lengkap Byun Baekhyun, anak bungsu dari keluarga Byun. Kakak sepupu dari Oh Sehun, berusia sekitar 23 tahun (umur Korea). Menjalankan bisnis terakhir ayahnya sebagai seorang Florist sejak enam tahun terakhir. Wajahnya tidak seperti wajah pria kebanyakan, karena dia terlampau manis untuk ukuran pria pada umumnya, – bahkan cenderung cantik – terkadang membuat beberapa orang yang baru berjumpa dengannya akan mengira bahwa dia adalah perempuan yang bersurai pendek.
Ia memang selalu menggunakan bahasa isyarat sebagai bahasa sehari-hari. Tapi dia bukanlah penyandang tuna wicara. Kecelakaan tujuh tahun silam yang merenggut nyawa Sang Ayah menyebabkan pita suaranya mengalami kerusakan. Meski begitu, Baekhyun sebenarnya masih bisa mengeluarkan suaranya. Tapi keadaan keluarganya yang selalu mengucilkannya membuat ia tertekan dan enggan untuk sekedar bersuara. Sekalipun hanya mencicit.
Kembali ke masa sekarang, Baekhyun yang sudah selesai dengan kegiatannya segera membereskan peralatan yang berserakan. Dia menepuk sekilas kedua telapak tangan mungilnya, sebelum akhirnya memilih untuk menyeduh green tea dan menghidangkannya khusus untuk sang Adik tercinta.
"Hyungiee~" Sehun memanggilnya dengan manja, membuat Baekhyun menoleh dan tersenyum gemas padanya. "Jangan lupa untuk menghadiri acara kelulusanku lusa. Bawakan aku sebuket bunga yang indah, ya?"
Baekhyun mengangguk kecil. Dia bersyukur Sehun sudah menyelesaikan masa SMA-nya. Dan yang membuatnya bahagia, adik kecilnya tak pernah menganggap Baekhyun bagai sampah – seperti keluarganya yang lain –
`nyut`
Denyutan itu terasa menusuk ulu hatinya. Ya, Sehun berbeda dengan keluarganya. Bahkan Kakak dan Ibunya tak pernah menganggap Baekhyun ada. Seulas senyum pesakitan terukir di wajah sendunya.
'Tentu saja Hyung datang, Hun-a.' Baekhyun tersenyum manis. 'Dan akan Hyung siapkan buket spesial untukmu, adik kecil'
Sehun mengangguk girang. Dia langsung menghambur – memeluk – tubuh ringkih kakak sepupu yang paling di sayangnya. Dan tanpa Baekhyun tahu, setetes air luka meluncur begitu saja dari mata sipit Sehun.
Ia tahu semuanya, termasuk tindakan semena-mena keluarga Byun pada Baekhyun. Dan yang Sehun sesali, kenapa semuanya tidak pernah memandang permasalahan yang membelenggu Baekhyun dari sudut pandang Baekhyun sendiri?
'Hyung.. Maafkan aku yang tidak bisa membanggakanmu..'
Sehun mengepalkan tangannya kuat-kuat di balik punggung Baekhyun.
`klining`
Bunyi lonceng yang terletak di atas pintu masuk membuat kedunya melepas pelukan masing-masing. Baekhyun yang terus fokus pada pengunjung yang masuk langsung beranjak. Seulas senyum kembali tersemat membuat Sehun menghela nafas lega. Ya, setidaknya Baekhyun tidak menunjukan wajah sendu lagi.
Baekhyun berdiri di samping meja kecil yang ada di tengah ruangan. Sementara itu sang Pengunjung disibukan dengan melihat-lihat bunga-bunga yang ada di sudut ruangan. Mata bulat perempuan berbalutkan almamater sebuah universitas kenamaan Seoul itu bergerak random, dan pergerakan irisnya terhenti pada kumpulan bunga Aster dan Anggrek.
"Ah, akhirnya aku menemukannya. Tolong rangkaikan bunga Aster putih dan Anggrek pink." Pintanya tanpa menatap Baekhyun. "Seindah mungkin." Gadis itu melangkah menuju sebuah bangku panjang yang ada di antara rumpun bunga foxglove dan bunga lavender.
Baekhyun mengangguk. Kemudian tangan berjemari lentiknya dengan cekatan mulai memilah beberapa tangkai bunga yang diminta. Setelah mendapat masing-masing lima tangkai, Baekhyun segera membawanya ke arah meja yang selalu ia manfaatkan untuk menyelesaikan rangkaian yang diinginkan oleh konsumen.
Tubuh mungilnya beranjak menuju deretan etalase dan almari khusus yang menyimpan perlengkapan maupun aksesoris tambahan untuk merangkai bunga. Dengan cekatan, dibawanya sebuah plastik khusus, pita berwarna merah jambu juga gunting khusus. Tak lupa pisau cutter yang menyembul di saku apron.
Baekhyun kemudian menghampiri Sehun yang kini disibukan dengan buku tebal yang berisi daftar bunga serta inventaris lain di toko tersebut. Baekhyun menghela nafas pelan mendapati raut serius adik kesayangannya.
"..Hun.." Panggil Baekhyun dengan suara serak dan samar.
Sehun langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Baekhyun dengan penuh perhatian. Ia memang berusaha untuk terus menajamkan pendengarannya. "Ada apa, Hyung?"
'Ada konsumen. Buatkan secangkir teh chamomile untuknya.'
Sehun tertegun sejenak. Ia langsung menepuk dahinya pelan dan mengangguk paham. "Baiklah, Hyung." Dia mulai mendekati bungkusan berisi Teh Chamomile. "Dalam satu menit kedepan aku akan mengantarnya kedepan."
Bisa Sehun tebak jika pengunjung kali ini bergender sama dengan ibunya. Karena memang Baekhyun dan dirinya akan secara khusus menghidangkan Teh Chamomile denga sejuta manfaat untuk pengunjung wanita.
Baekhyun mengedikan bahunya dan memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. Dia menyunggingkan senyum tulusnya pada gadis yang ada di hadapannya. Dan sang gadis? Oh dia bahkan tak menatap wajah Baekhyun sama sekali.
Baekhyun terus tersenyum dan menggeleng kecil. Ia mulai fokus pada rangkaian yang dikerjakannya. Keadaan di dominasi keheningan. Hanya suara guntingan tangkai juga pisau cutter yang beradu dengan ranting kecil yang terdengar.
Baekhyun sudah biasa di abaikan. Bahkan oleh pelanggan toko bunganya sendiri.
.
.
.
Park Corporation, Jung District, Seoul, South Korean, March 2nd 2014, 09.00 AM
Para petinggi perusahaan terbesar di Korea Selatan itu nampak sibuk dengan beberapa bukti yang bisa menguatkan argumen masing-masing. Di depan sana, sang General Manager yang saat ini memang berperan sebagai moderator rapat hanya menghela nafas pasrah. Tak jauh darinya, CEO Park nampak sibuk dengan sebuah notes yang sedang dia coret-coret dengan sebuah pensil.
Wajah datarnya terus terfokus pada notes di tangannya. Jujur hal itu membuat sang Moderator rapat terus berkeringat dingin, belum lagi sekretaris sang CEO nampak sibuk memberi kode pada yang lain.
"Sudah selesai?" suara berat CEO Muda itu membuat peserta yang ricuh mendadak bungkam. Hawa menakutkan mulai menguar di ruang rapat. "Ck, ini bukan rapat. Tapi jajak pendapat dengan anggota tak lebih dari kumpulan bayi yang terperangkap dalam tubuh yang sudah menua."
Para anggota rapat mulai menelan saliva kuat-kuat. Mereka melupakan satu hal, CEO Park Corp tak pernah menyukai perdebatan yang dipenuhi omong kosong. Dan teguran tersirat tadi membuat kumpulan pria paruh baya itu hanya mematung.
"Kim Kwajangnim, hentikan rapat hari ini. Persiapkan rapat mendatang dengan matang. Aku tak ingin kejadian hari ini terulang kembali."
Semuanya membeku. Mereka mulai merutuk kesalahan masing-masing dalam hati. CEO Park mulai beranjak di ikuti sekretarisnya yang mulai membereskan beberapa berkas yang tadi memfokuskan perhatian pria muda namun berwibawa tersebut.
`BRAK`
Pintu ruang rapat terhentak dengan keras, menyadarkan para anggota yang masih tercengang.
"Algaseumnida, Sajangnim."
Chanyeol, Park Chanyeol, sang Eksekutif muda melangkah dengan tegapnya. Aura-aura hitam mulai bermunculan dari tubuh jangkungnya. Wajah tampannya terus menampilkan ekspresi yang tak berarti, membuat beberapa resepsionist yang tadinya sibuk bergurau langsung menunduk takut.
Chanyeol mendengus, sebelum akhirnya memilih untuk meninggalkan gedung Park Corp setelah ia menyambar mantel cokelat yang tersampir di kursi kerjanya. Ia meninggalkan pesan pada Sekretaris Jang bahwa ia pulang cepat hari ini.
Mobil Audi Renault terbaru dengan warna hitam metalik meninggalkan basement gedung dengan kecepatan penuh. Iris kelabunya terus menyorotkan emosi. Dengan handal tangannya memainkan kemudi, hingga ia memilih untuk rehat sejenak di pusat kota. Kepalanya ia tolehkan kesana kemari hingga akhirnya ia memilih untuk memarkirkan kendaraan kebanggaannya di seberang sebuah mini market 24 jam yang nampak sepi.
Setelah sukses parkir paralel, ia memasang mode alarm, dan mulai melangkah menjauhi area parkir. Mata bulatnya berotasi malas tatkala terdengar olehnya jeritan-jeritan absurd dari sekumpulan gadis yang tengah mengistirahatkan tubuh pesolek masing-masing di bangku sebuah taman.
Langkah kaki jenjangnya terhenti setelah ia mendapati sesuatu yang menarik di persimpangan sana. Dia melangkah dengan semangat dan langsung menyeberangi jalan. Dan ia nyaris tersandung kakinya sendiri disaat ada sosok laki-laki yang nampak kena damprat oleh tiga orang paruh baya.
"Ya Tuhan! Aku tak menyangka toko ini mempekerjakan pegawai rendahan sepertimu?" wanita pertama dengan balutan mantel koleksi desainer ternama, Tony Kim menatap bengis sosok yang terus menunduk.
"Cih, aku takut kita akan terkena sial setelah berkunjung kemari." Wanita lain – kini yang bergaun hitam – angkat suara. Dan ternyata pernyataan tersebut membuat sosok yang terus menunduk mengangkat wajahnya pelan.
DEG
Chanyeol ternganga. Baru kali ini ia mendapati sosok dengan wajah rupawan. Dan yang membuatnya kian tercengang adalah respon sang pemilik wajah. Dia, tersenyum tulus meskipun mendapat kata-kata perih.
Ketiga wanita itu dengan serempak berdecih, bahkan meludahi sosok yang terus tersenyum. Dan entah kenapa Chanyeol merasa emosinya tersulut. Dia langsung memacu langkahnya mendekati sumber keributan yang hanya mendapat respon kosong dari orang-orang yang berlalu lalang. Bahkan diantara mereka tak segan melempar pandangan jijik dan enggan ke arah orang itu.
Sosok itu menggeleng kecil, dan masih tetap mempertahankan senyum manis di wajahnya. Chanyeol tertegun, bahkan mulai ragu untuk mendekati sosok berparas ayu tersebut. Setelah pergulatan batinnya yang memakan waktu lama, Chanyeol akhirnya menyerah. Mungkin di lain kesempatan ia akan berkunjung kemari. Ah kalau bisa, secepatnya. Chanyeol..
Penasaran akan sosok berparas murni yang tadi dilihatnya.
.
.
.
Seminggu berlalu begitu saja. Chanyeol yang memang selalu menyisihkan waktu hanya sekedar untuk melewati toko tersebut hanya mampu menahan gejolak yang terus membuncah di rongga dadanya. Sampai saat ini, ia masih penasaran akan sosok manis tersebut, yang justru mulai bermain peran dalam alam bawah sadarnya.
Sekretaris Jang bahkan kadang menatap Chanyeol bingung saat CEO muda itu nampak gusar di meja tugasnya. Belum lagi dengan ia yang memilih untuk mengabaikan jam makan siang hanya untuk sekedar berkeliling daerah Apgeujong yang memang ramai.
Terfikir olehnya kemungkinan atasannya yang tegas itu sedang mengalami fase tertarik pada seseorang disana, (dan Demi Tuhan Sekretaris Jang teramat penasaran sosok seperti apa yang mampu mengusik dinding kokoh di hati pemuda bergelar Don di tanah Inggris tersebut). Parahnya tanpa sengetahuan Sekretaris Jang, praduganya itu benar terjadi.
Kejadian di ruang rapat terulang kembali, bahkan Chanyeol tak segan untuk melempar setumpuk berkas yang sedari tadi ditelitinya ke hadapan wajah-wajah Dewan Direksi. Dan tanpa kata ia membungkukan badannya sekilas dan memilih meninggalakan ruangan pengap bak neraka itu.
Gurat lelah bercampur amarah tercetak sempura di wajah tampannya. Ia kian dongkol ketika ia mengetahui realita bahwa sekarang sudah jam sebelas malam lebih dua puluh menit.
'Ini gara-gara penjilat renta itu!' – geram Chanyeol dalam hati.
Selama ini Chanyeol sudah mencoba bersabar untuk menghadapi tingkah kekanak-kanakkan para petinggi. Namun, toleransi yang sudah ia coba terapkan selama ini sudah musnah, seiring dengan terkikisnya rasa percaya antar anggota.
Puncak kemarahan Chanyeol adalah hari ini, dan dengan segera ia memilih untuk pulang ke apartement yang ia tempati di kawasan Gangnam. Matanya yang memerah karena emosi bergerak perlahan, menyusuri deretan toko yang ia lalui.
Chanyeol yang hampir berbelok di persimpangan langsung menarik tuas rem tangan dan menginjak pedal rem. Irisnya kian membulat ketika ia tahu siapa sosok mungil yang sibuk berbenah di dalam toko bunga yang memang menarik tersebut.
Chanyeol melirik arlojinya sekejap, dan ia yang mengetahui jam berapa sekarang nyaris tergeletak di mobilnya yang terparkir di tepi jalan. Akhirnya ia memutuskan untuk mengawasi sosok tersebut dalam diam. Ya, sosok yang telah menghantuinya akhir-akhir ini.
Brighter's Flower, Apgeujong, Gangnam District, March 10th 2014, 00.00 AM
Baekhyun sibuk menyusun bunga dalam pot di rak tinggi di dekat almari. Mata sipitnya sesekali mengerjap, bermaksud menghilangkah rasa kantuk yang menyerang. Kepalanya terkantup kecil dan ia langsung menampar pipi tirusnya sendiri. Seulas senyum geli tercetak. Ia merasa konyol akan dirinya sendiri.
Diriliknya sosok Sehun yang masih sibuk dengan daftar pesanan untuk di ambil dua hari mendatang. Pencahayaan toko yang memang cukup membuat semangat Baekhyun kembali naik. Ia memang berniat menyelesaikan beberapa rangkaian yang akan di antar Sehun siang nanti. Pergerakannya terhenti ketika denting lonceng pintu masuk membuat Sehun dan Baekhyun menghentikan kegiatan masing-masing.
"Selamat Datang.."
Suara berat Sehun terdengar riang. Disusul dengan senyum menawan Baekhyun yang sukses membuat sosok yang baru saja memasuki toko terdiam sejenak. "Ah iya."
Sosok jangkung berbalut pakaian formal itu mengedarkan pandangannya. Ia mulai meneliti keadaan toko yang ternyata teramat luas tersebut. Suasana nyaman mulai menyergapi dirinya. Perlahan, penat yan tadinya membebani dirinya mulai menghilang.
"Ada yang bisa kami bantu?" Sehun segera menghampiri sosok jangkung tersebut. "Sepertinya Anda membutuhkan buket indah untuk seseorang, Tuan?"
Chanyeol – sosok yang ditanya – mengerjap kecil. Dalam hati ia merasa was-was, takutnya kedapatan mencuri pandang pada sosok Baekhyun yang menghilang di balik pintu sebuah ruangan. Ah, sial.
"Oh iya. Aku ingin mengunjungi nenek ku yang sedang di rawat di klinik keluarga." Sahut Chanyeol. "Kira-kira bunga apa yang cocok untuknya?"
Sehun mengangguk kecil sebelum bersuara. "Chrysanthemum warna ungu[1] cocok untuk beliau."
Chanyeol tersenyum lembut. Dan senyumnya kian melebar disaat ia mendapati sosok Baekhyun yang muncul dengan segelas Teh yang mengepul dengan aroma jahe yang kuat. Baekhyun meletakannya di meja kecil dekat bangku panjang yang tersedia.
"Hyung, bisa tolong rangakaikan bunga krisan ungu? Dan tambahkan pula beberapa bunga yang menurutmu cocok."
Baekhyun mengangguk. Tubuh mungilnya mulai mendekati kumpulan bunga Chrysanthemum yang ada di dekat Chanyeol berdiri. Semerbak aroma geranium yang menguar dari tubuh mungil Baekhyun membuat Chanyeol mabuk kepayang.
"Oh.. sebaiknya Anda silahkan duduk terlebih dahulu Tuan–" Ucapan Sehun menggantung, membuat Chanyeol tersentak.
" –Chanyeol, Park Chanyeol."
"Ah, iya. Silahkan duduk dan nikmati Teh yang telah kami sediakan, Tuan Park."
`ckrek`
`kres`
Suara tersebut mendominasi, kini Baekhyun mulai membersihkan bagian pangkal bunga-bunga yang didapatnya. Tak lupa diraihnya pot kecil berisi bunga Dandelion[2] dan meletakannya di meja. Wajahnya mulai menampilkan raut serius seiring dengan kinerja tangannya yang terampil membungkus Bunga Krisan dan pot berisi tanaman Dandelion di hadapannya.
Dan perhatian Chanyeol tak pernah lepas dari sosok Baekhyun. Tanpa disadarinya, kening Chanyeol mengernyit. Pria muda itu mencoba berfikir tentang kemungkinan kenapa ia merasa tidak puas akan pertemuannya dengan sosok mungil dihadapannya.
Ah, iya. Ia ingat sekarang. Ia belum mendengar suara Baekhyun sama sekali!
"Ngomong-ngomong, kenapa toko masih buka larut malam begini?" Chanyeol buka suara. "Setahuku, toko di kawasan ini hanya akan buka sampai jam sepuluh malam."
Baekhyun dan Sehun berpandangan sejenak. Kedunya mengangkat alis dengan serempak sebelum akhirnya Baekhyun tersenyum tipis dan mengangguk, mengiyakan Sehun untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"Ah, kami menyelesaikan pesanan, Tuan Park." Sehun menghela nafas sejenak. "Dan.. Ah.. bukankah Anda CEO Park Corp?"
Chanyeol menyesap Teh Jahenya perlahan, dan kemudian menyunggingkan senyum khas di wajah tampannya. "Ya, kau benar.. eung.." Chanyeol melirik name tag yang tersemat di kemeja Sehun, sebelum akhirnya menatap deretan rapi hangul di apron yang Sehun kenakan. "..Sehun-ssi."
Sehun mengangguk mafhum. Kini ia beranjak dan mulai mendekati meja kasir. Dengan cekatan ia mulai menulis nominal yang harus Chanyeol bayar. "Maaf Tuan Park. Apakah nantinya Anda akan membayar dengan cash atau dengan kartu kredit?"
"Aku akan membayar cash saja." Chanyeol beranjak. Tubuh jangkungnya mendekati sosok Sehun yang menyiapkan sebuah kantong plastik yang ternyata berisi souvenir khas dari toko bunga yang sekarang Chanyeol – sengaja – datangi.
Baekhyun yang sudah menyelesaikan kegiatannya langsung menyerahkan buket juga pot kecil kepada Chanyeol dengan hati-hati. Ia memang sengaja menghiasnya dengan terpisah. Mengingat bunga Dandelion teramat rawan jika tidak diperlakukan dengan baik.
Baekhyun mengernyit karena Chanyeol terus terdiam. Ah, ia lupa jika tangan Chanyeol sudah tidak bisa menerima barang lagi. Ia menggigit ujung lidahnya dan tersenyum yang mengisyaratkan sebuah permohonan maaf untuk Chanyeol.
Akhirnya Baekhyun memutuskan untuk membantu Chanyeol. Kedua orang dengan perbedaan tinggi badan yang kentara tersebut meninggalkan toko, dimana masih ada Sehun yang terus tersenyum jahil. Ia setidaknya menangkap sinyal-sinyal ketertarikan Chanyeol pada kakak cantiknya.
Sementara itu..
Chanyeol melirik wajah Baekhyun yang terpapar sinar rembulan. Wajah ayunya kian membuat Chanyeol mabuk karena terlihat bersinar. Keduanya berjalan menyusuri trotoar dalam diam. Baekhyun sebenarnya sedikit heran dengan tingkah Chanyeol. Tapi ia lebih memilih untuk mengacuhkannya.
Keduanya sudah sampai di samping mobil Chanyeol yang telah terparkir. Chanyeol membuka bagasi dan meletakkan souvenir disana. Berbeda dengan bunga-bunga yang dibelinya, ia letakan disamping kursi kemudi. Chanyeol melirik name tag Baekhyun sekilas sebelum akhirnya angkat suara.
"Terimakasih atas bantuannya Baekhyun-ssi."
Disambut anggukan lucu dari Baekhyun. Chanyeol menghela nafas. Ia sebenarnya ingin mendengar suara Baekhyun. Namun melihat rona merah di pipi Baekhyun membuatnya urung. Ah, ia sadar jika ia terlalu menatap intens wajah Baekhyun.
'Mungkin Baekhyun tipikal orang yang pemalu.' – Chanyeol mencoba berfikir positif.
"Sekali lagi terimakasih, Baekhyun-ssi." Chanyeol mengambil sesuatu dari saku coat-nya. "Senang bertemu denganmu."
Chanyeol memasuki kendaraan berwarna mengkilap tersebut. Wajahnya terus membiaskan rasa bahagia yang menyelinap di rongga dadanya. Ia melajukan Audi kebanggaanya dengan kecepatan sedang. Dan di sana, Baekhyun mematung setelah mendapati beberapa baris kalimat yang sukses membuat jantungnya menggila.
[Aku senang berkenalan denganmu. Ku harap kita akan segera bertemu kembali. Dan jika aku mengajakmu berkencan, jangan menolakku, please]
Ya Tuhan! Baekhyun ingin pingsan sekarang!
Hari demi hari berlalu. Sejak kejadian Chanyeol yang berkunjung di toko tengah malam lalu, keduanya mulai terlihat dekat. Tak jarang Baekhyun harus memukul Sehun dengan sendok kecil yang ia gunakan untuk mengaduk teh yang akan ia suguhkan pada Chanyeol di saat pemuda albino itu menggodanya. Ya, rutinitas Chanyeol yang mengunjungi toko hanya untuk merayu Baekhyun-lah yang membuat Sehun tak berhenti untuk membuat kakak sepupunya kesal.
Seperti saat ini, Chanyeol menghampiri Baekhyun yang sibuk menyiram tanaman di depan toko. Tubuh jangkungnya terbalut oleh T-shirt hitam lengan panjang, jeans sewarna irisnya yang kelabu, juga sepatu pantofel berwarna hitam.
Tangannya sesekali bergerak untuk menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Wajah rupawannya yang tersentuh nuansa kebarat-baratn nampak memerah. Dan ia nyaris melontarkan nada tinggi dengan suara beratnya dikala Baekhyun yang tiba-tiba menengok. Wajahnya menegang, kemudian berubah melembut, dengan binar mata yang menyiratkan pertanyaan yang tertuju pada Chanyeol.
"Baek. Aku... aku ingin berbincang berdua denganmu." Chanyeol berujar dengan to the point, tanpa basa-basi. Bahkan suaranya terdengar gugup, berbeda jauh dengan image-nya sebagai atasan dingin dan tegas.
Baekhyun membulatkan mulutnya, membuat ekpresi wajahnya berubah menggemaskan. Ia mengangguk-anggukan kepalanya singkat sebelum akhirnya memasuki toko dan membenahi dirinya. Baekhyun menuliskan sesuatu pada sebuah kertas, dan menyerahkanya pada Sehun yang terus menyeringai. Baekhyun memutar bola matanya malas.
Dia langsung meraih sebuah buku notes kecil dan pulpen bercorak bunga Gypsophila[3] yang seakan mewakili dirinya. Chanyeol yang memainkan kakinya di trotoar langsung menghentikan kegiatan absurdnya ketika tubuh mungil Baekhyun menghampirinya.
Chanyeol tersenyum – untuk kesekian kalinya – ia langsung meraih jemari lentik Baekhyun tanpa aba-aba. Hal spontan yang Chanyeol lakukan ternyata membuat Baekhyun menunduk malu.
"Baek, aku ingin membicarakan sesuatu padamu. Dan ku harap kau akan menjawabnya dengan jujur." Chanyeol menjeda ucapannya. "Dan harus dari bibirmu."
`nyut`
Senyum Baekhyun luntur. Buliran peluh mulai membanjiri pelipisnya. Ia bingung, juga gundah bersamaan. Ia tak yakin dengan keinginan Chanyeol. Rasa bersalah mulai memenuhi relung hatinya. Ia sedikit merutuk juga. Ia baru saja sadar selama beberapa waktu ia bercengkerama dengan Chanyeol hanya senyum, anggukan, gelengan juga lewat tatapan mata yang Baekhyun lontarkan.
Telapak tangannya mulai basah. Dan itu disadari Chanyeol.
"Ada apa, Baek?" tanya Chanyeol. Baekhyun melirik ke sana ke mari. "Apa kau keberatan dengan permintaanku?"
Baekhyun menggigit bibir bawahnya. Matanya pun mulai berkaca-kaca. Sungguh ia bingung – teramat sangat – apakah ia harus menjawab dengan bahas isyarat atau dengan suaranya yang sengau nan parau. Akhirnya Baekhyun menggeleng. chanyeol menghela nafas pelan. Ia menggenggam tangan Baekhyun, dan mendudukannya di bangku sebuah halte yang telah dilewati.
Chanyeol menatap Baekhyun dengan raut penuh permohonan. Mau tak mau Baekhyun menguatkan hatinya. Bersiap dengan berbagai reaksi Chanyeol. Entah itu reaksi yang akan menyenangkan atau menyakitkan.
"Baek, terbukalah padaku." Pinta Chanyeol dengan teramat sangat.
Baekhyun meneguk salivanya kasar. Dengan ragu, tangannya yang tadi terkepal mulai terulur di depan wajah Chanyeol yang jongkok di depan Baekhyun. Jemarinya mulai bergerak, menyusun sederet kata dengan lancar, membuat Chanyeol membulatkan matanya.
'Maaf, aku tak bermaksud menyembunyikannya...' Terhenti sejenak, seiring dengan mengalirnya buliran luka di wajah cantiknya. '...Aku tak bisa berbicara dengan normal, Chan...'
Chanyeol ternganga. Ia sungguh tak menyangka. Baekhyun.. Baekhyun pengguna bahasa isyarat? Tak berarti dia..
Baekhyun yang mendapati reaksi Chanyeol langsung beranjak. Ia sudah menduganya. Pasti Chanyeol akan terkejut. Ia langsung berlari meninggalkan Chanyeol yang masih shock. Ia tahu.. tak akan ada cinta untuk dirinya..
.
.
.
Musim semi berlanjut. Kehatangan dimana cinta terus bertebaran malah tak dirasakan oleh Chanyeol. Apalagi kini Baekhyun menghindarinya. Ia merasa bersalah. Baekhyun jauh dari jangkauannya bahkan sebelum ia sempat mengungkapkan rasa kasihnya.
Ia bahkan tak segan untuk sekedar mengirimkan hadiah untuk Baekhyun juga Sehun. Namun tak mendapat respon yang diharapkan. Ia meringis, mengingat reaksi Sehun sebelumnya. Ayolah siapa yang tak marah ketika mendapati kakakmu menangis tersedu-sedu (bahkan meraung) ketika pulang eum berkencan.
Chanyeol menepuk wajahnya kesal. Ia juga jadi teringat ketika ia menyisihkan tiga hari masa kerjanya hanya untuk mengemis maaf pada Sehun. Beruntunglah pemuda yang baru saja menjadi mahasiswa baru di Kyunghee itu berpikiran dewasa dan menerima alasan yang Chanyeol sampaikan.
Chanyeol tak berhenti disitu, ia bahkan terus berusaha mengunjungi Baekhyun, mengirim berbagai surat cinta ke kediaman Baekhyun, juga menyiapkan berbagai kejutan untuk Baekhyun. Namun semuanya gagal. Bantuan yang didapatkan dari Sehun juga tak berarti apa-apa. Baekhyun bahkan ikut mendiamkan Sehun.
Chanyeol memutuskan untuk berbuat nekat. Ia juga tak mempedulikan cibiran keluarganya (selain Ayah, Ibu juga kakak perempuannya) atas ketertarikannya pada sang Florist. Yang membuatnya jengah, ternyata ketiga wanita yang sempat mencibir bahkan meludahi Baekhyun adalah bibi-bibinya. Ya Tuhan! Ia jadi merasa pantas mendapat balasan sebegini menyakitkan dari Baekhyun.
Chanyeol bangkit dari posisinya. Ia sudah memutuskan untuk segera mengabaikan perlakuan Baekhyun yang mengacuhkan dirinya sebelum-sebelum ini. Dan ia yakin kali ini Baekhyun pasti akan menerimanya.
Setelah mendapati pesan balasan dari Sehun yang menghembuskan angin harapan, ia langsung menyambar kunci mobil di meja. Tak dihiraukan olehnya panggilan Kim Jongin – General Manager – juga Sekretaris Kang. Yang jelas ia ingin melamar pujaan hatinya.
Brighter's Flower, Apgeujong, Gangnam District, April 12th 2014, 06.00 P.M.
Chanyeol berlarian memasuki toko. Tak ia pedulikan umpatan-umpatan yang ia dapat dari beberapa orang yang tanpa sengaja di tabraknya sepanjang perjalanan kemari. Wajahnya langsung berseri ketika didapatinya sosok Baekhyun yang masih membeku di tempatnya.
Beberapa pengunjung yang menyadari sosok Chanyeol terpekik. Ayolah, siapa yang tak tahu sosok Park Chanyeol, seorang CEO muda dengan gelar Don dari kerajaan Britania? Ya tuhan.. ia bahkan idaman para wanita dan pria berstatus uke di penjuru negeri.
Baekhyun mundur perlahan. Ia nyaris terpekik disaat Chanyeol langsung meraih lengan mulusnya. Chanyeol juga tak segan untuk mendaratkan kecupan hangat di kening Baekhyun. Baekhyun terdiam, mata cantiknya kembali berkaca-kaca. Ia sungguh tak menyangka atas tindakan Chanyeol padanya. Chanyeol masih menggenggam tangan Baekhyun, perlahan merendahkan tubuhnya – berjongkok –
Tangan kanannya merogoh saku jasnya, dan menyodorkan sebuah kotak beludru berwarna crimson ke arah Baekhyun. Wajah tampannya menyiratkan keyakinan penuh untuk Baekhyun.
"Baek, Menikahlah denganku."
Baekhyun tertegun. Ia tak menyangka jika Chanyeol akan segila ini. Ah, gila tidak cukup untuk mewakili Chanyeol saat ini.
"Mari kita percantik rumah kita!"
Para gadis memekik histeris. Membuat toko yang tadinya sepi berubah riuh. Sehun yang sedari tadi terdiam langsung mengambil tindakan. Ia membubarkan kumpulan pendemo dadakan tersebut. Ia tak ingin toko yang dirintis mendiang Tuan Byun hancur sia-sia karena tingkah Chanyeol yang seenaknya. Meskipun Sehun tetap senang karena Chanyeol menerima kondisi hyung tersayangnya dengan tulus.
"...Chan..Yeol.."
Giliran Chanyeol yang tertegun. Ia memang sudah mengetahui apa yang menimpa Baekhyun termasuk kerusakan pita suara yang sebenarnya tidak permanen. Baru saja.. baru saja ia mendengar Baekhyun menyebutkan namanya meski dengan bersusah payah, kan?
Iris kelabu Chanyeol turut terselubung oleh kabut bening. Ia merasa terharu karena Baekhyun mengorbankan tenggorokannya yang akan terasa perih seperti terbakar karena memaksakan diri untuk bersuara, hanya untuk melafalkan namanya.
"Ya, Baek. Bagaimana? Apa kau mau menikah denganku?" suara Chanyeol bergetar. "Kau mau hidup denganku? Meramaikan rumahku yang sepi?"
Baekhyun menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Ia mengangguk dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Chanyeol kian berseri. "..Y..a. A-aku.. ma..u, Yeol.."
Chanyeol tersenyum. Ia langsung menyelipkan di jari manis kekas-calon istrinya yang manis ini sebuah cincin cartier yang memiliki ukiran indah berwarna emas di dalamnya. Dikecupnya lembut punggung tangan Baekhyun penuh perasaan.
Pria jangkung bermarga Park itu bangkit dari posisi jongkoknya. Ia langsung meraih tubuh mungil Baekhyun dalam rengkuhannya. Ia kembali mencium kening Baekhyun, sebelum akhirnya meraih bibir tipis Baekhyun dengan bibir penuhnya.
Mengecup, menggigit, mengulumnya dengan penuh rasa cinta dan kasih yang selama ini Baekhyun idamkan. Chanyeol melepaskan pagutan itu beberapa menit setelahnya. Dahinya beradu dengan dahi Baekhyun.
"Terimakasih, terimakasih banyak, sayang." Chanyeol kembali mengecup bibir Baekhyun sekilas. "Aku mencintaimu. Layaknya Gypsophila yang dengan setia mendampingi buket cantik Mawar Merah[4], sepekat warna yang menghiasi kelopak Carnation Merah[5], juga selembut warna bunga Daisy Putih[6]"
Baekhyun mengangguk. Ia meremas kecil jas bagian punggung calon suaminya. Bibirnya tergerak. Dia berujar dalam lirih.
"Dan aku akan membalas semuanya dengan perasaanku yang selembut kelopak Mawar Putih[7], juga setenang Mawar Peach[8]"
Chanyeol berjanji. Ia akan membawa Baekhyun-nya dalam kebahagiaan.
-The End-
Notes :
(Bahasa Bunga)
[1] Chrysathemum ungu : Keinginan untuk sehat.
[2] Dandelion : Keinginan untuk sembuh, harapan agar terus hidup.
[3] Gypsophila : Ketulusan, Kepolosan.
[4] Mawar Merah : Cinta , cantik , aku cinta padamu , rasa hormat , keberanian
[5] Carnation Merah : Aku menginginkanmu.
[6] Daisy Putih : Kepolosan, Cinta Setia
[7] Mawar Putih : Cinta Sejati, lugu, amat menyenangkan, rahasia dan diam
[8] Mawar Peach : Manis, rasa terimakasih, apresiasi, kekaguman, simpati
A/N
Eaaa~~ seperti biasa diriku Cheesy dan alay :v Mohon maaf jika ceritanya GJ Absurd deel /elap ingus/.
Keep review, please :* /hoek/
