Bodoh... sering kali kata itu terucap di dalam hati kecilku.

.

Mencintai seorang pemuda yang tak akan pernah membalas cintaku.

.

Dan menerima ungkapan cintanya meski tau kalau aku hanyalah pelampiasan baginya.

.

Sering kali dia menyakiti hatiku yang tulus mencintainya dengan kebohongan.

.

Meski sakit hati dan batinku tersiksa atas perlakuannya padaku.

.

Meski air mataku selalu menetes karenanya.

.

Tapi itu semua tak mengubah perasaanku padanya. Aku tetap ingin berada disampingnya.

.

Karena aku wanita yang bodoh.

.

Ya, seorang wanita bodoh yang sangat amat mencintainya.

.

Meski hatiku hancur berkeping-keping dibuatnya. Aku hanya ingin berada disisinya.

.

Dan tetap bertahan berada di sisinya. Berharap suatu saat nanti dia membalas cintaku meski hanya sedikit.

.

.

.

.

Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto

Author : Hani Yuya

Judul : My Wish, Kimi no Soba ni Iru Kara.

Rate : T+

Pairing : Sasusaku, slight Sasuhina,GaaSaku

Gendere: Romance, Angst

Nb : Sebenernya ini fanfic pesenan reader yang udah lama blum kubuat... inti ceritanya dia yang buat. Aku cuma menjabarkan jadi sebuah crita. Gomenne veronica septiana... baru buat sekarang. Semoga tak mengecewakan.
.

.

.


Konoha, 01 november 20xx

Angin berhembus kencang hari ini, mengombang-ambing rambut soft pink ku yang mulai memanjang. Ah, daun Momiji yang mulai mengering jatuh berguguran. Namun masih ada beberapa yang bewarna merah.

Kudongakkan wajahku melihat sisa daun momiji yang masih menempel di ranting pohon, indah... ! tak kalah indah dengan bunga musim semi yang sewarna dengan rambutku ini. Kuhampiri pohon Momiji yang menjulang tinggi itu, lalu perlahan mulai duduk menyender membelakangi pohon. Kuresapi angin yang menerpa kulit wajahku, sejuk,, bagai mantra tidur yang membuat mataku mengantuk. Kumulai memejamkan mata, mengelus perutku yang kini semakin membesar.

Ah, jika melihat daun momiji yang berguguran ini terlintas berbagai kenanganku dengannya beberapa tahun silam. Pemuda berhelai raven yang memikat hatiku, mencintainya hampir membuatku gila. Berharap kenangan manis yang terekam di dalam memoriku dengannya, namun nihil. Sepanjang perjalanan kisah cintaku dengannya hanya ada serpihan luka yang menggores hatiku sedikit -demi sedikit, hingga menyisakan bekas luka yang cukup besar mengaga di hatiku.

Dia hancurkan hatiku berkeping-keping, membuatku tersenyum miris, ternyata aku memang tak bisa membuatmu berpaling darinya. Meskipun begitu kenapa hatiku tak bisa lepas darimu, kau memberikan sebuah harapan semu padaku, membuat hatiku melambung tinggi ke awang-awang, tapi kau juga yang memupuskan harapanku sampai aku terjatuh ke dasar jurang yang paling terdalam.

Akupun tak mengerti pada diriku sendiri, Kenapa?Kenapa? Kata itu sering terucap dihatiku, kenapa aku masih mengharapkan cintanya hanya untukku. Liquid bening mengalir dari manik emeraldku yang tertutup, kugigit kencang bibirku guna menahan sakit di dadaku. Kami-sama, hanya satu permohonanku semoga dia segera mengunjungiku, melihat anak pertamanya yang akan lahir sebentar lagi kedunia ini.

*Flashback On *

.

.

.

Brakkk

"Hai...!" Sebuah geprakan meja yang cukup kencang mengganggu tidur siangku. Aku refleks berdiri dari bangkuku, aku bergidik ngeri ketika mendapati seorang wanita berambut pendek dikuncir satu melotot kearahku. Sedangkan aku hanya tersenyum kaku dan menggaruk punggung kepalaku yang tak gatal.

"Berani sekali kau tidur disaat jam pelajaranku, he! Anak baru! Hmmm... Haruno Sakura, pindahan dari Suna?" Tanyanya mendelik tajam padaku.

"Kau benar sensei, hehe" Jawabku seraya menampilkan cengiran di wajahku.

"Baiklah, setelah pulang seminggu kau harus membersihkan daun Momiji kering yang berserakan di belakang halaman sekolah. MENGERTI!"

"HEE! tapi sensei bukankah halaman sekolah itu luas, hampir 1 Hektar yang ditanami pohon Momiji?" Protesku.

BRAAKK

Sekali lagi ia menggeprak meja kasar, "TIDAK ADA BANTAHAN!"

"HAI!"

"Nanti aku akan menyuruh ketua keamanan mengawasimu, jangan coba-coba melarikan diri dariku, atau kau akan kuhukum lebih dari ini. Mengerti Haruno Sakura!" Bentaknya.

"Aku mengerti sensei" Jawabku menurut.

Ia langsung berbalik dan berjalan kembali ke meja guru meneruskan pelajaran yang sempat terhenti.

Aku mendesah pasrah, ketika sadar teman sekelasku menertawakanku. Aku langsung menduduki bangkuku kasar, mengacak-acak helaian soft pink ku pelan.

"Hihihi"

Kudengar teman sebangku ku pun ikut menertawaiku, aku menoleh kearahnya. Kulihat gadis cantik berhelai kuning blonde dikuncir poni tail itu sedang terkekeh geli. Aku memutar mata bosan, lalu mendecih.

"Tidak lucu Pig!"

Ia langsung berhenti tertawa, lalu mendelik kesal kearahku "Pig! Hei, namaku Yamanaka Ino! Ck,, Forehead!"

Eh? Forehead katanya? Aku mendelik tajam kearahnya, mengacungkan jari telunjukku padanya, "Hei, namaku Sakura! Camkan itu, Baka PIG" suaraku sedikit meninggi.

Terlihat ia tak mau kalah, ia pun ikut mengacungkan jari telunjuknya kearahku, "Sekali lagi memanggilku Baka Pig, tak segan-segan kutarik mulutmu, Forehead!"

"Baka Pig!"

"Baka Forehead"

"TUK,TUK" Sebuah penghapus papan tulis mengenai kepalaku sedangkan sebuah spidol melayang ke kepala Ino. Jangan ditanya darimana asalnya, tentu saja Anko sensei yang melemparkan semua benda yang tadi berada ditangannya itu kearah kami berdua.

"Ittaaiii" Ringis kami bersamaan.

"INO, SAKURA... CEPAT KELUAR DARI KELAS!" Teriaknya kencang memekkakan telinga.

"HAI"

Kami mengambil langkah seribu meninggalkan ruang kelas, tak mau mengambil resiko mendapatkan amukan Anko sensei. Setelah di luar kelas, kami saling berpandangan, mendelik tajam satu sama lain, tapi beberapa menit kemudian Ino menarik bibirnya keatas menyunggingkan sebuah senyuman lalu terkekeh pelan. Mengulurkan tangan kanannya padaku.

"Baiklah aku akan mengenalkan diri secara sopan, namaku Yamanaka Ino, yoroshiku"

Aku sempat bingung dengan perubahan sifatnya, tapi kurasa ia sungguh-sungguh. Aku pun menjabat uluran tangannya.
"Haruno Sakura, yoroshiku"

"Hei, boleh kupanggil forehead?"

Aku mengernyit.

"Hayolah, itu panggilan supaya hubungan kita semakin dekat, kau boleh memanggilku Pig jika kau mau?" Tawarnya.

"Ha-ha-ha... baiklah jika itu maumu, Pig"

Untuk pertama kalinya kami berdua tertawa bersama, kami pun tak akan pernah menyangka jika ditakdirkan menjadi sahabat yang akan saling mengisi nantinya. Tertawa bersama saat senang dan menangis bersama saat sedih.
.

.

.

.
Ting... Tong... Ting... Tong

Bel pulang sekolah berbunyi, aku bergegas pergi ke halaman belakang. Lebih baik membersihkannya sekarang agar cepat pulang ke rumah. Sesampainya disana, keringat langsung mengalir dari jidat lebarku, melihat banyaknya daun momiji yang berserakan di tanah membuat diriku speechless. Aku berbalik ingin rasanya melarikan diri, namun baru saja ingin melangkah, sebuah tangan menarik tas selempangku. Dan sebuah suara barhitone membuatku tersentak kaget.

"Mau kemana, PINKY?!"

Suaranya terdengar dingin ditelingaku, sebuah pertanyaan yang terlontar dari bibirnya seakan tak membiarkanku pergi dari sini. Aku masih tak bergeming dari tempatku.

PUK

Kurasakan ia mulai mendekat menepuk pundakku, mencengkram pundakku. Kurasakan nafasnya dekat dengan telingaku.

"KAU MAU MELARIKAN DIRI,HE! JANGAN HARAP KAU BISA LEPAS DARI PENGAWASANKU, PINKY!"

Aku memejamkan mataku ketika ia berteriak dekat dengan telingaku, suara barhitonenya yang terdengar dingin namun sexy. Kubuka mataku perlahan, lalu menoleh kesamping.

DEG

Mataku membulat, jantungku berdetak kencang, hatiku mendesir. Manik emeraldku menatap intens Onyx miliknya yang hitam pekat terlihat kelam namun mempesona, wajah tampannya, rambut ravennya. Kami-sama, betapa sempurnanya kau menciptakan pemuda di hadapanku ini. Aku bagai tersihir oleh pesonanya.

Wajahku kini merona merah karena menyadari posisi kami. Wajahnya yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahku.

PLETAK

"Ittaiii...!" Tiba-tiba ia menjitak kepalaku membuatku meringis kesakitan.

"Itu hukuman untukmu, lain kali jangan kabur dariku. Aku mendapat amanat dari Anko-sensei untuk nengawasimu selama seminggu" Jelasnya, mendesah pelan, lalu berdecak, menyilangkan tangan didadanya, "Tck, kau menambah tugasku"

Ia berbalik dan berjalan menuju salah satu pohon momiji. Aku masih tak bergeming dari tempatku, ia menoleh memperlihatkan tatapan mautnya padaku.

"KENAPA MASIH DIAM, CEPAT KAU PUNGUTI DAUN MOMIJI YANG BERSERAKAN INI, BAKA PINKY!" Teriaknya kencang.

"HAI"

Menyeramkan, sikapnya kasar padahal ia tampan. Aku langsung melemparkan tas selempangku kesembarang arah, memakai sarung tangan plastik dan mengambil sebuah kantung sampah yang sudah disiapkan.

Satu persatu aku memunguti daun momiji yang sudah berwarna cokelat ini. Sesekali manik emeraldku melirik pemuda raven yang sedang bersandar pada pohon di belakangnya. Dengan santainya ia membaca buku disana.

Satu jam berlalu, bunga kering momiji sudah terkumpul 1 kantung plastik sampah penuh, keringat mengalir dari pelipisku. Kulirik sekali lagi pemuda raven itu, seperempat siku mulai bermunculan di wajahku, ia tertidur pulas dibawah pohon momiji. Buku yang ia baca tadi menutupi wajahnya, dengan sebelah tangan dibuat bantalan olehnya.

Dengan langkah besar aku berjalan menghampirinya. Berjongkok di sampingnya, dengan perlahan kuambil buku yang menutupi wajah tampannya.

Deg

Semburat merah tipis menghiasi wajahku, lagi-lagi jantungku berdetak kencang. Wajahnya terlihat imut dan damai ketika tidur. Hembusan angin di musim gugur, menerbangkan daun bunga momiji yang mengering jatuh berhamburan di tanah. Kurasakan hembusan angin yang menerpa wajahku dan juga wajahnya, rasa lelahku hilang entah kemana, digantikan senyuman tipis yang merekah diwajahku.

Sebuah pertanyaan melintas di benakku, "Apakah ini cinta? Cinta pada pandangan pertama?" Gumamku pelan.

Tak mungkin... aku mencoba mengelak menggelengkan kepala. Aku tak mungkin jatuh cinta pada pemuda dingin sepertinya. Karena, akan berat bagiku mencairkan es yang ada dihatinya.

Kulihat jam di tangan kananku Pukul 4.30... aku akan membangunkannya jam 5 nanti. Aku kembali berdiri dan melanjutkan tugasku, tanpa menengok kebelakang.

Huuff

Aku mengelap keringat yang deras mengalir di pelipisku. Melihat jam tanganku sekali lagi. Tak terasa sudah jam 5. 'Sudah waktunya membangunkannya.'

Aku menoleh berencana ingin membangunkannya. Manik emeraldku membulat, seperempat siku kembali muncul didahiku bahkan lebih banyak. Pemuda raven itu sudah tak ada disana, pergi meninggalkanku sendiri. Aku menggeram dan mengucapkan sumpah serapahku.

"KURANG AJAR KAU PANTAT AYAM!"

Kuhentakkan kakiku kencang ketika melangkah, kini aku harus membawa 2 buah kantong sampah sendirian ke pembakaran sampah. Ck, awas kau... eh? Aku baru menyadari kami belum berkenalan. Menghela nafas panjang, lalu mulai melangkah pulang.

'Besok kutanyakan siapa namanya'

Awal pertemuanku dengannya adalah awal dari penderitaanku dimulai
.

.

.

.

"Aku berangkat duluan, Sasori -nii!" Aku mengambil sepotong roti di atas meja makan, lalu berlari keluar rumah. Tak mempedulikan ia yang berteriak memanggilku berulang kali.

"Sakura, tunggu! Kita satu sekolah kenapa tak bareng saja sich, hei. Ck,, dasar keras kepala"

Haruno Sasori, dia kakakku. Pemuda berwajah baby face dengan rambutnya yang berwarna merah. Kami berdua hanya berselisih 1 tahun, ia menjadi kakak kelasku di Konoha Gakuen. Semenjak orangtua kami meninggal 2 tahun lalu, ia pergi merantau ke Konoha seorang diri, meninggalkanku di Suna dengan nenekku.

Aku tau ia tak ingin menyusahkan nenek lebih dari ini, membiayai sekolahku sudah menjadi beban untuknya. Karena itu ia pergi hidup mandiri di Konoha, sekolah sambil bekerja paruh waktu untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Sekarang ia mengambil alih atas diriku, karena tinggal 1 semester lagi ia lulus sekolah.

Karena itu aku pindah ke sini di tengah semester mengikuti jejaknya, ia kakak yang sangat menyayangi adiknya. Aku sangat menyayanginya, karena itu aku tak bisa terus menerus merepotkannya, sudah kuputuskan aku juga harus mencari kerja paruh waktu.

Alasanku tak mau berangkat bersama dengannya setiap pagi karena aku mencari lowongan kerja part time tanpa sepengetahuannya, karena jika tau ia akan memarahiku.

Aku berhenti disalah satu toko dessert, mataku berbinar ketika melihat lowongan kerja disana. Aku langsung masuk ke dalam untuk memastikannya. 'Hyuuga Shop' itulah nama toko yang kumasuki.

Ting... Ting...

Ketika pintu terbuka suara dentingan bell berbunyi, Aku disambut ramah oleh seorang pemuda berambut panjang mirip wanita, dengan seragam sekolah yang sama denganku.

"Ohayou gozaimasu, ada yang bisa kami bantu"

"Ano, diluar aku melihat ada lowongan kerja. Bisakah aku bekerja disini?"

Pemuda itu mengernyit memperhatikanku dari atas kebawah, "Kau masih sekolah?Di toko kami tak menerima seorang siswa, dilihat dari seragammu kita satu sekolah?"

"Tapi aku butuh pekerjaan, kumohon!" Aku menangkupkan kedua tanganku memohon iba padanya.

"Tidak bi... "

"Terimalah, Nii-chan"

Suara lembut mengalun pelan bak bidadari menginterupsi kegiatan kami. Aku pun menoleh ke sumber suara. Seorang gadis cantik berhelai hitam panjang dengan manik lavendernya tersenyum lembut kearahku. Aku mengernyit, wajahnya tak asing bagiku. Aku mulai mengingat-ingat siapa dia.

"Kau tak ingat aku Sakura-chan?" Tanyanya yang melihat aku kebingungan.

Aku menggeleng membuatnya terkekeh pelan.

"Aku Hyuuga Hinata, teman sekelasmu. Wajar jika kau tak ingat, kita belum bertegur sapa dikelas bukan?" Ia mengulurkan sebelah tangannya. "Hyuuga Hinata, kau boleh memanggilku Hinata, yoroshiku."

Aku menjabat tangannya, "Yoroshiku, Err... Hinata -chan." Jawabku.

"Semoga kita menjadi teman baik, ne. Sakura -chan."

"Ya, jadi aku boleh kerja disini?" Aku bertanya memastikan. Hinata hanya mengangguk sambil tersenyum lalu aku menoleh ke arah pemuda berhelai panjang dengan wajah yang hampir menyerupai Hinata itu.

Ia mendesah pelan, "Baiklah, mulai besok kau bekerja disini, panggil aku Neji. "

Bibirku tertarik keatas, menyunggingkan sebuah senyuman, aku langsung menghambur memeluk Hinata, "Arigatou, Hinata -chan. Kau gadis yang baik."

Pertama kali bertemu dengannya, menganggap baik gadis manis penuh pesona bak putri raja yang berdiri dihadapanku ini. Tanpa ku tau suatu saat nanti, dialah yang akan menoreh luka dihatiku, seorang gadis yang dicintai oleh pemuda pujaanku, sampai ia rela mengabaikanku berulang kali.
.

.

.
Ting... Ting...

Suara bel pintu berbunyi bertanda seorang membuka pintu toko.

"Ohayou, Hinata-chan kau sudah siap, Eh? Siapa dia ttebayo?"

Kudengar suara cempreng seorang pemuda dibalik punggungku. Namun tak berapa lama kemudian.

"PINKY?"

DEG

Jantungku kembali berdetak ketika mendengar suara barhitone tegas terdengar sexy dibalik punggungku. Aku menoleh, benar saja dia pemuda raven ketua keamanan disekolahku. Pemuda yang meninggalkanku kemaren.

"Kau mengenalnya, Teme?"

"Hn, aku ditugaskan Anko - sensei untuk mengawasinya membersihkan halaman sekolah, selama seminggu."

"Kau pergi sebelum selesai mengawasiku, pantat ayam!" Selaku.

"Pantat ayam! Kau memanggilku pantat ayam PINKY? Sopanlah sedikit dengan kakak kelasmu, Baka!" Cercanya.

"Kwkwkwk... pantat ayam? Haha"

Seorang pemuda jabrik berhelai kuning terdapat tiga garis di pipi kanan dan kirinya tertawa terbahak-bahak. Tawanya berhenti ketika pemuda raven menghadiahi tatapan mautnya. Lalu ia juga menatap tajam kearahku.

"Apa!jangan salahkan aku jika memanggilmu pantat ayam, kau juga tak memberitau siapa nama..."

"Uchiha Sasuke..."

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, ia berucap.

"Aku Ha..." Belum sempat ku beritau namaku Hinata-chan memotongnya.

"Haruno Sakura, dia sekelas denganku Sasuke- kun." Sela Hinata.

Ah, dia memanggilnya dengan suffix 'kun'. Ada hubungan apa diantara mereka. Entah mengapa hatiku sedikit sakit.

"Baiklah, ayo kita berangkat sekolah ttebayo, kau pun ikut bersama kami Sakura-chan. Namaku Uzumaki Naruto. Yosh, yoroshiku" Ujarnya. Lalu menggandeng tangan Hinata meninggalkan kami bertiga.

Tak lama kemudian Neji kakak Hinata melepas paksa gandengan Naruto lalu berdiri ditengahnya. Membuaku terkekeh geli.

Namun, senyumanku langsung pudar ketika aku melihat wajah sendu Sasuke yang masih diam tak bergeming sampingku. Tangannya mengepal erat, ada rasa kecewa disana. Kulihat arah pandang manik Onyxnya.

Ah... aku tau dia memperhatikan punggung Hinata yang semakin menjauh,aku tau betul apa arti tatapannya itu. Aku menggigit bibir bawahku,meremas bajuku tepat didadaku. Saat itu aku tau bahwa dia menyukainya. Hatiku sakit, Kami-sama aku benar-benar jatuh hati padanya. Bagaimana ini?
.

.

.

Jam olahraga, Aku duduk termangu di pinggir lapangan, berulang kali menghela nafas. Membuat Ino mengernyit heran menatapku. Tak berapa lama kemudian teriakan murid wanita menyadarkan lamunanku.

"Kyaaaaa, lihat para senpai keren itu... Sasuke- senpai"

"Neji-senpai, Sasori-senpai!"

"Naruto-senpai! "

"Kyaaa, Gaara-senpai, Sai-senpai!"

Para senpai pria itu berlari mengelilingi lapangan yang kami pakai. Kulihat arah pandang Sasuke-senpai kearah kami,ah... bukan. Tapi dia menatap Hinata yang berada disebelahku. Manik emeraldku bertemu pandang dengan manik jade milik pemuda bersurai merah bertato 'Ai' yang berada di belakang Sasuke.

"Kau sedang melihat siapa, forehead? Aku tau para senpai kita itu tampan-tampan bukan. Hehehe "

"Termasuk kakakku ya?"

"Eh?"

Jari telunjukku mengarah pada pemuda bersurai merah berwajah baby face.

"Sasori - senpai, dia kakakku pig"

"Apaaaa...!"

Teriakan Ino membuat semua teman sekelas memperhatikan kami berdua, sampai-sampai para senpai ikut menatap kami. Aku menepuk jidatku pelan. 'Seharusnya aku tak memberitahunya' batinku. Sekilas pandangan kami bertemu Onyx dan Emerald.

"Kau menyukainya, Lebih baik jangan?"

"Apa maksudmu pig?" Aku menoleh.

"Sasuke -senpai itu sulit didekati. Dan lagi sudah ada gadis yang disukainya, kau tak bisa menggantikan gadis itu, forehead" Ujarnya.

Mataku membulat, "Darimana kau tau aku menyukai Sasuke -senpai?"

"Hehe, insting seorang wanita" Ia terkekeh pelan.

"Aku tau pig, klo bisa aku juga tak ingin menyukainya" Jawabku lirih. Menerawang jauh kedepan.

.

.

.
Tap... Tap... Tap...

"Pig, bisakah pelan sedikit jalannya, kau hampir membuatku tersandung,Baka!"

Jam istirahat, Ino menarik tanganku menuju kantin. Kami melangkah dengan sedikit berlari membelah keramaian di lorong sekolah. Berulang kali kami tak sengaja menabrak siswa siswi yang sedang berjalan, tak sedikit aku mendengar mereka berteriak marah kearah kami yang tak meminta maaf.

Aku menghela nafas panjang, ia terus menarik tanganku hingga berulang kali membuatku hampir terjatuh.

"Kita harus cepat, forehead... kalau tidak kita tak kebagian tempat duduk. Ingat kau harus memanggil kakakmu dan teman-temannya bergabung, kemudian kenalkan aku dengan Sai- senpai. Ok"

"Baiklah, tapi lepas dulu tanganku"

Ino melepaskan pegangannya dari tangan kananku, tak lama kemudian sebuah suara yang kukenal memanggil namaku.

"Sakura"

Aku menoleh mendapati Sasori-nii dan teman-temannya berjalan mendekatiku. Manik emeraldku langsung mengerling mencari sosok pemuda raven diantaranya.

Senyumku langsung merekah ketika melihatnya yang berjalan paling belakang, ingin menyapanya, namun niat itu kubatalkan ketika melihat siapa orang yang berjalan disampingnya. Ya,seorang gadis bersurai panjang dengan manik lavendernya yang indah, Hinata.
.

.

.

Kami duduk satu meja bersama mereka semua. Ino duduk disampingku yang berhadapan langsung dengan Sai-senpai pujaannya. Sedangkan aku duduk bersampingan dengan Sasori- nii dan berhadapan dengan Pemuda merah bertato 'Ai'.

Sesekali kulirik Sasuke-senpai yang duduk paling ujung sebelah kiri dari sudut mataku, tatapannya datar dan hanya mengaduk-aduk minumannya.

"Siapa yang kau perhatikan?"

"Eh?"

Aku tersentak kaget ketika pemuda di depanku menghadiahiku sebuah pertanyaan. Ia menatapku datar. Lalu mengulurkan tangannya kearahku.

"Sabaku no Gaara, yoroshiku"

Aku sempat terdiam sebentar, lalu menyambut tangannya,"Ah, Haruno Sakura, yoroshiku. Gaara -senpai"

Sabaku no Gaara pemuda merah yang selalu meminjamkan dadanya untuk tempatku menangis dan selalu setia mendengar keluh kesahku. Pemuda baik hati yang sering kali terluka karena aku.
.

.

.

.

TBC