A/N: bagaimana? Naka nepatin janji kan? Buat sekuelnya, kan? Nah, reader juga harus nepatin janji bakal baca cerita ini dan review :p *plakplakplak*


Disclaimer: Masashi Kishimoto

Speciel Request: my lovely readers *halah*

Sekuel by: Demi Neechan

Story by: shiho Nakahara

Pairing: SasuFemNaru

KakaFemNaru

KyuuKa

Warning: FemNaru, cerita gaje, lebay, dan seperti biasa TYPO BERTEBARAN, bahasa rancuh dan agak kasar.

Summary: Aku menyayangi Sasuke. Tapi, dengan kondisi tubuh yang seperti ini… perlahan-lahan aku harus menjauh darinya karena aku tidak ingin membuatnya kecewa. Namun, cinta tetaplah cinta, tak ada yang bisa mengubahnya.


Selalu Bersamamu

"A-apa? Bagaimana mungkin ini terjadi?" ucap seorang wanita, yang merupakan istri dari seorang Uchiha Sasuke. Matanya membulat tak percaya menatap kertas yang kini berada di genggamannya. Tangannya mulai bergetar tak kuasa menahan keterkejutan dari dalam dirinya.

"Menurut hasil tes, itulah yang terjadi, Naru… kemungkinan besar penyakit itu akan terus bertambah parah. Jadi sebaiknya, kau harus datang ke rumah sakit ini beberapa minggu sekali untuk menjalani pengobatan," tutur seorang dokter bermasker dengan rambut perak miliknya.

"Tapi, Kakashi… apakah penyakit yang kuderita ini akan sembuh? Atau malah…" Naruto sengaja menggantung kalimatnya seraya menggigit bibir bawahnya tanda putus asa.

"Entahlah sampai saat ini belum ada yang menemukan obatnya. Penyakit itu tidak bisa diobati," balas dokter yang dipanggil Kakashi oleh Naruto.

Naruto's Pov:

Aku kembali terdiam menatap nanar lelaki perak yang berada di hadapanku kini. Ia merupakan salah satu teman dekatku dari kelas 1 SMP… Dan kini, ia berhasil meraih impiannya. Menjadi seorang dokter.

"A-apakah Sasuke harus mengetahui semua ini?" aku bertanya dengan ragu-ragu.

"Hn… itu terserah padamu."

.

.

.


Kalian tahu? Setelah hidup bersama Sasuke, aku merasa lebih tenang dan aman. Aku seperti hidup kembali. Kehidupan rumah tangga kami begitu harmonis dan hampir tidak mempunyai konflik, ya setidaknya hanya konflik kecil seperti perdebatan kami yang tidak penting. Bahkan, keharmonisan itu tetap bertahan hingga kini.

Namun, kini ada suatu hal yang mengganjal hatiku. Yang membuatku merasa tak pantas berada di samping Uchiha Sasuke sebagai Uchiha Naruto, istrinya. Bukan karena aku tidak mencintainya lagi, tapi… ada sesuatu yang membuatku harus menjauhinya. Bukan menjauhi seperti yang kalian pikirkan. Tapi menjauhi yang berarti menyembunyikan sebuah hal yang sangat penting darinya. Aku masih belum sanggup menceritakan masalah ini padanya.

Baiklah, jika kalian benar-benar ingin tahu masalah yang kuhadapi sekarang itu apa. Aku akan menceritakannya hanya pada kalian.

Seperti yang kalian ketahui, aku dilahirkan sebagai suku cadang untuk Nee-sanku, Namikaze Sakura. Maka dari itulah, saat aku masih berada di dalam kandungan Kaa-san, aku dikeluarkan dan dijadikan bayi tabung. Cerita masa kecilku bukan hanya sampai di sana. Kaa-san juga meminta agar gen-ku dibuat mirip dengan Nee-san. Yah, gen-ku diutak-atik.

Walau gen-ku sudah diubah, aku masih bisa hidup normal seperti anak lainnya. Namun, kehidupan 'normal'ku itu tidak bisa bertahan selamanya. Aku harus menanggung akibatnya kini. Semua hal yang dieksperimenkan padaku kini berdampak sangat fatal. Kini aku tidak bisa mengendalikan tubuhku sepenuhnya seperti dulu. Kadang-kadang, tubuhku bergerak sendiri kehilangan kontrol. Ya, aku menderita penyakit Epilepsi.

Hal itu baru terungkap kini. Akhir-akhir ini, aku sering terlihat melamun dan kemudian kembali melanjutkan kegiatanku. Penyakit yang kuderita ini termasuk paling ringan. Namun, bisa saja nanti bertambah parah dan bahkan bisa sampai kejang-kejang dengan mulut mengeluarkan busa. Dan, aku pernah mengalami kejang-kejang itu sekali, untung saja saat itu hanya Ai, anakku yang melihatnya.

Aku tidak pernah menyalahkan Kaa-san ataupun Nee-san. Aku menyalahkan diriku sendiri. Kini, aku khawatir pada Sasuke. Apa yang akan dia lakukan jika mengetahui bahwa aku menderita penyakit yang sangat fatal kini. Mungkin saja ia meminta cerai padaku. Maka dari itu, sebisa mungkin aku menyembunyikan semua ini darinya.

.


"Kaa-san dari mana saja? Ai sudah menunggu Kaa-san dari tadi," seorang gadis kecil berumur 6 tahun dengan pupil mata bewarna hitam dipadu dengan helaian rambut hitam dan kulit putihnya itu kini memelukku. Dia anakku, Uchiha Airin.

Secara fisik, ia sangat mirip dengan Sasuke, tetapi… jangan harap kalian akan menemukan sifat dingin dan narsis milik Sasuke dalam dirinya. Semua sifatnya mirip sepertiku.

"Kaa-san tadi hanya keluar sebentar untuk menemui Paman Kyuubi dan Bibi Kara, kok… apa Ai lapar? Kaa-san membawa ramen kesukaan Ai, lho! Kita makan bersama, ya?" aku tersenyum sambil mengangkat bungkusan di tanganku.

"He-eh! Ayo cepat, Kaa-san," ucapnya sambil menarik-narik lembut bajuku.

Tiba-tiba seorang lelaki berambut sama dengan Ai muncul di hadapanku.

"Kau dari mana, Dobe?" tanyanya to the point.

"Hhh… hanya menemui Aniki dan Kara-nee," tentu saja aku berbohong. Aku sama sekali tidak menemui Aniki dan Kara-nee.

Sasuke Pov:

Aku terdiam mendengar jawabannya. Aku tahu ia tidak benar-benar menemui Kyuubi dan Kara. Jelas-jelas aku melihatnya pergi ke Rumah Sakit tadi. Kenapa ia berbohong?

"Teme, sampai kapan kau diam mematung di sana?" aku tersadar setelah mendengar suara si Dobe itu yang berasal dari dapur.

Akhirnya aku menyusul mereka ke ruang makan. baiklah, aku akan memaafkanmu kali ini, Naruto... aku akan mencoba memahamimu kali ini.

Keesokan harinya:

Mata kelamku menatap tajam seorang wanita pirang dari dalam mobil. Mengamati gerak-geriknya. Pagi ini, setelah mengantar Ai ke sekolah, kulihat ia kembali ke rumah sakit. Ada apa denganmu sebenarnya, Dobe?

Tiba-tiba mataku menangkap sosok berambut perak keluar dari gedung putih itu menghampiri si Dobe. Tampak mereka bercakap-cakap sebentar lalu lelaki yang kukenal itu mengajaknya masuk ke dalam mobil hitam miliknya. Tampak wajah Naruto yang tersenyum menanggapi ajakan pria yang kukenal itu. Detik berikutnya, mereka masuk ke mobil itu.

Apa Naruto… selingkuh? Argh! Tidak, kau terlalu berlebihan, Sasuke. Aku dan Dobe saling mencintai… tak mungkin ia mengkhianatiku semudah itu. Pasti ada alasan yang masuk akal. Tetapi… apa aku bisa mempercayainya?

Aku berniat mengikuti mereka berdua, akan tetapi handphone bodoh dibalik sakuku bergetar. Menandakan panggilan dari kantor. Aku mengangkatnya dengan malas. Benar saja, itu suara Neji, menyuruhku untuk ke kantor secepatnya karena rapat akan segera dimulai.

Di sisi lain:

"Kau yakin tidak ingin memberitahunya?" Lelaki berambut perak yang dicurigai Sasuke itu membuka pembicaraan.

"Aku… belum siap," wanita pirang yang kini berada di sebelahnya menjawab datar.

"Kau ini… dari dulu tidak pernah berubah, selalu saja menganggap dirimu kuat menghadapi semua ini sendiri. Aku yakin Sasuke akan menerimanya, jadi… lebih baik kau ungkapkan semuanya" Kakashi mencoba membujuk Naruto. Namun, memang pada dasarnya Naruto memiliki sifat keras kepala, maka ia hanya menjawab,

"Jangan paksa aku, Kakashi, aku tahu kapan harus mengungkapkan semuanya," ia berkata dengan nada menusuk dipadu pandangan kosong menatap kaca depan, menerawang jauh.

"Sebentar lagi kita sampai… Naru, apa kau yakin akan melakukan ini?" pemuda yang dipanggil Kakashi itu kembali bertanya.

"Aku yakin. Setelah pergi ke sana, baru kita kembali ke rumah sakit dan menjalani terapi itu."

*skip time*

"Obatnya sebanyak ini? Kau yakin aku akan sembuh dengan obat ini?" ungkap si pirang kepada manusia yang ada di hadapannya kini.

"Sudah kubilang penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Penyakit ini hanya bisa dikontrol. Kau harus meminumnya sesuai aturan, jika tidak penyakitmu akan bertambah parah."

"Baiklah, aku mengerti."

Sasuke's Pov:

Aku menatap nanar laptop yang ada di hadapanku. Pikiranku melayang pada sosok wanita Namikaze yang menjadi pendamping hidupku kini. Dia benar-benar membuatku gila. Aku masih tak habis pikir dengan kejadian tadi pagi. Kenapa harus pergi dengan Kakashi? Tidak denganku atau Kyuubi saja.

setelah termenung beberapa saat, aku memutuskan untuk menemui Kyuubi. Aku akan bertanya tentang adiknya sekaligus istriku itu.

.

"Entahlah, namun akhir-akhir ini kami sering melihatnya melamun dan kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya seolah tak terjadi apapun. Hal itu membuat kami sangat cemas," ungkap Kara.

"Akhir-akhir ini aku sering melihatnya ke rumah sakit menemui dokter muda bernama Kakashi itu. Apa mereka mempunyai suatu hubungan yang tak kuketahui?" aku bertanya sembari menatap mata hitam kelam Kara yang sama seperti milikku dan kemudian beralih ke ruby Kyuubi.

"Kau harus mempercayai Naru, Sasuke. Aku yakin ia sangat mencintaimu dan tak mungkin beralih ke orang lain…" ucapan Kyuubi membuatku terdiam.

"Ya, mungkin kau benar. Aku harus mempercayainya…"

.


"Dobe, dari mana saja kau? Kau sadar sekarang sudah jam berapa? Ai dari tadi menanyakanmu hingga tertidur!" aku menatap tajam wanita di hadapanku ini dengan pandangan menyelidik.

Tidakkah aneh jika seorang wanita baru pulang ke rumah larut malam begini? Bayangkan saja, sekarang sudah pukul 10 malam! Apa saja yang ia lakukan dengan pria perak brengsek itu? Oke, aku memang sangat cemburu sekarang.

"Aku hanya keasyikan melukis di studioku, itu saja. Ah sudahlah Teme. Aku capek," ada apa denganmu Naru? Kenapa kau seperti menjauhiku belakangan ini? Apa kau sudah bosan denganku? Apa salahku?

.


"Kakashi dan aku hanya berteman! Itu saja! Dan aku benar-benar di studio semalam! Ada apa denganmu Teme? Kenapa kau selalu melarangku? Aku mencintaimu! Dan aku tidak pernah selingkuh, baka!" jerit wanita yang kutanyai.

Ya, setelah mengantar Ai ke sekolah, aku bertanya mengenai Kakashi. Awalnya hanya pertanyaan biasa, namun lama-lama pertanyaan-pertanyaan yang kulontarkan memicu pertengkaran di antara kami berdua.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu! Ada apa dengan dirimu? Belakangan ini kau seperti menjauhi diriku! Dan aku tidak pernah menuduhmu berselingkuh!" aku yang tersulut amarah pun ikut berteriak tak mau kalah. Biar saja tetangga bilang apa. Aku tidak peduli.

"Aku tidak menjauhimu! Kaunya saja yang berlebihan menganggapku jauh darimu! Aku benci padamu, Teme!" ia berlari meninggalkanku di ruang tamu dengan pandangan kosong. Ia berencana kabur dari rumah dan aku harus menyusulnya sebelum ia menjauh.

TBC or End


A/N: Gak nyangka bakal jadi multichap gini -_- padahal pas Naka buat kerangkanya di otak Naka, ceritanya tuh simple banget. Well, sebelum readers sekalian bilang fic ini alurnya kecepetan, Naka udah tau kok. Malah memang sengaja dibuat kecepetan dan dibuat potongan-potongan gini biar perasaan semua tokoh bisa kita ketahui.

Naka agak ragu lanjutin sekuel ini, soalnya Naka liat gak terlalu banyak yang ngedukung. Takutnya ntar malah di Flame -_-

Yosh, bagaimana dengan sekuel ini?

Gomawo, Shiho Nakahara