Naruto © Masashi Kishimoto
Characters: Hatake Kakashi (16), Namikaze Minato (28)
Pairing: None
Rate: T
1. Arrival
Jarum jam dinding di ruangan Hokage kembali berdetak, menunjukkan satu menit lagi telah berlalu di perbatasan malam.
Namun kali ini, tidak seperti biasanya, Namikaze Minato merasa berat hati untuk meninggalkan kantornya.
Tidak, bukannya ia tidak tergoda sama sekali untuk melakukannya sejak tadi sore. Selama periode itu, ia bahkan sudah membuat daftarnya sendiri. Hal-hal yang seharusnya bisa ia lakukan alih-alih duduk manis seorang diri di ruangan membosankan, bergelut dengan pekerjaan untuk melewatkan waktu. Yang pertama, berhenti sejenak di kedai ramen Teuchi untuk menikmati semangkuk miso ramen spesial kesukaannya. Kedua, bersantai ditemani segelas teh panas dan novel karangan Jiraiya-sensei yang menjadi favoritnya. Kemudian yang terakhir, segera pulang ke rumah untuk menemani istrinya yang cantik dan kebetulan tengah hamil tua.
Masalahnya, saat itu, Minato sedang menunggu kedatangan—lebih tepatnya—kepulangan seseorang.
Sepasang mata biru cerah yang kini tampak mengantuk kembali menelusuri detail yang tertera pada secarik kertas di tangannya. Dokumen resmi berisi rincian misi yang tidak pernah absen dari mejanya selama beberapa hari belakangan.
Sang pelaksana misi adalah seorang Jounin muda jenius berusia 16 tahun yang baru setahun ini mengabdi langsung kepadanya sebagai operatif ANBU. Hari ini seharusnya menjadi hari kepulangannya ke Konoha untuk memberikan laporan misi solo kelas S yang diambilnya tiga minggu lalu.
Misi solo kelas S pertamanya.
Memang, keterlambatan yang disengaja adalah pola perilaku baru yang mulai dikenal baik oleh Minato dari mantan anak didiknya itu. Namun untuk sebuah misi solo kelas S?
Jangan bercanda.
Atau... Apa mungkin telah terjadi sesuatu?
Sebesar apapun kepercayaan Minato terhadap kemampuan muridnya, memikirkan kemungkinan terburuk, sekarang Minato mulai menyesal telah melepasnya hanya dengan kata-kata seperti, "Selamat Berjuang" dan "Semoga Berhasil."
Yah, setidaknya, layaknya seorang ayah yang menunggu anaknya pulang di hari pertama sekolah, Minato ingin berada di sana ketika ia tiba untuk menyerahkan laporan kepadanya. Sebenarnya ia dijadwalkan untuk kembali sore tadi. Namun, sudah lewat tengah malam, muridnya itu belum juga kembali.
Seiring dengan berjalannya waktu, intensitas kecemasannya semakin bertambah.
Untuk kesekian kali, Minato melakukan peregangan ringan di kursinya untuk mengusir rasa kantuk. Sedikit membantu, namun sayangnya tidak bertahan lama. Ia hampir menyerah pada keadaan dan hasrat tak tertahankan untuk mengistirahatkan kedua mata ketika ia mendeteksi keberadaan lain di dekatnya. Dengan perlahan tapi pasti, eksistensi ber-level chakra sangat rendah bergerak mendekati kantornya.
Hanya untuk memastikan, Minato membungkuk, menyentuh lantai kayu yang dingin dengan ujung jarinya.
Ya, tak salah lagi.
Ia mengenali dengan baik pola dan karakteristik chakra di dekatnya. Tak harus menunggu lama, pintu kayu di hadapannya terbuka sedikit, cukup bagi sang pemilik chakra untuk menyelinap masuk.
"Hokage-sama."
Sedikit mengernyit karena belum juga terbiasa dengan panggilan formal tersebut, mata Minato tidak pernah meninggalkan sosok yang baru saja masuk.
Seorang shinobi yang masih remaja, jika dilihat dari posturnya. Tubuhnya terbungkus seragam standar ANBU yang berlumuran darah kering dan lumpur. Begitu juga dengan rambutnya yang diwarnai noda identik, membuatnya terlihat semakin mencuat di sembarang tempat. Beberapa balutan perban yang mulai kembali diresapi cairan merah pekat dapat terlihat di beberapa bagian tubuhnya. Sembari berjalan mendekati meja Minato, sang pemuda melepaskan topeng feral yang dikenakannya—juga pecah di sana sini—menyingkap sepasang iris tak senada yang familiar.
Wajah stoic yang sama.
Syukurlah.
Ia sudah kembali.
Sang ANBU lalu meletakkan gulungan laporan dengan santai—tentunya tetap menunjukkan rasa hormat—di atas meja Minato. Namun pria blonde itu lebih tertarik untuk mendengar langsung hasilnya, "Bagaimana misinya?" Ia lalu bertanya.
"Semua detail ada di situ, Hokage-sama," jawab si remaja ANBU, "Sukses tentu saja."
"Maaf, Kakashi... kau harus begitu lama jauh dari rumah kali ini."
"Hmm... tidak masalah bagiku," Kakashi mengangkat kedua bahunya—sedikit mengernyit karena gerakan barusan menarik luka yang cukup dalam di sana—lalu menambahkan, "Aku sudah mulai terbiasa."
Jawaban dengan intonasi malas itu memberikan efek kontras dalam diri Minato, membuatnya mengurungkan niat untuk memeriksa laporan misi lebih jauh lagi. Bukan karena dirinya prihatin melihat cedera di sekujur tubuh Kakashi, melainkan karena gesture kecil yang ditambahkannya di akhir jawaban singkat tadi.
Sebuah senyum patah yang tak terlihat.
Kedua mata Kakashi selalu tersembunyi dengan baik di balik gerakan itu, namun Minato adalah shinobi yang terlalu berpengalaman untuk dikelabui. Sang Hokage tahu, dengan begitu, emosi yang sesungguhnya tidak akan terlihat dari mata Kakashi.
Para jenius dan keeksentrikannya.
Topeng yang sempurna.
Minato mengatupkan rahangnya kuat-kuat, berusaha membuang jauh-jauh pikiran sarkastis yang mencemarinya. Lagipula, bukan tempatnya untuk menilai hal itu.
"Hokage-sama?" Tanpa Minato sadari, Kakashi telah berulang kali memanggil namanya, sedikit tidak sabar menunggu perintah lanjutan.
"Kakashi..."
"Ya?"
"Besok kau libur kan?"
"Hmm... hanya kalau Hokage-sama bilang begitu."
Minato tak mampu menahan diri untuk tidak tersenyum lebar mendengar kelakar itu, "Ya. Itu perintah dan aku ingin kau ada di sini tepat pukul satu siang besok."
"Untuk?"
"Ah... apa kau harus bertanya, Kakashi? Apalagi kalau bukan Ichiraku. Sudah berapa lama kita tidak ke sana?"
"Senseiii..." Kakashi terang-terangan menghela nafas panjang. Terbayang sudah pria berambut pirang di hadapannya ini lagi-lagi akan berusaha mencekoki tubuh sehatnya—yang juga sedang dalam masa pertumbuhan—dengan makanan berminyak tanpa gizi dan substansi yang berarti.
"Ayolah." Minato mencondongkan tubuhnya kedepan, mengangkat kedua alisnya. Berharap ekspresinya sudah cukup memohon.
Kakashi kembali menghela nafas panjang, kali ini diiringi relaksasi tubuhnya. Kakashi tidak menjawab, namun Minato tahu bahwa ia tidak pernah bisa menolak setelah menerima ekspresi mematikan tadi. Ekspresi mematikan yang tanpa Minato sadari telah membuat jantung Kakashi berdegup semakin kencang dan tangannya semakin gelisah mempermainkan topeng ANBU dalam posesinya. Kegugupan yang kemudian berujung pada ketidakmampuan pria yang lebih muda untuk merangkai kalimat tampikan.
"Bagus," merasa puas invitasinya diterima, Minato kembali bersandar di kursinya, "Sekarang kau boleh pulang."
Kakashi menggelengkan kepala tanda tidak percaya, "Kalau ini cara Sensei untuk mengajak kencan seseorang, percayalah... Sensei punya cara yang sangat aneh untuk melakukannya."
"Hei, hei... jangan begitu, Kakashi. Apa kata para wanita penggemarmu nanti kalau tahu bahwa pria pujaannya ternyata terlibat skandal dengan gurunya sendiri? Terlebih lagi, seorang Hokage yang baru terpilih."
"Yah... kalau dipikir-pikir memang tidak terdengar bagus untuk politik."
Sebuah tawa kecil kembali lepas dari celah bibir Minato. Kakashi memalingkan wajahnya, namun Minato dapat melihat rona kemerahan mulai mendominasi di sana. Merasa tidak nyaman untuk tinggal lebih lama lagi, dengan gerak-gerik dan gumaman canggung, Kakashi lalu memutuskan bahwa ini saatnya ia pulang ke apartemennya sendiri. Ia memberikan sebuah salam singkat kepada sang Hokage sebelum berbalik menuju pintu.
"Kakashi." Terdengar Minato kembali memanggilnya. Tanpa menoleh, Kakashi pun menghentikan langkahnya.
"Jangan terlambat."
Sebagai balasan, seutas senyum dan "Sampai jumpa besok, Sensei." pun terucap sebelum Kakashi menutup pintu di belakangnya.
End of Arrival.
A/N: Yup, MinatoxKakashi kedua. Berniat bikin Boys Love, tapi nggak dapet chemistry-nya (terus yang barusan apa dong? :D) Yah, saya lebih prefer Minato dipasangkan dengan Kushina, tentu saja. Kushina itu karakternya kuat, cocok buat Minato. Kepikiran pengen bikin one-shot MinaKushi, tapi untuk saat ini cukup masuk wish list saja dulu ;)
Terima kasih sudah bersedia membaca. Review terutama sarannya selalu saya nantikan!
Cheers,
Sei
