Perfect
.
.
FANFICTION
Cho Kyuhyun dan Lee Sungmin
YAOI – BL
Bad diction and Typo
.
.
1
.
.
〃Aku pernah merasakan itu. Perasaan dimana aku tidak dipedulikan orang yang aku sukai dan itu rasanya amat menyakitkan.〃
~o~
Klub malam ini sebenarnya minimalis. Tidak terlalu kecil maupun terlalu besar, hanya beberapa meja dan sofa yang tertata rapi, suasana temaram dan bising sudah jadi hal biasa ditempat ini apalagi jika malam tiba. Tidak ada lantai dance ataupun lampu disko, hanya suara DJ musik yang kadang memekakkan telinga untuk memeriahkan malam-malam panjang.
Aku duduk disalah satu sofa yang cukup muat untuk enam orang, namun kali ini hanya empat orang termasuk aku yang tengah menikmati satu gelas besar Liqueurs ―aku memilihnya karena fleksibel dengan kadar alkohol yang tinggi. Sekali tegukan lagi ini akan menjadi gelasku yang ke duabelas, menghembuskan nafas serta mengernyitan dahi lalu meletakan gelas tersebut ke atas meja hingga terdengar bunyi 'TAK'. Mataku menatap tiga orang lainnya yang... entahlah hangover ―mungkin.
Kepalaku menoleh pada tubuh di sebelah kiriku, mulut orang itu sudah terkunci rapat, bahkan racauan-racauannya tak membuat diriku mengubrisnya. Minho namanya, adik dari pengusaha nomor satu di Korea ―Hyundai Departemen. Percayalah dia ini mempunyai banyak pesona, sok kalem dan sok cool, aku sering mengejeknya. He's a Frog.
Di depanku Changmin si tukang makan, he ate everything! Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya dibanding kedua temanku lainnya. Seleraku dan dia sama, ia sering mengikuti style yang aku kenakan, 'Kau pengaruh burukku' itu yang ia katakan selalu jika aku memarahinya karena tingkah lakunya.
Si pendiam Jonghyun, terkadang aku bingung dengan cara berpikirnya, ia sering menyimpan sesuatu sendiri. Bahkan tak bisa ditebak, namun dia orang yang paling baik yang pernah kukenal. Sangat baik dan lembut, aku tau dia seorang pria namun kelembutannya menyadarkanku kelak sosoknya akan menjadi seorang suami idaman bagi para kaum wanita di luar sana.
Mereka bertiga tertidur membiarkanku sendiri di jam yang menunjukan pukul dua pagi. Klub juga sudah sepi, bahkan aku bisa mendengar dengkuran Changmin di depanku. Musik dan segalanya tak bersuara lagi.
Tiap tahun kami akan seperti ini menghabiskan waktu bersama, menghilangkan segala beban dan penat di dunia nyata, mungkin istilah akuntansinya 'Tutup buku' tapi kami menamainya 'Malam bebas'. Tidak ada berkas-berkas, tidak ada rapat, tidak ada telepon berdering, tidak ada kontrak dan perjanjian, tidak ada bisnis dan apapun lainnya yang memusingkan, hanya berlomba siapa yang paling kuat minum sampai akhir, namun seperti sudah terbiasa hanya aku yang menang, mereka bahkan mungkin sudah di alam mimpi. Aku kuat minum sejak SMA, bahkan berbotol-botol sekalipun. Ayahku sering memarahiku bahkan pernah mengurungku tapi tetap saja hal itu tidak akan menghilangkan kadar minumku.
Ku arahkan pandanganku ke seluruh klub, tidak berubah aku suka tempat ini. Pemiliknya teman baikku, jadi sering kuanggap klub ini adalah rumah ketigaku, setelah rumah orangtuaku dan apartemenku pastinya. Sedang sibuk mengarungi aku melihat sang bartender yang juga pemilik klub ini di meja bar dekat sudut ruangan, ia tampak sibuk dengan pekerjaannya saat ini― mengelap gelas.
Bingung apa yang harus aku lakukan, mengingat ketiga temanku ini sudah mabuk berat. Ku langkahkan kakiku menuju meja bar dan duduk di salah satu kursi.
"Hai, Zhoumi hyung!"
Ia tersentak kaget dan melotot padaku, tapi aku tidak peduli. Jari-jariku mengambil sesuatu ―sebuah mangkuk berisi kacang mente di dekat gelas-selas yang tengah sibuk ia lap meski sudah mengkilat sekalipun.
"Kau menang lagi?" tebaknya benar, dan aku hanya tersenyum lebar membanggakan diri.
"Mereka payah," seruku sambil mengunyah beberapa mente yang kumasukkan ke dalam mulut.
Zhoumi tertawa dan menampilkan sederet gigi rapi dan putih miliknya, ia lebih tua dariku, lelaki berkebangsaan china, tapi ini di Korea jadi aku memanggilnya dengan 'Hyung' dan dia tidak mempermasalahkannya. Aku mengenalnya pertama kali saat sibuk memilih wine terbaik di salah satu event koleksi minuman. Dia bercerita banyak tentang apa –apa saja yang tak kuketahui sebelumnya, hingga mengajakku ke klub malam miliknya ini. Orangnya cukup terbuka dan luwes tentunya.
"Ku dengar kau menikah bulan depan," tanyaku memulai obrolan.
Ia tersipu dan mengangguk, "Kau harus melihat pasanganku, dia super menggemaskan," terangnya berbinar-binar.
"Selamat kalau begitu, dimana dia sekarang?"
"China, dua minggu lagi aku harus kembali dan mempersiapkan segalanya. Oh ya, kau ku undang tanpa undangan."
Aku mengambil gelas kecil di depanku yang sebelumnya sudah terisi Tequila ―kesukaanku oleh Zhoumi, kemudian ku teguk perlahan. Panas dan membakar terkumpul di tenggorokan hingga perutku pun bergejolak menikmatinya.
"Huh!? What the... "
"Yeah! Kau tamu yang ku undang secara langsung, ajak juga ketiga temanmu disana itu, okay?"
"Okay, I'II think about it."
Kulihat Zhoumi telah selesai dengan kegiatannya ―mengelap gelas. Samar-samar aku mencium aroma vanilla, sebenarnya sudah sejak tadi ketika aku baru mendudukan diri di meja bar namun kupikir Zhoumi memakai pewangi ruangan baru, karena wanginya terasa asing namun menenangkan buatku.
"Sungmin, bangunlah."
Bagus! Aku hampir saja tersedak minumanku ketika kulihat Zhoumi tengah mengguncangkan tubuh seseorang di depannya, yang jaraknya ―hanya satu kursi di sebelah kiriku. What! Aku kira hanya tingga kami berlima, Zhoumi termasuk ketiga temanku yang masih terlelap di salah satu meja. Karena aku sama sekali tidak memperhatikannya.
Aku memutar kursi itu hingga menghadapnya, aku hanya bisa melihatnya dari samping, dia mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung sampai siku, sama seperti style ku. Celana jeans hitam juga sama seperti yang aku kenakan, namun berbeda ukuran, serta sepatu hitam mengkilat.
Mataku hanya bisa memperhatikannya dari samping, dia menenggelamkan wajahnya di antara kedua lengannya, yang bisa kulihat adalah rambut hitam kecoklatannya yang halus dan lengannya yang berwarna putih bersih. Wangi vanilla ini yang aku tau pada akhirnya adalah berasal dari dirinya.
"Sungmin," panggil Zhoumi lagi. Dan aku tahu saat itu juga namanya Sungmin.
Aku memandang Zhoumi dan dia ikut menatap ke arahku, Zhoumi seolah mengerti ada tanda tanya besar di kepalaku. Mengingat tidak ada yang masih di klub malam ini di jam dua pagi ―karena klub tutup tengah malam kecuali aku dan teman-temanku yang memang sudah terbiasa dan mengenal Zhoumi.
Tapi ini, what the hell... ada orang asing yang secara tidak langsung dia istimewa bahkan Zhoumi membiarkannya tertidur di tempat ini. Aku mengedikan kepalaku meminta penjelasannya dan ia mengerti.
"Namanya Lee Sungmin, sejak tiga minggu yang lalu ia sering kesini."
Aku belum puas akan penjelasan Zhoumi, "Setiap hari dalam tiga minggu?" tanyaku.
Zhoumi mengangguk "Dia tidak banyak bicara, hanya datang setiap pukul sembilan malam lalu duduk di tempat yang sama seperti saat ini dan memesan minuman."
Belum sempat ku layangkan pertanyaan selanjutnya, sebuah ponsel berdering, dan aku tahu itu milik zhoumi karena tidak ada yang memakai ringtone aneh begitu selain dirinya. Kulihat dia tersenyum senang saat menerima panggilan itu dan menoleh padaku.
"Si menggemaskan?" tanyaku menyeringgai dan dia melotot kepadaku.
"Tolong bangunkan Sungmin ya, dia harus membuka matanya sebelum pukul tiga pagi." Bisiknya padaku seraya tangannya menutup ponsel agar suaranya tidak terdengar dari seberang sana. Kemudian dia berlalu dan meninggalkanku berdua dengan si Sungmin di meja bar.
Aku menuang Tequila―lagi ke dalam gelas kecil yang masih ku genggam itu lalu menegaknya perlahan sambil memejamkan mata. Ku letakkan gelas tersebut ke atas meja dan berdiri dari kursiku sebelumnya untuk pindah ke kursi di sebelahnya hingga tidak ada jarak kursi lagi antara aku dan dia.
Wangi vanilla itu semakin tercium di hidungku, betapa aku yang sebelumnya tidak peduli terhadap wangi yang sering ku hirup hampir di setiap kolega dari 'kaum hawa' ketika sedang menghadiri pesta bisnis yang berisi ratusan pengusaha dan pejabat dari berbagai kalangan. Tapi tidak dengan wangi ini. 'I love your smell' bisikku dalam hati.
Aku bangunkan dia dengan caraku, jari kanan ku ulurkan diatas meja dekat dengan kepalanya, ku ketuk-ketukan jari telunjuk, tengah dan manis berulang kali dari yang semula lambat mejadi semakin keras bunyinya dan sukses, tubuh itu merespon.
Hanya bergerak sedikit tapi tidak membuatnya terbangun bahkan mengangkat kepalanya sekalipun. Kali ini aku menggunakan cara kedua, cara yang ku namai 'Sentuhan', jari-jariku yang tadi berada di atas meja mulai merangkak naik hingga pundaknya. Ku guncangkan pelan selama beberapa detik. Kali ini lebih berhasil karena ia mulai menggerakkan kepalanya hingga kini menghadap ke arahku!
Goddamnit, that's not the point. Why? Why so... beautiful. Poninya yang pendek jatuh diantara kedua matanya yang masih terpejam. Hidungnya bangir, pipinya berisi. God! Bibirnya sempurna, bentuk dan warnanya sangat konstan dengan warna wajahnya yang putih bersih tanpa noda.
Aku sempat berpikir untuk melancarkan cara ketigaku, cara ini belum pernah kulakukan sebelumnya namun memang telah kupersiapkan sejak dulu. Tak menyangka jika aku memang harus memakainya saat ini juga. 'Rangsangan' namanya, This is a really bad idea. Tapi aku harus mencobanya.
Menekuk lengan kananku wajahku mencoba sedekat mungkin dengan wajahnya, hingga nafasnya mengenai permukaan kulitku yang pucat. Aku memperhatikan setiap lekukan di wajahnya, jariku menyentuh hidungnya ku ketuk-ketukan sedemikian pelan. Dahinya mengernyit tanda ia terganggu dan aku masih belum menyingkirkan jariku dan terus melakukannya di hidungnya. Aku baru tahu jika jariku memiliki nyawa sendiri hingga tanpa berdosanya telunjuk ramping milikku mengetuk sesuatu yang lembut ―bibirnya.
Mata itu terbuka lebar. Foxy eyes yang membuat aku beku seketika, belum bergeming dari keterkejutanku bahkan belum hilang, saat matanya melihat bibirnya sendiri. Aku mengikuti arah pandangnya dan... stupid! Jari telunjukku belum lepas dari bibirnya.
Dengan perlahan aku menyingkirkan jariku dan tersenyum ramah sebisa mungkin. Tidak tahu jika senyum itu membuatnya dan menganggapku aneh. "Sorry..." Aku mengucapkannya dengan sangat pelan, aku tahu ia mendengarnya mengingat jarak kami hanya sekitar delapan centimeter.
Ia mengangkat kepalanya dan terlihat celingak-celinguk, aku tahu maksudnya. "Zhoumi hyung diatas." Jari telunjukku yang beberapa menit tadi menyentuh bibirnya mengarah ke lantai dua dan ia mengangguk.
Aku memperhatikannya mengangkat salah satu lengannya dan melihat benda waktu di pergelangan tangannya. "Kau harus bangun pukul tiga pagi, bukan?" Ia menoleh kaget.
"Aku tahu dari Zhoumi hyung," aku jawab duluan sebelum ia bertanya. "Well, ini pertama kalinya aku melihatmu, setahuku Zhoumi hyung tidak membiarkan orang asing berlama-lama di tempatnya saat klub sudah tutup kecuali dia istimewa."
"Aku istimewa?" dia balik bertanya.
"Mungkin, mengingat kau ada disini sekarang," aku mencoba menjelaskannya tapi yang kulihat ia tersenyum miris.
"Kenapa semua orang selalu memperlakukan aku istimewa? Aku benci itu!"
Oh! Okay sepertinya ia tidak senang. "Why? Maksudku― semua orang ingin dia istimewa agar segalanya memperhatikannya." Setidaknya aku tidak kelihatan terlalu penasaran.
"Termasuk kau?"
"Apa terlihat jelas?" Lalu ia tersenyum untuk yang pertama kalinya padaku.
Holy crap damn it! Dia harusnya memberiku aba-aba atau setidaknya alarm kecil sebelum tersenyum begitu mempesona kepadaku. Aku selama ini tidak percaya jika hanya satu senyuman saja bisa membuat dadaku bergetar. Tidak seperti yang saat ini dia lakukan dan aku rasakan.
"Kau sendirian?" tanyanya ia menuangkan botol Tequila yang sejak tadi jadi minumanku ke dalam gelas kecil miliknya, lalu meneguknya.
"Tidak, dengan ketiga temanku. Mereka mabuk." Aku ikut menuangkan cairan tadi ke dalam gelas miliku.
Tunggu. Aku masih sangat sadar dan kepalaku masih bisa berpikir, aku merasa familiar dengan wajah ini. Tidak! Aku yakin belum pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya, tapi ayolah otak bodoh, ingat lagi siapa orang yang pernah kau temui yang wajahnya seperti dia.
"Oh! Kau beruntung, aku selalu sendirian."
Kulihat pancaran matanya meredup dan kulihat ia tidak dalam keadaan baik-baik saja. "Mau menjadi temanku?" pertanyaan itu sontak keluar dari mulutku.
"Apa yang membuatmu mengajaku menjadi temanmu? Aku tidak suka rasa simpati."
"Kau tahu, ini pertama kalinya aku mengajak seseorang berteman. Tentu saja aku tipe pemilih."
Ia memandangku menyelidik lalu meminum cairan Tequila yang masih tersisa di dalam gelasnya.
.
.
.
Kyuhyun bangun dengan perasaan campur aduk, sedikit mual, sedikit pusing, sedikit mengantuk. Semua serba sedikit kecuali ingatannya tadi malam yang begitu besar. Tubuhnya tak mau ia beranjak malah berguling ke sisi-sisi ranjang king size miliknya di dalam apartemen.
Cho Kyuhyun, single, berusia Duapuluhtujuh tahun. Dia pimpinan dari empat institusi di Korea, termasuk Korea UIP Intstitusi di Wolgye-dong dan juga Senior Vice-President untuk Publik Affairs di Asosiasi Hakwon Korea. Tapi ia lebih menghabiskan waktu di Korea Housing Corporation― induk perusahaan yang berada di daerah Seoul. Laki-laki lulusan Magister yang baru-baru ini memenangkan Award sebagai Prime Minister di Colombia.
Tampan, cerdas, kaya. Tiga syarat utama cukup untuk kaum hawa mendekatinya, Kyuhyun tidak mempermasalahkan orang menempel padanya, ia tahu banyak isi kepala orang-orang yang tersenyum di depannya tidak menjamin sama dengan di hatinya. Kyuhyun bersikap sewajarnya terhadap orang-orang seperti itu kecuali untuk ketiga temannya dan Zhoumi. Tapi kali ini ia harus menambah satu orang lagi dalam hidupnya, ia harus catat nama itu.
Lee Sungmin
Entahlah terkadang otak dan hatinya tidak signifikan, otaknya menolak tapi hati menerima begitupun sebaliknya layaknya membandingkan hipotesis antara H nol dan H i. Tapi tadi malam Kyuhyun sadar sepenuhnya ia sama sekali tidak mabuk untuk mengajak seseorang masuk dalam lingkungan kehidupannya. Tapi kabar baiknya setidaknya baik otak maupun hati tidak menunjukan H Nol yang artinya menolak.
Yang ia tangkap dari pembicaraan tadi malam adalah nama lengkapnya, jam berapa dia datang ke klub, jam berapa ia pulang dari klub dan 'sedikit' keluhan tentangnya yang sampai sekarang ia tidak pernah memberitahu Kyuhyun secara langsung apa yang ada di dalam hatinya. Kyuhyun berhasil menyimpulkan kalau pria itu susah untuk ditebak.
Satu hal yang membuat kyuhyun ingin menjadikannya teman adalah ia sama sepertinya. Pecinta wine dan...
Kyuhyun mengakui dirinya sendiri, ia orang yang selalu dikelilingi kolega dari berbagai peran dan sifat. Dari berbagai karakter dan tingkah laku. Dengan sekali lihat ia bisa langsung menyimpulkan bagaimana kepribadian orang tersebut hanya dengan melihat senyum dan gerak tubuh seseorang.
Saat bicara mata orang itu tidak fokus dan melihat ke atas. Tipe pembohong.
Saat mengobrol orang itu terkadang memegang bibirnya. Tipe menyembunyikan sesuatu.
Saat tertawa membuat gestur yang tidak sewajarnya. Tipe main-main.
Kyuhyun tidak pernah belajar dunia psikologi sebelumnya, ia hanya ―terbiasa dengan keadaan sekitar.
Setelah merenung beberapa menit lamanya ia akhirnya beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Ia harus berendam dalam air hangat untuk merilekskan tubuhnya sebelum memulai dunia nyatanya, dunia dewasa yang berisi banyak macam orang munafik serta bisnis.
Awal tahun 2014 hari pertama di perusahaan. Sudah cukup semalaman ia menikmati malam bebasnya, ada tigaratusenampuluhempat hari lagi yang harus ia lewati baru bisa kembali menikmatinya di klub. Ia harus tampil sempurna di hadapan semua orang jangan sampai sedikit saja lengah, hancur sudah semua yang tengah ia bangun.
Sejauh yang paling berani Kyuhyun lakukan selain minum adalah make-out with some random girl. Hanya having sex jika hari-hari besar perayaan seperti valentine, white day atau sejenisnya yang mengharuskan ia berpasangan.
Kyuhyun sedang duduk di meja kerjanya mendengarkan rentetan jadwal dari mulut sekertarisnya.
Jam 10 pagi bertemu Tuan Jong membicarakan keputusan konsolidasi dengan perusahaan yang ada di Wolgye-dong.
Jam 12 siang janji bertemu makan siang dengan Tuan Cho Younghwan –Ayah anda.
Jam 2 siang melanjutkan diskusi mengenai kontrak kerjasma dengan Tuan Lee di Sendbill Corporation
Jam 4 siang―
"Tunggu. Ayah di korea?"
"Iya sajangnim, beliau meminta bertemu anda semalam namun anda tidak bisa dihubungi."
Sial! Apalagi sekarang.
"Kau boleh keluar."
Setelah pintu tertutup rapat Kyuhyun menghubungi ibunya lewat telepon kantor, "Ibu" panggilnya setelah line tersambung.
"Oh, Kyuhyun-ah."
"Kenapa tidak menelepon kalau ada di Korea? Aku bisa menjemput di bandara." Kyuhyun mengaktifkan ponselnya yang sejak semalam sengaja ia matikan agar tidak ada gangguan di malam bebasnya.
"Maaf sayang, ayahmu meminta ibu untuk tidak memberitahumu dulu. Ia bilang akan menghubungimu nanti."
'Ia sudah menghubungiku tadi malam,' desisnya dalam hati.
Setelah ponselnya aktif banyak sekali panggilan dan pesan yang diterima, sebagian besar dari koleganya dan satu pesan dari ayahnya.
Ayah kyuhyun itu seperti mata-mata, mengawasinya seperti pemburu yang hendak menyerang jika korban bergerak lengah sedikit saja. Dia ayah yang ingin anaknya sempurna luar dalam dan cerdas dari segala bidang. Ia akan mengoreksi sendiri informasi mengenai anaknya, apa yang dikerjakan, apa yang tidak dikerjakan. Kesalahan dan kebenaraan akan ia lontarkan pada Kyuhyun.
Bahkan ayahnya yang selama ini tinggal di Taiwan bisa mengorek kegiatannya di Seoul dengan cepat. Karena itulah Kyuhyun harus tampil sebaik mungkin atau dia akan di tendang lagi ke Colombia dan tidak akan bisa kembali lagi ke Korea tempat kelahirannya.
Satu yang ditanamkan dalam hati dan jiwanya sejak dulu. Ia. Harus. Sempurna.
.
.
.
Jam 12 siang itu berarti janji bertemu dengan ayahnya.
"Kau sibuk tadi malam?"
Kyuhyun menyuapkan daging steak yang tengah ia potong kecil-kecil masuk ke dalam mulutnya.
"Ayah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya." Kyuhyun menjawabnya sopan meski ia tahu kalimatnya memunculkan peperangan.
Ayah Kyuhyun tidak menjawab, ia terus memandangi anaknya dengan intens. Walau umurnya yang telah melewati setengah abad tidak sedikitpun mengurangi ketegasan pada wajahnya, gurat-gurat lelah juga senantiasa menghiasi raut lelaki paruh baya itu.
"Ayah tahu kau tidak senang dengan ini tapi... ini demi dirimu."
"Aku tahu."
Tuan Cho menghela nafas berat, ia tahu perangai anaknya seperti apa. Cita-cita dan keinginan Kyuhyun sirna secara tidak langsung oleh tindakannya dan keputusannya, menuntut Kyuhyun yang saat itu masih berusia Delapanbelas tahun untuk tampil sempurna. Mengirimkannya ke Colombia dan menyuruhnya belajar untuk menjadi lulusan terbaik disana. Kemudian memberikan kepercayaan akan perusahaan miliknya kepada anak lelaki satu-satunya itu.
Kyuhyun tentu saja memberontak dan menolak, dipaksa untuk melakukan segalanya di usianya yang saat itu sedang asyik-asyiknya menikmati dunia remaja, cinta dan persahabatan. Lalu semua mimpinya sirna hanya dalam hitungan jam setelah masa berkabung kakaknya.
Ya, kakak perempuannya meninggal, kakak yang sangat dia hormati dan cintai. Tanpa pikir panjang lagi Kyuhyun remaja yang saat itu mulai menjalani dunianya yang berbanding terbalik mulai menyalahkan kakaknya, kakaknya yang menyebabkan semuanya. Semua beban ditumpukan kepadanya, tidak ada yang bisa berbagi untuknya. Kalau saja kakaknya masih hidup ia masih bisa menghirup udara, masih bisa melakukan apapun yang dia inginkan.
Namun dengan seiring dengan berjalannya waktu kyuhyun mulai menikmati, dalam artian bukan menikmati kehidupan yang sebenarnya namun lebih kepada 'terpaksa menikmati'.
.
.
.
Setelah makan siang mood Kyuhyun sudah tidak beres, namun ia harus menampilkan apa yang selalu ia tanamkan dalam hati. Jalanan seoul mulai padat, mengingat jam segini waktunya karyawan kembali ke kantor setelah makan siang dan istirahat.
Tapi Kyuhyun mengarahkan mobilnya menuju suatu tempat, ia harus menyelesaikan jadwal yang mengelilingnya bagai tali, menjeratnya dan mengikatnya hingga ia harus mencari cara melepaskannya.
"Oh! Kyu hyung."
Kyuhyun tengah duduk tenang di sofa ruangan membaca laporan pendapatan dan anggaran saat seseorang meneriakkan namanya.
"Lama sekali."
"Hehe~ maaf, sebentar lagi kopinya datang."
"Kau kira aku kesini ingin minum kopi, dasar bocah."
Bukannya tersinggung lelaki tersebut hanya menampilkan senyum kekanak-kanakan. Lee Sungjin adalah Manager dari dua perusahaan : Sendbill, which creates e-tax software, and Network Mania, an analytics company. Perusahaan terbesar kedua di Seoul yang setingkat lebih tinggi dari perusahaan Kyuhyun
Kyuhyun kerap kali menganggap pria itu adik bukan teman, entahlah Sungjin terlalu polos untuk menjadi temannya. Begitu bertemu Kyuhyun, pria ini selalu menceritakan keluarganya yang harmonis, ayah dan ibunya yang sangat mencintainya dan kakak laki-lakinya yang sedang berada di Jepang katanya.
"Hyung, kau tahu. Hyungku berada di Korea," ucapnya berbinar-binar.
"Oh, kau pasti senang."
"Sangat! Akhirnya ada juga yang membantuku mengurusi perusahaan yang memusingkan ini. Waktuku dengan teman-teman jadi terbatas sejak di tinggal hyung."
Kyuhyun mengernyitkan dahi akan perkataan Sungjin, lalu kemudian sekertaris Sungjin mengantarkan dua kopi dan meletakkannya di atas meja kemudian permisi keluar.
"Dia sudah tiga minggu di korea dan membantuku mengerjakan pekerjaan. Aku mau menghubungi Kyu hyung waktu itu tapi kelihatannya kau sibuk."
"Yeah! Aku sangat sibuk."
Tidak ada pembicaraan lagi, mereka fokus pada laporan dan perencanaan yang mulai diatur kemudian membentuknya menjadi sebuah kontrak yang siap untuk di tandatangani.
"Kau senang hyungmu pulang karena dia bisa membantumu?" Kyuhyun menyeruput kopi hitamnya sejenak ia memandangi meja yang dipenuhi berkas-berkas.
"Benar."
"Itu berarti kau senang bukan karna merindukannya, tapi lebih kepada bantuannya."
Good for you Kyuhyun. Mulut tajamnya selalu bereaksi.
"What...! kau menyakitiku hyung."
Kyuhyun terkekeh pelan, "Sorry brother, aku hanya bersenang-senang." Setelah itu Sungjin melototinya tajam.
"Jangan sekali-kali begitu pada hyungku nanti, Kyu hyung. Dia memiliki sensitivitas yang tinggi. Kau akan menyakiti hatinya jika kau berani melakukannya." Sungjin tertawa pelan dan menuliskan nama hyungnya di dalam surat kontrak untuk di tanda tangani nanti.
"Well, lihatlah kau dari tadi membicarakan mengenai hyungmu terus."
"Aku terlalu sayang dia, kau pasti senang bertemu dengannya nanti. Ia sangat luar biasa di mataku dan di mata kedua orang tua kami." Kyuhyun tidak begitu memperhatikan ia sibuk membereskan kontraknya dan menuliskan namanya sendiri untuk dia tanda tangani nanti di dalam berkas tersebut.
"Kau bicara seolah ingin menjodohkanku dengannya."
Sungjin tertawa keras, "Setelah bertemu dia nanti. Pasti kau sendiri yang ingin di jodohkan."
What the hell?
"Kukira hyungmu laki-laki"
"Memang, tapi hyungku sangat cantik. Ia terkadang membuat wanita iri namun tak jarang banyak wanita yang mengejarnya."
Kyuhyun mengambil berkas milik Sungjin untuk menggabungkannya dengan miliknya. "Kalau kau bicara begitu terus, jangan salahkan aku. Kalau nanti aku jatuh cinta pada hyung mu itu."
Suara tawa sungjin semakin keras, "Aku bertaruh hyungku yang tidak ingin denganmu."
"Lihat saja nanti, bocah"
Sungjin meminum kopinya yang tinggal seperempat itu, kemudian memainkan gadgetnya. Kyuhyun selesai dengan berkasnya dan ia mengernyit heran saat di bagian lembar persetujuan.
"Kau tidak menandatangani kontrak? Namamu tidak ada disini."
Sungjin masih sibuk dengan gadgetnya, namun ia menjawab "Aku ini Manajer perusahaan, bukan CEO, Kyu hyung. Hyungku nanti yang akan menandatanganinya."
"Lalu mana dia? Kita harus selesaikan ini."
"Sebentar, dia akan tiba beberapa menit lagi."
Sambil menunggu, Kyuhyun memainkan ponselnya, Changmin mengiriminya pesan kalau dia mengajak dirinya mencicipi makanan di restoran baru yang ditemuinya kemarin, pria itu juga mengajak kekasihnya.
Pesan kedua dari Zhoumi yang bilang ia mempercepat keberangkatannya ke China besok siang. Kyuhyun terkejut bukan main, namun setelah di beri penjelasan kalau itu salah satu adat pernikahan. Kyuhyun lalu mencibir Zhoumi yang teledor.
Mengingat Zhoumi itu berarti ia mengingat Sungmin. Seharian ini ia fokus pada pekerjaannya, nah? lalu? Kyuhyun memukul kepalanya pelan, kenapa dirinya memikirkan Sungmin. Bahkan pertemuan mereka itu seperti angin yang datang dan hilang begitu saja.
Ia ingin menemui Sungmin lagi, tapi mengingat Zhoumi akan berangkat besok pupus sudah harapannya, hanya itu satu-satunya tempat yang ia yakin akan Sungmin datangi lagi. Sepertinya ia harus melupakan Sungmin atau ia memutuskan mencarinya.
Saat sedang asyik dengan pikirannya seseorang masuk ke dalam ruangan, seketika itu juga wangi vanilla merasuki indera penciuman Kyuhyun dan sontak saja matanya ia arahkan pada sumber ketenangan itu.
"Kyu hyung, ini hyungku."
Yang diperkenalkan membulatkan bola matanya namun secepat itu pula wajahnya kembali datar.
"Hallo, aku―"
"Sungmin... Lee Sungmin."
Semuanya terkejut, tapi sepertinya Sungjin yang paling membulatkan mulutnya. Kyuhyun memperhatikan wajah keduanya dan ingin menampar otaknya yang lambat bekerja.
Lihat kedua wajah Lee bersaudara ini, sangat mirip tapi Sungjin terlihat dewasa. Pantas saja Kyuhyun merasa pernah melihat Sungmin sebelumnya karena sudah beberapa kali dirinya bertatap muka dengan Sungjin.
"Kau mengenal hyungku, Kyu hyung?"
"Tentu saja."
Sungmin diam saja tapi dari gesture tubuhnya ia sangat tegang. Ia gemetaran namun masih bisa disembunyikan.
"Wah! Bagus kalau begitu, kalian sudah saling mengenal."
Kyuhyun masih memandangi Sungmin tidak mempedulikan ocehan Sungjin sejak tadi, "Bagaimana kalian bisa kenal?" tanya Sungjin lagi dan kali ini Kyuhyun berinisiatif menjawabnya.
"Kami bertemu di klu―"
"Aku tidak mengenalnya."
.
.
.
Tebeceeeeeeeeeeeeeeeeee
.
.
.
Sign, Najika
