Disclaimer : Mashashi Kishimoto

(Fic ini adalah asli buatan Author Akecchin, mohon jangan plagiat. jika ingin mengcopy atau izin republish, pm aja.)


Matahari telah muncul dari peraduan sejak tadi. Jam menunjukkan pukul 7 pagi. Waktu untuk beraktivitas telah dimulai. Alarm berbunyi dalam suatu kamar yang masih tertutup tirai, tampak sesosok tubuh mungil perempuan di atas ranjang bersembunyi dalam selimutnya. Terusik dengan alarm yang berbunyi, tanpa sengaja tangan mungilnya menjulur keluar dari balik selimut dan melemparkan alarmnya sekuat tenaga hingga membentur jendela kamar. Kaget dengan suara kaca yang terbentur, Ia pun terbangun dengan tiba-tiba.

Sejenak Ia memperhatikan, namun kemudian Ia bernafas lega.

"Hampir saja pecah.", ujarnya.

Dengan mata yang setengah terbuka, Ia memaksakan diri untuk mempersiapkan materi dan makalah kuliah yang telah dikerjakannya semalam. Kemudian Ia beranjak ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. 15 menit pun berlalu, setelah berdandan sedikit dan merapikan rambut panjang lurus indigonya, dengan segera Ia mengenakan jaket ungu favoritnya yang sering Ia pakai. Bergegas Ia melirik ke arah arlojinya sembari mengenakan flat shoesnya.

"Kami-sama! Kurang 10 menit lagi jam kuliah akan dimulai!"

Setengah berlari Ia menuju stasiun tujuan Konoha University. Sembari menunggu kereta tiba Ia bergumam dalam hati, berharap agar Ia tidak terlambat di hari pertamanya di semester 3 ini.


Seorang laki-laki dewasa berjanggut lebat yang tengah menghisap cerutunya perlahan melangkah memasuki salah satu ruang kelas Konoha University.

"Minna, Ohayou.", sapanya dengan asap terkepul dari bibirnya.

"Ohayou gozaimasu!", jawab para mahasiswa serempak.

"Asuma-sensei!", teriak mahasiswa bertubuh gempal dengan keripik kentang yang selalu hadir di tangannya.

"Ya, Chouji."

"Tidak sopan jika Sensei menyapa kami dengan asap rokok. Itu sangat mengganggu, kan?", ejeknya.

"Hei, hei. Tenang saja. Sore ini aku akan mentraktir yakiniku spesial, bagaimana?", tawar Asuma.

"Benarkah? Kebetulan sekali, stok keripik kentangku menipis, jadi…"

"Huuuu!", sorak mahasiswa lain dengan obrolan tidak penting antara Chouji dengan Asuma.

"Merepotkan.", jawab pria berambut nanas sambil menguap.

"Shikamaru!", gertak Chouji.

Tiba-tiba sesosok gadis berambut panjang indigo memasuki kelas dengan wajah memerah dan nafas terengah-engah.

"Osokunatte sumimasen.", ucapnya sembari berojigi dengan terengah-engah di hadapan Asuma dan mahasiswa lain.

"Aa, Hyuuga-san. Terlambat di hari pertama, eh?"

"S-sumimasen."

"Ha'i, daijoubu desu. Lagipula aku baru saja memasuki kelas ini 5 menit yang lalu. Nah, segera duduk. Aku akan segera memulai kelasnya."

"Ha'i. Arigatou gozaimasu."

Setelah suasana kelas tenang, Asuma segera memulai kelasnya. Di tengah-tengah mengajar, tiba-tiba Ia mengatakan sesuatu.

"Minna, hari ini merupakan hari terakhir Saya mengajar.", ujar Asuma.

"Apa?!"

"Ya, Saya mendapatkan tawaran mengajar di Sunagakure yang kini tengah kekurangan tenaga pengajar. Tapi jangan khawatir, ada banyak dosen baru yang akan mengajar di sini.", ujarnya lagi.

"Dosen baru?"

"Waah, aku harap itu dosen laki-laki yang tampan."

"Iya, iya.", ujar para mahasiswa perempuan beragam.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar pintu kelas.

"Aa, Saya kira itulah dosen-dosen barunya. Baik, persiapkan diri kalian.", perintah Asuma.

Pintu terbuka dan menampakkan tiga dosen laki-laki yang tampak muda dan tampan. Yang pertama merupakan dosen berambut hitam pendek dengan kulit putih pucat yang terlalu tersenyum. Pria di sebelahnya memiliki rambut raven kebiruan yang berwajah tampan dan dingin. Sementara yang terakhir berambut kuning jabrik, bermata biru dan berkulit tan yang memiliki senyum cerah yang membuat para mahasiswa perempuan bersorak.

"Waah benar-benar tampan."

"Aku harap mereka masih single."

"Aku membayangkan berpelukan dengan mereka."

Kegaduhan langsung menyambut kedatangan ketiga dosen baru tersebut.

"Tenang semuanya. Baiklah, silakan memperkenalkan diri.", ujar Asuma pada ketiga dosen baru tersebut.

"Hai, aku Himura Sai. Kelas Biologi terapan. Salam kenal.", ujar Sai sembari tersenyum.

"Uchiha Sasuke. Kelas Bioteknomedis.", ucap Sasuke dengan dinginnya.

"Aku Uzumaki Naruto! Kelas Biologi Reproduksi. Salam kenal dattebayo!", ujar Naruto dengan cengiran khasnya yang mungkin bisa dibilang sebuah salam teriakan.

"Nah, minna. Mereka akan mulai menggantikan Saya mulai besok.", ujar Asuma.

Kelas pun selesai dan para mahasiswa berhamburan keluar kelas setelah dosen baru mereka melenggang keluar kelas.

"Aa, Hyuuga-san.", tegur Asuma pada Hinata.

"H-ha'i?"

"Berhubung besok adalah kelas Biologi Reproduksi, aku merekomendasikanmu menjadi asisten untuk dosen baru kelas tersebut, Uzumaki Naruto. Yah, karena Ia perlu beradaptasi mengajar di sini sekaligus menambah attitudemu sebagai mahasiswa teladan.", jelas Asuma.

"Ha'i. Arigatou.", jawab Hinata.

"Dan jangan terlambat untuk kelas besok. Sayonara.", ucap Asuma sembari melenggang keluar kelas.

Tanpa Asuma sadari seberkas rona merah tipis menghiasi wajah Hinata yang manis. Dengan sedikit menunduk, Hinata tersenyum tipis.

'Ini aneh. Apa yang terjadi denganku?', gumamnya dalam hati.


Esoknya,

Sesosok pria dewasa berambut kuning jabrik yang mengenakan kemeja putih dengan 2 kancing teratas yang dilepaskan dan dasi oranye yang menggantung dari lehernya, dengan celana jeans hitam panjang Ia melenggang memasuki sebuah kelas di Konoha University.

"Ohayou gozaimasu!", sapanya pada para mahasiswa dengan cengiran khasnya.

"Ohayou gozaimasu!", jawab para mahasiswa serempak.

"Berhubung aku belum tahu materi untuk hari ini maka…"

Kata-kata Naruto terpotong ketika seorang mahasiswi mungil berambut indigo mengacungkan tangannya.

"Ehm, Aku belum mengajukan pertanyaan. Tapi.. baiklah silakan.", ujar Naruto.

"E-etto, Uzumaki-sensei.."

"Aa, panggil saja Naruto-sensei. Tidak usah seformal itu. Kalian juga.", ujar Naruto pada mahasiswa yang lain.

"H-ha'i. Asuma-sensei telah menitipkan materi hari ini kepada saya. Ini.", ujar Hinata sembari memberikan beberapa lembar kertas dalam sebuah map kepada Naruto.

"Oh, baiklah. Sankyuu-dattebayo! Nah, minna. Untuk hari ini Aku akan memberikan materi yang ringan sebagai permulaan. Buka buku kalian halaman 27."

"Ha'i!"

"Uhm..Hyuuga-san?"

"Y-ya?"

"Temui Aku di ruanganku seusai kelas Himura-sensei nanti. Kau perlu membantuku dengan materi ini."

"H-ha'i."


Surai kuningnya nampak berterbangan karena suhu pendingin ruangan yang sangat rendah. Dengkuran kecilnya memenuhi ruangan yang hening. Naruto terlelap di atas tumpukan kertas di meja kerjanya. Suara ketukan pintu yang sedari tadi mengalun dari balik pintu tak dihiraukannya, atau memang tidak sengaja tak dihiraukan karena tertidur dengan pulasnya. Karena tak kunjung mendapatkan balasan, pintu yang tak terkunci itu pun terbuka. Sesosok gadis mungil bersurai indigo Nampak terkejut melihat sesosok yang tengah tertidur si depannya.

"N-naruto-sensei.."

Hinata berjalan mendekati tubuh Naruto yang tertidur. Tangan mungilnya tergerak untuk menyentuh bahu tegap Naruto, mencoba untuk membangunkannya. Namun, Ia menggagalkannya.

"Ada baiknya aku menunggunya terbangun."

Beberapa menit pun berlalu, namun Naruto masih terlelap dalam tidurnya. Hinata yang merasa bosan karena hanya duduk berdiam diri menunggu Naruto, mulai menggeledah tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalamnya, mencoba mengalihkan perhatian dengan mengerjakan beberapa essay untuk besok.

Sedang sibuk-sibuknya membolak-balikkan kertas essaynya, tiba-tiba sebuah suara menginterupsi konsentrasi Hinata.

"Perlu kubantu?", tanya Naruto dengan cengiran khasnya. Rupanya Ia telah terbangun.

"E-eh?! S-sensei!", jawab Hinata terkaget dengan kemunculan Naruto yang tepat beberapa senti di depan wajahnya. Seketika Ia mulai merasakan wajahnya memanas.

Naruto mendudukkan dirinya di samping Hinata dan memulai pembicaraan.

"Maaf jika lama menungguku. Habis, hari pertama benar-benar melelahkan-ttebayo.", jelas Naruto sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"E-etto, umm. S-sebenarnya a-ada apa Sensei memanggilku kemari?", Hinata mulai memainkan jari telunjuknya.

"Begini, kau tahu kan Aku ini dosen baru, jadi Aku masih sulit beradaptasi di sini-ttebayo. Jadi… yah, kau tahu kan?", tanya Naruto sembari tersenyum lebar.

"S-sou ka."

"Jadi, Aku meminta tolong padamu untuk membantuku mengatur jadwal materiku, seperti yang sudah disampaikan Asuma-sensei. Yah, mungkin untuk beberapa minggu ke depan."

"…."

"Kau bersedia, kan?", tanya Naruto lagi.

Hinata yang terkaget dari lamunannya karena memperhatikan wajah Naruto dari tadi menjawab dengan tergagap.

"B-bersedia?! Bersedia a-apa?"

"Membantu mengatur jadwal kelasku. Kau bisa, kan?", tanya Naruto sedikit frustasi.

"H-ha'i.", jawab Hinata.

"Yosh! Kalau begitu mulai besok datanglah ke ruanganku sebelum kelas dimulai."

"Ha'i."

"Nah, kalau begitu sebagai gantinya Aku akan membantumu mengerjakan essay. Kemarikan kertasmu.", pinta Naruto.

"E-eh? Tidak usah, Sensei. A-aku akan mengerjakannya di rumah. K-kalau begitu S-saya permisi.", ujar Hinata sambil bergegas mengemasi kertasnya.

Tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangan mungilnya.

"Kuantar kau pulang. Tidak baik perempuan pulang sendiri, apalagi hari mulai gelap.", tawar Naruto.

"S-sensei..tidak sibuk?", tanya Hinata ragu.

"Tidak apa-apa. Lagipula Aku juga bosan dengan kertas-kertas itu."

Tanpa menunggu lama, Naruto menarik Hinata menuju ke mobilnya. Mesin menyala dan mobil pun mulai melaju. Suasana hening mendominasi mobil Naruto. Tidak ada satupun diantara Naruto maupun Hinata yang berani memulai pembicaraan. Karena merasa sepi, Naruto menyetel lagu dari mp3 mobilnya. Pada awalnya, yang terdengar hanya lagu biasa dan itu tidak begitu menarik. Namun begitu lagu itu terdengar familiar, Naruto beralih pada mp3-nya dan mengeraskan volumenya.

"Ini lagu bagus, Hinata" ucapnya riang. "Hold me close don't ever let me go. More than words Is all I ever needed you to show"

Hinata hanya melongo melihat dosennya bersenandung ria. Ia tersenyum tipis melihat dosennya yang tampak asyik dengan lagu tersebut. Kemudian Naruto kembali melanjutkan nyanyiannya.

"Then you wouldn't have to say… that you love me." Tiba-tiba Naruto menoleh ke arah Hinata. "Cos I'd Already Know ~" lanjutnya sambil tersenyum.

Hinata terkejut dengan lirik terakhir yang dinyanyikan Naruto. Tampaknya lirik itu seperti benar-benar disampaikan oleh Naruto, tapi… Apa Hinata memang terlihat seperti itu?

Masa bodoh dengan kesalahpahaman yang timbul dari nyanyian Naruto. Ia tetap merasa senang dan ia mulai merasakan bahwa pipinya memanas.

"Bagaimana, Hinata?"

"Eh? A-apanya yang bagaimana?" Hinata gelagapan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Naruto.

"Lagunya. Bagus, kan? Apalagi Aku yang menyanyikannya." Naruto kembali tersenyum sambil menaikkan satu alisnya.

Hinata hanya terkikik geli mendengarnya. "P-percaya diri sekali."

"Eh?! Jadi suaraku tidak enak? Haah, kau jahat sekali, Hinata.", ujar Naruto sembari mengerucutkan bibirnya.

"B-bukan seperti itu." Hinata masih tertawa kecil.

"Hahaha, Aku hanya bercanda-ttebayo. Tenang saja, Aku tidak marah.", jelas Naruto.

"Hm, sepertinya kita sudah sampai di depan rumahmu.", ujar Naruto.

"Umm.. Te-terima kasih, S-sensei."

"Sampai jumpa besok pagi.", ujar Naruto dengan cengiran khasnya.

"Jangan terlambat, Aku tahu kau mahasiswa teladan. Tapi Asuma-sensei bilang kau hobi terlambat."

Mendengar itu, Hinata merona hebat karena malu. Naruto menyalakan gas mobilnya, dan mobil mulai melaju. Ia mengeluarkan tangannya dari jendela dan melambaikannya dari belakang. Hinata yang mengetahui itu hanya tersenyum senang.


"Sensei.", Hinata menghampiri Naruto sambil menyerahkan kertas jadwal yang sudah dibuatnya. "I-ini jadwal materinya. Sudah kuselesaikan."

Naruto menghentikan aktivitas makan ramen instannya, kemudian mengambil jadwal yang telah dibuat asistennya. Sambil mengunyah, Ia memandangi jadwal itu dengan teliti dan 'tampaknya' Ia senang dengan hasil pekerjaan Hinata.

"Kau yang menghias ini, Hinata?", tanyanya sambil menunjuk background ungu pada masing-masing pojok kertas. "Manis sekali."

Hinata merasa senang karena dipuji. Namun Ia tidak jadi tersenyum begitu melihat air muka Naruto yang berubah secara tiba-tiba.

"Tapi untuk formalitas, Aku harap kau tidak menambahkan hiasan pada pekerjaanmu.", saran Naruto tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaan Hinata.

"S-s-sumimasen." Hinata mengambil paksa jadwal materi itu dan menyembunyikannya di belakang punggungnya. "A-aku akan memperbaikinya." Ia tersenyum kikuk.

Naruto terkekeh melihat tingkah Hinata. "Bagus kalau begitu." Ia kembali menikmati ramen instannya.

Hinata berbalik untuk keluar dari ruangan Naruto sebelum suara Naruto menginterupsinya.

"Jangan lupa temui Aku seusai kelas terakhir di perpustakaan. Aku perlu bantuan mencari buku referensi untuk persiapan ujian beberapa minggu mendatang. Kau tak keberatan, kan?", tanya Naruto.

"H-ha'i.", jawab Hinata sekenanya dan langsung berlari keluar ruangan.

Naruto tertegun dengan keanehan Hinata, namun sejenak Ia memakluminya dan kembali pada aktivitasnya.


Suara helaian lembar buku yang tersibak-sibak memenuhi ruangan yang cukup luas dengan ribuan buku yang tertata rapi dalam beberapa lemari. Pria berambut jabrik yang sedari tadi sibuk membuka beberapa buku kini tengah menguap lebar, merasakan kantuk yang luar biasa.

"Huaah… Banyak sekali materi yang harus diujikan. Dibandingkan dengan mengerjakan ratusan soal, jauh lebih sulit membuat soalnya.", keluh Naruto.

Sejenak Ia memperhatikan arlojinya, menunggu kedatangan Hinata.

"Dasar, sudah kubilangi untuk tidak terlambat masih saja..", desahnya pelan.

"Teme juga tidak mau membantuku dan hanya mementingkan pacar gulalinya, menyebalkan.", gerutunya lagi.

Tiba-tiba ketukan pintu menyadarkan gerutuannya.

"Sumimasen. M-maaf untuk k-keterlambatannya.", ujar Hinata.

"Duduklah dulu.", perintah Naruto.

"Sebelum kau membantuku, apa kau sudah menyelesaikan essay yang tadi kuberikan? Dan mungkin essay yang lain?", selidik Naruto.

"B-belum sepenuhnya.."

"Kalau begitu sayang sekali. Kau harus duduk di meja sana, kerjakan essaymu sekarang.", perintah Naruto.

"T-tapi, bagaimana dengan Sensei?", tanya Hinata cemas.

"Tidak masalah, aku sudah mengerjakan setengah materiku. Justru kau yang harus mencemaskan essaymu, itu lebih penting.", ceramah Naruto.

Hinata terdiam sejenak mendengarkan ucapan Naruto. Ia beranjak dari kursinya dan beralih ke meja lain, menuruti kata-kata Naruto untuk menyelesaikan essaynya.

"Jika ada kesulitan bilang saja, ya? Akan kubantu.", ujar Naruto.

Hinata hanya terdiam dan tersenyum, kembali bersemangat untuk menyelesaikan essaynya yang menumpuk. 2 jam kemudian, Hinata kembali ke meja Naruto dan mencoba mencari hal yang bisa dibantunya.

"Sudah selesai?", tanya Naruto retoris.

"S-sudah."

"Hm, kebetulan ada satu bab tersisa untuk dikerjakan. Rekayasa Genetika, bukankah materi ini sudah diberikan oleh Asuma-sensei?", tanya Naruto.

"Umm.. T-tapi, aku belum memahaminya secara mendalam.", jawab Hinata.

"Tenang saja, buka saja buku-buku itu sebagai referensi. Aku sudah menyiapkannya. Tolong buat 10 soal dengan level medium. Nanti aku akan mengeceknya.", perintah Naruto.

"Ha'i.", jawab Hinata.

Hinata memulai pekerjaannya, terkadang Ia tampak kesulitan dengan materinya namun sejurus kemudian Ia dapat menguasai materi yang diberikan dan mulai menuliskan beberapa referensi soal. Beberapa menit berlalu, Naruto mengecek soal yang diberikan Hinata.

"Bagus sekali, Hinata. Kau memang yang terbaik!", ujar Naruto dengan cengiran khasnya sembari mengacungkan jempol.

Hinata hanya tersenyum tipis sembari merona mendengarkan pujian Naruto.

"Yosh! Akhirnya pekerjaanku selesai. 2 minggu lagi adalah ujian dan aku akan semakin sibuk, jadi selama itu jangan membantuku dulu. Persiapkan dirimu untuk ujian, jangan sampai nilaimu turun-ttebayo.", nasehat Naruto.

Hinata tertegun mendengar perkataan Naruto. Tidak bertemu selama 2 minggu?

"Sepulang dari tempat ini, aku akan mentraktirmu Ramen di kedai favoritku. Kau mau, kan?", ajak Naruto.

Hinata hanya tertunduk, melamunkan sesuatu. Melihat itu, Naruto merasa memutar bola matanya karena jengah.

"Baiklah, kalau begitu akan kuantar kau pulang.", ucap Naruto.

"E-eh? A-apa?", jawab Hinata terkaget dari lamunannya.

"Kubilang, kuantar kau pulang. Sepertinya kau menolak untuk kuajak ke kedai ramen favoritku.", jelas Naruto.

"I-iie. Aku akan ikut.", jawab Hinata.

"Hm? Ikut bagaimana?"

"A-aku akan ikut k-ke kedai ramen.", jawab Hinata tergagap.

"Baiklah.", jawab Naruto dengan tersenyum.

Mereka pun bergegas keluar dari ruangan yang penuh dengan kepenatan tersebut. Sepanjang perjalanan, Hinata hanya menatap ke arah jendela mobil tanpa menghiraukan Naruto yang tengah sibuk menerima beberapa panggilan dari rekan sesama dosen. Sesekali Hinata menghela napas ketika rasa bosan menghampirinya. Bayangkan saja, sepasang manusia yang berada dalam satu mobil, namun sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.

Diam-diam Hinata menyentuh dadanya, dirasanya jantungnya yang berdegup sedari tadi, Ia bingung dengan apa yang tengah dirasanya. Ia hanya berharap bahwa itu bukanlah hal yang buruk.


Hari demi hari berlalu, setelah beberapa minggu tak mereka tak bertemu suasana menjadi semakin dingin. Entah karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing, atau salah satu dari mereka telah melupakan keakraban yang sempat terjalin sebelumnya dan larut dalam dirinya sendiri.

Setelah masa ujian berlalu, Hinata merasakan keanehan dalam diri Senseinya. Ia memaklumi jika Naruto menjadi semakin sibuk. Namun Ia tak yakin jika hanya dalam waktu beberapa minggu, Naruto melupakannya. Buktinya saat ini ketika mereka sedang berpapasan tanpa sengaja, tak ada satu dari mereka berdua yang saling bertegur sapa, seperti belum mengenal satu sama lain. Tatapan Naruto yang lurus ke depan membuat Hinata terheran-heran. Apa yang salah dengan dirinya?

Setelah Naruto berlalu, tanpa sengaja Hinata bertemu dengan Sasuke. Menyadari Hinata melihat ke arahnya, Sasuke menghentikan langkahnya, memperhatikan Hinata lekat-lekat. 'Dasar tukang melamun.', gumam Sasuke dalam hati.

Kemudian Ia melangkahkan kakinya lagi menuju kelas berikutnya, sebelum sebuah suara halus memanggilnya.

"U-uchiha-sensei!", panggil Hinata sembari mencengkram erat lengan Sasuke.

"Hn.", jawab Sasuke seraya berbalik.

"A-ano.."

"…."

"A-aku ingin bertanya."

"Hn?"

"I-ini tentang N-naruto-sensei."

Sasuke menghela nafas setelah dirasanya Ia memahami situasi yang terjadi.

"Kalau kau ingin mengetahui jawabannya, Tanya saja padanya. Temui dia di ruangannya.", jawab Sasuke cuek. Ia bersiap untuk pergi sebelum Hinata mempererat cengkraman tangannya.

"K-kumohon..", ucap Hinata sambil bergetar.

"A-aku hanya ingin tahu t-tentang keadaan N-naruto-sensei."

Sasuke hanya menghela nafas sebal dengan kelakuan mahasiswa satu ini. Mereka pun hanya berdiam-diaman sementara Hinata terus saja mencengkram lengan Sasuke. Tanpa disadari oleh keduanya, sepasang mata zamrud tengah melihat kejadian tersebut. Dengan tanduk invisible yang muncul dari kepala soft pinknya, Ia berlari menuju Sasuke berada.

"Baka-Sasuke!", teriaknya pada Sasuke.

Sasuke yang kaget dengan keberadaan Sakura hanya bisa memijat keningnya sambil berkeringat dingin menghadapi pacar gulalinya yang salah paham. Sedetik kemudian dirasakannya sebuah jitakan keras yang menghantam rambut pantat ayamnya.

"Auh!", teriak Sasuke.

"Apa yang kau lakukan, Sasuke?! Aku datang kemari hanya untuk mengajakmu makan siang setelah ini, dan kau bersama perempuan lain?!", bentak Sakura.

"Sakura.", ujar Sasuke dengan nada dingin. Tampak aura hitam keluar dari kepalanya. Sakura yang melihatnya hanya bisa menelan ludahnya sendiri.

"Sudah berapa kali ini terjadi, hn?", Tanya Sasuke lagi.

"T-tapi S-sasuke-kun..", sergah Sakura.

Di tengah situasi yang gawat, tiba-tiba Naruto datang dari kejauhan sembari melambaikan tangannya.

"Sakura-chan!", sapanya pada Sakura.

Naruto sweatdrop ketika mendapati aura yang muram di sekitar Sasuke dan Sakura.

"S-sebenarnya kenap…"

"Dobe.", ucap Sasuke sembari melepaskan cengkraman tangannya dari Hinata yang masih melongo melihat pasangan yang baru saja bertengkar.

"Aku ada urusan sebentar. Jadi…", ucap Sasuke menggantung.

Sedetik kemudian Ia meraih tangan Sakura dan bersiap menyeretnya keluar dari area kampus.

"Urus Hyuuga pengacau satu itu!", teriaknya sembari menyeret Sakura keluar.

"S-sasuke-kun!", pekik Sakura ketika Sasuke menyeretnya pergi.

Naruto dan Hinata yang menontonnya hanya bisa sweatdrop melihat kejadian barusan. Lama mereka berdiri di sana, Naruto beralih memandang ke arah Hinata. Namun, Ia segera memalingkan wajahnya dan beranjak meninggalkan Hinata sendirian. Hinata yang melihat Naruto perlahan menjauh darinya, mulai menundukkan wajahnya. Menahan air matanya untuk keluar.


Just one word : Review