BRUKK
"Maaf maaf."
Aku meminta maaf bahkan sebelum aku melihat siapa yang baru saja aku tabrak. Karena aku tau akan lebih berbahaya jika aku melihat siapa yang baru saja aku tabrak, jujur saja aku tak pernah berani menatap orang. Siapapun itu, aku yakin dia tidak akan segan memberiku cacian atau makian… atau yang lebih buruk lagi.
"Dasar bodoh. Kalau kau menunduk kau tidak akan tau dengan siapa kau berurusan."
Suara itu, ya ampun. Ingin mati rasanya ketika otakku secara otomatis mengetahui siapa pemilik suara itu. Dari nada bicaranya saja aku sudah sangsi, yang baru saja aku tabrak adalah… Sasuke Uchiha.
Aku masih menunduk. Memangnya aku pernah berani menunjukkan wajahku secara gamblang dan berjalan bak model yang sedang memeragakan busana? Yang benar saja, memangnya siapa aku ini?
Sasuke Uchiha. Entah kenapa dia selalu menjadi kiblat para murid untuk menggangguku. Apa tepatnya kesalahanku sehingga mereka sangat suka menggangguku?
"Maaf aku tidak sengaja.."
Bagaimana mungkin aku tidak bisa mengendalikan suaraku. Aku tidak seharusnya menjawab orang ini. Karena kecerobohanku yang terburu-buru mengejar kelas Bahasa, aku jadi berurusan dengan Sasuke Uchiha. Tapi seharusnya aku tidak menjawabnya dan membuat masalah ini semakin keruh.
Zephyr
© 2017
Wanda Grenada
Desclaimer: Naruto, Masashi Kishimoto
Chapter 1: Her Fault
Hinata berjalan dengan langkah cepat menuju koridor loker, ia mengamati nomor 023 yang tertera di kunci itu. Sekolah ini sampai saat ini masih menggunakan kunci loker dan bukannya kode, ini pemandangan yang sangat langka mengingat sekolah ini adalah salah satu dari beberapa deretan sekolah terfavorit di kota.
Sasuke Uchiha, adalah salah satu orang yang paling Hinata hindari di sekolah ini. Ia suka membully, dan sasarannya selalu Hinata. Karena itulah Hinata membencinya. Oh, ayolah.. masa iya ada orang yang senang di bully. Ia juga salah satu orang yang ditakuti para murid sekaligus yang paling dipuja oleh para gadis. Terkecuali Hinata, pastinya. Sejak awal ia bersekolah disini, ia memang tidak pernah tertarik pada Sasuke Uchiha. Kenapa pula ia harus mengidolakan orang brengsek seperti dia?
"Kau, pergi ke lokerku dan ambilkan aku seragam." Sasuke menyodorkan kunci lokernya, namun saat Hinata akan menerimanya ia malah menjatuhkan kunci itu. Saat itu juga Hinata mengarahkan netranya, secara tak sengaja menatap wajah Sasuke, dan melihat wajah angkuh orang itu yang jelas-jelas sedang memandang rendah dirinya. Ia kemudian memungut kunci itu, tentu dengan hati yang tak senang.
Semenjijikkan itukah Hinata bagi seorang Sasuke Uchiha? Sampai-sampai Sasuke harus mengganti seragamnya yang ia pakai setelah berbenturan dengan Hinata?
Loker nomor 023 itu akhirnya terlihat, ia buru-buru mengambil barang yang diperintah Sasuke. Tapi sebelum ia bisa kembali lagi, seseorang dari kejauhan meneriakinya.
"Hey, kau. Sedang apa di loker Sasuke-kun?"
Teriak seorang gadis berambut merah berkacamata. Karin Uzumaki namanya, Bisa dibilang ia adalah si orang nomor satu yang terobsesi pada Sasuke. Tak banyak yang Hinata tau tentang orang ini selain rasa obsesi berlebihan dan kecenderungan membully karena obsesinya tersebut pada Sasuke. Hinata tidak tau bagaimana harus menyebut orang ini. Obsesi yang berlebihan memang tidak akan bermuara pada hal yang bagus. Gadis itu, yang sedang berdiri di depannya kini, memperhatikan Hinata dari kepala sampai kaki kemudian memberinya tatapan remeh.
Dengan baju kebesaran, rok dibawah lutut, rambut panjangnya yang kusut dan wajah pucatnya.. Hinata pantas diremehkan. Tentu saja Karin merasa lega karena sampai kapanpun selera Sasuke pasti bukanlah orang dengan dandanan gembel seperti itu.
"I-Itu.. aku disuruh mengambil seragam untuknya."
"Benarkah? Kalau begitu aku saja yang memberikannya." Gadis itu langsung berseri-seri dan merebut seragam Sasuke dari genggaman tangan Hinata. Hinata terlonjak dan hanya menatap gadis itu, mulutnya menganga bingung.
"Ada dimana Sasuke-kun?" lanjutnya sambil memeluk, mengelus dan menciumi seragam itu.
Itu menjijikkan
"Ada di depan gedung olahraga yang baru." Jawab Hinata sambil menunjuk kearah ruangan itu. Gadis berambut merah itu langsung menyimpan kacamatanya dan merapikan rambutnya. Ia berlari kecil kegirangan menuju ruang olahraga.
Baguslah, kali ini ada yang mau membantunya. Para Fangirls sepertinya akan melakukan apa saja demi Sasuke, termasuk kali ini, membantu gadis yang menyedihkan seperti Hinata. Ia kemudian mengunci loker dan menaruh kuncinya di kantung seragam.
Hari ini Hinata akan pergi ke ruang Tata boga yang untuk sementara ini menjadi ruang kelas Bahasa karena ada renovasi besar-besaran di sekolah ini. Dalam rangka meng-upgrade fasilitas dan mempertahankan akreditasi serta mengikuti perkembangan jaman, sekolah tua yang terkenal seantero Tokyo dari jaman ke jaman ini akhirnya di renovasi. Jadi beberapa mata pelajaran akan dicampur dengan kelas lain dan jadwal kelas menjadi berubah-ubah secara mendadak. Itu benar-benar memuakkan. Hinata akan bertemu dengan banyak orang sebab ini. Semakin banyak orang yang ia temui, maka artinya semakin banyak kemungkinan orang yang akan mengganggunya bertambah.
Ia langsung memasuki ruang kelas dan duduk di meja paling belakang. Beruntung walaupun ia terlambat 5 menit tetapi ruang kelas ini juga belum banyak penghuninya. Ia benci ketika di tatap oleh banyak mata. Ia yakin banyak murid yang masih belum menemukan ruang kelas bahasa inggris hari ini. Hanya ada segerombolan remaja perempuan yang tidak terkenal sedang membicarakan hal tidak penting, seperti tentang bagaimana pendapatmu tentang menu makan baru di café yang ada di persimpangan jalan atau apakah kalian sudah membeli album terbaru dari band One Ok Rock. Ia menemukan dirinya merasa iri. Hinata bersumpah, ia menginginkan hal itu ada di kehidupan sekolahnya lebih dari apapun. Ia tidak ingin populer, terkenal, murid teladan atau semacamnya. Yang ia ingin hanyalah mengobrol dengan teman. Apakah itu terlalu berat untuk dipinta?
Di sebelah mejanya, terlihat seorang murid yang sedang menenggelamkan wajahnya di lengan yang ia lipat di meja. Sepertinya ia tertidur, pikir Hinata. Hinata lebih suka memanfaatkan waktu kosong yang ia punya untuk membahas sendiri soal-soal dan bab yang belum dipelajari daripada untuk tidur atau bermain gadget seperti yang lain. Ia membuka bukunya, mengeluarkan pensil mekanik dari tempat pensil dan segera menjejalkan dirinya sendiri dengan soal-soal.
Terdengar ocehan-ocehan ramai dari para siswa yang sepertinya sudah mulai memasuki kelas. Terdengar juga suara berisik yang Hinata perkirakan adalah berasal dari suara anak-anak berandalan, tentu saja.. tutur kata dan nada bicara mereka sangat khas.
BRAKK!
Suara geprakan meja membuat Hinata kaget dan terlonjak.
"Kau kan tadi aku suruh mengantarkan seragam, tapi kenapa kau malah santai-santai disini? Mana seragam itu?" Sasuke berdiri di depannya bersama geng berandalannya, mengintimidasinya dan menatap dengan tatapan kebencian. Membuat Hinata ketakutan setengah mati.
"A-a-aku ta-tadi akan me-" Karena semua murid kini menghadapkan matanya kepada Hinata, Hinata jadi tergagap.
"A-a-a-a-aku…. HAHAHAH! Bicara saja kau tidak bisa. Mulutmu kemasukan lintah?" ejek Sasuke yang membuat gelak tawa para murid di sekitarnya. Yang lain juga ikut-ikutan meniru gagap Hinata dan mengejeknya, menghinanya. Para geng berandalan itu memang tidak bisa diam kalau sudah menemukan mangsanya.
"Pindah sana, ini tempatku!"
Hinata langsung bergerak tanpa basa-basi, merapikan tasnya dan membawa buku-bukunya, mereka menatapnya dengan tatapan remeh saat Hinata berdiri. Ia muak dengan keadaan yang menimpanya. Bahkan setelah ia bergerak ke meja kosong yang tak berada jauh dari sana, para geng berandalan itu masih saja menertawakannya.
Bukankah tadi Karin—si gadis berambut merah—yang bersedia mengantarkan seragam itu ke Sasuke? Tapi kenapa Sasuke masih mempertanyakan soal seragam itu?
Oh tidak, bodohnya Hinata. Seharusnya dari awal ia sudah tau, faktanya Karin adalah fans nomor satu-nya Sasuke. Dia pasti bukannya memberikan seragam itu kepada Sasuke, tapi dia malah menyimpan seragam itu untuk dirinya sendiri. Ia merutuki kebodohannya, dan kesal sendiri karenanya.
Akhirnya, Ma'am Kurenai datang dan langsung memulai pelajaran, para murid duduk di tempatnya masing-masing. Hinata sudah cukup lega jika guru sudah datang. Tidak ada lagi yang namanya di ganggu atau mengganggu.
Walaupun netranya memperhatikan Ma'am Kurenai yang sedang menjelaskan Grammar di papan tulis, namun pikirannya melayang-layang memikirkan ada sesuatu yang terlupakan. 'Apa itu ya?'. Suara berisik dari anak-anak penghuni bangku belakang juga membuat Hinata tidak bisa menemukan apa yang membuat pikirannya jadi tidak konsentrasi. Satu jam pelajaran dihabiskan oleh Hinata untuk memikirkan hal yang mengganjal. Sampai bel pulang sekolah berbunyi.
Murid-murid pun berhamburan keluar dari kelas dan kembali ke urusan mereka masing-masing. Kebanyakan murid-murid disini membawa mobil sendiri ke sekolah, tapi tidak dengan Hinata. Ia lebih memilih diantar jemput oleh supir pribadinya. Hanya saja hari ini berbeda, ia membawa mobilnya di karenakan supir yang biasa mengantar jemput Hinata sedang cuti karena istrinya yang sakit. Ia berjalan menuju tempat parkir, ia memarkirkan mobilnya dekat pintu masuk karena saat ia datang pagi-pagi sekolah masih sepi.
Diperjalanan pun ia masih sempat memikirkan hal yang mengganjal pikirannya disekolah tadi. Ah, sudahlah. Ini kan bukan saatnya ia memikirkan apa-apa saja yang terjadi di tempat menakutkan itu.
Mobilnya ia parkirkan di dalam garasi rumahnya. Rumah… satu-satunya tempat dimana ia bisa bersantai dan selalu diperhatikan oleh banyak orang. Ia menyapa seorang pelayan dan masuk ke kamarnya. Begitu melihat spring bed-nya yang dibalut dengan sprei snoopy dog tampak begitu nyaman, ia langsung merebahkan dirinya sebentar. Merasakan punggungnya yang pegal merenggang.
Kamarnya adalah ruang pribadinya, yang masih ia heran, dari dulu sampai sekarang ia tidak pernah berniat menghias kamar itu dengan sesuatu yang ia sukai, kamarnya polos dan suram. Hanya terdiri dari barang wajib, dan terlalu lengang untuk remaja SMA. Tidak ada poster, bingkai foto, lukisan-lukisan dan segala tetek bengek remaja yang biasanya memenuhi kamar.
Ia beringsut dari tempat nyaman itu untuk mengganti seragamnya. Besok ia akan memakainya lagi, tidak mungkin ia membuat seragamnya kusut. Ngomong-ngomong tentang seragam, Hinata bersyukur Sasuke tidak membahas dan mempermasalahkan tentang hal itu lebih jauh lagi, ia terlalu asik mengejeknya sehingga lupa. Tapi mungkin itu akan digunakannya untuk membully Hinata esok hari, siapa yang tau? Sekolah bisa jadi hutan belantara yang berbahaya baginya, dimanapun kapanpun ia bisa saja kena serang predator.
Ia mengeluarkan semua isi yang ada di kantungnya. Uang, kunci mobil, kunci loker, dan… apa? Kunci loker? Lagi? Kenapa ada dua?
PLAK
Hinata menepuk jidatnya. Ia baru ingat kalau ia belum sempat mengembalikan kunci loker milik Uchiha. Bagaimana ini?! Besok pasti ada hal buruk yang menimpa Hinata. Dasar ceroboh!, makinya pada dirinya sendiri.
Ia langsung mengambil jalan aman. Ia memilih untuk mengembalikannya saat ini juga ke tempat tinggal si Uchiha itu. Kebetulan sekali tempat itu masih berada dalam satu komplek.
Karena mereka para pesohor dan konglomerat selalu mempunyai sifat Eksklusivisme, jadilah mereka menempatkan diri mereka tinggal di kawasan elit. Salah satunya adalah Konoha Prime. Tempat ini berawal dari sebuah pemukiman biasa, namun letaknya strategis berada di pusat kota. Karena beberapa orang dari daerah ini telah menjadi pengusaha yang sukses dibidangnya, akhirnya kawasan ini berubah, seiring berjalannya waktu tempat ini menjadi tempat yang berbeda dari sebelumnya berkat klan Uzumaki yang menyulap kawasan kecil, menjadi sebuah Real estate tempatnya para Konglomerat dari daerah manapun bertempat tinggal.
Hinata buru-buru memakai jaket ungu-nya dan celana jeans, menyambar kunci mobil dan kunci loker milik Sasuke, kemudian berlari menuruni tangga. Bahkan ia tidak sempat pamit pada beberapa pelayannya yang sedang membersihkan rumah. Ini semua gara-gara Karin!
Selang beberapa menit, akhirnya ia sampai tepat di depan sebuah gerbang besar yang membentang mengelilingi Mansion Uchiha, ini dia tempat tinggalnya. Ia agak ragu untuk meminta izin kepada penjaga gerbang untuk memasukkan mobilnya, jadi mobilnya ia parkirkan diseberang jalan. Ia meminta izin penjaga untuk memperbolehkannya masuk ke dalam Mansion itu. Setelah diperbolehkan masuk, Hinata berjalan menuju pintu depan. Ini kali pertamanya mengunjungi tempat tinggal Uchiha, ia mengagumi bangunan megah ini dari arsitekturnya yang minimalis dan kesan awal yang tenang saat ia masuk ke halaman rumah. Ia mendekati pintu besar berbahan jati dengan ukiran khas lambang Uchiha dan mengetuknya dengan ragu. Sambil menunggu ia juga berdo'a dan memikirkan apa yang akan dikatakan Sasuke padanya nanti.
Pintu terbuka, mengagetkannya yang sedang melamun. Disana ia melihat sosok laki-laki tinggi, lebih tinggi darinya, rambutnya hitam begitu juga dengan matanya, ia berdiri dan menatapnya. Tapi orang ini bukanlah yang Hinata maksud. Mereka bertatap sekian detik, Hinata bingung harus mulai bagaimana. Ia hanya terdiam, sampai orang itu yang bertanya lebih dulu.
"Mencari siapa?" tanya laki-laki itu dengan sopan.
"Ehm.. perkenalkan.. a-aku Hinata Hyuuga, aku satu sekolah dengan Sasuke Uchiha."
"Saya Itachi Uchiha, kakaknya Sasuke." Orang itu menyodorkan tangannya, Hinata tidak bergeming dan hanya menatap tangan itu, tidak menyadari maksud dari orang itu untuk berjabat tangan untuk sejenak karena terlalu gugup, kemudian sepersekian detik berikutnya ia menyadari bahwa ia harus meraih tangan itu dan mereka saling berjabat tangan.
"Apa Sasuke ada?" Hinata menekan-nekan ibu jarinya, tanda ia merasa canggung.
"Sasuke tidak ada di rumah, sepertinya dia belum pulang. Ada perlu apa kalau saya boleh tau?"
Hinata sangsi, pasti anak-anak populer seperti dia tidak akan langsung pulang kerumah dan mampir kesana kemari setelah jam sekolah usai.
"Aku ma-mau mengembalikan kunci loker Sasuke yang ketinggalan, tapi sepertinya Sasuke sedang tidak ada jadi mungkin a-aku akan datang lain waktu."
"Kau bisa menitipkannya padaku, kau kan sudah datang kemari. Jangan sia-siakan waktu dan tenagamu." Tawar Itachi
"Un.. kalau begitu terimakasih, Uchiha-san." Hinata menitipkan kunci loker itu dengan malu-malu, "Saya permisi." Ia membungukkan badannya dan pergi dari tempat itu segera. Bagai bumi dan langit, pikir Hinata saat mengibaratkan Sasuke dan kakaknya.
Itachi masih memperhatikan gadis pemalu yang berjalan ke arah gerbang itu dari depan pintu.
Saat membuka pintu dan ditemuinya seorang Hyuuga di depan rumahnya, Itachi sangat terkejut. Gadis remaja itu datang dan menitipkan kunci loker adiknya, dan hanya karena itu ia repot-repot datang kemari? Sungguh langka. Itachi bisa saja disebut dengan orang yang ingin paling tau sejagat karena penasaran dengan Hinata, tapi ia tidak peduli. Mengetahui seorang Hyuuga datang mengunjungi Mansion Uchiha sudah membuatnya takjub bukan main.
Itachi bisa merasakan bahwa gadis itu berbeda dari perempuan-perempuan yang sering dibawa Sasuke kesini. Dia terlihat pemalu, tidak urakan, dan tentunya, tidak meneriak-neriakkan Sasuke dari gerbang luar. Apa benar Sasuke mau bermain dengan anak-anak yang seperti itu?
'Aku harap itu benar.'
AN: Dear readers,
Mungkin beberapa dari kalian tidak asing sama cerita ini, ya ini adalah cerita remake dari ceritaku yang berjudul Melancholy
Lagi pengen nge-remake cerita aja. Karena hp ku di copet dan stuff disana auto ilang. Jalan ceritanya mau aku ubah—karena aku sendiri lupa dengan apa yang aku tulis dan akhir-akhir ini lagi sibuk yang lain karena aku sadar mungkin menulis bukan passion ku, tapi aku akan coba berusaha yang terbaik. jadi mungkin remake adalah jalan terbaik untuk ini. There's too much fatality di cerita sebelumnya.
Sukur-sukur kalau ada yang masih baca sih.
Untuk yang selanjutnya akan update lebih cepat. Aku harap kalian akan suka cerita ini.
Terimakasih sudah membaca.
Wanda Grenada
