una sola notte
haikyuu © furudate haruichi. saya tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini
note. genderbent, anu-anu implisit, karena ini couple moment jadinya masuk ret em bisa ya h3h3h3 saya tidak menyesal nulis ini. saya menolak untuk menyesali fik ini.
Dalam hangat uap yang membumbung dan ekstasi kecil yang ditawarkan oleh genangan air yang melingkup, tak ada yang lebih indah bagi seorang Tetsurou untuk berbagi waktu bersama Kei. Momen remeh yang mungkin akan terlewat dalam lima menit atau lebih ini adalah satu dari sedikit waktu yang sempat ia jadikan tempat dia dan istrinya bersua.
Sungguh, tiada wanita di muka Bumi yang sanggup menyaingi Kei. Akan bulir air yang jatuh dari rahang halus yang ia tangkup dengan lidah, tremor samar ketika ia sapukan jari ke leher putih, dan betapa manis setiap kecup demi kecup yang terselip di antaranya. Ah, Kei memang indah, Tetsurou berbunga-bunga.
Jika Kei adalah selimut maka Tetsurou dengan senang hati akan terus bergelung rapat dan enggan untuk sedetikpun melepasnya.
Tubuh yang sedari tadi ia peluk dari belakang itu berbalik, ganti memeluk. Tetsurou tertegun sejenak, tak menyangka Kei akan berbuat demikian. Ah, kini sang wanita mengalungkan tangan pada leher kokoh sang pria, beringsut mendekat, dan meniup kecil sebuah titik yang hanya Tuhan dan Kei yang tahu. Manja sekali kau hari ini, Kei, kekeh Tetsurou tanpa suara, tanpa malu menunjukkan reaksi yang nyata. Maka ia balas itu dengan rangkulan yang makin rekat, sedikit menyentuh punggung bawah untuk bumbu tambahan.
Kei menatapnya tajam.
Tetsurou nyengir (sok) polos.
Kei menggelengkan kepalanya dan Tetsurou paham. Ya, begini saja sudah cukup.
Mereka bertahan di posisi yang sama selama beberapa saat, menyimak bersama surutnya temperatur air bak mandi dan merasakan kulit keduanya yang mulai berkeriput. Dalam prosesnya, bisa Tetsurou rasakan kunci tangan Kei yang melemas dan bertambah berat beban yang ada di bahu. Eh, Kei tidur.
Sudah cukup acara mandinya. Seperti membawa bulu di tangan, Tetsurou bangkit sembari memeluk sang istri yang terlelap, curah air berjatuhan cukup deras dari mereka. Tanpa melepaskan kedekatan itu, sang pria menarik handuk lebar dari tegel dan mengeringkan sang istri dari atas ke bawah lalu membungkusnya. Masa bodoh dengan air-air yang masih setia mengalir di tubuhnya sendiri, Tetsurou membawa Kei langsung ke tempat tidur. Membaringkannya bagaikan seorang ayah yang menidurkan bayi kecilnya, perlahan ia tarik handuk itu agar bisa dipakai untuk mengeringkan dirinya sendiri. Mungkin sisa-sisa tirta itu masih berjejak di kasur, tapi itu bisa diurus besok. Sekarang sudah malam dan mereka butuh istirahat.
Tetsurou pun bergabung dengan Kei, memposisikan diri di belakang sang wanita dan memeluknya seperti tadi. Sebuah repetisi yang tak akan pernah membuat Tetsurou bosan sampai kapanpun, ini dia yakin.
Mengambil selimut agar bisa dipakai untuk menutupi tubuh polos mereka, Tetsurou pun bersabar untuk menanti kantuk sembari mendengar tarikan napas lembut Kei di depan. Entah bagaimana, pada akhirnya Tetsurou pun ikut terlelap juga.
Kegiatan mereka bisa dilanjutkan besok.
