Gomenasai, Sakura

»«

.

.

.

»«

Summary: Mungkin inilah saatnya kau melepas Sasuke, Sakura. Berbahagialah dengan Itachi. Itu yang Sasuke inginkan darimu. You know it so well/Kau harus bahagia/Aku akan bahagia di sampingmu/Tidak denganku./Apa yang kau bicarakan, Baka?!/.../Kau tahu aku mencintaimu/Aniki... dia mencintaimu/Apa?/Uchiha Itachi mencintaimu, HarUchiha Sakura.

»«

.

.

.

»«

Disclaimer © Masashi Kishimoto

Story © Uchiha Raikatuji

Rate: T

Genre: Romance, hurt

Pairing: ItaSaku, slight SasuSaku.

Warning: Miss typo(s), GJ, abal, Sakura sentric, semi canon, alur terlalu cepat, etc. Di sini ceritanya Sasuke nggak ngebunuh Itachi. Sequel The Last Time request by Cherry 480.

Words: 1.357

»«

.

.

.

Happy Reading!

.

.

.

Don't Like Don't Read!

.

.

.

»«

Sakura menunggunya. Tujuh kali dalam seminggu Sakura selalu mengecek keberadaannya di Uchiha Mansion. Bahkan dia selalu tidak ada di Uchiha Mansion dan saat ini, Sakura berniat mengunjunginya. Hari ini bahkan keempat belas harinya gadis itu pergi ke Uchiha Mansion. Kau tertunduk lesu.

"Itachi-nii, apa Sasuke-kun belum pulang juga?" tanya Sakura sedih.

"Ya. Sasuke belum kembali sejak hari itu." jawab Itachi. Lalu pria itu berbisik nyaris tidak terdengar, "Maafkan aku."

Sakura menoleh ke arah Itachi. "Ini bukan salah nii-san. Ini salahku." Gadis itu menunduk dalam. "Seharusnya kubiarkan saja Sasuke-kun sampai dia mencintaiku. Seharusnya aku tidak gegabah."

Tiba-tiba kedua mata gadis musim semi itu menghangat. Ingin rasanya gadis itu menangis, menenangkan seluruh kegundahan di hatinya. Sakura menunduk.

"Aku tidak suka." Dengan perasaan campur aduk, Sakura menoleh, sedikit tersentak. "Aku tidak suka kau menangis."

Itachi dan Sakura saling bertatapan. Sakura terkaget membaca arti tatapan itu. Tangan Itachi berpindah ke bahu gadis itu. Kedua alis Itachi saling bertautan menandakan bahwa ia serius.

"Aku akan melakukan apa pun agar kau terus tersenyum, Sakura."

Persis seperti apa yang dipikirkannya. Kedua lengan kekar Itachi berpindah ke punggung Sakura dan memeluknya erat.

"Apapun, Sakura."

Gadis itu menghangat. Sakura tahu dan mengerti hanya dari tatapannya. Jeda yang panjang.

Ini tentu harus dipertimbangkannya matang-matang. Mungkin akan menjadi pilihan sekali seumur hidupnya.

"Bantu aku..." bisik Sakura dalam dekapan Itachi tiba-tiba.

"Tentu. Apapun itu."

"... melupakannya."

Pria yang terkaget itu sontak melepaskan pelukannya. "Apa?"

"Bantu aku melupakan... Uchiha Sasuke." bisik Sakura sambil memosisikan diri dalam tubuh Itachi. Air matanya berlinang.

Itachi masih belum merespon.

"Kalau begitu..." Itachi menyentuh lembut bahu Sakura. Memberi kekuatan. Berlutut di depan Sakura dan mengamit tangan kecilnya.

"Menikahlah denganku, Haruno Sakura."

Sakura membeku.

Oh?

Begitukah? Menikah?

Ini akhir dari perjuangannya untuk mendapatkan Sasuke.

Selama ini dia bertahan. Hancur dalam sekejap. Penantian Sakura selama ini sia-sia. Tak berguna. Percuma.

"A-aku.." Sakura terbata.

Mungkin ini takdirnya.

Takdir kejam yang justru harus ditempuhnya.

"Bersedia."

Itachi mencium punggung tangan Sakura. Dia bangkit dan memeluk Sakura erat. "Aku akan membuatmu melupakannya, Uchiha Sakura."

Sakura tahu ini hanya pura-pura. Setidaknya, ia harus berusaha. Melupakan Sasuke dan memulai semuanya dengan Itachi.

"Itachi-kun."

Setidaknya...

Pria bermarga Uchiha itu mengelus lembut punggung Sakura.

Malam ini Itachi tertidur dengan posisi memelukku erat dari belakang. Aku hanya bisa memosisikan tubuhku dalam dekapan suamiku.

"Anata," panggilku sambil mengelus pipi kirinya dengan tangan kananku. "Aku mau ke toilet."

Itachi hanya melengguh pelan, merasa terganggu.

"Jangan..." bisiknya.

Sakura mengernyit dalam mendengar jawaban Itachi. "Tapi aku mau ke toilet."

"… Sasuke. Jangan." ucapnya tegas.

Aku terpaku.

"Jangan... Sasuke. Baka!"

Sasuke? Apa dia memimpikan Sasuke? Tapi kenapa? Dia melarang Sasuke. Mungkin saja ada sesuatu yang mengganggunya? Apa itu? Pelukan Itachi semakin erat. Pikiranku melayang-layang tak tentu arah.

Lagipula... itu hanya mimpi, kan?

"Itachi-kun? Bangun..." Aku menepuk pipinya pelan. Itachi semakin memelukku erat, membatasi pergerakanku.

Kenapa aku mempermasalahkan mimpinya? Aku ini istri Uchiha Itachi! Demi Kami... Sasuke hanya masa laluku. Aku harus melupakannya. Sekalipun pernikahan ini hanya pura-pura dan tak dilandasi cinta.

Yang semulanya aku hendak berbalik menenangkannya urung.

Napasnya berburu. Detak jantungnya dapat kudengar dengan tubuh kami yang seakan tanpa jarak. Aku menyelipkan beberapa helai rambutku ke belakang telinga.

"Pergiii!" seru Itachi. Aku langsung membalikkan tubuhku. Dia membelalakkan matanya. Dia sudah bangun. Aku menatap kedua mata sharingannya yang tiba-tiba saja aktif.

"Kenapa, Anata?" tanyaku berusaha terlihat normal dan khawatir.

Itachi melarang Sasuke dan mengusirnya? Apa dia memimpikan hal yang benar-benar privasi? Atau terlalu... berharga?

Saat menatap emerald-ku, perlahan dia menenangkan diri dan dengan sendirinya mata semerah darah itu padam berganti onyx kelam khas Uchiha.

"Mimpi buruk." jawab Itachi kalem.

Aku menatap matanya. Mata yang sama dengan milik Sasuke. Persis. "Mimpi apa? Tadi aku dengar... kau menyebut-nyebut 'jangan', 'Sasuke', dan 'pergi'."

Itachi menatapku lembut. Hanya tersenyum tipis.

"Apa Sasuke mengambil sesuatu yang berharga dalam hidupmu?"

Itachi menggeleng seraya memelukku. Wajahnya dia posisikan di perpotongan bahu.

Aku benci kepura-puraannya. Dia pintar sekali bersandiwara. Aku benci. Aku tak ingin terlarut dalam sandiwara menjengkelkan ini.

"Hanya mimpi, Anata."

Kedua iris kami beradu.

Senyuman.

Hal yang selalu Itachi berikan padaku namun nyaris tak pernah oleh Sasuke.

Cinta.

Hal yang selalu kuberikan untuk Sasuke, namun nyaris tak pernah untuk Uchiha Itachi, suamiku sendiri.

Miris sekali.

Sudah lima bulan semenjak mereka berdua menikah. Lima bulan lebih semenjak Sasuke pergi. Sudah lima bulan juga Sakura mencoba belajar mencintai suaminya. Dan sudah lima bulan juga dia gagal.

Bayangan Sasuke...

Makiannya...

Semua sinisme pria itu...

Tak bisa hilang dari benaknya.

"Anata," panggil Sakura menoleh ke dalam kamar mereka berdua. "Aku mau jalan-jalan, ya. Aku bosan. Itachi-kun kan baru pulang misi kemarin. Istirahat di rumah saja, ya? Aku tidak mau mengganggu."

Sakura berjalan ke arah suaminya. Mengecup lembut bibir itu. "Jaa ne."

Dia melambai ke arah Itachi.

"Jaa, Sakura. Hati-hati di jalan. Pulang sebelum sore menjelang, paham?" Sakura tersenyum.

"Ah.. Ha'i, ha'i, Anata." Sakura pun menghilang di balik dinding.

Itachi tahu. Sakura masih mencintai adiknya. Dia memikirkan banyak hal agar Sakura mencintainya. Meskipun ini hanya pura-pura. Ia benar-benar ingin menghadirkan senyuman Sakura kembali.

Sakura hanya ingin menenangkan diri di suatu tempat. Tempat yang tenang.

Tanpa sadar langkah kakinya membawa dia ke hutan Konoha. Kakinya membawa dia jauh ke dalam hutan. Untuk jalan pulang nanti mungkin ia bisa bedo'a pada Kami-sama.

Sakura melompat ke atas pohon. Gadis itu duduk di batang besar dengan kaki terjulur ke bawah. Rasa pusing melingkupi kepalanya. Sakura meremas rambutnya. Ia hanya ingin kabur dari rasa yang menyakitkan dan lebih fokus pada kesakitan lainnya.

Sakura membelalakan kedua matanya. Terkaget.

Menajamkan telinga percuma saja karena hanya terdengar serangga hutan yang berderik. Dengan intuisinya, Sakura mengikuti apa yang dia rasakan.

Tidak mungkin..

Cakra ini... dia tentu sangat mengenal jelas cakra ini. Semakin mendekat Sakura semakin yakin.

Mengikuti cakra yang dirasakannya, Sakura melompat dari pohon ke pohon hingga terhenti karena melihat sebuah sungai yang membentang selebar lima meter. Membuat gadis itu diam. Cakra itu semakin kuat di sini.

Dia melihatnya.

Gadis itu turun dan melangkah. Melihat dia tengah mencuci wajahnya di sungai.

"Sasuke-kun..."

Onyx beradu emerald. Uchiha bungsu itu tidak terlihat terkejut. Dia pasti juga merasakan cakra Sakura.

Sakura menunduk dia mulai menangis. "Kenapa kau lakukan ini?"

Sasuke membalikkan tubuhnya.

"Jangan pergi. Kumohon. Atau... atau... atau aku akan bunuh diri." Sakura mengeluarkan kunai dari tas cokelat kecil di pinggangnya.

Sakura meletakkan kunai itu di lehernya.

"Kenapa kau pergi, Sasuke-kun?"

Sasuke berkata dingin, "Kau merepotkan."

"Aku tahu... hiks..." Sakura menunduk. Mengeratkan cengkraman kedua tangannya pada sebuah kunai.

"Tapi kenapa kau melakukan ini?" Sakura sengsenggukan. "Meninggalkanku. Kau seakan sengaja!"

Aliran sungai terdengar begitu deras. Udara dingin melingkupi Sakura.

Rahang Sasuke mengeras. "Kau…" napas Uchiha bungsu itu memburu seakan menahan ledakan emosi. "Kau harus bahagia."

Sakura terbelalak sebelum tatapannya melembut. Kunai di tangannya perlahan melemah. Sakura mengalihkannya dari onyx kelam sang Uchiha bungsu.

"Aku akan bahagia di sampingmu, Sasuke-kun." Sakura memeluk tubuhnya sendiri. Mencari kehangatan.

"Tidak denganku." Ucapan dingin yang entah mengapa justru begitu dirindukan Sakura. Sudah lebih dari tiga bulan.

"Apa yang kau bicarakan, Baka?!"

"..."

Hening. Sasuke tidak berniat menjawab pertanyaan sederhana dari mantan rekan satu timnya.

"Kau tahu aku mencintaimu." Sakura menangis, walau telah ia tahan sedari tadi.

Hanya suara aliran derasnya air yang terdengar di antara mereka.

"Nii-san..." Sasuke bergumam pelan. "Dia mencintaimu."

Deg!

Bagaimana mungkin? Ini bohong. Ini pasti bohong. Sasuke pasti bohong. Tidak. Aku tidak akan tertipu.

"Apa?!"

"Uchiha Itachi mencintaimu, Har−Uchiha Sakura."

Sakura terkaget. Bohong.

"Dia melakukan ini hanya agar aku bisa melupakanmu." elak Sakura.

"Kukira kau pintar." sinis Sasuke. "Mana mungkin ada alasan seperti itu dalam sebuah pernikahan."

Sakura terdiam. Mendengarkan. Dia mungkin saja benar.

"Apa aku pernah berbohong padamu?"

Sakura menunduk dalam. Terdiam. Menggeleng lemah.

"Begitupun aku."

Sakura langsung menengadah menatap Sasuke.

Apa?

Uchiha Sasuke, cinta pertamanya, juga mencintainya.

Mustahil.

Sasuke juga? Mustahil.

"T-tapi kenapa?"

Kedua iris itu saling beradu lagi. "Aku sudah terlalu egois, Sakura."

Sasuke berjalan ke arah Sakura. Uchiha bungsu itu membisikkan sesuatu di telinganya. "Belajarlah mencintainya."

Gadis itu menggeleng. Tidak. Tidak. Tidak. Sakura tidak bisa.

Sakura memeluk erat tubuh itu.

"Jangan. Jangan pergi."

"Berjanjilah."

Sakura memeluknya lebih erat. "Tidak sebelum kau berjanji kau akan tinggal di Uchiha Mansion. Bersama kami."

"Kau menyebalkan."

Sakura mendengus pelan. "Benarkah?" tanya Sakura lirih.

"Ya, aku berjanji."

Mungkin memang ini akhirnya. Mereka tidak ditakdirkan untuk bersama.

"Aku juga berjanji, Sasuke-kun. Adik iparku."

Mungkin begini akhirnya.

»«

.

.

.

»«

To Be Continued

»«

.

.

.

»«

Author's Note:

Nah, sebenarnya sudah lama sekali aku merencanakan sequel The Last Time. Sangat disayangkan, pengamatnya kurang. Maksudku, aku author baru di sini, soooooo….. jadi aku nunggu ada yang request.

Special thanks untuk Cherry480. ^^ Maaf, ya, aku bikin cerita selalu pendek-pendek. Words-nya cuma mampu sampe 1k+.

RnR?