"Naik naik ke puncak gunung. Tinggi tinggi sekali..."
"Naik naik ke puncak gunung. Tinggi tinggi sekali..."
"Woy, jangan berisik! Dan jangan menyanyikan lagu anak-anak seperti itu, menggelikan!" sungut pemuda berambut raven dengan kacamata nila yang bertengger di matanya.
Pemuda berjaket oranye serta bertopi dengan warna serupa menjadi jengkel dan tak terima. "Memangnya kenapa sih?! Suka-suka aku dan Gopal dong, mau nyanyi atau tidak!"
Si raven mendengus. "Suaramu sangat jelek dan jangan bernyanyi lagi!"
"Aduh... sudahlah. Jangan bertengkar seperti ini! Kalian kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong!" lerai seorang gadis berambut setengah punggung dengan jaket tebal pink yang membaluti tubuhnya ketika melihat lelaki bertopi oranye yang dipakai terbalik itu hendak membalas.
"Kenapa kau jadi marah-marah ke aku sih, Yaya? Fang tuh yang resek daritadi!" elak si pemuda bertopi oranye sambil menunjuk sahabatnya yang berkacamata nila.
"Kenapa kau jadi menyalahkanku, Boboiboy? Kau sendiri yang berisik!" bela pemuda berkacamata yang ternyata bernama Fang.
"Entah, mungkin Fang tidak bisa bernyanyi dan ia sangat iri kepada Boboiboy yang bisa bernyanyi," timpal pemuda bertubuh gempal yang mengenakan jaket hijau tua. Dirinya berjalan di samping Boboiboy.
"STOP!" teriak Yaya, membuat semuanya bungkam. Yaya menghembuskan napasnya perlahan untuk meredakan amarahnya. "Jangan ada yang bertengkar lagi, ok?" lanjutnya dengan pelan.
Boboiboy melirik Fang malas. "Baiklah, asalkan Fang tidak menyebalkan lagi. Iya kan, Gopal?" ucapnya sambil menyenggol pelan lengan Gopal.
Pemuda berjaket hijau tua itu mengangguk mantap. "Yapz!"
Fang enggan membalas, hanya memutar kedua bola matanya dengan malas. Yaya tersenyum simpul saat tak lagi mendengar suara perdebatan ketiga sahabat cowoknya. Sahabat ceweknya yang sedari tadi diam, hanya terkikik pelan melihat tingkah konyol mereka.
"Lebih baik kita berfoto disini, bagaimana? Kalian setuju, tidak?" usul gadis oriental berkacamata setelah cukup lama mereka saling terdiam.
Yaya mengangguk. "Iya, Ying. Disini pemandangannya bagus sekali. Kita harus mengambil foto di pegunungan ini. Masa' sih kita tidak punya kenang-kenangan setelah lelah mendaki gunung?" bujuknya.
Gopal memasang ekspresi berpikir. "Iya juga ya? Melelahkan sekali mendaki gunung seperti ini. Yaudah deh, ayo kita foto-foto!"
Fang mendengus, menatap Gopal dengan tatapan mengejek. "Huh, bilang saja kalau kau sekarang lapar dan ingin cepat-cepat turun agar kau bisa makan sepuasnya."
Mendengar itu, Gopal cengengesan seraya menggaruk pipinya yang tak gatal. "Yah... begitulah, Fang."
Boboiboy mendengus, sedangkan Yaya dan Ying geleng-geleng kepala dengan geli. Setelah itu, Yaya mengambil smartphonenya yang bergarskin Hello Kitty (kartun favoritnya) dengan berlatar belakang warna pink, sementara Ying mempersiapkan tongsisnya.
"Sebelah sana saja! Kalau disana kan pemandangan alamnya terlihat," ucap Boboiboy seraya menunjuk tempat yang menurutnya sangat bagus untuk tempat berselfie ria. Memang benar, tempat yang diusulkan Boboiboy menampilkan keindahan alam kota ditambah dengan langit biru yang membentang luas.
"Yok! Yok!" seru Gopal semangat. Fang yang mendengarnya mendengus.
Yaya, Boboiboy, Fang, Ying, dan Gopal berjalan ke tempat itu. Yaya membuka aplikasi kameranya lalu mengatur timer. Yaya di tengah, Boboiboy di samping kanan Yaya, Ying disamping kiri Yaya, Fang di samping kiri Ying, dan Gopal di samping kanan Boboiboy.
"Udah siap semua?" tanya Yaya, semuanya mengangguk. Yaya menekan tombolnya dan...
CEKREK!
Yaya menurunkan tongsisnya dan melihat hasil fotonya. Dirinya sendiri tersenyum lebar, Boboiboy memamerkan deretan gigi putihnya, Fang tersenyum tipis, Ying tersenyum tipis juga, dan Gopal membuka mulutnya dengan semangat. Gadis itu tersenyum puas saat hasilnya memuaskan.
"Yaudah deh, aku mau duduk dulu. Kakiku pegal" keluh Gopal, memegangi kakinya yang dari luar memang kelihatan baik-baik saja. Ya iyalah, kan sekarang Gopal pakai celana jeans.
"Iya nih, aku juga capek. Haus, ngantuk juga" timpal Ying yang ternyata sama dengan Gopal. Gadis yang paling mungil diantara mereka berlima itu menyeka keringatnya yang mengalir di pelipisnya.
"Hm... baiklah, aku masih ingin berfoto-foto di sekitar sini" ujar Yaya kalem.
Gopal dan Ying langsung menepi. Fang pun ikut serta. Dalam hati, ia juga sangat lelah dan mengantuk setelah berjalan mendaki gunung itu. Ketiga remaja itu mendudukkan diri dengan kaki diluruskan. Tak lupa mereka juga memilih tempat yang dingin alias tertutupi oleh sinar matahari. Ying langsung meneguk sebotol air mineral yang dibawanya.
"Ternyata melelahkan juga ya mendaki gunung seperti ini" ucap Ying sambil menutup botol minumannya.
Fang mengangguk. "Ya, memang sangat melelahkan."
Gadis oriental itu merasakan kalau matanya memberat, mendorongnya untuk cepat-cepat menutup mata dan masuk ke alam mimpi. Ditambah lagi angin sepoi-sepoi berhembus ke arah mereka. Tanpa sadar, kepalanya perlahan bersandar pada bahu kekar Fang. Pemuda oriental itu terkejut namun tidak protes. Ia tahu kalau sahabatnya yang paling muda itu sangat kelelahan. Ia pun sama.
Fang menutup mulutnya dengan tangan tatkala ia menguap lebar. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali agar bisa menahan kantuknya sebentar saja, tetapi yang ada malah semakin mengantuk. Fang pun menyandarkan kepalanya di kepala Ying yang juga bersandar pada bahunya. Kedua maniknya tertutup sempurna dan tak butuh waktu lama, ia masuk ke alam mimpi.
^^...^^
"Yaya, ayo kita foto bersama!" ajak Boboiboy, mengeluarkan smartphonenya yang bergarskin oranye.
Yaya yang sedang melipat tongsisnya, menatapnya heran. "Untuk apa?"
Pemuda itu terlihat bingung hendak menjawab apa. "Ya... tidak ada sih, hanya untuk kenang-kenangan. Tidak boleh ya?" balasnya sedikit kecewa.
Yaya memutar bola matanya, melihat ekspresi Boboiboy yang kecewa dan juga memelas bagaikan kucing yang kelaparan. Ia pun mengangguk. Hal itu tentu membuat Boboiboy berteriak kegirangan dalam hati. Masih di tempat yang sama, mereka berdua mulai berselfie ria.
"Wah wah wah, aku tidak menyangka kalau kau orangnya narsis juga" ujar Boboiboy seraya melihat hasil fotonya.
Si gadis memutar bola matanya. "Sudahlah, tidak usah lebay. Dari dulu, aku sudah seperti itu. Kenapa baru dibahas sekarang?"
Boboiboy sedikit merengut, sedangkan Yaya hanya menaikkan sebelah alisnya, menunggu respon darinya, tapi Boboiboy tidak berkata apa-apa.
Merasa kalau Boboiboy tidak lagi mengajaknya berbicara, Yaya memandang pemandangan yang tersaji di hadapannya, lalu di potret untuk dijadikan kenang-kenangan.
Gopal yang melihat Boboiboy dan Yaya berselfie ria tadi, memanyunkan bibirnya. "Ish... Boboiboy sangat beruntung, bisa mengajak Yaya untuk foto bersama. Kalau seperti ini, aku ingin sekali foto sama Suzy."
Gopal heran tatkala tidak mendengar suara protes dari Fang seperti biasa. Ia menoleh ke samping dan melongo saat mendapati Fang dan Ying tertidur dengan nyenyaknya. "Yaelah, pantas saja aku dikacangin, ternyata mereka tidur" sungut Gopal pelan.
"Boboiboy, tolong foto aku disini dong. Pemandangan sunsetnya harus kelihatan ya" pinta Yaya kepada Boboiboy sembari menyerahkan smartphonenya.
Boboiboy mengangguk. "Oh ya? Memangnya aku dapat gaji berapa?" balasnya dengan candaan, disertai dengan senyuman jahil yang menghiasi wajah manisnya. Yaya tersekesiap, kemudian tersenyum menyeringai.
"Uhm... berapa ya? 1000 mungkin?"
Boboiboy menganga. "Enak saja! Memangnya bayaran fotografer sebegitu murahnya ya? Kalau begitu, aku tidak mau jadi fotografer." Boboiboy membuang mukanya, membuat Yaya mengernyit.
"Memangnya kau mau jadi fotografer? Tidak kan? Lagipula yang ingin jadi fotografer itu si Fang, bukan kau" balas Yaya dengan heran.
Boboiboy terdiam, lalu cengengesan. "Iya juga ya..." gumam Boboiboy sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Sudahlah, cepat lakukan, kalau tidak mau ya tidak apa-apa."
Boboiboy terkesiap. "Iya, Yaya. Aku fotoin kok. Jangan ngambek ya."
Yaya mengerutkan kening. "Siapa yang ngambek?"
Pemuda itu terlihat kebingungan. "Tentu saja kau, siapa lagi?"
Kalau Boboiboy bingung, justru Yaya bertambah bingung. Ia menggelengkan kepalanya. "Uh... ayo cepat! Keburu malam nih"
"Baiklah baiklah."
Yaya pun berdiri dan memasang pose sebagus mungkin. Yaya sengaja tak memfokuskan pandangannya ke arah kamera, melainkan ke arah lain. Angin berhembus sepoi-sepoi, membuat rambut Yaya terbang sedikit. Wajah cantiknya semakin terlihat. Boboiboy memanfaatkan kesempatan tersebut, dan...
CEKREK!
Foto berhasil diambil oleh Boboiboy. Yaya menghampiri Boboiboy untuk melihat hasil fotonya. Kedua manik sang gadis berbinar-binar.
"Wah... ini bagus sekali, Boboiboy! Aku menyukainya!"
Boboiboy tertawa kecil. "Tadi kebetulan ada angin, rambutmu terbang, jadi aku langsung ambil fotonya. Kalau hasilnya menurutmu bagus, terima kasih."
Yaya mengangguk dan tersenyum. Jantung Boboiboy jadi deg-degan melihat senyuman itu yang memang tertuju padanya. Boboiboy pun mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menyembunyikan rona tipis di kedua pipinya.
Gadis itu tampaknya tak mengetahui sedikit perubahan pada diri Boboiboy. Pemuda itu menghembuskan napas pelan untuk menetralisir detak jantungnya yang masih tidak karuan.
"Ehm... terima kasih, Boboiboy."
Boboiboy sedikit tersentak lalu menoleh, mengangguk kaku, tersenyum canggung. "Sama-sama, Yaya. Siapa dulu yang fotoin? Boboiboy!" balasnya sambil menepuk-nepuk dadanya dengan pede, membuat Yaya memukul pelan lengan pemuda itu.
Kemudian Yaya memotret pemandangan alam yang terlihat sangat indah saat matahari terbenam. Kedua netra Boboiboy tak sengaja menangkap sosok Yaya yang sedang memainkan ponselnya. Boboiboy tersenyum jahil lalu mengambil ponselnya dan...
CEKREK!
Yaya mengerjapkan matanya berkali-kali lalu mendongak, mendapati Boboiboy yang tertawa terpingkal-pingkal seraya memandangi layar ponsel. Yaya melongo.
"Boboiboy, apa yang kau lakukan, hah?!"
Boboiboy menggeleng cepat, masih menahan tawa. "Ah... tidak kok, tidak ada apa-apa." Tawa itu pun kembali meledak, membuat Yaya kesal.
"Hapus foto yang tadi, Boboiboy!"
Boboiboy terkesiap, menyembunyikan ponsel dibalik punggung saat Yaya berusaha merebutnya. "Eh, jangan, Yaya! Kau tetap cantik kok. Tenang saja"
Yaya mendelik seraya berkacak pinggang. Wajahnya bersemu merah saat Boboiboy memujinya tetap cantik saat difoto diam-diam. "HAPUS!"
Boboiboy menggeleng polos, memeletkan lidah. "Tidak akan."
Yaya geram lalu berusaha mengambil ponsel Boboiboy yang disembunyikan oleh si pemilik di belakang punggungnya. Boboiboy dengan gesit menyembunyikan ponselnya lalu berlari menjauh. Yaya menggeram frustasi lalu berlari mengejar Boboiboy.
"Boboiboy!"
"Ambil kalau bisa!"
"Ish, Boboiboy! Kau kejam!"
Mereka pun saling kejar-kejaran mengelilingi pegunungan yang bentuknya kebetulan melingkar. Boboiboy terus tertawa saat Yaya mengejarnya sambil berteriak marah. Gopal yang tadinya asyik bermain game, melongo melihat mereka.
"Aduh!"
Boboiboy berhenti berlari dan menoleh ke belakang, mendapati Yaya yang terjatuh sambil meringis kesakitan. Boboiboy pun berlari menghampiri Yaya dan berjongkok, menatap sang gadis khawatir. "Yaya, kau kenapa? Mana yang sakit?"
Yaya melurukan kedua kakinya sambil meringis. Boboiboy meneguk ludah kasar, tak tega melihat gadis itu terluka seperti itu. "Kakiku keseleo, Boboiboy. Bagaimana ini? Sakit..." jawabnya pelan.
"Maafkan aku, Yaya. Aku yang salah. Tidak seharusnya aku berlari menghindarimu tadi" ujar pemuda itu sambil menunduk, merasa bersalah. Yaya tertegun melihatnya.
"Nahh, dapat!"
"Eh?!"
Boboiboy mendongak, mendapati Yaya yang tersenyum watados sambil memandangi ponsel bergarskin oranye. Boboiboy membelalak, menatap tangannya yang kini sudah tidak memegangi apa-apa. Ia mengerucutkan kesal, kesal karena sudah ditipu oleh Yaya. Ia mengakui, bakat akting Yaya memang bagus dan sukses membuatnya tertipu.
"Sukses dihapus!" seru Yaya bahagia, membuat Boboiboy menekuk wajahnya, menyerahkan ponsel itu kepada pemiliknya.
"Padahal kan wajahmu di foto itu tidak jelek-jelek juga, tetap cantik kok. Makanya kau lihat dulu, jangan keburu dihapus" ujar Boboiboy masih tak terima.
"Tentu saja aku melihatnya. Aku kan tadi yang menghapus fotonya" balas Yaya dengan heran. Buru-buru Boboiboy menutup mulutnya karena malu.
"Bagaimana? Cantik kan?"
"Ish, Boboiboy!" Yaya berdiri dengan lutut kemudian memukuli lengan Boboiboy bertubi-tubi. Boboiboy gelagapan, berusaha menghindar dari pukulan maut Yaya.
"Eh, Yaya! Stop!"
"Tidak akan!"
"Huahhh!"
Karena tidak bisa menahan berat badannya sendiri dan juga kehilangan keseimbangan, pemuda itu pun terjatuh ke belakang dan meringis kecil. Untungnya ia sebelumnya sedang duduk tadi, jadi rasa sakitnya berkurang.
Tubuh pemuda itu mematung saat melihat Yaya ada di atasnya. Napasnya tertahan saat itu juga. Kedua matanya membulat sempurna. Hal yang sama juga dirasakan oleh Yaya. Gadis itu sama terkejutnya menyadari bahwa ia berada di atas pemuda itu. Sebelumnya ia memang memukuli pemuda itu karena kesal. Mungkin karena Boboiboy terjatuh, maka ia ikut terjatuh.
Keduanya saling berpandangan antara tak percaya dan juga terpesona. Jikalau Gopal tidak sibuk dengan gamenya, pasti ia akan memotret moment langka ini.
Tak butuh waktu lama, kemudian Yaya tersadar. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali kemudian terbelalak. Wajahnya memerah total. Yaya segera bangkit membuat Boboiboy langsung tersadar.
Setelah kesadarannya terkumpul penuh, Boboiboy berdiri, salah tingkah dan enggan bertemu mata dengan Yaya. Gadis itu sibuk menyembunyikan wajahnya yang merona hebat akibat kejadian tadi. Astaga, kenapa tadi begitu memalukan?!
Gopal terkejut melihat langit yang hampir gelap. "Boboiboy! Yaya! Lanjut yuk! Langitnya sudah mulai gelap."
Boboiboy dan Yaya tersentak. Kemudian mereka berdua sama-sama memandang langit yang hampir gelap.
"Uhm, baiklah."
Gadis itu dengan cepat melangkah menghampiri Gopal, sedangkan Boboiboy masih mematung di tempat akibat kejadian tadi. Yaya agak terkejut melihat Fang dan Ying sama-sama tertidur dengan posisi yang ... sedikit romantis. Mau tak mau Yaya tersenyum.
"Ying... Fang... ayo bangun! Kita jalan lagi."
Sepasang insan yang sama-sama pemakai kacamata itu menggeliat pelan. Fang menguap lebar, sedangkan Ying mengerjapkan matanya berkali-kali agar kesadarannya terkumpul penuh. Ia terkejut melihat Fang tepat di sebelahnya, dekat pula. Tanpa sadar, wajahnya memerah.
"Ayo bangun! Sudah malam nih" ujar Gopal.
Kening Fang mengkerut melihat wajah Ying memerah, apalagi tatapannya tertuju padanya. Cukup lama pula. "Kenapa wajahmu jadi merah seperti ini? Sakit?"
Kedua mata Ying langsung mengerjap lalu ia menggeleng cepat. "Tidak kok."
Yaya berjongkok lalu memandangi Ying dengan khawatir. "Kau sakit, Ying?" tanyanya sambil menempelkan tangan di kening Ying.
Gadis oriental itu menyingkirkan tangan Yaya dengan pelan. "Tidak, Yaya. Aku baik-baik saja. Mungkin aku hanya kepanasan, makanya wajahku memerah."
Boboiboy mengernyit heran. Ia mengeratkan jaketnya lalu memeluk tubuhnya sendiri. "Kepanasan? Udaranya kan dingin sekali." Ying tertohok, tak tahu harus membalas apa.
"Sudahlah, kita harus cepat jalan lagi." Fang mulai berdiri dan merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. Ying mengangguk menyetujui dan berdiri, dengan dibantu oleh Yaya karena ia sedikit oleng tadi. Dalam hati, Ying sangat berterima kasih kepada Fang. Padahal kan ia tidak kenapa-napa.
^^...^^
"Eh, sumpah, kita sekarang ada dimana?"
Mereka berlima berhenti bersamaan lalu mengedarkan pandangan mereka. Langit sudah gelap dan cahaya pun minim. Terdengar suara jangkrik bersahutan, membuat suasana menjadi sedikit seram. Gadis berambut pirang itu memeluk tubuhnya sendiri yang tiba-tiba saja merinding. Ditambah lagi angin malam berhembus kencang ke arahnya.
"Ya ampun, kita tersesat! Bagaimana ini?!" pekiknya ketakutan.
Mendengar pekikan itu, kedua gadis lain menjadi ketakutan. "Uh... Amy, aku juga tidak tahu kita harus bagaimana" sahut gadis berambut cokelat yang terurai panjang, lalu memeluk Amy untuk mencari kehangatan.
"Amy, Suzy, Siti, kalian jangan takut, ok? Aku yakin kita akan cepat kembali ke perkemahan" ujar pemuda berambut pirang itu dengan mantap. Lelaki di sebelahnya mengangguk setuju lalu menajamkan pandangannya disertai dengan cahaya senter yang dipegangnya.
"Bagaimana tidak takut kalau tempatnya gelap seperti ini? Kalau nanti ada harimau atau beruang atau binatang buas lainnya, bagaimana? Aku tidak mau mati sekarang!" sahut gadis yang memeluk Amy itu. Amy mengangguk gemetar.
"Kalian tidak boleh seperti itu dong! Kita harus positive thinking" ujar gadis berambut sebahu dan berponi lebat.
"Nah, benar tuh apa kata Siti. Kita harus positive thinking" ujar seorang lelaki berjaket cokelat tua. Ia menoleh pada sahabat lelakinya. "Ochobot, kita harus lakukan sesuatu. Kita tidak mungkin diam terus disini."
Pemuda berambut pirang yang dipanggil Ochobot itu mengangguk. "Iya, aku tahu, Iwan. Sebentar, aku akan menghubungi seseorang."
"Hei, Suzy! Jangan menginjak kakiku! Sakit, tahu!" teriak Amy.
"Maaf deh, maaf. Aku kan tidak tahu, Amy!" balas Suzy yang juga berteriak.
"Amy, Suzy, jangan teriak-teriak dong!" ujar Siti yang mulai kesal.
Ochobot hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku mereka bertiga, sementara Iwan memutar bola matanya. Ochobot mencari kontak salah satu temannya lalu menekan tombol call dengan segera.
"Loh, kalian? Kalian belum sampai di perkemahan?"
Kelima remaja itu menoleh, mendapati kelima remaja lain yang merupakan teman sekelas mereka. Ochobot membatalkan panggilannya saat orang yang dihubunginya ada di hadapannya. Amy, Suzy, dan Siti berlari ke arah mereka.
"Yaya, Ying, kalian tahu? Kita sangat takut saat tahu kita tersesat." Amy mulai bercerita dengan nada yang terdengar heboh. Semua tahu kalau Amy memang begitu.
Suzy mengangguk. "Untung kalian datang tepat waktu."
Ochobot dan Iwan berjalan mendekati Boboiboy, Fang, dan Gopal. "Untung saja ada kalian. Boboiboy, aku baru saja menghubungimu tapi kau sudah datang lebih dulu. Baguslah."
Pemuda berjaket oranye itu mengelus tengkuknya yang kedinginan. "Kalian tersesat?"
Iwan mengangguk. "Ya, dan petanya dihilangkan sama Suzy!" ujarnya seraya menatap pemilik nama yang disebutnya dengan tajam.
Suzy menatapnya jengkel. "Kan sudah ku bilang kalau petanya terbang dibawa angin, lalu jatuh ke jurang. Apa aku harus mengambilnya di dasar jurang?" elaknya tak terima, menatap Iwan jengkel.
Gopal langsung maju menghadap Iwan. "Jangan menyalahkan Suzy terus dong!" Suzy tersenyum lebar karena nampaknya Gopal tak terima ia disalahkan oleh Iwan.
Iwan mendengus, memutar bola matanya. "Yelah tuh."
"Jadi kalian tahu arah menuju ke perkemahan?" tanya Ochobot.
Yaya mengangguk. "Iya, kalau begitu ayo kita bersama-sama saja!"
Semuanya mengangguk setuju. Amy dan Suzy menghembuskan napas lega karena mereka tidak jadi tersesat. Para gadis berjalan di tengah sementara para pemuda berjalan di depan dan belakang untuk berjaga-jaga.
^^...^^
Lihat awan disana berarak mengikutiku. Pasti dia pun tahu.
Ingin aku lewati agar hidup tetap indah, namun harus ku jalani.
Berdua denganmu pasti lebih baik, aku yakin itu. Bila sendiri, hati bagai langit berselimut kabut...
Lihat awan disana berarak mengikutiku. Pasti dia pun tahu.
Ingin aku lewati agar hidup tetap indah, namun harus ku jalani.
Berdua denganmu pasti lebih baik, aku yakin itu. Bila sendiri, hati bagai langit berselimut kabut...
Malam hari pun tiba. Seluruh murid kelas XI IPA 4 bernyanyi bersama dengan Fang yang bermain gitarnya. Mereka duduk membentuk lingkaran mengitari api unggun.
Pemuda bertopi oranye serta berjaket tebal berwarna serupa dengan topinya itu tak sengaja memandangi Yaya yang sedang mengobrol dan bercanda dengan Ying di sela-sela lagu. Mereka berdua saling tertawa riang, membuat Boboiboy tersenyum. Di saat tertawa, pandangan Yaya tanpa sengaja bertabrakan dengan pandangan Boboiboy.
Yaya kebingungan saat Boboiboy terus saja menatapnya tanpa mengatakan apapun. Tentu saja, posisinya berada di seberang Boboiboy. Kemudian pemuda itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, membuat Yaya mengernyit.
Tanpa Yaya ketahui, Boboiboy merutuk dalam hati. "Kok bisa-bisanya aku ketahuan sama Yaya? Kalau seperti ini, aku kan jadi malu. Grrr" rutuk Boboiboy dalam hati. Tapi di sisi lain, hati Boboiboy senang karena study tour kali ini sangat menyenangkan dibandingkan tahun sebelumnya.
SMA Bakti Negara memang selalu mengadakan acara Study Tour dua kali setiap tahunnya untuk semua murid, yaitu di awal liburan semester 1 dan awal liburan semester 2. Tetapi hari diadakannya setiap kelas berbeda-beda. Sekarang adalah giliran kelas XI, baik kelas IPA maupun IPS.
Di saat murid-murid kelas XI IPA 4 enak-enaknya bernyanyi, tiba-tiba datanglah seorang pria berumur 20 tahunan memakai kacamata berwarna merah dan berpakaian kemeja motif bunga-bunga besar (baju pantai). Namanya Pak Zola. Boboiboy sangat heran memiliki guru seperti dia, kadang konyol, kadang killer, gayanya nyentrik pula, sekarang malah salah baju. Memangnya mereka ada di pantai?
Dia tidak hanya sendiri, dia ditemani istrinya yang cantik jelita yang bernama Bu Zila. Pakaiannya pun senada dengan Pak Zola. Tetapi Bu Zila berada di lingkaran kelas lain yakni kelas XI IPS 1
"Bagaimana kabar kalian, wahai anak muda?" salam Pak Zola dengan gaya khasnya yang tidak boleh ditiru oleh siapapun.
"Baik, Pak Zola!" jawab murid kelas XI IPA 4 dengan serentak.
"Kalian tahu sebentar lagi kita akan ngapain?" tanyanya memberi tebakan.
Para murid saling berpandangan, ada yang menggeleng tanda tak tahu, berbisik-bisik dan sok tahu apa jawabannya, dan memilih untuk diam.
Gopal menopang dagunya sambil berpikir. "Uhm... game?" tebaknya ngasal.
Pak Zola menepuk tangannya sekali. "Yah... kau benar! Malam ini kita akan bersenang-senang dengan bermain game! Yeeeeee!" Pak Zola bertepuk tangan dengan heboh. Reaksi mereka ada yang sangat gembira seperti Gopal dan Boboiboy, ada yang mulai menebak game apa yang akan dimainkan, dan ada yang hanya diam.
"Memangnya game apa, Pak?" tanya Boboiboy penasaran.
"Kalian tidak perlu takut karena game ini sangatlah mudah. Kalian harus menyalurkan kedua botol ini ke teman kalian secepat mungkin namun urut dan arah jalan botol masing-masing berlawanan." Pak Zola memperlihatkan botol yang dimaksudnya. "Dan saya juga akan memutar lagu. Kalau lagu berhenti berputar, maka kedua anak yang memegang botol saat itu juga harus maju ke depan dan dihukum. Hukumannya teman kalian sendiri yang menentukan. Nah, kalian mengerti?"
Mereka mengangguk mengerti meskipun penjelasan Pak Zola terkesan membingungkan. Pak Zola mengambil music box yang dibawanya dari rumah.
"Nah, ayo kita mulai dari Yaya dan Ying! Yaya akan menyalurkan botolnya ke arah kanan sedangkan Ying akan menyalurkan botolnya ke arah kiri." Pak Zola menyerahkan botol bekas air mineral itu ke Fang dan Ying. "Permainan akan dimulai setelah saya memainkan musiknya."
Mereka semua pun bersiap-siap. Pak Zola menyeringai lalu menekan tombol 'Play' di music boxnya. Fang dan Ying langsung menyalurkan botolnya ke arah yang ditentukan Pak Zola. Mereka semua mendadak menjadi gesit dalam pemindahan botol. Sesekali para gadis ada yang berteriak dan para lelaki tertawa untuk memperhidup suasana.
"Hei, ayo cepat! Jangan lembek gitu dong!"
"Ish... sabar dikit, napa!"
"Ayo! Ayo! Ayo!"
Begitulah teriakan mereka yang terdengar begitu heboh. Pak Zola tertawa saat Amy tak sengaja menjatuhkan botolnya saking takutnya terkena hukuman. Pak Zola kembali menyeringai tipis dan...
"Eh?!"
Musik pun berhenti mendadak. Pak Zola bangkit dari kursinya lalu mendekati lingkaran yang dibentuk murid kelas XI IPA 4. Kedua anak yang masih memegang botol itu memandang botolnya dengan cengo.
"Nah, siapa yang memegang botolnya?"
"Boboiboy dan Yaya, Pak!"
Boboiboy dan Yaya mendongak lalu saling berpandangan dengan cengo. Astaga, kenapa mereka berdua yang kalah di waktu yang bersamaan?
"Nah, Boboiboy dan Yaya, ayo maju ke depan. Kalian dihukum."
"Cieee cieee..." sorak seisi kelas dengan heboh. Disertai dengan suara siulan. Sepasang remaja itu sama-sama malu dan maju ke depan dengan kepala menunduk.
"Jadi kalian akan memberi hukuman apa untuk mereka berdua?" tanya Pak Zola kepada teman sekelas Boboiboy dan Yaya.
"Tembak Yaya, Boboiboy!" seru Gopal semangat.
Boboiboy dan Yaya melotot bersamaan.
"Ya, benar! Ayo tembak Yaya, Boboiboy!" seru Amy menyetujui.
"Tembak! Tembak! Tembak!" seru seisi kelas sambil bertepuk tangan.
Boboiboy menepuk jidatnya dengan keras, sedangkan Yaya menggigit bibirnya dengan wajah memerah total. Pak Zola mengangguk mantap lalu mendekati mereka. "Nah, Boboiboy, kamu harus menyatakan cintamu kepada Yaya" ujar Pak Zola sambil menepuk bahu pemuda itu.
Boboiboy tersentak lalu menggeleng cepat. "Tidak bisa seperti itu dong, Pak. Aku dan Yaya kan hanya bersahabat" balas Boboiboy. Yaya menoleh padanya, membuat Boboiboy juga menoleh padanya. Fakta yang menyakitkan harus mereka sadari.
Pak Zola memutar bola matanya. "Ini kan hanya hukuman permainan. Tentu saja ini hanya pura-pura. Pura-pura, Boboiboy! Pura-pura! Kenapa kau menganggapnya serius?!"
Boboiboy mengerjapkan matanya. Astaga, ia sudah salah paham. Ia tak menyangka kalau ini hanyalah bohongan belaka. Boboiboy cengengesan, sedangkan Yaya menghembuskan napas lega. Tapi entah kenapa ada perasaan tidak nyaman menyelimuti hatinya, juga perasaan kecewa.
"HUUUUUUU..." sorak kecewa dari yang lain terdengar.
"Yah... beneran dong, Pak. Jangan cuma pura-pura doang" keluh Gopal. Boboiboy yang mendengarnya langsung menghadiahi Gopal dengan deathglare mematikannya. Yaya pun melakukan hal yang sama. Gopal mengacuhkannya.
"Jangan, kasihan mereka berdua. Ini hanya hukuman permainan dan tidak sungguh-sungguh. Ok, Boboiboy, kamu harus menyatakan cintamu kepada Yaya. Sekalian sama belajar seni theater."
Boboiboy mengangguk lalu berdiri menghadap Yaya, membuat Yaya menjadi deg-degan. Ia menahan diri karena ini hanyalah permainan. Boboiboy menghembuskan napasnya perlahan karena ini sama saja seperti menembak Yaya beneran.
"Ehm... Yaya?"
"Boboiboy, genggam tangan Yaya juga dong! Biar tambah so sweet..." seru Amy, yang langsung disetujui semuanya. Boboiboy dan Yaya sama-sama mendelik ke arah Amy. Toh, percuma mereka melakukannya. Amy kan gadis yang tidak peka.
"Baiklah, Boboiboy. Lakukanlah, ini juga hukumanmu" ujar Pak Zola. Boboiboy pun mengangguk lesu. Dengan gemetar, Boboiboy meraih tangan Yaya dan menggenggamnya pelan. Entah hanya perasaan Boboiboy atau bukan, tangan Yaya terasa panas dingin, sama seperti dirinya.
"Ehm... Yaya?"
"Iya, Boboiboy?"
"Kau tahu kan kalau kita sudah kenal sejak lama. Aku jadi tahu sifat aslimu seperti apa." Boboiboy terdiam, tiba-tiba saja ia kehabisan kata-kata. Padahal ia sering menonton Drama Korea. Mendadak Boboiboy tersenyum. "Pertama kali aku melihatmu, aku sudah bisa merasakan kalau kau adalah sebagian dari nafasku. Tanpamu aku kosong, kehilangan sebagian nyawaku. Tanpamu aku hampa, hanya badan tanpa nyawa. Jadi, maukah kau menjadi kekasihku?"
"Cieeeee..." sorak seisi kelas.
"Ah... so sweettttt..." gumam Suzy yang mulai kebawa perasaan alias baper. Ia tanpa sadar memeluk Amy yang juga ikut-ikutan baper.
"Kapan ya Ochobot seperti itu padaku?" gumam Amy pelan. Meskipun pelan, Ochobot dapat mendengarnya entah bagaimana caranya. Pemuda itu tersentak dan termenung akan hal itu. Yah... karena sesuatu terjadi, menyebabkan ia jadi sangat malu dan canggung ketika bertemu dengan Amy.
"Hm... sukses membuat orang baper. Suzy saja baper" gumam Gopal sangat pelan. Hanya dirinya seorang yang mendengarnya. Kemudian ia menoleh ke arah Fang yang sedari tadi hanya diam. Ia mengernyit. "Loh, Fang? Tumben kau diam saja, kenapa?"
Fang tersentak lalu menggeleng. "Aku baik-baik saja."
Gopal menatapnya ngeri. "Jangan melamun di tempat seperti ini! Nanti kerasukan, biar tahu rasa!" cibir Gopal yang langsung dihadiahi jitakan gratis dari Fang.
Suzy tanpa sadar tersenyum-tersenyum sendiri melihat kedua teman sekelasnya yang berada di depan. Bagaimana tidak? Mereka berdua sungguh membuatnya baper. Kemudian netranya tak sengaja melihat Ying yang terlihat muram. "Ying, kau kenapa?"
Ying agak terkejut lalu menggeleng pelan. "Tidak kok, aku hanya mengantuk."
Gadis berambut cokelat asli itu manggut-manggut mengerti dan mendengus geli. Ying bersyukur karena Suzy bukanlah orang yang sangat mengenalnya.
"Terima kasih, Boboiboy, Yaya. Beri tepuk tangan untuk mereka berdua."
Semuanya pun bertepuk tangan dengan riuh. Pak Zola mempersilahkan mereka berdua untuk kembali ke tempat semula. Setelah itu, Boboiboy dan Yaya tak sengaja saling berpandangan lalu keduanya sama-sama tertawa, menertawai kejadian konyol yang terjadi malam ini.
^^...^^
"Loh, Yaya? Kau belum tidur?"
Gadis itu berjengit saat mendengar suara yang sangat familiar baginya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati seorang pemuda bertopi dan berjaket oranye melangkah mendekatinya. Yaya menggeser tubuhnya untuk memberi pemuda itu tempat duduk. Boboiboy pun mendaratkan tubuhnya di samping Yaya.
"Kau sendiri juga belum tidur, kenapa?"
Boboiboy tertawa. "Aku kan laki-laki, wajar dong kalau jam segini belum tidur. Nah, kau kan perempuan. Seharusnya di jam segini sudah tidur."
Yaya tersenyum tipis, mengeratkan genggamannya pada cangkir yang berisi cokelat panas. "Belum ngantuk. Makanya aku disini."
Boboiboy ber'oh' ria sambil manggut-manggut. Disesapnya cokelat panas yang baru diambilnya di kantin perkemahan untuk memberikan kehangatan. Yaya meliriknya.
"Oh iya, kenapa kata-katamu tadi sukses membuat semuanya baper? Padahal kan kata-katamu biasa saja, tidak begitu romantis."
Pemuda itu sedikit tersedak saat Yaya tak sengaja menyinggungnya. Ia menepuk dadanya pelan lalu terdiam berpikir. "Entahlah. Iya sih, memang menurutku biasa saja. Soalnya mendadak sih, jadinya jelek." Yaya tersenyum mendengarnya, lalu menyeruput minumannya yang sedikit mendingin. "Kau sendiri tidak baper ya?"
Yaya menelan cokelatnya lalu menoleh. "Sedikit, kata-katamu terlalu pasaran, tidak bisa membuatku langsung baper" cibirnya yang membuat Boboiboy cemberut.
"Kau terlalu kejam, Yaya."
Yaya tertawa, menyenggol lengan Boboiboy pelan. "Maaf, aku kan hanya bercanda." Pemuda itu hanya menanggapinya dengan senyum malu.
Kemudian tak ada lagi percakapan di antara mereka berdua. Hanya keheningan yang mengisi. Tiba-tiba angin malam berhembus kencang ke arah mereka. Sontak Yaya menggigil kedinginan. Gadis itu menghembuskan napasnya pelan dan memeluk erat tubuhnya. Boboiboy melirik dan mengetahuinya. Jujur saja, ia juga kedinginan, apalagi Yaya.
Setelah tahu, Boboiboy tertawa kecil, membuat Yaya mengernyit. Kemudian Yaya tercengang saat Boboiboy mendekatkan diri kepadanya, lalu menarik resleting jaketnya sampai ke atas. Dalam hati, Yaya menertawai kebodohannya yang melupakan hal itu. Pantas saja ia kedinginan sejak tadi. Setelah itu, Boboiboy memperbaiki syal pink yang melingkar di leher mungil Yaya. Gadis itu hanya diam, merasakan jantungnya yang berdetak kencang. Tak berhenti sampai situ, Boboiboy kemudian memperbaiki posisi topi rajutan pink di kepala Yaya. Kini wajahnya memanas. Apalagi saat melihat wajah serius Boboiboy tadi.
"Nah, sudah tidak dingin lagi kan?" Boboiboy bertanya, Yaya mengangguk kaku.
Entah apa yang Boboiboy pikirkan sekarang, pemuda itu tanpa sadar mendekatkan wajahnya ke wajah Yaya. Gadis itu membeku melihat tingkahnya. Jujur saja, jantungnya berdetak lebih cepat dari kejadian tadi. Sangat cepat, sampai Yaya tidak sanggup berkata apa-apa. Wajah Boboiboy semakin dekat, spontan Yaya memejamkan matanya rapat-rapat. Melihat itu, Boboiboy menyeringai kecil lalu ikut memejamkan matanya, mulai memiringkan kepalanya. Jarak mereka semakin dekat, dekat, dekat, dan...
"Apa yang kalian lakukan malam-malam begini, hah?!"
Boboiboy dan Yaya langsung membuka mata mereka dan menjauh sejauh-jauhnya. Wajah sang gadis sangat merah, begitu pula dengan sang pemuda. Keduanya sama-sama menunduk malu lantaran aksi mereka kepergok oleh sang guru, Pak Zola pula.
"Ngapain kalian berdua masih ada disini? Apa kalian tidak tahu kalau jam sudah menunjukkan pukul 12 malam?" Yang diceramahi masih menundukkan kepala. Pak Zola geleng-geleng kepala heran. "Lebih baik kalian cepat tidur di tenda masing-masing karena besok kita akan pulang ke Jakarta. Cepat tidur!"
Boboiboy dan Yaya lari terbirit-birit menuju ke tenda masing-masing. Untungnya cokelat panas mereka sudah habis. Melihat hal itu, Pak Zola memandangi mereka dengan heran. "Dasar anak muda! Berani-beraninya ciuman di tempat sepi kayak gini? Eh, kalau ciuman emang harus di tempat yang sepi juga yak" kata Pak Zola berpikir.
^^...^^
Yaya langsung masuk ke dalam tenda dan menutup resleting tendanya rapat-rapat. Tanpa basa-basi lagi, ia membaringkan tubuhnya di antara Ying dan Amy yang sama-sama terlelap. Ia memang satu tenda dengan Ying, Amy, Suzy, dan Siti.
Gadis itu menutup matanya dengan lengan kanannya. Hembusan napas teratur lolos dari bibirnya. Jantungnya masih berdetak tidak karuan. Bahkan rona merah di pipinya tidak kunjung menghilang.
Sungguh, ia tak menyangka Boboiboy akan melakukan hal itu padanya. Ini benar-benar di luar dugaannya. Setelah Boboiboy menarik resleting jaketnya sampai ke atas, memperbaiki posisi syal dan topi rajutannya, membuat jantungnya berdetak tidak karuan, Boboiboy hampir menciumnya?! Ini benar-benar gila!
Yaya terlalu lelah untuk memikirkan semua ini, sampai ia menguap lebar dan matanya mulai memberat. Tanpa waktu lama ia pun jatuh ke alam mimpi.
^^...^^
Boboiboy masuk ke dalam tenda dengan napas ngos-ngosan. Ia duduk diantara Fang dan Gopal yang tertidur nyenyak dengan perlahan, takut membuat keduanya terbangun dan marah-marah padanya.
Pemuda itu menutup wajah manisnya rapat-rapat dengan kedua tangan. Ia bersumpah, ia tidak sadar melakukan hal itu. Ini diluar dugaannya! Ia hanya menaikkan resleting jaket Yaya sampai atas, lalu membenahi syal dan topi rajutan Yaya. Hanya itu niatnya. Tetapi kenapa ia tiba-tiba hendak mencium Yaya yang notabenenya (masih) sahabatnya sendiri? Boboiboy mengerang seraya menjambak rambut hitamnya frustasi.
Pemuda berambut raven di sebelahnya mendecak kesal dan terbangun. "Kau ini kenapa sih? Mengganggu orang tidur saja!" ujarnya dengan sebal, sekaligus berbisik agar yang lain tidak terbangun.
Menyadari itu, Boboiboy menutup mulutnya rapat-rapat. "Iya iya, aku minta maaf."
Fang mendengus. "Cepat tidur!"
Boboiboy menggerutu namun akhirnya menurut. Ia membaringkan tubuhnya setelah melepas topinya, sedangkan Fang mengubah posisinya menjadi memunggungi Boboiboy. Pemuda berparas manis itu menggigit bibir.
"Bagaimana jadinya kalau aku bertemu dengan Yaya nanti? Pasti dia marah."
TBC
Saya hadir membawa ff baru dengan pair BOBOIBOY & YAYA! (tertawa girang)
Kebanyakan suka berkhayal, akhirnya jadinya gini deh. Daripada kebuang percuma alias sia-sia, mending ditulis terus di publish kan?
Gimana? Hasilnya jelek/bagus kah? Aku ingin tahu jawaban kalian.
Review please... jangan jadi dark readers, ok?
