Baby Severus
.
.
.
Severus Snape didn't think his life could get any worse until Neville's cauldron explodes and turns him into a toddler. To make things worse, Albus decides to place him in the care of none other than Hermione Granger.
.
Severus Snape tidak pernah mengira hidupnya bisa bertambah buruk sampai kuali Neville meledak dan merubahnya menjadi batita. Dan yang membuat semua menjadi tambah kacau, Albus memutuskan kalau pengasuhnya—dari semua orang yang ada—adalah Hermione Granger.
.
.
.
Chapter 1: The Incident | Kecelakaan.
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
Profesor Severus Snape mengitari kelas mencari kesempatan, mendelikkan mata ke setiap murid dengan tatapan menakutkan. Bahkan dia memelotori siswa Slytherin yang tersisa, tidak lagi menunjukkan sikap pilih kasih semenjak Dark Lord dikalahkan. Sayangnya, Trio Emas kembali ke Hogwarts untuk menyelesaikan tahun terakhir mereka dan dia merasa tidak senang dengan keberadaan tiga Gryffindor itu di dekat murid pendek akal, Neville Longbottom.
Saat ini materi kelas adalah ramuan Menjadi Tua, dan pastinya Longbottom menemui kesulitan. Snape memicingkan matanya saat dia melihat Miss Granger membisikkan tata cara pembuatan ke anak itu.
"Sepuluh poin dari Gryffindor, Miss Granger! Aku yakin ini tugas mandiri", dia mencibir dan mendelik ke keduanya. Dia melihat wajah Miss Granger berubah merah sebelum memalingkan wajah dan mulai konsentrasi ke ramuannya sendiri.
Profesor Snape sadar kalau Miss Granger bertingkah tidak seperti biasa jika di sekitarnya sejak awal tahun dan tidak bisa menebak alasannya. Ia tidak lagi memandang matanya dan wajahnya merona tiap kali menjalin tatapan mata dengannya. Bagaimanapun ini aneh. Menaikkan sebelah alis, dia beringsut tanpa suara ke belakangnya dan memerhatikan dari balik bahunya saat ia mengaduk ramuan.
Dia tidak bisa menebak apa yang telah berubah dari gadis itu. Dia harus mengakui kalau secara fisik Miss Granger berubah banyak, kalau itu dia yakin. Rambutnya tidak lagi sekusut semak, juga bergigi depan besar seperti waktu kecil. Sekarang ia menjelma menjadi wanita muda cantik nan percaya diri pada setiap hal yang dia lakukan. Karena itu Snape membencinya. Ia berharap dia memiliki rasa percaya diri seperti gadis itu. Dia berharap dia memiliki perhatian yang dia dapatkan.
Hermione tidak menyadari kalau profesornya berdiri di belakang dirinya saat dia melangkah mundur dan menabrak tubuhnya. Dia tersentak dan memutar tubuh untuk melihat pria itu memandangnya intens menggunakan mata obsidian. Wajahnya merona dan kembali menatap kualinya dengan mata lebar karena kaget. Tangannya gemetar saat memotong bahan yang diperlukan dan memasukkan mereka ke kuali saat tangan besar seperti laba-laba menangkap tangannya. Dia membeku dan merasakan kakinya tremor saat suara berat Profesor Snape membisiki telinganya, napas pria itu menggelitiki lehernya.
"Seharusnya kau mengaduk ramuannya empat belas kali searah jarum jam sebelum menambahkan itu, Miss Granger". Snape menyadari perempuan di depannya gemetar dan melihat wajahnya menjadi semakin memerah, membuatnya menyeringai, matanya berkilat bahaya. "Apa kau merasa terganggu, Miss Granger?"
"Saya ... iya ... maksudku ... err ... tidak", dia tergagap, memandang tangan besar yang masih menggenggam tangannya. Kulitnya terasa dingin dan lembut bersinggungan dengan kulitnya, menyebabkan tanggapan yang tidak bisa dia hentikan.
"Aku yakin kau berbohong", dia berbisik, melepaskan tangannya. "Sepuluh poin dari Gryffindor karena tidak memerhatikan". Nadanya rendah dan hampir seduktif. Hermione menelan ludah sulit dan tidak pernah menyangka dirinya akan merasa terpancing saat kehilangan poin asrama.
Dia merasakan profesornya melangkah menjauh dengan kibasan jubah dan menghembuskan napas yang ditahannya. Perasaannya terhadap profesor satu itu berkembang saat tahun ke enamnya dan meskipun hanya sebuah cinta monyet, saat waktu berlalu perasaan itu tidak pergi. Nyatanya, perasaan itu menguat. Hermione menggelengkan kepalanya dan mencoba fokus ke ramuannya, tahu benar kalau dia sedang tidak berpikir jernih.
Hermione berharap kalau perasaannya hanya rasa menaksir, tapi ternyata bukan. Rasa itu selalu berkembang lebih rumit dari apa yang dia inginkan. Tentu saja hormon dan emosinya sedang kacau saat sentuhan kecil dari Profesor Snape menghilang. Dia tidak percaya pria itu sudi menyentuhnya. Hatinya terasa meledak dan kakinya terasa lemas.
Dia melirik ke arah Snape dan melihatnya duduk di balik meja dan menatapnya. Matanya melebar hingga terasa sakit, membuat pria itu mengangkat alis elegan ke arahnya. Wajahnya berubah merah gelap dan langsung kembali memerhatikan ramuannya, tapi merasakan tatapan itu meneliti setiap pergerakan.
Menarik, pikirnya.
Severus menebak-nebak apa yang mungkin terlintas di kepala gadis itu saat ini. Tidak sulit untuk tahu, tapi dia tidak mau melanggar zona rahasianya. Berdiri lagi, dia memindai kelas sampai menemukan dirinya berada di belakangnya lagi. Kali ini inderanya tampak lebih tajam karena ketegangannya terlihat jelas.
"Miss Granger, kenapa aku sering melihatmu menatapku? Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?" dia berbisik di telinganya, menyeringai saat melihat kepanikan di wajah gadis itu. Mungkin dia bisa mencari kesenangan di hidupnya yang sepi.
"Tidak, Sir, tidak sama sekali", katanya sungguh-sunnguh, tapi Severus bisa mendengar getaran di suaranya.
"Benarkah? Kenapa kau sering menatapku?" tanyanya, menggerakkan tubuhnya terlalu dekat. Dia mengeluarkan napas tersentak yang hampir tidak terdengar, tapi Severus cukup dekat untuk mendengarnya.
"Saya tidak tahu ... saya harus menyelesaikan ini, Sir", jawabnya terengah.
"Kalau begitu selesaikan."
"Saya tidak bisa melakukannya jika anda berdiri di belakangku", dia menjawab pelan.
"Aku profesormu, tugasku memerhatikanmu", tuturnya, kembali ke nada dingin tapi cukup pelan agar hanya Hermione yang mendengarnya.
"Maafkan saya", jawabnya cepat dan menambahkan bahan selanjutnya menggunakan tangan bergetar.
"Menurutmu aku bagaimana, Miss Granger?" dia berbisik, matanya berkilat terhibur.
Menurutku kau hot dan aku harap kau merusakku. "Saya tidak mengerti maksud anda, Sir", dia menjawab kendati pikirannya mengatakan yang sangat berbeda.
"Menurutku kau paham", ia tersenyum curiga. "Kau memandangku untuk sebuah alasan."
Aku akan kehilangan kendali jika kau terus berbisik seperti itu. "Aku tidak bisa memberitahukannya, Sir."
"Kenapa tidak? Takut aku akan memberikanmu detensi karena kelancangan dan julukan kejam—yang tanpa ragu—kau berikan?" jawabnya marah.
Hanya jika kau tahu apa yang kupikirkan tentangmu. "Jelas sekali anda tidak terlalu mengenal saya. Aku tidak berpikiran menjelek-jelekkanmu. Agak kebalikannya, sebenarnya", suaranya terdengar pahit, tapi kata-kata itu keluar begitu saja sebelum bisa dihentikan dan dia merasakan pria itu menjadi kaku.
"Apa maksudnya itu?", suaranya terdengar penasaran daripada marah.
"Tidak ada", jawabnya sabar. Gadis itu memutar kepalanya sedikit untuk melihat pria itu mencondongkan diri ke bahunya dan menatap matanya. Ia merasakan napasnya tertahan saat menyadari betapa dekat jarak mereka.
"Apa maksudmu?" dia memaksa. Hermione menemukan dirinya sulit mengalihkan pandangan dari mata berwarna onyx itu.
"Hanya, aku tidak berpikir untuk menghinamu seperti yang kau kira", dia menjawab cepat dan berbalik sebelum Severus menerapkan Legilmency ke dirinya.
Setelah beberapa saat memandangi wajah merah marunnya, dia berdiri tegak. Memutuskan mungkin bukan ide bagus untuk tahu apa yang dipikirkan perempuan itu terhadap dirinya. Tampaknya menuju sesuatu yang tidak pantas dan dia tidak yakin itu pilihan bijaksana. Dia melangkah menjauh dalam diam dan begitu terpaku dengan pikirannya hingga tidak mendengar Miss Granger menggumamkan sesuatu yang berbau intim.
Terdapat keheningan lama sebelum Hermione mendengar ledakan kencang. Ruang kelas bergoyang dan kuali Neville meledak, mengirimkan ramuan ke seluruh penjuru kelas. Asap menutupi ruangan dan membutuhkan waktu beberapa menit untuk menipis. Semua orang memandang ke seluruh kelas dan menemukan dua siswa dari Gryffindor dan satu dari Slytherin berubah menjadi batita.
"Oh tidak! Neville pasti salah menambahkan bahan!" Hermione berteriak, melihat Seamus Finnegan, Neville Longbottom dan Pansy Parkinson dalam versi batita. Dia mencari Profesor Snape ke seluruh kelas saat matanya terpaku ke gundukan jubah hitam di lantai di depan mejanya. Dia melangkah mendekat dan melongo beserta semua siswa.
Severus Snape berusia tiga berdiri telanjang dengan kejam di tumpukkan jubah hitamnya dengan wajah marah. Kelas bubar begitu saja saat tiga batita berlari menjauhi ruangan dengan telanjang bulat dan profesor mereka berdiri marah. Dia menundukkan wajah dan adik kecilnya terpampang bebas.
Holy fucking shit ...
.
.
.
Bersambung ...
.
.
.
Harry Potter © J. K. Rowling
Baby Severus | Wattpad © Gabrielle_Suzanne
Baby Severus | Fanfiction © TattooShadow
.
.
.
Eta:
Hai, hai, salam kenal, Re Shirogane. Eta baru menjajaki fandom ini meskipun udah sering jadi silent reader dan sekalinya publish juga terjemahan. Hehe.
Terjemahan ini juga Eta publish di wattpad di akun ReShirogane01. Terima kasih sudah menyempatkan baca!
.
.
.
Mind to review?
Bogor. Sabtu. 27 Desember 2014. 19:33
