Disclaimer: Odacchi owns One Piece

Fic by: Crow

1: Kid dan Killer

"Killer, jadilah telingaku. Ambisi dan Impianku setinggi langit. Semua yang bisa 'kugunakan' adalah alat. Jangan ragu ketika aku salah memilih jalan. Hanya sedikit orang yang kupercaya di dunia ini; semuanya palsu. Tapi kau nyata. Kau sahabatku."

Di satu pulau kumuh; penuh akan mesin, bangunan dan gedung-gedung pencakar langit bertenagakan uap panas. Kota industri yang hampir seluruh penghuni pulaunya merupakan pekerja pekerjaan berat. Ketika suatu hal memiliki kelebihan, mereka cenderung rentan melihat 'hal' lainnya. Pihak tak berdosa, dengan kepolosannya menatap langit dan bermimpi; tak ada. Tak seorangpun anak-anak dibiarkan bermimpi disini. Mereka pekerja. Memeras keringat, mendapatkan gaji. Berpoya-poya, dan mengutang. Lingkaran setan yang tak pernah berhenti kini harus dirusak dengan paksa.

Harus ada yang memberontak. Harus ada yang memiliki tekad. Harus ada yang melawan arus. Harus ada yang menumpahkan darah. Impian tidak diraih dengan semata-mata. Membunuh atau dibunuh. Ideologi langka tersebut hanya terpikirkan oleh satu orang bocah berambut membara nan liar.

Namun ketika membunuh menjadi takdirmu; menjadi jalan hidupmu, kau tak bisa berbuat banyak. Terutama ketika kau hanyalah seorang bocah berambut pirang yang memiliki hati lugu. Kasih orang tua terkadang tak pandang bulu, tak pandang dunia. Mereka berdua menyayangi putra mereka dengan hati dari lubuk terdalam. Putra mereka adalah segalanya. Demi dirinya, mereka rela memberikan nyawa demi kelangsungan hidup si anak, walau caranya seperti menumpahkan air garam ke luka koyak yang abru kau derita.

Harus hidup. Harus memiliki impian. Harus terus bernapas selagi terus bertarung. Harus membunuh demi impian; tidak buruk, itulah yang dilakukan orang tuanya demi putra mereka.

Ya, membunuh atau dibunuh. Ideologi kedua rekan seperjalanan itu bersatu dan menciptakan perpaduan tekad baja yang tak dapat dibengkokkan. Membunuh atau dibunuh, ah, ideologi yang terdengar mengerikan tapi itulah kenyataan kehidupan. Ketika petinggi-petinggi suku, kaum, negara, dan dunia sudah melenceng—harus ada yang menghimbau mereka. Harus ada yang memberikan isyarat. Harus ada yang memberikan contoh. Mati. Mati adalah cara terbaik untuk membenarkan mereka. Persetan dengan acara 'memaafkan mereka' atau 'menyadarkan mereka.' Manusia adalah makhluk linglung. Tak satupun kata-kata mereka benar, tak satupun juga dari mereka memiliki kewarasan apabila sudah berurusan dengan UANG dan KEKUASAAN.

Dunia ini penuh akan sampah. Sama seperti tempat dimana mereka berdua lahir, besar, dan hidup.

Pada dasarnya, Kid dan Killer berbeda. Mereka berdua datang dari keluarga yang sungguh bertolak belakang. Kid terlahir di keluarga pekerja yang berangkat pukul empat pagi dan pulang pada pukul 11 malam. Uang, uang, dan uang. Setiap hari Kid melihat uang berserakan di rumahnya. Setiap hari ia harus melihat orang tuanya pergi bekerja pada pagi buta, dan pulang pada tengah malam.

Kid bagaimana? Dia hanyalah anak tak berdaya yang terperangkap dalam 'ilusi nyata' yang bernama kehidupan. Ia tumbuh dengan kulita dan daging yang kering kerontang seperti daun-daun kering pada musim gugur. Ia tak memiliki niat makan sama sekali. Dia menginginkan sesuatu yang tidak dapat dimilikinya. Tentu saja ia memiliki uang. Uang orang tuanya. Tapi buat apa itu semua; dia tidak butuh…

Berbeda dari Kid. Walaupun Killer juga adalah putra dari sepasang pekerja mesin uap, kedua orang tuanya selalu mencari hari untuk berbagi waktu dengan si putra. Killer yang dahulu bernama Kira tumbuh dalam lingkungan kasih sayang orang tua. Walau miskin dan terlilit hutang, senyum ibunda dan ayahandanya begitu hangat. Mereka berdua juga dapat melupakan penat mereka hanya dengan melihat senyuman lugu putra mereka yang berambut pirang.

Ah, Kid mengutuk dunia yang tidak adil ini. Dan kini Killer 'pun juga.

Dililit hutang dan menjadi buronan, kedua orang tua Killer memutuskan untuk menghabisi nyawa mereka sendiri. Mereka berpesan kepada Killer untuk membawa jasad mereka dan yang nantinya akan ditukar dengan uang. Mereka tidak lelah dengan kehidupan, sungguh. Tapi mereka tidak punya pilihan lain. Satu-satunya penyesalan yang mereka tinggalkan adalah tidak dapat melihat putra tampan mereka utmbuh dewasa, dan beranjak dari pulau terkutuk lingkaran setan ini.

Kid membenci Killer. Mereka adalah wujud nyata dari oposisi binary yang keduanya benar-benar berbeda satu dan yang lainnya. Tapi ketika Killer berjalan dengan segepok tas berisikan uang bayaran atas kedua orang tuanya—dan sambil menangis, ia berpapasan dengan Kid yang kering kerontang tengah rebahan menunggu ajalnya menatapi langit.

Air mata itu. Air mata itu; baru pertama kalinya Kid melihat air mata yang turun seperti air terjun namun begitu tenang seperti muara. Killer sangat menyayangi kedua orang tuanya; ia menghargai keputusan mereka. Karena itu, ia hanya bisa bangga kepada mereka berdua karena sudah berkorban nyawa demi dirinya.

Baru pertama kalinya di dalam hatinya, Kid membulatkan tekad dan memutuskan untuk 'berjalan ke depan.' Dia harus merubah 'sesuatu.' Dia tak bisa terus stagnat seperti ini. Dia merasa ada sesuatu yang salah dengan dunia ini. Ada suatu kesalahan fatal pada roda kehidupan ini.

Kalau dia ingin maju, lantas apa yang akan dilakukannya?

Raja Bajak Laut.

Gelar yang sama seperti si gila Roger itu. Dengan duduk diatas sana, ia akan merubah semuanya. Ia akan memutuskan pola pikir manusia yang karatan dan tak bermutu. Ada satu hal yang mereka lupakan. Ada. Apapun itu, Kid masih belum tahu. Tapi dia berjanji akan mencarinya. Berjanji pada Killer. Dan berjanji pada dirinya sendiri.

Kid membunuh kedua orang tuanya dengan rasa kasih sayangnya yang baru sekali ini ditunjukkannya. Kid merusak jaringan zat besi pada aliran darah kedua orang tuanya dan melumpuhkan keduanya. "Kalian sudah terlalu lama menderita. Kumohon, bebaslah."

"Orang tuamu membunuh dirinya demi dirimu. Aku membunuh kedua orang tuaku karena inilah rasa sayang yang dapat kuberikan pada mereka. Membebaskan mereka dari 'lingkaran setan' adalah mimpiku. Aku ingin mereka melihatku; aku ingin mereka menyayangiku, sama seperti kedua orang tuamu padamu. Tapi sudah tidak perlu. Aku memiliki impian lain kini."

"Killer, jadilah telingaku. Ambisi dan Impianku setinggi langit. Semua yang bisa 'kugunakan' adalah alat. Jangan ragu untuk menghentikanku ketika aku salah memilih jalan. Hanya sedikit orang yang kupercaya di dunia ini; semuanya palsu. Tapi kau nyata. Kau sahabatku."

"Mulai dari sekarang, mimpimu adalah mimpiku. Kid, demi mencapai itu, aku akan menjadi alatmu. Aku akan menjadi senjatamu. Dan aku akan menjadi telingamu."

Semuanya di dunia ini adalah palsu. 'Ilusi Nyata' yang amat menakutkan. Tak ada yang bisa dipercaya di dunia ini, melainkan orang tua—orang tua selalu ada di belakangmu, dimanapun mereka berada. Tak perlu khawatir, teruslah melangkah. Mereka 'kan selalu percaya padamu. Dan, sahabat. Bukan sahabat 'teman' yang 'kau dekati'; bukan pula yang mendekatimu. Tapi melainkan mereka yang bisa saling berjabat tangan dan saling rangkul melalui hati tanpa harus mengucapkan satu kata-kata dan memperlihatkannya.

Next: Law dan Beppo