ini adalah fic drabble humor pertama Author, jujur saja Author belum ahli di genre humor, tapi semoga aja bisa buat readers terhibur. anggap aja fic drabble ini kebalikan dari fic 'Frame'.

LAZY DAY

Levi hanya memandangi bosan koran yang ia baca, pandangannya menuju istrinya yang berambut sebahu sedang membaca katalog make up sambil bersandar santai di sofa dan anaknya berumur tiga tahun yang saat ini duduk di lantai beralaskan permadani ethnic berbulu tebal sambil memakan cookies buatan istrinya.

"tch" Levi mendecih kesal lantaran anaknya, Eren. Makan cookies dan remah-remahannya bertaburan ke sembarang tempat, termasuk mulutnya sendiri.

"Petra"

"hn" jawabnya malas sambil mengebet halaman demi halaman.

"bersihkan mulut Eren, mataku pedas melihatnya" sedangkan Eren menatap polos ayahnya masih mengunyah cookiesnya

"biarkan saja dulu, kalau sudah kenyang, aku pasti akan membersihkannya"

Bocah itu berdiri menghampiri bundanya yang paling dekat dengan posisinya "bunda, ini" Eren memberi setengah cookiesnya yang ia gigit kepada Petra.

"tidak sayang, bunda sudah kenyang. Coba ke ayah saja sana" Eren mengikuti perintah Petra, ia menghampiri Levi yang sedang sibuk memeriksa ponsel androidnya. "ayah" Eren menyodorkan cookiesnya tadi yang sempat di berikan kepada Petra. Levi menghiraukannya, masih fokus pada ponselnya. Tiba-tiba Eren memeluk Levi.

"oh tidak Eren!" Levi langsung menjauhkan Eren dari pelukannya karena remah-remah cookiesnya menempel di kemeja Levi yang putih. Dengan cepat Levi menyeret Eren ke kamar mandi untuk membersihkannya.

Lagi-lagi Levi berdecih kesal lantaran ada bulatan gel berwarna biru pasta gigi yang menempel di lantai kamar mandi, ini salah satu kebiasaan buruk Petra. "Petra, kau selalu saja menjatuhkan pasta gigimu" kata Levi dari kamar mandi sambil membersihkan mulut Eren dengan air.

"maafkan aku, sikat giginya sangat licin Lev" sahut Petra dari luar.

Karena hari sudah sore, Levi memandikan Eren, lagi pula dirinya juga sudah kotor karena remah-remah kue tadi. Ia memutuskan mandi bersama dengan Eren. Sedangkan Petra membersihkan remah-remah tadi, sekaligus memasakan makan malam untuk kedua jagoannya.

Levi mengangkat Eren dengan handuk yang menyelubungi badannya yang kecil, begitu juga dengan Levi, hanya memakai handuk dari bagian pinggang sampai kebawah saja, membuat perutnya yang six pack terlihat jelas.

Eren sudah rapi memakai baju, kini giliran Levi yang sedang memilih dan memilah baju. Ia nampak berpikir memakai kaos abu-abu kesukaannya, tapi tidak ada, ia menggeser-geser hanger dan juga lipatan-lipatan baju di lemarinya.

"Petra, kaos abu-abu kau simpan dimana?"

"di pojok sebelah kanan, sayang. Paling bawah" Petra menyahut dari dapur. Akhirnya ia menemukan kaosnya dan langsung memakainya. Pandanganya tertuju pada lipatan baju kemeja merah, matanya memicing tajam pada baju itu. Oh Tuhan, itu adalah kemeja merah yang sobek kenangan tiga tahun yang lalu.

Ia menoleh pada Eren yang entah sejak kapan sudah tergulai lemas tertidur di kasur. Ia sedikit tersenyum melihat anaknya, terima kasih kepada Petra yang telah memberikan anak yang sangat lucu dan polos seperti Eren.

Kembali pada kemeja merah yang sobek, yang kini terpampang jelek di hadapannya. Apakah ia harus mengingatnya kembali, tapi ingatannya memaksanya untuk flashback kembali saat-saat Eren menghirup oksigen pertamanya.

"Levi cepat! Bayinya mau keluar!" Petra menahan bagian bawah perutnya.

"sabar, ini lampu merah. Sabar ya nak, sebentar lagi sampai rumah sakit" Levi mengusap perut buncit Petra.

"Levi! Sakittt!" Petra berteriak sambil menarik dasi Levi. Semua orang yang berada di dalam mobilnya masing-masing tertuju pada suara wanita yang berasal dari mobil Audi hitam yang sangat bersih tampak berkilat.

"akh! Petra, jangan menarik dasiku. Aku tidak bisa bernafas!" akhirnya Petra melepaskan dasi Levi.

"hiks" Petra menangis "semua ini salahmu"

"salahku?" batin Levi sambil menyetir saat lampu lalu lintas berubah menjadi hijau

"aku bilang waktu itu terlalu cepat untuk punya anak, tapi kau tidak mau mendengarkan"

"itu karena aku tidak ingin saat anak kita besar nanti, kita tidak terlalu tua. Bukankah menjadi orang tua muda itu menyenangkan" Levi menyangkal, walaupun kenyataannya benar.

"sudahlah, pokoknya kalau kau ingin anak kedua, aku ingin kau saja yang hamil" kata Petra yakin

"tidak mungkin sayang, kau mengada-ada"

"kau menyebalkan, hiks!" Petra menjambak rambut hitam legam Levi yang sedang menyetir

"sh Petra, lepaskan jambakkan mu itu, aku tidak fokus menyetir"

"sakit?" tanya Petra

"iya sakit" jawab Levi seadanya. "aku lebih sakit" lirih Petra.

"iya aku mengerti Petra, sabar"

"kau hanya bilang sabar, buktinya tidak sampai-sampai. Meyebalkan, pembohong"

Levi sebenarnya tidak tahan menghadapi wanita yang akan segera melahirkan anaknya, tapi ia sangat mengerti akan kesakitan yang dirasakan istrinya. "Levi, bayinya! Bayinya mau keluar!" kontraksi perutnya membuat Petra memaksa untuk mengejan

"tahan Petra, tahan! Kau tidak mau kan berita menyebar, kalau anak seorang conductor choir yang selalu tampil di orkestra-orkestra besar dan penulis best seller sepertimu lahir di dalam mobil"

"aku tidak peduli, akh-nn" Petra menggigit bibir bawahnya. "Petra!" Levi menancap gas mobilnya. Levi samar-samar mendengar suara air berdecak. "Petra, kau menumpahkan air hn?"

"itu suara air ketubanku yang pecah"

"apa!" Levi shock karena mobilnya yang bersih ternodai.

Sesampainya di rumah sakit. "tuan, apa kau tidak ingin menemani istri tuan yang melahirkan?"

"tidak, terima kasih" sahut Levi getir, ia tidak tahu masih bisa bernafas atau tidak setelah masuk ke dalam.

"kau harus ikut!" Petra menarik dasi Levi dan ikut terseret masuk ke dalam ruang bersalin.

Petra terus mengejan sedangkan Levi sibuk mengendurkan dasi yang hampir mencengkik dirinya karena Petra terus menarik dasinya.

"Petra, kau boleh menarik apa saja, asal jangan dasi. Aku tidak bisa bernafas!" akhirnya Petra mau melepaskan dasi itu. Tidak mau terulangi lagi, Levi melepaskan dasinya dan membuangnya ke sembarang tempat, yang penting ia bebas dari cekikan kematian.

Satu jam kemudian. Brek! Kali ini kemeja merah yang Levi kenakan menjadi sasaran, kemejanya robek dari bawah kerah sampai pinggang, lagi-lagi karena Petra menariknya. Levi hanya bisa pasrah saat dokter dan suster yang membantu persalinan Petra terkikik tertawa melihat adegan itu.

Oh Tuhan, seorang conductor choir terkenal turun derajat! Levi tidak suka dipermalukan, akhirnya ia memutuskan untuk membuka bajunya dan shirtless, menunjukkan badannya yang six pack. Membuat semua orang yang di dalam ruangan itu berdecak kagum. Tapi, tidak untuk Petra.

Petra menggigit tangan Levi yang sedang menggenggamnya erat "akh sakitt Petra!". "baka! Baaaaaaka! Shirtless mu itu hanya untukku!" sergahnya di tengah-tengah mengejan. Membuat Levi serba salah.

"nak cepat lahir, ayah sudah tidak kuat lagi" batin Levi. Dewi fortuna berpihak padanya, lima menit kemudian bayi laki-laki mungil lahir. Membuat Levi sangat lega setengah mati.

Ingatan Levi berakhir. Alangkah senangnya ia telah melewati hari yang sangat mengerikan baginya. Ia melipat lagi kemeja merah di tangannya.

"Levi, Eren. Makannya sudah siap are!" Petra tersenyum melihat Eren dan Levi yang tertidur pulas. Petra menepuk-nepuk pipi Levi "sayang bangun! Dinner-nya sudah siap" Levi membuka matanya sedikit "kiss dulu" Levi menunjuk-nunjuk pipinya. Petra menghela nafas berat.

"Eren, Eren duluan saja ke dapur, nanti ayah sama bunda menyusul ya" Petra menyuruh Eren karena bangun lebih dulu ketimbang suaminya. Eren mengangguk lalu menuju dapur.

"chuu" dengan cepat Petra memenuhi permintaan Levi dengan mencium bibir Levi bukan di pipinya dan langsung beranjak menuju dapur menyusul Eren, "wanita itu, selalu saja mengejutkanku" kata Levi sambil menyeringai.


RnR, see ya in the next drabble fic. semoga sedikit menghibur readers. thx