Disclaimer : Please read the A/N at the end of the story.


Renjun x Chenle

First

just ishtar


It was raining all day

all I saw that day was just you

singing while smiling

calling my name to join in

Hujan turun sepanjang hari, membuat Renjun meringkuk di atas sofa di bawah selimut tebalnya dengan balutan kaos kaki merah muda dan tubuhnya yang berbalutkan sweater berwarna salem. Suara televisi terdengar cukup keras, Renjun menatap malas layar datar itu. Tidak ada acara yang menarik di hari minggu sore. Ia ingin tidur tetapi kedua matanya tak bisa diajak berkompromi, sepasang manik gelap itu terus saja terjaga.

"Gege! Gege! Renjun-ge!"

Samar, ia mendengar panggilan, suara yang belakangan ini mulai akrab di telinganya. Renjun bangkit dengan malas, menyeret selimutnya berjalan mendekati jendela. Ia mengintip ke luar sana di mana bocah yang memanggil namanya tadi berdiri di halaman rumahnya dengan jas hujan berwarna kuning dan tanpa alas kaki.

"Keluarlah! Ini sangat menyenangkan!" Chenle menggoyangkan tangannya, mengajaknya keluar dan bermain hujan.

Renjun mendorong jendela hingga terbuka. "Hei, kau bisa demam nanti!" Renjun berteriak.

"Justru yang meringkuk dalam selimutnya yang akan demam!" Chenle balik berteriak. Kakinya bergerak menimbulkan kecipakan genangan air hujan yang muncrat kemana-mana.

Renjun sedikit banyak terprovokasi oleh kalimat Chenle. "Hei, tunggu di sana! Jangan berani kabur! Aku akan datang!" Ia mencampakkan selimutnya, berlari ke arah gudang dan meraih jas hujan dan sepatu bootnya. "Ibu, aku bermain bersama Chenle!" Renjun berteriak sembari berlari keluar meninggalkan ibunya yang tersenyum mengiyakan.

Chenle menyambut Renjun dengan mencipratkan air hujan ke wajahnya. Kemudian dibalas dengan Renjun yang mengejarnya mengelilingi halaman rumah Renjun yang cukup luas. Renjun tertawa terbahak-bahak ketika akhirnya Chenle terpeleset dan jatuh di atas rerumputan. Renjun mengulurkan tangannya yang disambut oleh jari-jari lentik Chenle kemudian Renjun menarik Chenle bangkit berdiri.

Keduanya kemudian larut dalam permainan sepak bola di bawah hujan, hingga tetesan hujan mulai melambat dan berhenti sama sekali bahkan hingga matahari hampir mencapai tempat peristirahatannya menciptakan semburat jingga gelap di langit. Ibu Renjun keluar dan berkacak pinggang menyuruh keduanya masuk dan segera membersihkan diri karena hampir seluruh tubuh mereka terkena lumpur.

.


Chenle menghirup aroma teh chamomile hangat buatan ibu Renjun. Senyumnya merekah kala mendapati aroma lain yang menyapa. Cookies cokelat yang baru diangkat dari oven. Chenle terkikik senang, inilah yang membuatnya senang bermain ke rumah Renjun. Ibunya selalu memberinya makanan. Ia kemudian mendudukkan dirinya di kursi meja makan yang berada di tengah dapur.

"Mana Renjun?" Wanita cantik itu menyodorkan sepiring penuh cookies cokelat ke hadapan Chenle yang menggosokkan kedua telapak tangannya, menghimpun kehangatan.

Chenle meraih satu cookies kemudian memasukkan seluruh bagiannya ke dalam mulutnya. "Renjun sedang mandi, bibi." Ia menjawab dengan mulut penuh yang terlihat sangat menggemaskan hingga membuat ibu Renjun sedikit mencubit pipi Chenle.

"Kau menyukai cookies buatan bibi, hm?" ibu Renjun bertanya ketika mengamati Chenle yang belum juga berhenti melahap cookies berbentuk kepala beruang itu. Yang ditanya hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan. "Sering-seringlah main kemari! Bibiakan membuatkanmu lebih banyak lagi." Wanita paruh baya itu mengelus helai mahogany Chenle kemudian bangkit berdiri dan mulai menyiapkan makan malam.

Renjun turun dengan rambut yang masih berantakan dan basah. Ia mendudukkan dirinya di depan Chenle yang sudah menghabiskan setengah cangkir teh chamomilenya dan entah berapa buah cookies coklat. "Hei, mau menonton tivi? Kupikir sudah saatnya Gundam dimulai." Renjun melirik jam yang terpasang di dinding. "Kita bisa nonton sambil menunggu makan malam tiba!" ia menggigit cookies dengan giginya.

Chenle menyetujuinya, ia segera bangkit dari duduknya, meraih piring berisi cookies dan cangkir teh chamomilenya kemudian berjalan menuju ruang tengah dengan Renjun yang berjalan di belakangnya dengan secangkir teh chamomile dan piring lainnya yang juga berisi cookies. Yang lebih tua meletakkan piring dan cangkir itu di atas meja kemudian membalikkan tubuhnya untuk meyalakan televisi.

Benar saja, Gundam favoritnya dan Chenle sudah dimulai, mungkin sekitar lima menit yang lalu. Keduanya larut dalam pertarungan antar robot gundam itu. Sesekali melontarkan gumaman ketika robot yang mereka dukung berhasil menyerang atau terkena serangan. Renjun melirik Chenle yang sibuk menggigit cookies di tangannya.

"Bagaimana dengan sekolah barumu?" Renjun bertanya tanpa melepaskan pandangannya pada televisi. Teringat bagaimana sulitnya Chenle belajar bahasa Korea, Renjun dengan senang hati akan membantu. Mengingat sekolahnya dan sekolah Chenle tidaklah sama, setidaknya Renjun bisa membantunya dengan pekerjaan rumah atau tugas lainnya.

"Tidak terlalu buruk!" Chenle mengedikkan bahunya. "Jisung sedikit banyak membantuku berkomunikasi."

Ya, Renjun dan Chenle lebih banyak berkomunikasi dengan bahasa Cina. Bukan tanpa alasan, tetapi Chenle benar-benar terdengar menggelikan ketika berbicara menggunakan bahasa Korea. Belepotan sana-sini dan sulit untuk dimengerti. Bahkan Renjun saja harus berpikir sekitar satu menit untuk memahami apa yang Chenle katakan dalam bahasa Korea.

Dalam otaknya, tergambar bagaimana ia pertama kali bertemu Chenle. Baru beberapa hari yang lalu, tepatnya lima hari yang lalu. Bibi Zhong yang membawa sepiring kue beras mengetuk pintu rumahnya yang kemudian dibuka oleh ibunya. Chenle tersenyum ramah di samping Bibi Zhong, mengucapkan salam dalam bahasa Korea dengan aksen Cina yang kental.

Ibu Renjun yang paham benar aksen itu akhirnya mengajak mereka berdua masuk dengan bahasa Cina. Ia mengajak Bibi Zhong mengobrol panjang lebar di dapur, berbagai pengalaman dan resep masakan, membiarkan Chenle menghampiri Renjun yang tengah menonton Gundam. Chenle duduk di samping Renjun kemudian mengajaknya berdiskusi tepatnya berdebat kecil mengenai Gundam.

Chenle mengatakan ia memiliki beberapa action figure Gundam dan mengundangnya untuk bermain ke rumahnya. Renjun mengiyakan dan ia benar-benar datang ke rumah Chenle yang tepat berada di samping rumahnya sendiri. Chenle tertawa senang ketika ia membuka pintu dan mendapati Renjun berdiri di depan pintunya.

"Kemarilah kalian! Makan malam sudah siap!" suara ibu Renjun menginterupsi Renjun dan Chenle yang masih berdiskusi mengenai pertarungan Gundam tadi. Otomatis keduanya menghentikan diskusi kecil mereka dan berjalan berdampingan menuju meja makan yang dipenuhi lauk dan sayuran. Chenle memandang japchae penuh selera. Renjun duduk di sebelah Chenle, menanti mangkuknya diisi nasi oleh ibunya.

"Bibi, apa aku boleh menambah nasi?" Yang benar saja, mereka bahkan belum mulai makan. Tapi Chenle sudah menanyakan hal itu. Renjun dan ibunya bersitatap kemudian tertawa bersamaan mendengar pertanyaan Chenle.

"Tentu saja, kau bisa habiskan itu dulu dan minta tambahan nasi nanti!" ibu Renjun mengelus helai mahogany itu dengan lembut. Ia tahu benar, ibu Chenle sangat sibuk hingga si bungsu keluarga Zhong itu jarang sekali memakan masakan ibunya. "Makanlah sebanyak yang kau mau!" ucapnya lembut ketika Chenle menyelesaikan doanya dan mulai melahap makanannya.

Wanita itu beralih mengelus helai dark brown Renjun yang juga mulai melahap makanan dari mangkuknya. Bukannya mulai makan, wanita itu menopang wajahnya dan memandangi kedua anak itu dengan senyuman penuh teka-teki. "Aiyo! Kalian benar-benar terlihat sempurna ketika duduk berdua seperti itu," gumamnya pelan.

.


"Chenle, ibumu baru saja menelepon dan ia mengatakan padaku agar kau menginap di sini malam ini!"

Chenle menganggukkan kepalanya. Renjun mengajaknya ber-high five kemudian menariknya menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Kedua anak itu melemparkan tubuhnya di atas ranjang empuk Renjun dengan tawa yang masing-masing keluar dari mulut mereka.

"Hei, kita bisa bermain dan mengobrol hingga larut malam." Renjun tersenyum jahil.

Ide itu disambut baik oleh Chenle yang dengan cepat bangkit dan meraih kartu uno yang tergeletak di meja Renjun.

Berjam-jam kemudian, Chenle dengan mata ngantuknya mulai menguap puluhan kali dan menyandarkan tubuh sepenuhnya pada Renjun yang entah kenapa masih belum ingin tidur. Namun melihat yang lebih muda itu berulang kali menguap, akhirnya ia membereskan kartu unonya dan mengangkat tubuh mungil Chenle yang telah tertidur ke atas ranjang.

Renjun hendak mematikan lampu di meja yang terletak di samping Chenle, namun mengurungkannya ketika melihat wajah Chenle yang memerah. Lebih merah dari biasanya, seperti sedang kepanasan? Mungkin? Renjun tidak terlalu yakin. Ia mengecek suhu tubuh Chenle dengan menempelkan telapak tangan kanannya ke dahi Chenle dan membandingkannya dengan meletakkan telapak tangan kirinya ke dahinya sendiri. Agak sedikit panas.

Renjun berlari keluar menuju kamar ibunya di seberang kamarnya sendiri. Ia mengetuk pintu kamar itu kemudian menerobosnya. Ia bersyukur melihat ibunya belum tertidur, menatapnya penuh tanda tanya. "Ibu, Chenle sedikit demam!"

.


-to be continued-


A/N: Ini ff buat event. Berkolaborasi dengan author RenLe lainnya. Jadi chapter ini ditulis oleh daku, just ishtar /shy/ I sincerely hope you guys like this opening of the story. Leave a review and don't forget to Fav and Follow this story. Love you guys a lot! /fly a kiss/.