Diclaimer : I do not own Kuroko no Basket.
A/N : Ide absurd tiba-tiba terlintas saat membaca buku setebal 800 halaman.
Summary : Kuroko Tetsuya adalah seorang pangeran dari Negeri bernama Seirin Kingdom. Ia jatuh cinta dan menikah dengan anak dari kerajaan Rakuzan yang terkenal dengan rambutnya yang merah menyala. Ia telah berjanji kepadanya; jika maut memisahkan mereka, maka di kehidupan selanjutnya, mereka akan tetap bersama. Hingga saat ini, ia tetap mengingat janji itu dan berusaha menemukan belahan jiwanya yang hilang di kehidupan selanjutnya.
Pairing : AkaKuro/KuroAka/Slight KuroXFem!Aka
Genre : Romance, A little bit humor(?), Hurt/Comfort, Friendship, Angst
Warning : Absurd!Galau!Kuroko, OOC, typo(s), Something like Reincarnation? Straight? Sho-Ai? Based on request.
Happy Reading, Readers!
.
.
.
"Apa kau masih mengingat janji yang kau ucapkan waktu itu, Tetsuya?"
"Ya, tentu saja."
"Bisa kau ulangi sekarang?"
"Aku akan selalu berada di sisimu. Selamanya. Kita saling memiliki kapan dan dimana pun. Jikalau kematian tengah memisahkan kita, maka di kehidupan selanjutnya aku dan kau akan tetap saling mencintai."
Senyuman merekah di antara keduanya. Janji yang terucap diperkuat dengan janji tanpa kata melalui tautan jemari dan pagutan bibir tipis nan hangat penuh kasih sayang dari kedua insan yang saling mencintai satu sama lain.
Meskipun mereka tidak mengetahui; apakah kehidupan selanjutnya itu memang benar ada?
Namun, janji itu telah terucap dan terpatri dalam diri keduanya. Semua menjadi suatu kepastian.
.
Di kehidupan selanjutnya, aku akan tetap menjadi milikmu.
.
.
Promise
By UseMyImagination
.
.
Chapter 1 : Encounter Brings The Fact
[At The Present, Monday—First Week; Spring 2013]
Kelopak mata yang menyembunyikan manik sewarna langit tengah terbuka perlahan. Terkadang mengerjap karena berusaha beradaptasi dengan cahaya yang menerobos memasuki sela-sela jendela kamarnya. Terkadang suara cicit burung-burung yang hinggap dekat jendela memanjakan telinga pendengarnya. Gordin tersibak dan jendelanya terbuka sedikit, membiarkan semilir angin masuk ke dalam ruangan dengan desain minimalis. Tak jauh di sana, berdiri seorang wanita berambut baby blue tengah merapikan meja yang berada di dekat jendela. Menyadari seonggok tubuh yang tergeletak tak berdaya mulai mengerang pelan, ia berkata, "Tetsuya, sudah pagi. Ayo bangun. Nanti terlambat. Tentu saja kau tidak mau mengacaukan hari pertamamu di SMA Teikou, 'kan?"
Suara lembut wanita itu membuatnya ingat akan kegiatannya hari ini. Dalam waktu singkat, sosok yang berbaring mulai bangkit berdiri dari tidurnya. Mengerjap pelan sembari mengusap sebelah matanya yang membutuhkan waktu untuk membiasakan diri dengan cahaya yang masuk. Mulutnya menguap melepaskan rasa kantuk. Melirik sang wanita yang merupakan sosok Ibunya tersayang.
"Okaa-san?"
"Tumben, akhir-akhir ini, kau sering bangun kesiangan, Tetsuya. Apa kau bergadang mengerjakan sesuatu?"
Ia menggeleng. Masih setia mengusap matanya, ia bangun dari ranjang untuk satu orang dan beralih mengambil handuk yang disimpan dalam lemari kayu jati di sudut ruangan.
"Tidak, Okaa-san. Aku hanya lupa memasang alarm," jawabnya sopan. Ya, ia adalah anak kebanggaan Ibunya yang dikenal sangat sopan oleh tetangga-tetangga mereka.
"Lain kali jangan lupa. Mulai hari ini, kau bersekolah jadi tidak bisa santai seperti liburan kemarin."
Kepala yang dibalut surai senada dengan Ibunya itu mengangguk. Piyama yang dipakainya kusut dan rambutnya selalu acak-acakan setiap baru saja bangun tidur. Kakinya melangkah menuju pintu kamar mandi. Memutar kenopnya dan perlahan menapak pada lantai keramik putih bermotif yang licin.
"Tetsuya, jika sudah selesai mandi. Langsung sarapan, Okaa-san sudah siapkan di meja." Ia menoleh pada daun pintu yang baru saja ditutupnya. Suara Sang Ibu tercinta menembus pintu berwarna putih itu yang menjadi sekat antara ruang tidur dan kamar mandinya.
"Baik, Okaa-san," teriaknya hingga cukup di dengar oleh Sang Ibu. Tak lama, ia mendengar suara pintu yang ditutup perlahan, menandakan Ibunya sudah keluar dari ruang tidurnya.
Dengan pandangan mata sayu yang masih buram, ia melucuti pakaiannya perlahan—mengekspos tubuhnya yang cukup kurus untuk ukuran anak-anak laki-laki seusianya. Sejenak, ia melihat refleksi dirinya di dalam kaca yang menggantung di sana. Berusaha merapikan helaian-helaian rambut yang menonjol ke sana kemari seperti jerami. Selama melakukan itu, memori di masa lalu tengah diputar dalam otaknya. Seorang manusia dengan rambut merah menyala tengah tersenyum padanya. Terkekeh geli saat kedua manik beda warna yang indah itu melihat rambutnya yang berantakan saat ia bangun. Tangannya yang lentik meraih ujung-ujung rambutnya, dan memainkannya.
"Bed hair lagi, eh?"
Dadanya tercekat, mengingat itu. Refleksi dirinya dalam kaca menyiratkan kegelisahan. Tubuhnya mulai gemetar menahan sesuatu.
"Sei… dimana kau berada sekarang? Aku…merindukanmu."
Pemuda beriris mata aquamarine itu—Kuroko Tetsuya—sekarang, tengah merindu.
~oOoOo~
"Ittekimasu.." Satu kata terucap untuk orang-orang yang menunggunya di rumah. Pemuda beriris aquamarine itu membuka pintu rumahnya dan berjalan keluar. Ibunya melambaikan tangan dan menyerukan nasehat untuk hati-hati di jalan.
Seragam barunya tertata rapi tanpa kusut sedikitpun. Kemejanya hampir memiliki warna yang sama dengan rambutnya yang biru cerah dengan blazer putih dan dasi hitam yang tersembunyi di baliknya. Celana bahan berwarna hitam menjadi pelengkap seragam sekolahnya. Salah satu tangannya merengkuh tas sekolah dan yang lainnya memegang novel kesayangannya. Ia terus berjalan lurus tanpa menatap ke depan hingga akhirnya seseorang menyapanya.
"Yo, Tetsu.. ah, maksudku, Pangeran Tetsu."
Kedua alis naik mendengar namanya di sebut. Suara yang memanggilnya terdengar berat dan angkuh. Kepalanya menengadah menatap lawan bicara yang sedang menyadarkan tubuh di dekat tiang listrik sembari melipat kedua tangan di perut.
"Aku…bukan pangeran lagi, Aomine-kun.."
Pemuda berkulit eksotis itu tertawa renyah seraya berkacak pinggang. Berjalan mendekat dan merangkul pemuda yang lebih kecil darinya.
"Tapi, bagiku, kau tetaplah Pangeran Tetsu," tuturnya tanpa ragu. Ia melirik biru azure yang tersembunyi di balik helaian rambut pada dahi pemuda di sebelahnya.
"Tolong jangan seperti itu, Aomine-kun. Kita sudah berada di jaman yang berbeda."
Pemuda berambut biru tua itu menarik tubuh yang lebih kecil darinya untuk berjalan beriringan bersama. Seragam yang dipakainya persis sama dengan orang yang disebut Pangeran Tetsu olehnya. Ya, mereka saling mengenal satu sama lain dengan baik bahkan sejak dahulu kala.
"Kau sudah banyak membantuku di jaman dahulu, Pangeran Tetsu. Ingat? Aku sudah berjanji, sampai kapanpun bahkan di kehidupan selanjutnya akan tetap setia menjagamu. Dan, janji itu sudah mendarah daging, oleh karena itu keberadaanku ada di sini bersama denganmu," jelasnya panjang lebar. Masa lalu yang pahit dan manis juga memenuhi dirinya. Terkadang, seringaian muncul di wajahnya saat mengingat Sang Pangeran jatuh di kolam ikan raksasa karena terpeleset saat asyik bermain dengannya sewaktu kecil.
"Janji.. ya?" gumam Kuroko sendirian. Suaranya cukup pelan dan mungkin saja tidak terdengar, namun hal tersebut adalah pengecualian untuk Aomine yang berada tepat di sisinya.
Aomine melepaskan rangkulan dari Pangeran Tetsu-nya itu ketika melihat wajahnya yang berubah sendu. Tanpa berhenti melangkah, keduanya mulai menerobos di antara beberapa murid-murid baru dari sekolah yang mulai hari ini menjadi tempat mereka belajar. Beberapa murid berlalu lalang tanpa arah diantara murid-murid yang berteriak-teriak mencari anggota baru untuk kegiatan mereka.
Ekor mata Aomine, kembali melirik pemuda yang berjalan sembari membaca buku. Sepertinya, pemuda minim ekspresi itu sedang berusaha menghilangkan gejolak perasaan dalam dirinya melalui buku, pikir Aomine saat itu. Mulutnya mulai bergerak untuk menyuarakan apa yang mungkin saja menjadi kekhawatiran orang yang sangat dihormatinya, "Kau.. rindu padanya?"
Kuroko Tetsuya mengangguk tanpa menoleh sedikitpun.
Diacaknya rambut biru muda itu, membuat pemiliknya mulai jengkel. Kuroko mendelik padanya dan hanya dibalas kekehan saja.
Mereka terus menyusuri gedung sekolah untuk mencari dimana papan pengumuman berada. Mereka ingin segera cepat menuju ke sana sebelum dipenuhi kerumunan murid baru. Benar adanya, papan pengumuman itu dipenuhi dengan murid-murid baru sehingga mereka kesulitan untuk melihatnya. Aomine dan Kuroko saling memisahkan diri untuk berbagi tugas mencari nama mereka masing-masing di papan pengumuman. Keberadaan Kuroko yang selalu dibilang tipis dengan mudah bisa menerobos masuk ke barisan depan, sedangkan Aomine harus bersusah payah bahkan hampir memarahi orang-orang di depan yang tidak sengaja menginjak kakinya. Kedua bola mata Kuroko mencari dimana namanya tertera mulai dari urutan belakang dan menemukan dimana kelasnya untuk tahun pertama ini.
Kelas 1-B
[Nama]
[Nama]
[Nama]
[Nama]
[Nama]
...
...
...
...
Kuroko Tetsuya
...
...
Nama yang tertera disesuaikan dengan urutan distrik SMP Mereka. Sudah lega menemukan namanya sendiri, pemuda kurus itu bermaksud keluar dari kerumunan jika saja sudut matanya tidak melihat sekelebat tulisan yang membuat jantungnya serasa diremas oleh tangan kasat mata.
Kelas 1-A
[Nama]
[Nama]
[Nama]
Akashi Seijuuro
…
…
Akashi…Seijuuro? A-Ka-Shi..?
Kedua bola matanya membulat dan melekatkannya pada tulisan nama itu. Nama yang terasa familiar. Ia melafalkan serta menggumamkan nama itu berkali-kali dalam hatinya. Setiap nama itu disebut dalam hati, ia merasakan kerinduan yang tidak tertahankan. Mungkinkah? Batinnya bertanya. Tetapi.. kenapa bisa?
"Akashi."
"Ya, ada apa, Shintarou?"
Suara itu. Terdengar seperti lonceng kuil di telinga Kuroko. Dengan cepat, ia keluar dari kerumunan, mencari-cari dimana suara itu berasal dan dimana orang yang dipanggil dengan sebutan 'Akashi' itu berada.
Dimana? Dimana?
Angin dengan cepat melewatinya. Surai baby blue-nya bergoyang ke sana kemari karenanya. Sekelebat warna merah yang menyala menginvasi dirinya. Memori di masa lalu kembali terputar berkali-kali di depan matanya. Ia terpaku di tempat sembari meremas dadanya sendiri saat melihat seseorang melewati dirinya tanpa sedikitpun melirik ke arahnya. Ia terpana, terpana dengan pemandangan mengejutkan yang baru saja ia lihat. Kuroko Tetsuya menoleh ke belakang dengan cepat. Kedua bola matanya yang besar menangkap dua sosok dengan tinggi dan warna berbeda. Hijau dan… merah. Merah yang ia sukai. Sangat suka. Sangat ia rindukan.
"Se-Sei..?"
"Aku ada di sini, Tetsuya."
Ia mendengar suara-suara tepat di telinganya. Suara dalam ingatan tengah memanggilnya. Kedua kakinya yang kaku melangkah perlahan. Pandangan matanya tidak kemana pun selain ke orang itu. Tangannya berusaha menggapai orang itu namun orang itu terus berjalan menjauhinya.
Akhirnya.. akhirnya.. akhirnya.. selama bertahun-tahun.. berganti jaman.. akhirnya..
"Sei.. Sei…"
"Aku ada di sini, Tetsuya. Kemarilah."
Suara dalam ingatan itu lagi semakin terdengar jelas, seakan memanggil untuk cepat-cepat meraihnya.
Sedikit lagi.. sedikit lagi.. maka helaian merah itu bisa ia raih.
Tubuhnya tertahan kerumunan. Bahunya secara bergantian bersenggolan dengan berbagai macam benda. Sebelah tangannya terus berusaha menggapai, tangan lainnya masih setia meremas dadanya yang sesak—menahan perasaan yang menguar ke seluruh bagian tubuhnya. Ia tak mengindahkan semua hal yang menghalanginya, ia tetap melangkah maju meski tertatih dan bahkan mungkin akan terjerembab. Bayangan seseorang berambut merah terpantul jelas di iris matanya yang jernih. Nafasnya mulai tidak beraturan. Kerinduan tengah menyeruak dalam setiap inci tubuhnya. Ingin sekali ia merengkuh sosok yang sangat dirindukan. Ya, ingin sekali.
"Ah, sial. Ramai sekali. Sudah tidak sekelas dengan Pangeran Tetsu pula, cih!" Aomine baru saja berhasil keluar dari kerumunan yang terus berdesakan itu. Ia tak henti mendecak kesal. Tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Maniknya memutar malas untuk sesaat namun tiba-tiba melebar ketika ia melihat suatu warna melewatinya; merah.
"HAH?"
Dengan cepat, ia memerhatikan warna itu. Kedua tangannya mengusap kencang kelopak matanya lalu kembali memandang ke arah yang sama. Berkali-kali ia lakukan untuk memastikan ia tidak sedang berkhayal ataupun salah melihat. Setelah yakin ia tidak berkhayal, sesegera mungkin ia mencari sosok yang datang bersamanya. Ditemukannya, sahabat sekaligus orang yang menaruh kepercayaan padanya sedang tertahan kerumunan dengan tatapan nanar dan tangan yang berusaha menggapai sesuatu. Raut wajahnya sendu dan menunjukkan kerinduan mendalam. Saat itu juga, Aomine sedikit bingung, karena setahunya, sahabatnya itu pasti bisa dengan mudah melewati kerumunan tanpa disadari siapapun, namun kenapa sekarang begitu? Ia berpikir dan semakin yakin bahwa ia tidak salah melihat fenomena tadi.
Tanpa basa basi, Aomine menghampiri Kuroko. Menolongnya keluar dari kerumunan.
"A-Aomine-kun.. Sei.. itu.. Sei.." Mulutnya mulai bergurau tak jelas menyebut nama itu. Jemarinya gemetar dan bergumul dengan dirinya sendiri.
Aomine mengangguk, "Ya, aku juga melihatnya. Wajahnya juga sangat mirip." Kedua iris sapphire-nya mengedar, mencari sosok itu, namun sosok yang dicari telah hilang entah kemana.
"Sei..Sei.." Kuroko merintih. Ia pun tak menyerah untuk mencari sosok yang dimaksud. Tubuhnya terus berputar-putar mencari orang yang ia yakini sebagai belahan jiwanya. Ia memeluk tubuhnya sendiri untuk menahan perasaan rindu membuncah yang tersimpan sekian lama.
"Tetapi.. aneh." Aomine melanjutkan, kedua alisnya menaut rapat. Perlahan Kuroko menoleh padanya. Raut wajah sendunya berubah kebingungan dengan perkataan Aomine. Lalu, iris mata mereka saling beradu—berusaha meyakinkan dan menyadarkan satu sama lain.
"Aneh?"
Aomine kembali mengangguk tegas.
"Ya, aneh.. Kenapa.. dia… laki-laki?"
.
.
.
To Be Continued..
Masa hiatus berakhir di minggu ini.. hm.. kurang dari sebulan ternyata ya.. fufufufu~ I'M BACK! *tebar cipok* Fic ini terinspirasi dari Komik NG Life, ada yang tau? Itu sumpah kocak mampus pas awal2 komiknya.
Mainstream bgt yak opening ceritanya? Ahaha. Mungkin, chapter2 depan, Kuroko bakalan OOC bgt. Ini fic cuman iseng aja. Padahal utang gue banyak yak abis sebagian kena WB. Mau diapain lagi dah.. Fanfic ini juga dipublish karena sebuah janji. Janji sama seperti judul fic ini! Jadi, gue harus menepatinya. Pdhl ini fic asal ngetik aja, deskripsinya jg blm jelas. Tp bodo amat ah.
Soal genre, hm.. mungkin ini dominan romance berbumbu Sho-Ai yang bukan Sho-Ai tapi Sho-Ai. /Apaan sih/ Jadi, ini Sho-ai tapi bukan Sho-ai, tp yang pasti sih jg Sho-ai! NGERTI GAK SIH! *hey, kamu, minta dibunuh ya?* Btw, klo ngomongin Sho-Ai antara AkaKuro disini, bisa dibilang, mereka memenuhi persamaan a/0=tidak terdefinisi, okay? Understand? *LU NGOMONG APA BRO!* Tp, AkaKuro udah byk sih di fandom ini, awalnya gue ragu mau buat ini, tapi sudahlah, namanya jg based on request, sebagai author yg baik saya terima *APAAN!*
Oia, kata yang dicetak miring, sebagian besar adalah memori masa lalu. Semoga gue ada niat buat lanjutin ceritanya sih… Ahahaha /author tidak berguna/ Mengenai fic gue yg lain, ditunggu saja! I'm Yours akhir bulan! *smirk*
What do you think? Please, tell me via review! I love reviews! Fave? Follow? I love them too.. See you, Baybee~~
