Reflection
.
.
.
Naruto by Masashi Kishimoto
.
.
.
Salam, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang. (QS. Ya Sin:58)
Mukadimah
"Segala syukur tercurah kepada Tuhan Yang Mahasuci dan Mahaagung. Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Kasih sayang-Nya menghampar luas, bak samudra tak bertepi. Aliran kemurahan-Nya menembus segala ranah kehidupan manusia."
Naruto selalu memulai harinya dengan hati yang berbunga-bunga. Walaupun pulang larut malam karena tuntutan pekerjaan, Naruto selalu berada di shaf terdepan ketika menunaikan shalat Subuh berjamaah di masjid. Bahkan tak jarang pula ia datang lebih awal dan bertindak sebagai muadzin.
Baginya itu bukan lagi sebuah kewajiban, tapi sebentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas limpahan karunia-Nya. Oleh karena itu, Naruto tak pernah merasa berat menjalankannya.
Namun... Tak bisa dipungkiri kalau ber-istiqomah dalam kebaikan merupakan hal yang sulit. Teguh mempertahankan suatu kebaikan, amalan baik atau perbuatan baik secara kontinyu bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangannya. Banyak godaannya.
Salah satu perbuatan baik yang kerap dilakukan pemuda berambut kuning itu adalah mengucapkan salam kepada siapa pun yang ditemuinya. Tak peduli siapa orangnya dan bagaimana situasinya. Seperti saat ini.
Assalammu'alaikum..." Ucapan salam meluncur dari bibirnya yang mengukir senyum.
Sunyi. Tidak ada jawaban.
Satu-satunya suara yang cukup bising dalam keheningan ruang tahanan markas Kepolisian Pusat Konoha berasal dari dengkuran seseorang di sudut ruangan. Tidak ada siapa pun di sana selain dirinya dan seorang pria berambut merah yang menghuni sel paling pojok.
Suara derit engsel yang agak keras terdengar ketika Naruto membuka pintu sel. Bau alkohol dan muntahan isi perut menguar ketika ia mendekati si penghuni sel yang tidur terlentang di lantai ubin yang dingin.
Naruto berjongkok di depan si penghuni sel, menatapnya dengan secercah rasa iba. Entah kenapa ia selalu merasa kasihan pada setiap orang yang menjadikan alkohol sebagai pelampiasan ketika sedang dilanda masalah. Seperti pria muda yang tengah terlelap di hadapannya ini.
Naruto mengenalnya. Begitu pula seluruh warga Konoha, karena si penghuni sel adalah putra bungsu gubernur Konoha yang berkuasa.
Pemuda itu beringsut ketika Naruto berusaha membangunkannya dengan menggoyang-goyangkan bahunya. "Lepaskan aku, Sasori!" Ia mengigau sembari menepis tangan Naruto.
Tak kehilangan akal, Naruto mengambil sebotol air mineral yang sudah dipersiapkannya untuk saat-saat seperti ini. Ia membasahi telapak tangannya dengan sedikit air, lantas memercikkannya ke wajah pemuda itu. Siasatnya berhasil.
"Kuso! Apa yang kau lakukan?" Pemuda itu terlonjak kaget.
"Hehehehehe." Naruto memamerkan gigi-giginya yang cemerlang di hadapan si pemuda yang merengut kesal.
"Akhirnya kau bangun juga, Gaara-sama," sapanya sambil membantu Gaara duduk dengan tegak.
"Nah! Karena sekarang kesadaranmu sudah kembali, aku akan mengulanginya yaa!"
Eh? Mengulangi? Mengulangi apa?" Gaara tak mengerti maksud perkataan Naruto barusan.
Assalammu'alaikum..." Naruto mengulangi ucapan salamnya diiringi seulas senyum tulus dan tatapan penuh perhatian tertuju hanya kepada Gaara. Pemuda berambut merah itu terpana sepersekian detik sebelum akhirnya memalingkan muka.
"Cih!" Hanya itu yang didapatkan Naruto dari sang putra gubernur.
"Bagaimana kondisimu?" Naruto duduk menyilangkan kaki dengan santai. Tak memedulikan aura penolakan yang digencarkan Gaara melalui matanya yang melotot tajam.
"Apa kepalamu sakit?"
"Urus saja urusanmu sendiri!" Bau alkohol masih tercium dari mulut Gaara ketika pemuda itu membentaknya.
Meski berusaha mengabaikan sakit kepala yang menderanya, tangan Gaara secara otomatis terangkat memegangi pelipisnya yang berdenyut-denyut. Kepalanya terasa ditusuk-tusuk. Otaknya serasa terbakar. "Seburuk inikah dampak alkohol bagi tubuh manusia?"
"Minum ini." Naruto menyodorkan aspirin dan sebotol air padanya. "Tak usah bersikap sok kuat. Sakitmu akan semakin parah kalau tidak segera diobati," ujarnya.
Gaara menampik uluran tangan Naruto yang berusaha membantunya. "Tak usah bersikap sok perhatian padaku. Aku sakit atau bahkan mati pun, bukan urusanmu!" Ia membalas Naruto dengan kalimat yang kurang-lebih sama.
Naruto hanya menanggapinya dengan senyuman. Sama sekali tak merasa tersinggung dengan sikap apatis Gaara. Keberadaan di sini merupakan kewajibannya sebagai seorang polisi. Gaara telah membuat kegaduhan di sebuah diskotik tadi malam dan sudah tugasnya untuk menginterogasi pemuda itu.
Tapi, kewajibannya sebagai seorang muslim tak hanya sebatas itu.
"Kenapa kau peduli padaku?" Gaara bertanya dengan lirih seakan-akan dirinya tak cukup pantas untuk dipedulikan siapa pun.
"Aku bahkan tak menjawab salammu kan?!"
Sebagai seorang muslim, Gaara tahu persis kalau dirinya tidak boleh mengabaikan salam dari sesama umat muslim. Apalagi ketika ia sudah sepenuhnya terlepas dari pengaruh alkohol seperti sekarang.
Pemuda berambut kuning di hadapannya lagi-lagi memamerkan giginya. "Tenang saja... Salamku sudah dijawab langsung oleh yang lain kok," ujarnya dengan nada santai.
"Makanya kita lebih dianjurkan mengucapkan, 'Assalammu'alaikum' yang bermakna jamak agar seluruh hamba Allah, baik penghuni langit dan bumi, yang masih hidup maupun yang telah meninggal, semuanya akan menjawab salam kita. Bahkan, Tuhan pun akan menjawab salam kita."
"Dan kau percaya itu?" Gaara menatapnya dengan pandangan meremehkan. Entah sejak kapan ia sudah tak memikirkan bahkan tak memedulikan hal-hal spiritualis semacam itu.
Hidupnya sudah kacau balau. Tak ada lagi ruang untuk memercayai segala sesuatu yang tak bisa dibuktikan secara ilmiah.
Dan kau masih menyebut dirimu sebagai seorang muslim?" Hati kecilnya berteriak.
"Tidak." Gaara sempat terkejut mendengar jawaban Naruto. "Tapi aku meyakininya dengan sepenuh hati."
"Lagipula... Salam adalah ucapan selamat yang diucapkan dengan itikad baik." Naruto meraih tangan kanan Gaara."... Sebab dalam kata salam tersimpan kasih sayang, cinta, dan juga kedamaian," kemudian meletakkan satu tablet aspirin di tangannya.
Pemuda berambut kuning itu lantas menyodorkan botol air mineral yang sudah terbuka pada Gaara dan melanjutkan, "bukankah dengan mengucapkan salam kepada orang lain, itu juga berarti kita mendo'akan kebaikan bagi mereka?!" Ia tersenyum pada Gaara.
Gaara meminum aspirin tanpa mengalihkan pandangan dari lawan bicaranya, seolah-olah ia terhipnotis oleh kata-kata Naruto.
"Jalinan persaudaraan terjalin dengan salam melalui cara paling terhormat dan luhur. Melalui salam, seseorang menerima cinta kasih dari saudaranya. Sang pemberi salam juga mendapatkan kemuliaan dan keutamaan dari jawaban atas salamnya." Naruto teringat kembali perkataan sang kakek tentang keutamaan salam.
Itulah alasannya, mengapa sejak kecil Naruto membiasakan diri mengucapkan salam kepada semua orang tanpa terkecuali, agar tercipta jalinan persaudaraan yang erat dan tetap terjaga hingga hari kiamat nanti.
"Jika kita tidak bersaudara dalam agama, maka kita semua bersaudara dalam kemanusiaan."
Begitulah prinsip Naruto Uzumaki.
Mukadimah terinpirasi dari Al-Rashafat : Percikan Cinta Para Kekasih karya Ismail Fajrie Alatas
Feel free to critic and review. Thanks anyway :)
