Annyeong. Saya adalah author baru XD *segitu aja sombong*
Sebenernya saya sudah mengenal dunia FF ini sejak lama, namun saya baru memberanikan mempulish cerita saya ini sekarang-sekarang *loh kok malah jadi curhat ini?*
OK dari pada saya keterusan curhat mari kita langsung saja ke cerita.
oOo
Is That You?
By Chocolate Bubbletea
Disclaimer : Karakter bukan punya saya, kalo punya saya Sehun akan saya serahkan pada Kai XD
Pair : Kaihun/Sekai
Warning : Boys Love.
oOo
Semilir angin musim panas begitu menyejukan. Seorang bocah laki-laki yang sedari tadi bermain dengan layangan dengan teman-temannya kini memilih untuk mendudukan dirinya di bawah pohon rindang. Menikmati belaian angin yang menerpa kulit tan miliknya. Mengelus lembut surai hitamnya.
Ia terus memperhatikan dua teman sebayanya yang masih asyik menerbangkan layang-layang. Berlarian kesana kemari mencari hembusan angin yang cukup kencang untuk dapat menerbangkan layangan mereka lebih tinggi lagi. Sesekali mereka melompat-lompatkan kaki kecil mereka saking senangnya.
Bocah tersebut tertawa keras begitu melihat salah satu temannya jatuh tersungkur karena ia terus berlari-lari dan melompat riang. Sang bocah yang di tertawakannya hanya menggembungkan pipinya lucu dan menatap geram pada sang pelaku penjatuhan dirinya –yang ternyata hanya sebuah batu-.
"Jonginie! Jangan menertawakanku terus." Teriak bocah laki-laki yang mirip dengan bocah tan tersebut –hanya saja kulitnya berwarna putih pucat. Si bocah tan yang ia sebut Jonginie justru malah semakin tertawa terbahak-bahak begitu melihat ekspesi lucu nan menggemaskan dari teman sekaligus sepupunya itu.
"Hahaha... Mianhae. Habisnya wajahmu itu lucu sekali Taeminie." Jawab Jonginie –atau mungkin bisa di sebut Jongin- begitu ia berhasil menghentikan gelak tawanya. Taeminie –atau mungkin Taemin- pun menghapirinya dan memukul-mukul tubuh kecil Jongin.
"Heeiii! Jangan bertengkar!" seru teman mereka yag satu lagi. Ia menghampiri kedua temannya. Yang satu memukul-mukul dengan anarkis namun yang satu lagi hanya diam pasrah. Toh tidak begitu sakit, pikirnya.
"Moonkyu-ya... Jonginie yang mulai duluan!" Taemin sudah berhenti memukul-mukul Jongin dengan sadis begitu Moonkyu –teman mereka yang satu lagi- menghampiri keduanya. Mulutnya ia poutkan lucu, masih marah terhadap Jongin rupanya.
Jongin sediri hanya terkekeh pelan melihat tingkah kekanakan sepupunya ini –walaupun itu wajar karena memang mereka masih anak-anak-. "Mianhae. Aku yang salah."
Taemin sendiri masih terus mem-poutkan bibirnya. Ia bahkan tidak lagi menatap Jongin dan membalikan tubuh mungilnya.
"Sudahlah Taeminie maafkan saja Jonginie. Kasihan dia kalau kamu tidak memafkannya. Nanti dia dia mau main sama siapa kalau kamu tidak memaafkannya. Kan hanya kamu sama aku yang mau main sama mahluk hitam seperti dia." Moonkyu mengelus-elus puncak kepala bocah yang lebih pendek darinya tersebut sambil tersenyum manis. Sedangkan bocah tan di belakannya memprotes perkataan Moonkyu yang secara langsung mengejeknya.
"Baiklah. Aku akan memaafkan Jonginie." Setelah itu Taemin membalikan tubuhnya dan kembali memandang Jongin. Ia mengacungkan kelingking mungilnya di hadapan Jongin, memintanya –atau lebih tepatnya menyuruhnya- untuk mengaitkan kelingkingnya dengan miliknya.
Jongin tanpa ragu mengaitkan kelingkingnya kemudian tersenyum manis. "Hehehe... teman?"
"Teman." Taemin pun ikut tersenyum manis.
"Baiklah karena kalian sudah kembali berteman bagaimana kalau kita pulang? Lihat! Lutut Taeminnie merah begitu." Tunjuk Moonkyu pada lutut Taemin yang memerah. Efek dari terjatuh tadi.
Taemin mengangguk kemudian ia melihat ke arah Jongin. Bukannya ikut bersama mereka justru ia kembali merebahkan tubuhnya di sana. "Jonginie tidak mau pulang?" tanyanya penasaran.
"Ani. Kalian pulang saja duluan. Aku mau diam dulu disini." Ia kemudian menggerak-gerakkan tangannya seolah mengusir mereka.
"Huh! Jonginie menyebalkan! Tapi jangan pulang telat ya. Nanti eomma marah." Setelah itu Taemin pun berjalan pulang denga Moonkyu. Meninggalkan Jongin yang berbaring di bawah pohon. Kembali menikmati angin lembut yang membelainya.
Tanpa sadar ia memejamkan matanya. Menikmati keheningan yang begitu menangkan ini. Namun tak lama ia memejamkan matanya ia mendengar suara isak tangis. Ia mambangunkan dirinya dan mencari-cari asal suara tersebut hingga dirinya melihat seorang bocah –mungkin seumuran dengannya- tengah menangis sambil menengok-nengokan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Seperti mencari sesuatu.
"Hiks... Hiks... Bunny... eodiga?" bocah itu terus mencari-cari ke setiap tempat yang ia lihat. Ia menggigiti bibir bawahnya. Rambutnya yang di ikat atas itu terlihat sedikit berantakan dan baju biru serta rok pink miliknya terlihat kotor.
"Hei! Kau sedang mencari apa?" teriak Jongin. Bocah itu kemudian mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk mencari bunny –setidaknya itu yang Jongin dengar-.
Jujur saja begitu bocah tersebut mengangkat wajahnya Jongin begitu tercekat. Walaupun umur Jongin masih bisa di katagorikan sebagai anak-anak namun ia tahu bagaimana seseorang bisa di katagorikan manis. Dan bocah yang memandangnya itu benar-benar manis. Wajahnya terlihat memerah karena menangis. Matanya yang sipit sedikit membengkak –efek dari menangis juga. Hidungnya mungil dan mancung. Dan bibirnya tipis kecil sangat menggemaskan. Oh dan jangan lupakan pipinya yang tidak begitu berisi namun tidak kurus juga tapi justru membuatnya terlihat sangat manis di mata Jongin.
"A-aku mencari hiks... Bunny-ku." Cicitnya kemudian ia mulai kembali mencari-cari bunny-nya –yang entah apa itu-.
"Akan aku bantu carikan." Jongin kemudian berlari ke arahnya. Ia juga mulai mengedarkan pandangannya mencari-cari bunny. Tapi barulah ia sadar ia bahkan tidak tahu bunny itu sebenarnya apa. Akhirnya ia memutuskan untuk bertanya pada bocah manis di sampingnya. "Ngomong-ngomong. Bunny-mu itu apa?"
"Bunny itu hiks... boneka kelinci hiks... putih. Hiks... hadiah dari appaku." Jawabnya tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari bawah. Masih belum meyerah rupanya ia.
Jongin hanya mengangguk-angguk mengerti. ia kembali mengedarkan pandangannya, mencari-cari boneka kelinci putih yag di sebutkan oleh bocah di sampingnya ini. Tak lama kedua obsidian-nya menangkap sesuatu yang berwarna putih mencuat di belakang semak-semak di dekat pohon tempat ia membaringkan tubuhnya tadi. Ia memicingkan matanya mencoba mamastikan apa yang di lihatnya itu benar. Setelah di rasa itu bukan hanya sekedar imajinasinya ia kemudian mendekat dan mencoba meraih benda tersebut. Ia menarik benda tersebut dengan perlahan takut merusak benda –yang sepertinya- sangat berharga bagi bocah yang baru ia temui tadi.
Begitu senangnya ia ketika benar yang di tarikya itu adalah sebuah boneka kelinci berwarna putih –yang sekarang tidak terlalu putih lagi-. "Heeei... aku menemukannya!" teriaknya kencang. Ia segera berlari menghampiri bocah tersebut dan memberikan boneka yang ia temukan padanya. "Apa ini yang kau cari?"
Bocah itu terlihat sumringah. Senyum manis mengembang di wajahnya. Ia mengangguk antusias lalu mengambil boneka tersebut dari tangan Jongin. "Gomawo." Ucapnya disertai dengan senyum yang tidak lepas dari wajah manisnya. Jongin pun ikut tersenyum melihatnya.
"Oh iya! Namamu siapa? Aku Jonginie."
Bocah itu melirik uluran tangan Jongin di hadapannya. Ia mengerjapkan kedua matanya lucu kemudian ia menjabat tangan Jongin. "Aku Hunnie."
"Oya, Hunnie. Apa kamu orang baru disini? Aku belum pernah melihatmu dimanapun." Tanya Jongin penasaran begitu mereka telah mendudukan tubuh mungil mereka di bawah pohon tempat Jongin membaringkan tubuhnya tadi sebelum ia bertemu dengan Hunnie.
"Ani. Aku disini untuk mengunjungi Halmoni-ku. Aku sebenarnya tinggal di Kanada." Tuturnya.
"Jijja? Waaa... tempat tinggalmu jauh ya." Jongin memandang bocah di sampingnya ini terkagum-kagum. Mungkin lebih tepatnya ia mengagumi kecantikan dan kemanisan bocah ini. Wajahnya setelah berhenti menangis terlihat begitu putih bagai salju dan itu membuatnya berkali-kali lebih manis. Dan lagi Jongin sendiri juga baru menyadari bahwa selain manis ia juga cantik. Terlebih dengan bola mata hazel-nya yang terlihat berkilau dan bulu mata lentiknya.
"Jonginie aku mau pulang ya! Nanti eomma mencariku." Bocah manis itu pun berdiri yang diikuti langsung oleh Jongin. "Jonginie tidak pulang?"
"Aku baru akan pulang. Oya, besok Hunnie mau main sama Jonginie tidak?" tawar Jongin. Dalam hatinya ia terus berteriak 'ayo jawab iya. Ayo jawab iya.'
"Boleh."
Jongin pun –tanpa ia sadari- melompat-lompat dengan gembira tak lupa berteriak-teriak senang. Bocah di sampingnya itu hanya memandangnya heran. "Baiklah. Kalau begitu besok Jonginie tunggu disini ne?" tanyanya antusias. Bocah tersebut menganggukan kepalanya lucu kemudian tersenyum manis pada Jongin, membuat Jongin merasa meleleh melihat senyum manis itu. Pasalnya ketika ia tersenyum seperti itu matanya juga seolah ikut tersenyum dan hal itu semakin membuat Jongin berpikir ia berjuta-juta kali lebih manis.
"Aku pulang dulu ya Jonginie. Pai pai." Setelah itu bocah itu pun berlari pelan meninggalkan Jongin yang masih asyik memandanginya sambil tersenyum-senyum sendiri *ih Jongin kecil-kecil udah mesum #di gampar jongin*
.
.
.
Entah kenapa sudah menjadi rutinitas bagi Jongin dan juga Hunnie untuk bermain bersama di bawah pohon maple dimana mereka pertama kali berkenalan. Jongin selalu menceritakan berbagai hal yang sering ia dan teman-temannya lakukan saat di sekolah ataupun luar sekolah. Hunnie sendiri juga sering bercerita hanya saja bocah manis itu lebih sering bercerita tentang keluarganya. Hingga pada saat hari terakhir kunjungan bocah manis itu. Jongin bercerita tentang suatu hal yang berbeda pada bocah manis itu.
"Hunnie. Kamu tahu apa itu pacaran?" tanyanya polos. Kedua obsidian itu menatap hazel milik sang bocah manis intens. Hunnie menganggukan kepalanya tanda ia tahu apa itu pacaran.
"Pacaran itu berarti kita akan bersama dengan orang yang kita sayangi." Jawabnya tak kalah polos.
"Kalau begitu Hunnie mau jadi pacar Jonginie?" kembali Jongin menatapa kedua manik hazel itu intens. Kali ini disertai kedua tangan mungilnya menggenggam erat tangan mungik milik bocah manis itu hingga terlihat jelas perbedaan warna kulit yang begitu kontras.
Bocah manis itu menatap Jongin lucu. Ia juga mengedipkan beberapa kali matanya sampai akhirnya ia tersenyum. "Ne. Aku mau jadi pacar Jonginie. Tapi Jonginie kata eomma pacaran itu kalau kita sudah besar. Kita kan masih kecil jadi harus bagaimana?"
Jongin kini menautkan kedua alisnya. Ia melepas genggaman tangannya pada sang bocah manis. Menggantinya dengan memegang dagunya. Tanda bahwa ia sedang berpikir. "AH! Aku tahu. Kalau begitu kalau kita sudah besar nanti dan kita bertemu lagi Hunnie harus jadi pacar Jonginie, ne?"
Sang bocah manis pun mengangguk antusias. "Ne."
Mereka berdua pun menanutkan kedua kelingking mungil mereka. Pertanda bahwa sebuah perjanjian telah di buat. Di bawah pohon maple yang mempertemukan mereka. Dan entah ide konyol dari mana Jongin memutuskan untuk membuat sebuah mahkota dari ranting-ranting yang mereka temukan. Jonginlah yang membuat mereka. Ia berterima kasih pada Noonanya yang pernah mengajarinya membuat hal yang seperti ini. Ia juga berterima kasih pada kejeniusannya karena berhasil membuat dua mahkota yang berbeda bentuk. Milik Jongin sengaja ia beri tanda berbentuk beruang –walaupun bentuknya sama sekali tidak seperti beruang-. Sedangkan milik sang bocah manis di berinya tanda kelinci –yang kembali berbentuk aneh-. Mereka pun berjanji akan bertukar mahkota tersebut jika mereka sudah bertemu dan berpacaran nanti.
Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing dengan sebuah janji yang terukir indah dalam hati masing-masing. Berharap walaupun akan ada jarak dan waktu yang akan memisahkan mereka, mereka akan kembali bertemu dan bersatu.
TBC
Hahaha akhirnya saya berhasil mempublish FF ini.
Oya, ini masih prolog ya! Chapter 1 nya akan segera saya kerjakan dan akan di usahaka agar cepat selesai. Mumpung ada waktu dan ada mood buat nulis.
Maaf kalau semisal ada banyak sekali typo. Maklum lah saya itu orang gak mau repot baca berulang-ulang *alias males*
By the way... noemu kamsahamnida bagi yang telah membaca FF ini dan yang telah rela memberikan review untuk FF ini *itupun kalo ada*.
Review readerdeul semua akan memberikan motivasi tersendiri buat saya yang sering sekali males ini.
Pai pai! Sampai ketemu lagi.
Salam sejahtera *lah?*
