Ini adalah sebuah proyek baru. Ini ngetik di hape, publish dari hape. Pengen ngeliat apa aku tahan nyicil pelan-pelan nulis di hape.
Yosh, ini BoboiboyxYaya lagi. Genrenya misteri tapi aslinya nggak misteri-misteri amat. Romance juga mungkin nggak bakal kerasa. Intinya, fanfic ini nggak jelas.
Baca aja bila berkenan.
Warning: AU, no super power, BoboiboyxYaya later, mistery, crime, action dikit, miss typo ampun-ampunan
Disclaimer: Animonsta, pinjem karakternya bentar
To Find An Identity
Manusia berjalan dalam aliran waktu dimana terdapat masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Masa lalu terbuat dari ingatan, masa sekarang terbuat dari keberadaan dan masa depan terbuat dari harapan serta rencana. Karena itu, manusia yang kehilangan ingatannya sama dengan kehilangan masa lalunya.
Dan hal itu bisa mempengaruhi masa sekarang dari manusia tersebut, alias, keberadaannya.
IoI
Sirine ambulans bergaung di tengah malam yang gelap, dua orang paramedis segera turun begitu ambulans berhenti di depan rumah sakit bagian unit gawat darurat. Dua orang paramedis tersebut segera menurunkan pasien yang mereka bawa.
Beberapa suster serta dokter keluar dari unit gawat darurat dan menyambut mereka.
"Apa anda bisa mendengar saya? Kita berada di rumah sakit sekarang."
Namun tak ada reaksi dari sang pasien yang tergolek di atas stretcher yang didorong.
"Bagaimana keadaannya?"
"Tekanan darah 60/40, denyut nadi 112 dan frekuensi pernapasan 24. Ada riwayat luka benturan di kepala."
Pintu unit gawat darurat terbuka dan pasien tersebut segera ditangani oleh para perawat dan dokter bersamaan.
Mereka dengan cepat mengukur kembali tekanan darah pasien, memberikan oksigen, memasang infus, membersihkan luka dan menghentikan perdarahan di kepala.
"Tolong ambil CT-Scan dan MRI pada bagian kepala."
Luka yang terdapat pada bagian kepala, yang berdarah dan lebam merupakan perhatian utama dibandingkan dengan lebam-lebam lain yang ada di sekujur tubuhnya.
IoI
"Kau tahu pasien yang masuk ICU seminggu yang lalu?"
"Yang mana?"
"Itu lho, laki-laki masih muda, yang wajahnya babak belur dan kepalanya berdarah terus koma."
"Oh... yang nggak ketauan namanya itu, kenapa?"
"Katanya barusan sadar lho."
"Wah, yang bener?"
"Iya, tapi..."
"Tapi?"
"Dia hilang ingatan."
IoI
Setelah pasien itu terbangun, kondisinya mulai stabil, alat bantu napas yang terpasang di mulutnya pun dilepas dan ia dipindahkan ke bagian bangsal rawat inap biasa.
Matanya sejak terbuka hanya terus memandang kosong ke arah langit-langit meski sesekali ia melihat sekitar dengan wajah bingung.
Kali ini, ada seorang dokter dan seorang suster bersamanya. Sang suster mengecek tekanan darah dan mengatur tetesan infus, sedangkan sang dokter menyinari matanya dengan senter, membuat pasien tersebut merasa silau.
Dokter tersebut kemudian mundur dan mengantongi kembali senter kecilnya.
"Jadi anda tidak ingat nama anda?"
Pasien tersebut menggeleng.
"Tahu sekarang tahun berapa?"
Paaien tersebut menggeleng lagi.
"Sebutkan di benua mana negara Malaysia berada."
"Asia," pasien tersebut menjawab. Kali ini ia bisa mengingatnya.
"Coba buka tutup pulpen ini."
Pasien tersebut menggenggam pulpen yang disodorkan dokter dan membuka tutupnya tanpa asa kesulitan apapun.
"Baiklah. Apa anda ingat bagaimana anda bisa terluka?"
Pasien tersebut menggeleng. Luka di kepalanya sudah tidak begitu terasa. Hanya balutan perban di sekitar kepalanya saja yang mengingatkan kalau kepalanya luka.
"Anda sekarang berada di rumah sakit. Seminggu yang lalu anda terluka dan seseorang memanggil ambulans lalu membawa anda kemari. Apa anda mengerti sampai di sini?"
Pasien itu mengangguk dengan lemah dan wajah tanpa ekspresi.
"Kepala anda terluka cukup parah dan anda koma hingga terbangun hari ini."
Pasien tersebut hanya mengerjapkan matanya dengan pelan. Jadi itu sebabnya badannya terasa kaku untuk digerakkan.
"Saya akan memeriksa anda lebih lanjut. Dari yang saya dapat simpulkan, anda selertinya terkena amnesia retrogarde, jadi ingatan anda di masa lalu menghilang, tapi masih ada ingatan nengenai hal umum yang tersisa sehingga tampaknya tak mempengaruhi kualitas hidup anda dan kemampuan anda untuk mengingat mulai dari anda bangun hari ini tampaknya tak ada gangguan."
Pasien tersebut hanya mengangguk lemas.
"Anda bisa beristirahat kembali, saya akan datang lagi nanti."
Dan sang dokter pun keluar, meninggalkan sang pasien yang hanya bisa menatap kosong ke langit-langit bangsal rumah sakit.
IoI
Beberapa jam kemudian, seorang laki-laki yang memakai kemeja serta jas dan kacamata ungu memasuki bangsal dimana pasien amnesia itu berada.
"Perkenalkan, saya Fang, polisi."
Ia memperlihatkan kartu anggota polisinya.
Pasien itu hanya mengerjapkan mata dan mengernyit sedikit.
"Seminggu yang lalu, anda terluka. Apakah dokter sudah memberitahu anda bagaimana anda terluka?"
Pasien tersebut mencoba mengingat namun tak ada yang muncul di kepalanya dari penjelasan dokter sebelumnya jadi ia menggeleng.
"Seorang saksi mata melihat anda sedang berkelahi dengan seseorang kemudian anda didorong jatuh dari tangga jembatan penyebrangan. Apa anda ingat?"
Pemuda itu kembali menggeleng. Dan sang polisi mendesah. Ia tidak menyembunyikan wajahnya yang tampak kesal.
"Saksi tersebut dan petugas paramedis yang membawa anda sudah mengisi laporan. Kasus ini akan ditangani oleh polisi sebagai kasus tindakan penganiayaan serta percobaan pembunuhan. Kami akan menghubungi anda untuk perkembangan lebih lanjut. Apa ada pertanyaan?"
Pemuda itu menggeleng kembali. Matanya kosong menatap langit-langit.
"Baiklah, terima kasih atas perhatiannya, saya permisi dulu."
Polisi itu pun segera keluar dari bangsal kamar tersebut. Namun, saat membuka pintu ia berhenti.
"Dan satu lagi. Data anda sedang dicocokkan dengan data laporan orang hilang. Jika kami sudah menemukan identitas anda, akan segera saya beritahu."
Dan ia pun pergi di balik pintu.
Sang pasien hanya mampu memandang pintu yang tertutup. Identitas, ia butuh identitas. Sejak tadi itu yang paling ia inginkan. Siapa namanya? Siapa sebenarnya dirinya? Namun tak ada seorang pun yang bisa menjawab. Tak ada seorang pun mengenalinya.
Apa yang harus ia lakukan mulai dari sekarang?
IoI
"Selamat siang dokter."
"Oh silahkan masuk."
Seorang gadis cantik dengan pakaian rapi dan nenggunakan hijab pink yang manis masuk ke ruangan seorang dokter.
"Perkenalkan, saya Yaya dari Panti Sosial Cinta Kasih."
"Oh, akhirnya datang juga. Silahkan duduk. Saya sudah menghubungi polisi soak hal ini, karena ini pertama kalinya hal seperti ini terjadi di rumah sakit, jadi saya tidak begitu mengerti prosedurnya. Maaf ya."
Gadis tersebut duduk di sebuah kursi di depan meja dokter tersebut.
"Apa dokter bisa menjelaskan kenapa dokter meminta bantuan dari dinas sosial?"
Dokter tersebut mengambil sebuah map dan menyerahkannya pada gadis itu. Gadis itu membuka map tersebut dan melihat data dari seorang pasien.
"Seminggu yang lalu ada seorang pasien korban penganiayaan dan percobaan pembunuhan dibawa oleh ambulans kemari. Pasien tersebut kondisinya kritis dan koma untuk beberapa saat. Saat ditemukan, ia tidak membawa kartu identitas maupun telepon genggam sehingga sulit dilacak identitas dari pasien ini. Sayangnya ketika pasien ini sadar, ia mengalami amnesia total."
Gadis itu mengangguk sembari matanya membaca berkas data pasien yang ada di tangannya.
"Saya sudah berkoordinasi soal hal ini dengan polisi. Polisi akan mencocokan data pasien tersebut dengan data orang hilang yang ada di kepolisian. Sedangkan untuk masalah biaya akan ditanggung oleh asuransi negara, masalahnya..."
"Setelah ini pasien tersebut harus diapakan?" tebak Yaya. Dokter tersebut mengangguk.
"Kondisinya semakin baik, jadi kami tak mungkin bisa terus menampungnya di sini," jawab dokter tersebut dengan jujur.
"Apakah ingatannya tak akan kembali?" tanya Yaya.
Dokter tersebut menarik sebuah foto MRI, memajangnya di depan lampu dan memperlihatkannya pada Yaya.
"Terdapat luka pada kepalanya yang melukai otak di bagian penyimpanan memori. Untungnya kemampuan mengingatnya tidak mengalami gangguan, begitu juga pengetahuan umum dan cara kehidupan sehari-hari. Tapi, dengan luka seperti ini, saya takut pasien ini mengalami amnesia permanen. Mungkin saja bisa kembali tapi hal itu belum jelas. Dan lagi belum ada pengobatan untuk amnesia seperti ini."
Yaya mengangguk mendengar penjelasan dokter tersebut. Seorang pasien, dari data di sini, pemuda dengan umur sekitar 25 tahun atau lebih, mengalami amnesia total dan tak memiliki kartu identitas.
"Sebenarnya Panti Sosial Cinta Kasih menampung gelandangan dan pengemis, tapi untuk kasus seperti ini, saya rasa kami bisa menampung pasien ini untuk sementara waktu sampai polisi menemukan identitasnya atau ingatannya kembali."
Dokter tersebut mengangguk, ia dan Yaya akhirnya mencapai sebuah kesepakatan.
"Oh ya, pasien ini juga menjadi korban dari kasus penganiayaan dan percobaan pembunuhan, untuk hal itu anda perlu berkoordinasi dengan polisi yang menangani kasus ini," tambah dokter tersebut.
Yaya mengangguk lagi, dalam hati mengasihani pemuda ini. Sudah terluka, hilang ingatan, tak ketahuan identitasnya juga terlibat kasus percobaan pembunuhan.
"Anda bisa menemui pasien ini di kamar 103, maaf saya tidak bisa mengantar, saya masih harus memeriksa pasien lain."
Dokter tersebut berdiri dan Yaya pun ikut berdiri. Sang gadis menyugingkan senyum.
"Tidak masalah dokter, saya bisa menemuinya sendiri."
"Kondisinya hari ini sudah baik, jadi saya rasa anda bisa membawanya ke Panti Sosial. Kalau terjadi apa-apa, anda bisa hubungi rumah sakit ini," kata dokter itu kagi, berjalan ke luar ruangan diiringi bersama Yaya.
"Terima kasih banyak dokter."
"Ah tidak, seharusnya saya yang berterima kasih. Permisi."
Dan dokter itu pun berjalan berlawanan arah dengan Yaya.
Sang gadis memandang map di tangannya. Sekarang ia mendapat tanggung jawab untuk mengurus seorang pemuda hilang ingatan yang terlibat suatu kasus. Entah kenapa rasanya seperti di film saja.
Tapi yang pertama ia harus menemukan kamar inap nomor 103 dulu.
IoI
Pemuda tanpa nama itu memandang tangannya yang sekarang sudah tidak lagi terpasang infus, hanya plester putih yang menutup bekas infus di sana. Ia menggerakkan badan, rasanya kaku dan agak sakit namun ia berhasil duduk di tepi tempat tidurnya.
Badannya masih terbalut pakaian rumah sakit dan kepalanya pun masih dibalut perban putih.
"Tok. Tok."
"Permisi."
Seorang gadis masuk ke bangsal rawat inapnya. Ia cantik, memakai kerudung pink dan di tangannya terdapat sebuah map.
Pemuda itu memandang gadis itu dengan tanpa ekspresi.
"Perkenalkan, aku Yaya dari Panti Sosial Cinta Kasih."
Ia menawarkan senyuman hangat. Pemuda itu hanya bisa memandangnya, lupa kalau seharusnya ia membalas senyuman itu.
"Uhm...," gadis itu agak canggung karena senyuman maupun perkataannya tidak mendapatkan tanggapan.
"Mulai dari hari ini, anda akan tinggal di Panti Sosial Cinta Kasih sambil menunggu ingatan anda kembali atau polisi menemukan identitas anda. Apa anda keberatan?"
Pemuda itu menggeleng. Tidak seperti ia punya pilihan lain.
"Baiklah. Uhm... pertama, saya butuh nama. Sulit rasanya kalau anda tetap tidak punya nama. Anda bisa menamai diri anda sendiri untuk sementara ini."
Pemuda itu memandang Yaya, tatapan kosong matanya agak menakutkan tapi sang gadis sudah terbiasa menangani orang yang lebig menakutkan darinya. Pemuda itu tampak berpikir, namun tak ada kata yang keluar dari mulutnya.
Yaya menanti dan menanti hingga akhirnya kesabarannya menipis.
"Bagaimana kalau saya yang memberi anda nama? Boleh kah?"
Pemuda itu diam kemudian menatap Yaya dan akhirnya mengangguk.
Sekarang Yaya yang terdiam. Nama, nama macam apa yang cocok dengan pemuda ini. Matanya menatap kosong langit-langit sambil menanti Yaya memberikannya nama.
"Ah, Langit! Bagaimana?"
Nama itu keluar karena sejak Yaya masuk, pemuda itu sedang menatap langit-langit ruangan.
Pemuda itu tidak protes, hanya mengangguk pelan.
"Dan, boleh kah saya berhenti bicara formal pada anda?" tanya gadis itu lagi.
Langit mengangguk dan Yaya tersenyum lega. Kaku rasanya harus bicara dalam bahasa formal terus menerus.
"Nah Langit, aku membawakan baju ganti untukmu. Kau perlu bantuan?" Yaya menyodorkan sebuah tas kertas berisi pakaian dari Panti Sosial.
Langit menerimanya dan memandang isi tas tersebut dengan mata kosong. Ia kemudian menggeleng, Yaya senang. Ia malu kalau harus membantu pemuda ini berganti pakaian.
"Setelah ini kita pergi ke Panti. Aku tunggu di luar ya, silahkan ganti pakaianmu."
Yaya segera keluar dari kamar tersebut, sekilas melihat Langit mengeluarkan pakaian dari dalam tas kertas dan memandangnya seakan itu hal yang menarik perhatiannya sebelum akhirnya Yaya menutup pintu dan menunggu di koridor.
IoI
Langit menatap ke luar jendela taksi dengan pandangan kosong, meski matanya terlihat tertarik seperi anak kecil. Untuk seseorang yang kehilangan ingatan, semua hal pasti terlihat baru dan asing.
"Apa pemandangan ini familiar untukmu?" tanya Yaya. Ia menyimpulkan Langit bukanlah orang yang senang bicara. Ia selalu diam dan membuat Yaya merasa suasana kaku.
"Tidak."
Jawaban singkat dan jelas.
"Apa ada yang ingin kau lakukan setelah ini?" tanya Yaya lagi.
"Tidak tahu."
Pemuda itu berhenti memandang keluar jendela dan bersandar pada kursi mobil taksi. Wajahnya kelihatan kosong, matanya tersesat menatap sesuatu.
Yaya tak bisa menyalahkannya. Ia hilang ingatan, tidak tahu siapa dirinya dan tak ada yang bisa memberitahu siapa dirinya.
"Semoga polisi cepat menemukan identitasmu. Aku yakin keluargamu pasti panik karena kau menghilang," hibur Yaya. Pemuda itu menatapnya sebentar sebelum menatap ke luar jendela lagi.
Ia tidak mengatakan apapun, Yaya merasa mungkin Langit tidak mempedulikan kata-kata hiburannya.
"Uhm... nanti di Panti Sosial, aku akan mengenalkanmu pada banyak orang di sana. Oh ya, di panti juga ada pelatihan-pelatihan lho, seperti membuat kerajinan tangan, masak, menggunakan komputer," hibur Yaya lagi.
"Baiklah," jawab Langit singkat.
Yaya kemudian tersenyum padanya dan memilih untuk diam.
Menghadapi pemuda ini sepertinya akan susah-susah gampang.
To be continued
Nggak jelas banget ni fanfic... heh... review aja bila berkenan...
