Don't like, don't read, u can click "back" icon if u don't like this fanfic

Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

Arigatou © Biiancast Rodith

Warning!

Sekali lagi saya ingatkan kalau tokoh dalam fic ini OOC sangat. Typo(s), EYD tidak beraturan. Alur kecepatan.

Sebelum membaca, ada baiknya terlebih dahulu membaca fict "友人"

.

.

.

.

"Haah~~"

Seorang gadis cantik yang memiliki rambut pirang panjang dan memiliki warna mata sewarna birunya lautan, terlihat sedang gugup saat ini.

Pasalnya, gadis cantik dari Klan Uzumaki itu akan menikah dengan salah seorang pemuda dari Klan Sabaku yang notabene adalah salah satu sahabat Kakaknya, Uzumaki Naruto.

"Kau gugup, Ino?"

Seorang gadis yang tidak kalah cantiknya, datang menghampirinya di ruang rias. Gadis yang memiliki warna rambut yang sama dengan bunga kebanggaan Jepang itu, sengaja datang mengunjunginya ke ruangan ini hanya untuk melihat keadaan Ino.

"Ti—tidak. Aku tidak gugup Sakura."

Haruno Sakura nama gadis yang memiliki surai berwarna merah muda itu, menaikkan salah satu alisnya ke atas karena mengetahui bahwa wanita yang duduk di depan cermin itu membohonginya.

"Kau tahu Pig," Sahut Sakura. " kau bukan pembohong yang baik. " Kata Sakura kesal.

"Kenapa aku tahu kau sedang berbohong? Pertama. Kau tidak akan meremas tanganmu kalau kau tidak sedang cemas, gugup, dan bingung." Tambah Sakura mengkoreksi sikap Ino saat ia memasuki ruangan dan melihat penampilan Ino. " Kedua. Kau bahkan sampai lupa memanggilku forehead. Kau akan memanggil namaku, jika saat kau sedang serius. Dan ternyata dugaanku benar. Kau sedang gugup." .

Ino menggigit bibir tipisnya. Ino sangat ingat kalau seseorang yang saat ini berdiri di hadapannya bukan Naruto yang dengan mudah percaya ketika ia berbohong

Yang berdiri di hadapan Ino saat ini adalah Haruno Sakura. Seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai dokter dokter muda itu telah lama memiliki ikatan persahabat sejak mereka Sekolah Dasar dulu. Seseorang yang Ino anggap sebagai saudara kandung. Bahkan, seseorang yang lebih mengenal dirinya sendiri.

Ino tahu, membohongi Sakura tidak semudah membohongi kakaknya sendiri.

Masih sangat jelas dalam ingatan Ino, setelah ia mengetahui bahwa dirinya telah berbadan dua. Ino sebisa mungkin menutupi kabar buruk tersebut dari orang lain—tidak terkecuali dari kedua orangtuanya, kakak, dan sahabatnya. Sepintar apapun kita menyembunyikan bangkai, baunya pasti akan tercium juga.

Demikianlah yang dirasakan oleh wanita penyuka bunga cosmos itu.

Sudah menjadi kebiasaan Ino dan Sakura bertemu di akhir pekan, seperti saat ini. Mengingat waktu mereka berdua untuk bertemu sangatlah minim. Dan di café Narita-lah tempat mereka untuk saling melepas rindu.

Menurut Sakura, penampilan Ino yang setiap harinya terlihat luar biasa di mata hijau cerahnya, terlihat sangat berbeda kala itu. Wajah pucat, rambut yang terlihat lusuh, dan kening yang selalu mengeluarkan keringat, membuat tanda tanya muncul di benak Sakura.

Karena tidak biasanya Ino keluar rumah dengan tampang yang tidak sedap untuk dipandang mata, seperti ini. Sakura sangat tahu, Ino itu sangat jauh berbeda dengannya yang selalu berpenampilan ala kadarnya setiap harinya.

Terlebih saat Sakura melihat Ino tidak sekalipun menyentuh makanan yang ia pesan saat itu. Sakura sangat yakin kalau makanan yang Ino pesan adalah salah satu makanan favorite-nya. Dalam pandangan Sakura, Ino melihat makanan lezat itu seperti sampah busuk yang lebih cocok jadi penghuni tong sampah ketimbang penghuni lambungnya.

"Kau baik, Ino?" Tanya Sakura.

"Ya. Aku baik."

Sakura hanya mengernyitkan keningnya merasa tidak yakin dengan jawaban gadis berambut blonde tersebut. "Aku merasa, kau sedang tidak baik-baik saja."

Ino meremas kedua tangannya di bawah meja—menutupi kebohongannya—saat mendengar penuturan gadis musim semi tersebut.

Sakura memang benar. Saat ini Ino memang sedang tidak baik. Sejak mengetahui ia hamil, Ino lebih banyak mengurung diri di kamarnya dan itu membuat kedua orangtuanya cemas. Ino bahkan sudah seminggu tidak makan dengan teratur. Hal tersebut, membuat Kaasan-nya mengira kalau dia sedang diet.

Makanan yang tidak lebih dari tiga sendok, tidak pernah bertahan lama di lambungnya karena ia langsung memuntahkannya kembali. Mengingat memasuki awal kehamilannya, morning sickness-lah yang menemaninya saat itu.

"Kenapa tidak dimakan? Itu 'kan makanan kesukaanmu." Unjuk Sakura dengan garpu yang ia pegang ke arah vanilla cake yang terlihat sangat lezat di hadapan Ino.

Ino menimbang-nimbang antara memakannya atau tidak. Saat ini, Ino layaknya SiBuah Malakama, 'Dimakan, ayah mati. Tidak dimakan, Ibu mati.'.

Kalau Ino memakan cake yang ada di hadapannya saat ini, makanan itu tidak akan lama bertahan di lambung karena ia akan memuntahkan isi perutnya seperti tadi pagi. Dan kalau tidak ia makan, Sakura pasti semakin curiga.

Keputusan Ino untuk lebih memiliki memakan cake itu, membuat ia harus berlari secepat mungkin menuju toilet, dan itu membuat Sakura harus mengekorinya dari belakang depan penuh kekhawatiran.

"Kau tidak apa-apa, pig?" tanya Sakura sembari memijat tengkuk leher Ino yang sedang menunduk di mulut nganga westafel.

"Hoek…hoek… Aku tid—" Perkataan Ino terpotong saat ia kembali memuntahkan isi perutnya.

"Ayo. Kita ke Rumah Sakit sekarang." Ajak Sakura cemas.

"Tidak. Aku baik-baik saja Sakura."

"Jangan berbohong Ino." Ucapan Sakura terdengar sangat berat saat mengucapkan kata berbohong. "Kau mengatakan baik-baik saja, sementara tanganmu, meremas tanganku dengan sangat erat."

Tidak mendapatkan respon gadis bermata safir tersebut, membuat kesabaran Sakura habis. "Ayo. Kita ke Rumah Sakit sekarang." Kata Sakura lagi, mengulangi perkataannya.

Belum sampai mereka mencapai pintu keluar toilet, Ino langsung memeluk Sakura erat. Sangat jelas di pendengaran Sakura, Ino sedang menangis.

"I—Ino."

"Sakura… Aku harus bagaimana?"

"Tenanglah. Kau pasti akan baik-baik saja." Ucap Sakura menenangkan Ino dengan mengelus punggungnya.

"A-aku… Aku hamil."

Bagaikan disambar petir di siang bolong, tubuh Sakura seketika menegang mendengar penuturan Ino barusan.

"Aku hamil, Sakura." Ulang Ino dengan tangisan semakin menusuk di indra pendengaran Sakura.

"Kita pulang, Ino. Setelah itu kita akan mencari jalan keluarnya."

"Aku tidak ingin pulang."

Ino melepaskan pelukkannya saat tahu, Sakura akan mengajaknya pulang ke rumah orangtuanya. "Aku tidak ingin Kaasan tahu, aku sedang hamil." Terang Ino.

"Kalau begitu, kita ke apartemenku saja." Ino mengangguk setuju.

Saat itulah Sakura mengetahui kebenaran yang selama ini, Ino sembunyikan darinya.

"Hei. Apa yang kau cemas'kan?" Tanya Sakura setelah meraih tangan dan menggenggam ke dua tangan Ino.

"Pernikahan ini tidak benar Sakura." Jawab Ino membalas ngenggaman Sakura. "Ini bukan salah Gaara, Sakura. Bukan dia yang harusnya bertanggung jawab."

"Sssttt~ Bukankah Gaara sudah menjelaskannya denganmu?" Kata Sakura tidak setuju dengan ucapan Ino. "Gaara tulus mencintaimu, Pig."

"Justru itu membuatku ingin menghentikan pernikahan ini." Sahut Ino cepat. "Aku tidak pantas untuknya."

Sakura me-rolling kedua mata emerald miliknya mendengar perkataan Ino. Ini sudah kesekian kalinya Ino mengatakan hal yang sama. "Apa perlu aku membawa Gaara kemari agar kau menghentikan omong kosong itu lagi, Pig?" Ancam Sakura.

Tidak ada sahutan dari lawan bicara, Sakura membantu Ino bangkit dari duduk manisnya.

"Jangan sia-sia'kan pengorbanan Gaara untukmu, Ino. Jika kau merasa bersalah kepadanya, balas perasaannya. Cintai dia dengan sepenuh hatimu. Buktikan kalau Gaara tidak salah mencintaimu." Kata Sakura bijak sebelum pintu kayu kamar tersebut terbuka lebar. "Habis jejak air matamu, sebelum Kushina baachan melihatnya." Bisik Sakura saat melihat seorang wanita dewasa berambut merah panjang memasuki kamar dan mendekat ke arah mereka.

"Sayang, kau sudah siapa? Sudah saatnya giliranmu." Senyum kasih sayang, tercetak jelas di wajah cantik Kushina melihat putri simatawayangnya akan mengikrarkan janji suci di altar.

Sakura, Ino, dan Kushina melangkah semakin jauh dari kamar menuju taman belakang yang disihir menjadi tempat pengikraran janji suci penikahan Ino dan Gaara.

"Kaasan… Arigatou." Ucap Ino sebelum mereka sampai di samping Minato yang sedang menunggu kedatangannya. "Terima kasih untuk semuanya."

Mendengar penuturan Ino yang tiba-tiba, membuat Ibu dua anak tersebut menangis haru bercampur dengan tangis bahagia.

Sebelum Minato membawa putri kecilnya kepada sang Adam yang menunggu di altar, Kushina menyempatkan dirinya untuk mengecup kening putrinya. "Kebahagiaan menyertaimu, sayang."

Minato yang melihat pemandangan antar Ibu dan anak itu, menitikkan air matanya. Ino-nya kini telah besar. Gadis manjanya kini telah dewasa.

Suara songleader yang menyanyikan lagu Ave Maria sudah mulai terdengar di pengeras suara mengiri langkah mereka untuk semakin mendekati altar.

Di depan altar, Ino dapat melihat sangat jelas seorang pemuda berambut merah sedang menunggunya. Wajah stoic miliknya selalu menemaninya. Toxedo berwarna putih, membuatnya semakin terlihat gagah. Lelaki yang memiliki nama Sabaku No Gaara lah yang menjadi pembelai prianya. Lelaki yang dengan gagah menolongnya dari kejadian naas tersebut. Lelaki yang dengan berani menerima pukulan maut Naruto hanya untuk mendapat restu darinya. Dan lelaki bodoh itulah yang menyatakan cinta kepadanya dan bertanggung jawab atas perbuatan yang bukan seharusnya dia tanggung. Ya. Gaara memang bodoh karena mau bertanggung jawab dengan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Mengingat hal tersebut, membuat uluh hati Ino seakan dicubit.

Jarak Ino dengan Gaara semakin terkikis habis dan itu membuat Ino meremas lengan ayahnya cukup kuat. Dilangkahnya yang terakhir, Ino melihat Gaara mengulurkan tangan lebar miliknya. Disambutnya tangan lebar yang beberapa menit lagi akan sah menjadi suaminya tersebut.

Kini tibalah seorang pendeta memulai acara janji pernikahan dan dengan lantang pendeta itu berkata, "Sakarang saya bertanya kepada Pengantin Pria : Sabaku No Gaara."

Disaat pendeta bertanya kepada pembelai pria, di dalam lubuk hati Ino, ia membaca doa.

"Bersediakah saudar di hadapan Allah yang Mahatahu dan dihadapan Jemaat yang berkumpul disini meyaksikan bahwa saudara menghendaki : Uzumaki Ino menjadi isterimu?"

'Jika memang, lelaki ini yang Kau kirim untukku yang hina ini. Bantu aku agar dapat membahagiakannya. '

"Bersediakah saudara mengasihi dia dengan segenap hati dan dengan segala kekuatan dan bersediakah saudara bersama-sama dengan dia melakukan kehidupan yang kudus?"

'Jika memang dialah yang Kau hunjuk menjadi pendampingku, jangan biarkan dia menderita. Biarkan kemurahan hatinya membawanya ke pintu kebahagian.'

"Bersediakah saudara untuk mengerti dan menanggung kelemahannya yang ada, dan maukah saudara berjanji, bahwa saudara tidak akan menceraikan dia sampai kematian akan menceraikan kamu kelak? Apabila saudara menerima semuanya itu dengan hati yang ikhlas, jawablah."

'Jika memang dia, ajari aku untuk menerima dan mencintainya. Sadarkan aku bahwa lelaki inilah yang pantas untuk kucintai, kini, besok, dan selamanya. Amin.'

"Ya. Saya bersedia." Kata Gaara dengan lantang tanpa sedikitpun keraguan dalam kalimatnya.

Setelah sang Pendeta bertanya kepada pengantin pria, kini tibalah giliran Ino.

"Sakarang saya bertanya kepada Pengantin Perempuan : Uzumaki Ino. Bersediakah saudar di hadapan Allah yang Mahatahu dan dihadapan Jemaat yang berkumpul disini meyaksikan bahwa saudara menghendaki : Sabaku No Gaaara menjadi suamimu?

Bersediakah saudara mengasihi dia dengan segenap hati dan dengan segala kekuatan dan bersediakah saudara bersama-sama dengan dia melakukan kehidupan yang kudus?

Bersediakah saudara untuk mengerti dan menanggung kelemahannya yang ada, dan maukah saudara berjanji, bahwa saudara tidak akan menceraikan dia sampai kematian akan menceraikan kamu kelak? Apabila saudara menerima semuanya itu dengan hati yang ikhlas, jawablah."

Dengan hati yang mantap, Ino berkata, " Ya. Saya bersedia."

"Dengan ini, Sabaku No Gaara dan Uzumaki Ino, telah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan cium pengantinmu. " Kata pendeta mengakhiri ucapannya.

Mendengar ucapan terakhir Pak Pendera, membuat kedua batu safir milik Ino, melebar. Ino melihat jarah wajahnya dengan jarak wajah Gaara semakin menipis. Ino menutup matanya erat menunggu datangnya ciuman hangat ke bibirnya. Bukan bibir tipisnya yang mendapatkan kecupan hangat dari sang suami. Keningnyalah yang mendapatkan ciuman lembut dan hangat tersebut.

Ino kembali kea lam sadarnya saat mendengar suara tamu undangan bersorak bahagia. Tepukkan tangan berkumandang dimana-mana.

Dihadapannya, dapat dilihatnya ayah dan ibunya saling berangkulan dengan tangis bahagia menemani mereka. Disebelah kanan belakang orangtuanya,

Ino juga dapat melihat Sakura merangkul lengan Sasuke, sementara tangan yang satunya, ia melambai ke arahnya dan mengucapkan selamat dengan non-verbal dan Ino membalasnya dengan anggukan kepala.

Kini awal hidup baru sepasang pengantin baru itu telah dimulai. Apakah kelak semuanya akan berjalan sesuai dengan harapan mereka? Apakah kebahagian yang mereka rasakan saat ini berganti dengan kesedihan? Itu tergantung tiap-tiap pribadi orang memilih langkah mana yang akan mereka ambil. Tidak terkecuali dengan Gaara dan Ino.

Mulai saat ini, janji pernikahan akan diuji.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

-Keep or Delete?-


A/N : Maaf kalau aneh dan kacau. And for all, thanks for reading. ^^ Maaf juga jika kalian menemukan typo dimana-mana karena saia tidak menceknya ulang. ^^V

Terima kasih banyak untuk Mee, White Azalea, jenny eun-chan, shirocchin, sarakize, shiro 19uzumaki, yang udah review di "". Love you all. ^^

With, Love

Biiamcast Rodith, [03262015]