Disclamer: Vocaloid belongs to Yamaha

Warning: AU, little bit Shoujo-ai

Ket: Luka dan Miku seumuran, all Luka's POV, italic center adalah lirik lagu dalam fic

Special fic for IVFA. Don't like don't read. And happy reading...^^


さようなら, 私の 恋人


Namaku adalah Megurine Luka, aku hanyalah seorang gadis berumur 17 tahun yang hidup biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial di dalam hidupku ini, karena semuanya terkesan datar. Meski banyak yang mengatakan bahwa aku ini termasuk gadis yang sempurna. Sempurna? Di mata mereka aku adalah gadis yang jenius, cantik, meski terkadang kaku. Aku tidak berniat menyombongkan diri, tapi inilah diriku.

Sekarang aku sedang bersiap-siap menuju sekolahku. Aku merapikan rambut pink panjangku dan menatap sosokku di cermin. Aku tidak tersenyum, tidak juga merasa sedih. Aku menyukai diriku apa adanya. Yang seperti ini saja. Setelah selesai aku bergegas sarapan dan berangkat sekolah.

.

.

.

"Luka~" terdengar suara seorang gadis yang memanggil namaku.

Aku mendengar suara seseorang dan menoleh ke belakang. Aku melihat seorang gadis berambut biru yang sedang berlari-lari kecil mendekatiku. Tidak lama ia ada di sampingku dan tersenyum.

"Akhirnya aku bisa menyusulmu, Luka. Hehe..." ujarnya sambil tertawa kecil.

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya itu. Dia adalah Hatsune Miku, sahabat baikku. Kami berteman sejak kami masih kelas 2 SD. Ia adalah gadis yang ceria, ramah terhadap siapa saja dan baik. Berbeda denganku yang sedikit kaku dan jarang memiliki teman. Tapi, aku senang saat kami bisa berteman.

"Kamu selalu ingin kita berangkat ke sekolah bersama ya?" ujarku yang menatapnya.

Ia hanya tersenyum tipis padaku. "Tidak salah kan? Apalagi rumah kita bersebelahan," Aku hanya mengangguk pelan. Kulihat Miku sedang memperhatikan jam tangannya. "Ah, kita harus cepat! Nanti telat!"

Seperti biasa, Miku akan berangkat dengan tergesa-gesa jika mengetahui akan telat. Aku tidak terlalu memperhatikannya, karena ketua komite kedisiplinan yaitu pemuda bernama Kamui Gakupo tidak pernah menegurku jika aku datang terlambat. Aku mendengar dari teman-teman bahwa ia menyukaiku, makanya ia bersikap seperti itu.

"Ayo, Luka. Lebih cepat lagi~" rengek Miku yang menggengam tanganku untuk berlari lebih cepat.

"Iya..." ujarku pelan dan masih menggengam tangan Miku dengan erat.

Kami berdua berlari cukup kencang untuk sampai di sekolah dan hampir saja gerbang sekolah akan ditutup, tapi kami berhasil melewatinya. Saat kami akan berlari menuju kelas, seperti biasa ketua komite kedisiplinan menghadang kami.

"Hatsune-san dan Megurine-san, kalian terlambat." ujar Gakupo.

"Ayolah, Kamui-san. Izinkan kami masuk." pinta Miku.

"Tapi, kalian sudah beberapa kali datang terlambat. Terutama kau, Hatsune-san."

Miku hanya memasang wajah cemberut mendengar ucapan Gakupo yang sedikit menyudutkannya itu. Aku hanya tersenyum melihat wajahnya, aku mendekati Gakupo dan menatapnya.

"Kamui Gakupo-san, Miku terlambat karena banyak halangan di jalan. Kamu juga tahu kan? Jalanan dari rumah kami ke sekolah butuh waktu berapa lama." ujarku sedikit dingin.

"Murid lain bisa datang tepat waktu. Kenapa kalian tidak?" tanya Gakupo sedikit menyindir.

"Lain kali kami tidak akan datang terlambat. Permisi." aku langsung saja menggengam tangan Miku dan meninggalkan sosok Kamui Gakupo itu.

"Luka, kau selalu berhasil membuatnya diam tidak berkutik." bisik Miku penuh kagum.

"Biasa saja." ujarku pelan dan kami berhasil masuk ke kelas.


Waktu istirahat siang sudah tiba, aku dan Miku segera menuju atap sekolah. Itu adalah tempat favoritku untuk makan, karena di atap sekolah sepi dan anginnya juga sejuk. Kami berdua berjalan dan tidak lama sampai di atap sekolah.

Miku seperti biasa memperhatikan sekeliling dan mulai duduk untuk membuka kotak bekalnya. Aku duduk di sebelahnya dan memperhatikannya yang membuka kotak makannya.

"Bekal apa yang kau bawa?" tanyaku.

"Hanya bento biasa saja," jawab Miku yang mulai makan. Aku juga membuka kotak bekalku dan memakan roti yang kubuat. "Wah, roti buatanmu lucu."

"Terima kasih."

Kami berdua mulai makan dan menikmati angin sejuk yang berhembus. Langit terasa cerah hari ini. Karena aku sudah selesai makan aku terdiam dan menatap ke arah Miku yang masih memakan bekalnya.

Sebenarnya, aku memiliki sebuah rahasia besar yang ingin kusimpan sendiri. Rahasia bahwa sebenarnya aku menyukai Miku yang notabene adalah sahabatku sendiri. Aku bukan menyukainya sebagai sahabat, perasaan yang kurasakan untuknya lebih dari itu.

'Cinta ya?' batinku yang masih menatapnya.

Tentu saja aku berusaha menyembunyikan perasaanku itu dari Miku. Aku menyukainya sejak ia mulai berteman akrab denganku. Ketika aku hanya satu-satunya yang tidak memiliki teman, dengan senang hati ia mau berteman denganku. Sejak saat itulah, aku terus bersikap baik padanya.

"Mm? Kenapa Luka?" tanya Miku heran yang melihatku terus menatapnya.

"Ah, tidak ada apa-apa." jawabku sambil tersenyum.

Miku terlihat bingung dan memakan makanannya untuk sesuap yang terakhir. Setelah selesai ia menatapku.

"Tumben kau tidak menulis lagu?" tanya Miku.

Meski aku terkesan kaku seperti ini, tapi aku memiliki hobi untuk menulis lagu. Aku ahli dalam memainkan gitar karena diajari oleh sepupuku, Luki dan ia juga yang mengajariku cara membuat sebuah lagu.

"Ah? Aku sedang tidak ada inspirasi." jawabku singkat.

"Eh? Padahal aku ingin mendengarnya. Minimal hanya melihat lirik lagu buatanmu."

Aku tersenyum saja, memang aku selalu terbuka dalam hal apapun kepada Miku. Ia juga satu-satunya sahabat yang mengetahui hobiku ini. Aku tidak ingin menonjolkan hal yang aku sukai di sekolah, karena menulis lagu hanya sekedar hobi.

"Kapan-kapan kau membuatkan lagu untukku lagi ya?"

"Baiklah..."

Tidak terasa sudah bel masuk, kami berdua segera turun menuju kelas. Selama perjalanan menuju kelas aku terdiam. Aku memperhatikan langkah Miku yang menuju kelas, rambut birunya yang dikuncir dua bergerak seiring dengan gerakan Miku dan uluran tangannya saat ia akan mengajakku untuk masuk ke kelas.

'Aku dapat ide bagus.' batinku senang.


Di dalam lorong sekolah, aku melihatmu.

Wahai gadis manis berambut biru.

Gerakan lincahmu yang menarik perhatianku.

Senyumanmu bagaikan matahari yang bersinar terang.

Berikan aku tatapanmu dan kita akan pergi bersama.

Menuju cahaya milik kita berdua.

Dan kita saling bergandengan tangan.

Aku menatap kertas milikku yang berisi beberapa bait lirik lagu buatanku. Lirik itu menggambarkan sosok Miku, sosok Miku yang hangat bagaikan matahari pagi. Semua tentangnya.

Sepulang sekolah, aku selalu menulis lagu di dalam kamar. Aku baru memikirkan lirik lagu tadi dan sesekali memetik gitarnya untuk mencari nada yang pas dalam lirik tersebut. Di benakku saat menciptakan lagu tersebut adalah Miku, hanya Miku seorang.

'Miku...' batinku sambil tersenyum tipis.

Saat aku sedang asyik dengan memikirkan lirik laguku itu, aku merasa jendela kamarku diketuk seseorang. Aku menghela nafas, siapa lagi yang akan mengetuk jendela kamarku seperti itu selain Miku. Aku mendekati jendela dan melihat Miku melambaikan tangan ke arahku.

"Ada apa, Miku?" tanyaku yang membuka jendelanya.

"Luka, tolong ajari aku PR Matematika ya?" pinta Miku.

Aku membuka jendela kamarku dengan menggesernya, sehingga ada cukup ruang agar Miku bisa masuk. Miku langsung masuk ke kamarku. Kami sudah terbiasa seperti ini sejak kecil.

"PR Matematika? Bagian mana yang tidak kamu mengerti?" tanyaku.

"Hampir semuanya. Hehe..." jawab Miku sambil tertawa kecil.

"Baik, aku ajari ya..."

Aku mengajarinya PR Matematika, ia terlihat serius mendengarkan penjelasanku. Setelah selesai, aku menatapnya yang hanya terdiam mengamati angka-angka.

"Kamu sudah mengerti, Miku?" tanyaku pelan.

"Iya. Terima kasih, Luka!" jawab Miku semangat.

Aku tersenyum tipis dan ia menutup bukunya, ia hanya memperhatikan kamarku. Memang kamarku hanya kamar yang sederhana, hanya dipenuhi beberapa buku pelajaran ataupun buku lain.

"Luka, itu apa?" tanya Miku yang menunjuk ke arah kertas yang berisi lirik laguku.

"Eh?" gumamku bingung. Tapi aku kalah cepat, Miku langsung mengambilnya dan membaca isi dari kertas itu.

"Wah, bagus sekali. Ini lirik lagu barumu, Luka?"

Aku hanya diam dengan wajah sedikit memerah. Malu sekali saat Miku melihat isi kertas itu karena lirik lagu itu menceritakan tentangnya. Aku memperhatikannya yang serius melihat kertas milikku dan mendekatiku.

"Ini. Lanjutkan ya? Aku ingin mendengar lagu barumu yang ini." ujar Miku tersenyum dan memberikan kertas itu padaku.

Aku menerimanya dan melihat wajahnya yang terlihat biasa saja. Tentu saja, apa yang aku harapkan? Miku sama sekali tidak berpikir bahwa lirik lagu ini tertuju padanya. Mengetahui hal itu entah kenapa semangatku jadi runtuh dengan sendirinya.

"Luka..." panggil Miku.

Tapi aku hanya diam, ia mendekatiku dan memainkan telapak tangannya di hadapanku. Jarak wajahnya sangat dekat denganku, membuat jantungku sedikit berdetak cepat.

"A, apa?" tanyaku pelan.

"Kamu kenapa? Sakit?" tanya Miku khawatir.

"Aku baik-baik saja. Hehe..."

"Benarkah? Baiklah..."

Tiba-tiba suasana menjadi hening, tidak ada yang memulai pembicaraan diantara kami. Masing-masing dari diri kami ini larut dalam pikirannya sendiri. Aku tidak tahu apa yang Miku pikirkan tentangku, begitu pula sebaliknya.

Jarak kami secara fisik tidak jauh, dia berada di sampingku. Tapi, kenapa untuk menjangkau hatinya terasa sulit? Aku tidak tahu kenapa, perasaanku padanya sudah kusimpan sejak lama dan entah sampai kapan aku akan terus menahannya.

Aku memperhatikannya, dia memang gadis yang manis. Aku bersyukur Miku tidak memiliki kekasih, jika ia memilikinya entah apa aku sanggup tersenyum dan memberinya selamat sebagai sahabatnya. Aku hanya takut menangis.

"Miku..." panggilku pelan.

"Mm? Ada apa?" tanya Miku yang menatapku.

"Ah, tidak jadi."

"Ah, kamu membuatku penasaran saja, Luka."

Miku terlihat sedikit cemberut karena melihatku tidak jadi mengatakan sesuatu yang penting itu. Aku hanya tertawa kecil dan mengacak-acak rambutnya, ia semakin cemberut. Seperti anak kecil saja.

"Maaf, maaf..." ujarku pelan yang membelai rambutnya untuk merapikannya.

"Luka, kamu bersikap lembut seperti seorang kakak. Aku suka." ujar Miku polos.

Mendengarnya mengatakan hal itu membuat jantungku berdetak kencang. Ia menyukaiku, tapi aku merasa sedikit kecewa saat ia mengatakan menyukaiku karena aku seperti seorang kakak. Itu hanya rasa kagum saja.

"Luka, kamu kenapa?" tanya Miku.

"Ah, tidak apa. Kau pulanglah, Miku. Nanti dicari lho." ujarku.

"Eh? Tidak apa kan?"

"Tolong pulang ya? Aku ingin sendiri dulu."

Miku terdiam saat aku mengatakan hal itu, ia menatapku dan tersenyum tipis. Ia menepuk-nepuk pundakku seolah-olah berusaha terlihat bersemangat. Padahal aku tahu, kalau ia sedikit kecewa dengan ucapanku.

"Miku, maaf ya." ujarku.

"Tidak apa. Aku tahu kau butuh waktu sendiri. Jadi, aku akan memberikannya. Mm, kalau kau ada masalah cerita saja padaku ya." ujar Miku yang keluar melalui jendela kamar dan ia masuk ke jendela kamarnya sendiri yang berada di sebelah kamarku.

'Maaf ya.' batinku.

.

.

.

Ingin kukatakan kepadamu.

Cinta, cinta dan cinta.

Tapi mulutku terasa terkunci.

Aku hanya mampu melihatmu dari jauh.

Jauh, jauh dan jauh.

Tapi izinkan aku mengatakan cinta.

Aku menatap kertas lirik laguku itu, baru selesai sebagian. Aku baru saja memetik gitarku dan mencoba menyanyikan lirik lagu yang kutulis itu. Aku tersenyum saja karena saat memainkan gitar seperti ini, aku teringat akan sosoknya.

"Dia memang menyita pikiranku." ujarku pelan.

Aku tersenyum dan memikirkan kata-katanya tadi. Sebenarnya aku tidak memiliki masalah, kecuali masalah cintaku kepadanya. Cintaku yang akan sulit untuk kunyatakan. Apakah ia mampu menerimanya?

Semakin lama aku memikirkan hal itu, membuatku semakin bingung. Aku hanya bisa mengekspresikannya melalui lagu buatanku sendiri. Biarlah, meski Miku tidak tahu perasaanku tapi aku akan selalu berada di sisinya.


Pagi hari telah tiba dan kebetulan sekali ini adalah hari Sabtu. Di saat libur seperti ini, aku memilih untuk bersantai saja di dalam kamar. Inginnya sih seperti itu, tapi aku mendengar nada dering telepon ponselku. Aku mengangkatnya.

"Halo. Kenapa Miku?" tanyaku.

"Luka, kamu ada waktu tidak? Kita jalan-jalan yuk? Aku bosan di rumah saja. Mikuo-nii membuatku capek." ujar Miku.

Aku hanya tertawa kecil saja. Kakak Miku yaitu Mikuo memang sangat jahil dengan Miku. Aku saja terkadang heran apakah Mikuo ini memang memiliki hobi menjahili adiknya seperti itu.

"Baik, baik. Nanti aku ke rumahmu."

"Yay! Cepat datang ya~"

Dan tidak lama sambungan telepon terputus. Aku tersenyum dan segera bersiap-siap untuk pergi jalan-jalan bersama dengan Miku. Setelah selesai mandi dan sarapan, aku berusaha memilih bajuku.

"Yang mana yang bagus ya?" gumamku.

Meski aku tidak terlalu memperhatikan penampilanku, tapi di hadapan Miku aku berusaha terlihat cantik. Terkadang Miku menatapku heran karena aku selalu bisa tampil cantik. Aku juga tidak tahu kenapa.

Pilihanku jatuh kepada kemeja putih polos dan rok bewarna hitam, penampilan yang biasa. Aku merapikan rambutku dan begitu selesai aku langsung keluar dari kamar dan berniat ke rumah Miku.

.

.

.

"Senangnya kamu membawaku keluar rumah, Luka." ujar Miku senang.

Aku hanya tersenyum saja melihat Miku. Tadi saat aku berkunjung ke rumahnya, seperti biasa Mikuo-nii menggodaku. Bahkan tadi ia ingin mengajakku pergi kencan. Aku hanya tertawa kecil saja saat melihat Miku memarahi Mikuo-nii karena menggodaku.

"Mikuo-nii memang orang yang energik ya." ujarku.

"Dia itu kelebihan tenaga." keluh Miku.

Kami berdua berjalan-jalan ke sebuah mall. Miku bilang ingin membeli sebuah baju sekaligus baju renang. Mengingat sebentar lagi kami akan libur musim panas. Ia tampak bersemangat mencari-cari baju, aku juga mencari-cari baju yang bagus untuknya.

"Menurutmu mana yang bagus, Luka? Warna merah atau biru?" tanya Miku sambil memperlihat baju renang yang ia pilih.

"Terserah kamu saja. Tapi, sepertinya lebih cocok warna biru. Seperti warna rambutmu." jawabku langsung.

"Benarkah? Aku pilih warna biru saja."

Setelah Miku selesai memilih baju, kami menuju cafe. Aku memperhatikan cafe yang didominasi oleh para pasangan kekasih itu. Aku hanya terdiam sambil meminum jus yang kupesan.

"Kenapa, Luka? Kau hanya diam saja. Ada masalah?" tanya Miku.

"Tidak apa-apa," jawabku sambil tersenyum. Ia memakan es krim dan aku melihat ada sisa es krim di sudut bibirnya. Aku mendekatinya dan kulihat wajahnya mulai memerah.

"Lu, Luka... Apa yang kau lakukan?" tanya Miku malu.

"Hanya ini." ujarku yang membersihkan sisa es krim di sudut bibirnya itu.

Dia terlihat manis sekali saat seperti tadi, jarang-jarang dia berwajah seperti itu di depanku. Tapi, aku harus menahan diri. Aku melihatnya berpaling dari tatapan mataku dan wajahnya masih sedikit memerah.

"Sudah. Kau tidak usah malu lagi." ujarku.

"Ah, Luka. Kau ini..." keluh Miku dan memasang wajah cemberut.

Aku hanya tertawa kecil dan mengacak-acak rambutnya. Miku terlihat kesal dan berusaha merapikan rambutnya. Tentu saja aku tidak berniat mengacak-acak rambutnya yang indah itu.

"Baiklah. Kita akan pergi kemana setelah ini?" tanyaku.

Miku hanya terdiam. Aku heran melihatnya seperti itu, aku memainkan tanganku di hadapan wajahnya agar dia bisa kembali sadar.

"Miku..." panggilku.

"Ah, iya. Maaf..." ujarnya yang menundukkan wajahnya.

"Tidak apa. Mm, bagaimana kalau kita pergi ke taman nanti sore?" usulku.

"Setuju!" Miku terlihat senang.


Hari sudah menjelang sore. Hampir satu hari ini aku menghabiskan waaktu bersama dengan Miku, aku senang sekali. Kami pergi ke taman dan hanya duduk di bangku yang ada, menikmati pemandangan sore yang indah.

"Ah, lelah sekali." ujar Miku.

"Iya. Kamu terlihat lelah. Sejak tadi kamu bersemangat sekali." ujarku.

Miku hanya tertawa kecil dan kami masih menikmati pemandangan sore hari. Saat Miku sibuk menatap langit, aku sibuk menatap wajahnya. Wajahnya terlihat manis sekali, aku senang bisa menatapnya seperti sekarang.

Miku, seandainya kamu merasakan apa yang kurasakan sekarang. Apakah kamu dapat menerimanya? Aku hanya takut kamu merasa risih dengan perasaanku. Apakah aku harus memberitahumu?

Pikiranku terus terbayang-bayang akan sosoknya. Apa aku harus mengatakannya? Aku hanya memiliki kesempatan sekali. Di taman ini sedang sepi dan tidak ada siapa-siapa selain kami berdua. Aku putuskan akan mengatakannya sekarang, mungkin terkesan buru-buru sekali ya?

"Mi, Miku..." panggilku pelan.

"Ada apa, Luka?" tanya Miku.

"A, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu."

"Hmm? Apa itu?"

Aku terdiam menatapnya. Aku tahu tindakanku salah, tapi aku mendekatkan wajahku kepadanya dan mencium pipinya lembut. Ia terlihat bingung dengan tindakanku dan hanya memperhatikanku.

"Kenapa?" tanya Miku.

"Aku... Sebenarnya, aku menyukaimu, Miku..." ujarku langsung.

TBC

A/N: Fic yang kutujukan untuk IVFA.

Aku rindu dengan pair ini, jadi aku membuat fic tentang mereka.

Kuusahakan update secepat mungkin. Mind to RnR?^^