"paman, ayah Nalu itu siapa namanya? Dia tinggal dimana? kok Nalu enggak pelnah lihat ayah?"seorang bocah berusia 6 tahun, dengan wajah manis miliknya berjalan mengimbangi seorang pria tampan bersurai perak yang tengah membawa sebuah belanjaan begitu banyak di kantongnya.

Pria bernama Hatake Kakashi itu tampak terdiam. Ditatapnya wajah putra dari majikan wanitanya. Mereka tinggal di sebuah rumah yang lumayan besar akan tetapi keberadaan rumah tersebut sedikit lebih terpencil dari rumah-rumah penduduk lainnya.

"yang pasti ayah Naru itu seorang Uchiha"Jawab Kakashi, tersadar dari lamunannya. Naruto menggembungkan pipinya, sebenarnya ayahnya itu siapa namanya? Dan dimana keberadaan dari pria itu? Kenapa dia tidak pernah bertemu dengan ayahnya?

.

.

.

Naru's Papa

Pairing: Ita(Fem)Dei and Others

Warning: OOC, Typo(s), Au, aneh, GenderBend

Rating : T+(Chapter bisa berubah)

Disclaimer: Masashi Kishimoto(c)

StoryBy MISA

.

.

.

Lagi-lagi Ita sama Dei?

Humm, iya nih.. Abis kayaknya Misa lebih suka Ita dibanding Saso. (tapi, Misa juga suka sama Saso) *senyumGaje*

Gender Bend?

Ya, maaf ya bagi yang gak suka sama Genderbend. Habis, mau buat straight fic, malah bingung sama pairingnya.

Lo Fujo kan?

Yupp.. Tapi kayaknya Misa lebih suka Yuri dibanding Yaoi.. Hehhh, jangan bilang-bilang ya, *plak*

(PS: Disini Ortunya Naru bukan MinaKushi, lho ya.. MEREKA ITU CERITANYA KAKEK DAN NENEK NYA NARU)

.

.

.

"Bibi Sakula"Naruto kecil melambaikan tangannya kepada seorang wanita cantik bersurai soft pink yang sedang duduk di teras rumah dan tengah merajut. Sakura membalas melambaikan tangannya ke arah sang tuan muda.

Seorang wanita seusia Sakura keluar dari rumah bergaya tradisional dengan dibalut sebuah Yukata berwarna biru. Surai pirangnya dibiarkan tergerai indah begitu saja. Wanita itu tersenyum ketika melihat Naruto berlari pelan (tak sabar) untuk memeluknya.

"mama"seru Naruto.

Larinya yang lumayan kencang pun berhasil mendekati tubuh wanita cantik bersurai pirang itu. Ia pun memeluk erat tubuh wanita yang disinyalir adalah ibu dari bocah bernama lengkap Uchiha Naruto itu.

Deidara membalas pelukan putra semata wayangnya. Wanita berusia 26 tahun itu menyamakan tingginya dengan bocah tersebut. Bocah lugu nan manis itu memiringkan kepalanya, sedikit bingung dengan sikap sang ibu. "mama pasti mau pelgi lagi, ya?"tanya Naruto, seakan bisa menebak sikap sang ibu.

Sang ibu menggeleng. Iris azurenya menatap lekat iris sapphire buah hatinya. "bagaimana jalan-jalannya?"tanya Deidara. Naruto meloncat girang, ketika Deidara menanyakan perihal jalan-jalan. Hari ini, adalah hari pertama Naru-chan pergi ke kota. Senang? Tentu saja.

"senangggg sekali.. Bibi Sakura, kapan adik bayi lahir?"tanya Naruto. Mengingat, jika sang bibi tengah mengandung. "mungkin 2 bulan lagi"jawab Sakura, diiringi senyuman di wajahnya. Deidara menoleh dan mengusap pelan surai pirang Naruto. "Sasori pasti senang, bukan begitu Kakashi-kun"Deidara meminta komentar dari laki-laki yang begitu setia menjaga dirinya, dan juga sahabatnya, Sakura dan Hinata ketika suami mereka tidak berada di rumah besar itu.

"N..Naru-chan sudah pulang, ya"seorang wanita bersurai indigo pun muncul menyambut kedatangan si bocah pirang itu. Naruto mengangguk lucu, ia sangat bersyukur karena tuhan masih menganugrahi dirinya 2 orang bibi yang begitu menyayangi dirinya, dan juga seorang ibu, beserta seorang butler yang sudah ia anggap sebagai pamannya sendiri.

Siapa itu Naruto?

Aku hampir lupa menjelaskan pada kalian. Namanya, Uchiha Naruto, usia 6 tahun 2 bulan. Ia tinggal bersama Ibu, paman Kakashi, bibi Sakura , paman Sasori, bibi Hinata dan juga paman Obito. Ia tak pernah tahu siapa ayahnya, karena ia memang tak pernah bertanya perihal sang ayah.

Bukan begitu..

Naruto hanya tidak mau membuat sang ibu bersusah payah bercerita tentang masa lalunya, yang ia pikir, pasti begitu panjang untuk sekedar dibicarakan. Tak menentu siapa laki-laki dewasa yang ada di rumah. Terkadang, hanya paman Sasori lah yang di rumah, atau bahkan paman Obito yang dirumah, dan terkadang lagi, paman Kakashi yang ada di rumah. Tak tentu, bukan? Kali ini saja, hanya ada paman Kakashi di rumah.

Naruto tidak tahu kenapa begitu. Bocah itu masih terlalu kecil untuk mengetahui pekerjaan yang diemban oleh ke-3 laki-laki di rumah besar itu. Wajahnya yang manis dan sifatnya yang ceria, membuat orang rumah jatuh hati padanya. Semua sangat menyayangi Naruto.

.

.

.

Deidara sering merasa bersalah pada putra semata wayangnya. Dia seorang ibu, tentu pernah merasa sedih ketika melihat putranya yang besar tanpa ada sosok sang ayah yang menemaninya. Sejak usia 5 bulan, Naruto tidak pernah melihat ayahnya, maka sejak itu bocah pirang tersebut tak pernah bisa mengingat rupa wajah ayahnya.

Malam yang cukup dingin di kota Uzu. Kota yang sedikit terpencil dari kota-kota lainnya. Kota berpenduduk sedikit, dan jarang terlihat keramaian di kota tersebut, membuat kota Uzu sedikit terisolir dari lima kota-kota besar lainnya. Dibalik itu semua, ada kenyamanan dan kedamaian di sini. Itulah yang membuat Deidara menyukai kota itu.

Baginya, kota Uzu jauh lebih baik dibandingkan kota-kota lainnya untuk membesarkan buah hatinya. Karena jarak sekolah yang cukup jauh, Deidara pun memilih sekolah sistem rumahan untuk Naruto. Hitung-hitung, bisa sekalian membimbing si kecil belajar, begitulah pendapat Deidara.

Kini, ia sedang berada di balkon kamarnya. Tak dipedulikan angin kencang yang berhembus menerpa badannya. Tak peduli dengan hawa dingin menusuk tulang-belulangnya. Ibu satu anak ini, lebih suka berada di luar kamar, jika ia merasa gundah.

"semua sudah disiapkan"

"cepat sekali.. terimakasih, Kakashi-kun"ucap Deidara. Kakashi mengambil sebuah katana yang ia bawa dipunggungnya. Pria itu pun memberikan katana tersebut kepada wanita yang lebih muda 2 tahun darinya itu. Deidara menerima katana tersebut.

Ia sedikit menggulung lengan panjang yukata miliknya hingga pada batas sikunya. Dengan sangat perlahan, wanita putih bagaikan salju dimusim dingin itu mengeluarkan katana yang diberikan oleh Kakashi dari tempatnya.

Tanpa bersuara, Deidara mengayunkan Katana itu mengenai buah semangka yang terjejer rapih di depannya. Kakashi berjengit kaget, ketika mata katana tersebut hampir menusuk dadanya.

"ku rasa segitu cukup"ujar Kakashi, mengumpulkan sisa-sisa buah-buahan yang berceceran di lantai. "kau tidak mau Naru-chan melihat mu seperti ini kan"lanjutnya. Deidara memasukan kembali Katana tersebut ke sarungnya. Selepas itu, ia mengembalikannya pada Kakashi.

"kau wanita yang hebat"puji Kakashi. Deidara mengulas senyum, dan hanya menatap Kakashi yang sedang bersiap-siap untuk melompat dari balkon kamarnya. Mungkin, bagi wanita biasa, Kakashi akan mendengar teriakan 'hati-hati' saat hendak melompat. Tapi, buktinya? Deidara tidak mengatakan hal seperti itu kan? Itu karena dia sudah biasa.

Deidara hendak memasuki kamarnya. Akan tetapi sesuatu menarik tangannya, dan menghentak pelan tubuhnya ke dinding. "hm?"Deidara tersenyum ketika melihat seorang pria bertopeng yang ternyata adalah dalang dari semua itu. Topeng itu sedikit dibuka oleh Deidara hingga batas bibir dan hidung bagian bawah.

Tanpa basa-basi, tuan bertopeng itu mencium bibir ibu satu anak itu. Seakan menyalurkan rasa rindu yang amat mendalam.

"engghh"desahan terdengar dari bibir Deidara disela-sela ciuman mereka. Wanita 26 tahun itu memukul pelan laki-laki bertubuh tegap tersebut untuk menghentikan ciuman mereka yang lumayan berlangsung lama.

Wajah putihnya merona merah. Ciuman mereka pun berakhir. Menyisakan saliva di sudut bibir wanita itu. "merindukan ku?"tanya Deidara-seraya mengalungkan tangannya manja pada leher laki-laki itu. "menurut mu?"Laki-laki itu bertanya balik.

Deidara tersenyum. Entah siapa, yang pertama kali mendekatkan wajah mereka. Karena saat ini, wajah keduanya begitu dekat, hingga hidung mereka pun saling bersentuhan. "sepertinya tidak"jawab Deidara. Tangan kekar pria itu melingkar di pinggang Deidara. "tentu saja iya"sangkal laki-laki bertopeng.

Lagi, ibu dari Naruto itu tersenyum. Bibir ranumnya seakan tak bisa berhenti tertarik ketika berada tepat di hadapan tuan bertopeng itu. "dimana kamarnya?"tanya nya. "disebelah kanan kamar ku.. Berhati-hatilah, terkadang ia sering terjaga dan menangis"jawab Deidara. "menangis"Beo sang pria bertopeng.

"dia masih belum terbiasa tidur tanpa diri ku"sahut wanita itu. Dikecupnya singkat bibir Deidara, tanpa melontarkan sepatah kalimat, pria itu segera pergi dari balkon wanita berparas cantik itu. "hati-hati"Deidara melambaikan tangannya. Pria itu menoleh dan tersenyum. "jaga diri kalian baik-baik"sang pria bertopeng melompat tinggi ke sebuah balkon ukuran kecil di sebelah kanan kamar Deidara.

.

.

.

Di sebuah ranjang ukuran sedang, tampak seorang bocah cilik tengah tertidur pulas dengan selimut bergambar rubah chibi besar menutupi badannya(dari kaki hingga batas dada). Wajahnya begitu damai, seakan si bocah polos itu sedang bermimpi indah dalam tidurnya.

Pria bertopeng kucing itu tersenyum. Ia pun mendekatkan dirinya ke ranjang tersebut. Dengan lembut, pria itu mengusap surai blonde bocah yang baru merayakan ultahnya yang ke 6, 2 bulan yang lalu. Pria itu menyelipkan sesuatu ke dalam pelukan bocah blonde itu.

Merasa cukup, pria itu pun beranjak dari duduknya yang semula duduk di pinggir ranjang. Tak lupa ia mengecup singkat kening bocah itu. "jaga diri mu baik-baik, Naru-chan"bisik pria tersebut.

.

.

.

* Pagi Hari *

Naruto begitu senang saat mendapati sebuah boneka rubah ekor sembilan ketika pertama kali membuka matanya. Tapi, siapa yang memberikan itu untuknya? Apakah ibunya? Tidak mungkin, karena sang ibu sudah memberikan sebuah mainan miniatur kereta lokomotif saat ia berulang tahun 2 bulan yang lalu.

Apakah ini kado natalnya? Tapi, natal baru akan berlangsung seminggu lagi. Wajah manis nan polos miliknya itu terlihat bingung. Akan tetapi, bocah manis itu segera beranjak dari duduknya dan berlari menuruni anak tangga. Semua yang sedang berkumpul di ruang makan, menoleh ke arah tangga ketika mendengar suara langkah kaki kecil yang terburu-buru.

Naruto tampak senang ketika melihat kehadiran kedua pamannya yang sudah kembali. Wajahnya berseri, dan terlihat begitu lucu bagi siapa saja yang melihat. "paman"Naruto berlari hendak memeluk pamannya secara bergantian.

"hari ini Naru-chan tidak sekolah dulu, karena Anko-sensei sedang sakit"ujar Deidara. Naruto memandang sang ibu yang tengah meletakan sepiring waffle diatas meja. "sakit?"Naruto mendudukan dirinya di kursi bergambar jeruk pada bagian sandarannya.

"Iya.. Nanti paman Kakashi yang akan menjenguknya, Naru-chan tidak ikut, ya"kata sang ibu. Naruto melempar pandangan ke arah paman Kakashi yang tengah sibuk membaca koran paginya.

Sudah bukan rahasia lagi, jika Kakashi menyukai Anko-sensei. Maka dari itu, Deidara meminta Kakashi yang menjenguk Anko-sensei dibandingkan Sasori dan Obito. Hitung-hitung bisa saling 'pedekate' begitulah istilahnya.

"Jus jeluk"Naruto berteriak senang ketika melihat sebuah jus favoritnya. Tanpa menungulur waktu, bocah itu pun meneguk jusnya hingga tersisa setengah. Dipangkuannya terdapat boneka rubah yang memandang polos ke arah makanan.

"Kyu-chan mau?"tanya Naruto, memperhatikan arah pandang boneka barunya (yang memandang sebuah waffle milik Naruto). Naruto mengangguk pelan, bocah pirang itu segera menyendokan waffle miliknya dengan ukuran kecil ke arah bibir boneka yang selalu menunjukan senyum tanpa dosa khas boneka anak-anak.

Grebb..

"Tidak boleh, Naru-chan!"seru sang ibu. Ditahannya pergelangan putra semata wayangnya itu. "Boneka tidak bisa makan, bagaimana jika nanti kotor? kalau dicuci keringnya lama"lanjut sang ibu. Naruto mengangguk pelan, dan menyendokan waffle itu ke dalam mulutnya.

"anak pintar"puji Deidara-mengusap pelan surai pirang Naruto.

.

.

.

Sementara itu..

"Ampun tuan, ampun tuan.. Ampun"lirih seorang laki-laki paruh baya ketika beberapa orang bertopeng menyeret kasar tubuhnya.

"Katakan itu ketika kau di hadapan kapten"sahut salah satu pria yang bertanggung jawab menyeret tubuhnya.

Brugghh..

Kedua orang itu menghempaskan kasar tubuh ringkih pria itu. "Laporan diterima"Seru seseorang yang tengah sibuk dibalik koran. "kami permisi dulu kapten"pamit kedua orang itu, seraya membungkukan tubuhnya.

Cklek..

Blam..

"Keisuke Yuzuru"

Pria bernama Keisuke Yuzuru itu merinding ketika sang kapten mengeja namanya. Suara kalem berkesan dingin, mampu membuat pria tersebut terasa seperti ditikam ribuan anak panah.

Bayangan seorang laki-laki bertampang sangar dengan tatapan tajam, membuat peluh-peluh sebesar biji jagung menetes dari keningnya.

"atau bisa ku sebut Mr. X"

Astaga, rasanya Keisuke ingin berteriak sekarang. Tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Rupa sang kapten yang sudah tidak tertutupi koran, begitu jauh dari apa yang ia bayangkan.

Pria muda, berparas rupawan, dengan tatapan tajam mengintimidasi, itulah rupa sang kapten. Pria yang mungkin baru berusia 27 tahun itu jauh dari perkiraan orang-orang selama ini.

"ada apa, Mr. X?"Tanya sang kapten.

Keisuke terpesona melihat wajah tampan nan damai dihadapannya itu. Rasanya, ia rela berbeda haluan jika yang menjadi seme nya adalah pria di hadapannya itu. Tatapan tajam, yang terlihat sexy mampu membuat siapa saja terpesona melihatnya.

.

.

.

* Uzugakure (pukul 3 sore) *

"Mama, lihat!"seru Naruto, seraya melambaikan kedua tangannya, agar sang ibu yang tengah menyiram bunga memperhatikan dirinya. Ibu muda itu tersenyum ketika melihat putra semata wayangnya menunjukan sebuah bunga cosmos berwarna kuning kepada dirinya.

Deidara mendekati putranya setelah meletakan penyiram bunga yang ia gunakan untuk menyiram bunga. "cantik"puji Deidara. Naruto pun menyematkan bunga itu ke sela-sela telinga sang ibu. "nee, cantik"Naruto memuji sang ibu.

Dikecupnya pipi malaikat kecilnya itu. Sungguh, Deidara sangat menyayangi buah hatinya. "terimakasih, sayang"ucap Deidara, merengkuh tubuh kecil Naruto.

Angin bertiup kencang. Ah, Deidara bahkan lupa dengan ramalan cuaca pagi ini. Akan ada hujan badai hari ini. Ibu muda itu pun menggandeng pergelangan putra semata wayangnya. Naruto menatap heran ibunya. Ini masih jam 3 sore. Biasanya sang ibu akan memintanya masuk saat jam mulai menunjukan pukul 5 sore.

Suara angin kencang, membuat jantung Deidara bergemuruh. Ia harus cepat masuk ke dalam rumah. "Nalu mau main"rengekan manja terdengar dari bibir Naruto.

Bruggh

Deidara dan Naruto terkejut saat melihat pot bunga yang tertata rapih jatuh berserakan ke tanah. Tanpa mengulur waktu, Deidara mengangkat tubuh mungil putranya memasuki rumah mereka.

Dan tanpa mereka sadari, seseorang terlihat memperhatikan gerak-gerik mereka dari atas dahan pohon besar. Puas dengan rencananya, pemuda itu pun menyeringai dan segera melompat dari dahan satu ke dahan lainnya.

.

.

.

* Malam Hari *

Hujan masih cukup deras meskipun tidak sederas saat sore hari. Bahkan, Kakashi pun memilih menginap di penginapan kota dibandingkan untuk pulang ke rumahnya. Deidara mengerti, jika malam ini Kakashi tidak bisa pulang akibat terjebak hujan badai. Cukup berbahaya bagi keselamatan jika kau nekad keluar saat hujan badai berlangsung.

Belum lagi kehancuran yang disebabkan hujan badai, seperti banjir, kerusakan jalan, tanah longsor, dll. Maka dari itu, Kakashi pun memilih untuk menunda perjalanan pulangnya. Listrik padam, saluran penghubung juga padam, tidakah itu terdengar sangat merugikan, jika ia sedang tertimpa kecelakaan kecil?

"Mama, kapan hujan belhenti?"tanya Naruto. Wajahnya menatap horror ke arah luar, dimana kilatan petir terlihat dan terdengar bagaikan genderang yang siap berperang. Wajarkan, kalau Naruto takut dan lebih memilih tidur di kamar sang ibu dibandingkan tidur sendiri di kamarnya.

"Tidak tahu, sayang"jawab si ibu. Deidara pun memeluk erat tubuh putranya, menghibur agar Naruto tidak terlalu takut. "Kalau takut, lebih baik tidur, ya?"kembali sang ibu bersuara, demi membuat putranya tidak terlihat ketakutan.

Naruto memejamkan matanya, ia berharap kalau paman Kakashi baik-baik saja di kota. Juga, harapannya yang ingin melihat seseorang yang begitu ia harapkan.

.

.

.

* Organisasi Tersembunyi, (Desa Konoha) *

Tokk..Tokk..Tokk..

Ketukan pintu terdengar. Seseorang yang tengah asyik membaca selembar kertas pun menghentikan kegiatannya. "Masuk"seru orang itu.

Cklekk..

Blamm..

"Oh, ternyata kau"sahut pria bersurai raven klimis itu. Seorang gadis bersurai pirang pucat dengan style pony tail berjalan begitu elegant memasuki ruangan kerja dengan hanya bercahaya lilin sebagai penerangannya.

"sudah ku berikan apa yang kau inginkan"kata gadis itu.

"lalu?"pemuda raven klimis itu melepaskan kacamata yang membingkai indah di wajahnya. "tolong lepaskan aku.. Aku ingin bertemu dengan kakak ku"pinta gadis itu. Pemuda berkulit pucat pasi itu tertawa lepas. Seperti, apa yang dikatakan gadis itu adalah hal yang sangat lucu bagi pemuda tersebut.

"melepaskan mu? Hahahaha"tawanya lagi. "kau"geram si gadis pirang.

Gadis pirang itu hendak maju dan memukul wajah dengan senyum misterius sang pemuda. Namun, tiba-tiba saja..

"kurang ajar! Sai, lepaskan aku!"dengan penuh amarah, gadis berkata. Ia mencoba melepaskan diri dari kunai yang menancap pada telapak tangannya hingga menembus ke dinding.

Tidak ada rasa sakit yang ia rasakan. Dua iris aquamarine tersirat amarah, hingga terlihat mengkilat menatap pemuda bernama Sai itu. Sai beranjak dari duduknya mendekati gadis cantik yang menatap nyalang padanya. Sai mengelus lembut telapak tangan penuh darah milik sang gadis.

Namikaze Ino (nama gadis itu) menahan rasa perih ketika luka di telapak tangannya bersentuhan dengan kulit pucat Sai. "hentikan..khhh.."Ujar gadis itu, begitu lirih terdengar.

"tidak semudah itu, Namikaze-chan"sahut Sai, seraya mengangkat rahang si pemilik dua iris biru kehijauan itu. "tidak akan, sebelum kau jadi milik ku"lanjutnya.

'kak Naruko, apa ini yang membuat mu memilih pergi' innernya begitu miris..

.

.

.

TBC

.

.

.

Omake..

Wajah cantiknya terkejut menemukan seekor burung merpati yang sangat ia kenali. Burung berbulu putih halus itu tampak jinak bertengger di lengannya yang tertutupi kimono tidur lengan panjang miliknya. "burung pintar"Puji Deidara, mengusap kepala burung penghafal arah jalan itu.

Deidara meletakan burung tersebut di sebuah meja yang berada di dekat jendela. Kedua matanya membulat seketika. Sebuah gulungan kecil terselip pada kalung yang melingkar di leher berbulu merpati milik adik bungsunya.

To : Kak Dei

Kakak, aku mendapatkan informasinya. Tapi, Kehadiran ku ke Uzu akan jauh lebih terlambat dari waktu yang ku janjikan.. Maka dari itu, ku tulis surat ini untuk kakak.. Keluarga Shimura masih terus bergerak diluar batas, pengawasan untuknya harus diperketat lagi demi keselamatan dirinya..

From : Ino

Deidara terdiam sejenak. Ditengoknya sang putra semata wayangnya yang sedang tertidur di pulas di ranjang miliknya. Kemudian ia meneliti lagi kertas yang ada di tangannya. Sedikit kotor oleh noda darah. Apa ini darah sang adik? Deidara meremas erat gulungan kertas itu. Ia tidak rela jika sang adik harus tersakiti seperti ini.

"Kurang ajar"rutuk Deidara..

.

.

.

Fic buatan Misa yang udah lumayan lama teronggok tak berdaya di dalam folder. Coba-coba sama publish rating: M (Rating M kok dicoba-coba) karena selama ini cuma berani publish di blog. Mohon maaf kalau ceritanya kurang berkenan di hati para reader, ya.. (Kalo ada yang bingung sama latar tempatnya, anggap aja ceritanya kayak di latar tempat anime nya sendiri)

Jaa...

.

.

.

Mind To Review?