Asupan (AkafemKuro)
Original story © NoVizH19
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
AkafemKuro slight Hint!MayuAka, NijiMayu
Rate T
Romance, Humor
Warning : Genderbend, Female!Kuroko, Fudanshi!Akashi, lil' bit BL(Boys Love), possibly OOC, typo(s), etc.
a/n : meskipun Kuroko di sini bergender wanita, tapi Viz tetep menggunakan nama Tetsuya dan bukan Tetsuna :')))
..
..
..
.
Banyak yang bilang Akashi Seijuuro itu adalah lelaki sempurna idaman para wanita dan pria.
Nonsense.
Kuroko Tetsuya tidak akan pernah mau mengakuinya. Tidak setelah bertahun-tahun mengenal dan menjalin hubungan dengan putera tunggal dari Akashi Masaomi dan Akashi Shiori.
Lihat saja kelakuan sang emperor saat ini. Sungguh membuat Kuroko Tetsuya sedikit kesal namun tak ia tampakkan di wajah datarnya.
Makan malam yang seharusnya romantis dalam rangka merayakan anniversary, berubah hambar karena salah satu hobi sang kekasih yang tak mengenal tempat dan waktu.
"Sampai kapan Akashi-kun akan melihatnya?" Gadis dengan helaian serupa langit dalam balutan gaun berwarna putih itu berujar datar serupa ekspresi di wajah cantiknya. Makanan yang mulai mendingin diaduk tanpa minat. Manik birunya menatap lekat sang kekasih emperornya yang tak lepas dari kegiatan terlarangnya.
Lihat saja, Akashi bahkan tak merespon pertanyaannya sama sekali. Apa hawa keberadaanya juga semakin menipis di mata sang kekasih.
Miris.
Kuroko Tetsuya meringis dalam hati. Terlebih ketika tatapan penuh minat manik emas-delima pada sepasang adam yang duduk di salah satu meja di sudut Restoran.
Kuroko menarik satu helaan napas.
Akashi Seijuuro dan hobi terselubungnya —mencari asupan.
Dasar Fudanshi! batinnya menggerutu kesal.
"Kenapa kau tidak ikut bergabung saja, Akashi-kun?" pertanyaan bernada monoton kembali lolos dari bibir berpoles lipbalm.
Akashi menoleh, menampilkan senyum menawan yang terasa memuakkan bagi seorang Kuroko Tetsuya. "Aku masih normal dan aku masih mencintaimu hingga detik ini," Kuroko menatap datar, gombalan Akashi tidak akan pernah mempan terhadapnya. Meski punggung tangan dikecup mesra, Kuroko tetap bergeming tak merubah ekspresi di wajah.
"Dan seterusnya aku akan tetap mencintaimu, Tetsuya."
Kuroko hampir terbuai dan ingin melayangkan Ignite pass kai andalannya saat Akashi kembali menatap ke salah satu meja di depan sana. Hanya saja Kuroko masih tahu tempat dan memilih diam.
Apa yang menarik dari dua makhluk adam yang tengah mengobrol intim? Kira-kira ... apa yang Akashi bayangkan tentang mereka? Kuroko hanya mampu menebak-nebak tanpa bisa mengungkapkan.
Hening menjeda. Tidak ada kegiatan makan malam selain Akashi Seijuuro yang diam-diam memotret pasangan adam di depan sana dengan ponsel pintar miliknya.
Kuroko bosan dan memilih tak peduli. Hanya mampu memainkan pasta yang sudah mendingin dan tak menarik lagi untuk dimakan.
Manik serupa helaiannya yang tengah disanggul itu bergulir menatap sekeliling Restoran yang lumayan padat pengunjung. Sesekali menatap sang kekasih yang sudah larut dalam dunianya sendiri ber-fanboy ria dengan asupannya.
Helaan napas kembali lolos dari belah bibirnya. Dirinya benar-benar merasa kalah dengan hal bernama asupan. Padahal tidak sedikit pria yang ingin memenangkan hatinya. Jika ia mau pun, ia bisa saja membuang Akashi dan menemukan pria penggantinya dalam waktu singkat.
Namun apa daya, Kuroko sudah terjerat pada sosok merah sang Emperor sekaligus Fudanshi itu. Dan hati tidak bisa ia bohongi, meski sang kekasih memiliki hobi yang bisa dikatakan sedikit tidak normal, Kuroko tetap mencintai Akashi Seijuuro apa adanya.
Gadis itu dilanda kejenuhan, namun senyumnya tersimpul tipis saat menatap ke arah pintu masuk Restoran.
Seperti mendapat oase di Padang pasir. Raut datarnya sedikit —teramat sedikit— berubah ceria dan lebih hidup.
Time to revenge, batinnya menyeringai.
Tangan lentiknya terangkat melambai. "Chihiro nii-san!" serunya dengan nada sedikit ceria dengan sejuta niat terselubung di dalamnya.
Akashi menoleh cepat ketika nama paling tak ingin didengar terucap dari bibir sang kekasih. Menatap ke arah mata biru Kuroko tertuju, Akashi harus menelan pil pahit ketika menemukan sosok kelabu yang kini tengah berjalan ke arah mejanya dan Kuroko.
Petaka.
Akashi baru saja menyadari kesalahannya. Mengabaikan sang kekasih di makan malam romantis mereka, sama saja mengusik kucing hutan —karena singa adalah dirinya— yang tengah tertidur.
Shit. Akashi tahu tujuan Kuroko memanggil pria itu sekarang. Apalagi jika bukan misi balas dendam dan kebangkitan dari sisi fujoshi Kuroko yang terpendam.
Ditambah lagi—
Lihatlah seringai tipis di wajah si kelabu yang jarang tersentuh emosi itu. Akashi benar-benar muak, terlebih ketika sepasang kelabu hampa yang menatap lekat ke arahnya dengan emosi terselubung.
Akashi mendecih pelan —karena tidak ingin Kuroko tahu. Dirinya memang suka dengan hal-hal berbau yaoi, tapi jangan libatkan dirinya dalam asmara dua adam. Hei, Akashi masih normal, dan dirinya sangat mencintai gadis birunya. Akashi juga bukan orang bodoh, dirinya sangat tahu jika pemuda berstatus sepupu sang kekasih memiliki ketertarikan lebih terhadap dirinya. Namun Akashi tidak akan pernah jatuh pada pemuda suram tanpa ekspresi itu.
Tidak akan pernah.
"Kalian sedang apa?" Pertanyaan bernada datar itu lolos dari bibir si kelabu yang kini berdiri di samping meja mereka. Iris serupa langit mendung masih betah menatap sosok merah nan mungil di matanya.
Akashi geram.
"Kau tidak bisa lihat jika kami sedang makan." Akashi menjawab ketus. Dalam hati menanamkan sugesti, jangan baik-baik pada orang yang berpotensi menjerumuskan.
Mayuzumi tak ambil pusing dengan determinasi yang ditunjukkan sang pujaan hati—rahasia—nya. Malah semakin gemas dan tertantang untuk menaklukkan sang emperor nan kuasa.
"Chihiro nii-san sendirian?" Kuroko mencoba menjadi penengah, tahu jika udara di sekitarnya terasa memberat sekaligus melanjutkan rencana.
Pemuda itu mengangguk kecil sebagai jawaban. Sementara Kuroko mengulum senyum simpul.
"Chihiro nii-san tidak keberatan menemani Akashi-kun makan malam?" Kuroko berujar tenang, tak terpengaruh aura kelam yang menguar dari sang kekasih. Sementara Mayuzumi Chihiro tengah bersorak dalam hati meski tampang tetap datar sedatar triplek.
Kesempatan tidak boleh disia-siakan, batin Mayuzumi Chihiro bersorak.
"Apa maksudmu, Tetsuya?" Protes meluncur mulus dari mulut Akashi. "Kenapa aku harus makan malam dengannya?" Rasa tidak sukanya ia tunjukkan secara eksplisit. Heterokromnya mendelik, dan telunjuknya sudah menunjuk tepat di hidung si jangkung kelabu.
Kuroko menatap datar. "Itu karena Akashi-kun belum makan sama sekali," —salahkan hobi anehmu yang membuat Akashi-kun lupa segalanya, batinnya melanjutkan. "Dan aku masih ada urusan yang harus kuselesaikan," tambahnya kemudian beranjak berdiri.
"Duduklah, Chihiro-nii!" Tubuh rampingnya bergeser demi memberikan ruang bagi Mayuzumi untuk duduk. "Pesan apa pun yang Chihiro-nii suka," senyuman di wajah cantik itu mampu membuat Akashi Seijuuro gusar. "Akashi-kun akan membayar semuanya."
Benar, kan?
"Hei, Tetsuya ...," Kuroko mengulum senyum yang menjanjikan. Akashi diam-diam kembali meneguk salivanya. "Biar aku mengantarkanmu. Aku masih bisa makan malam di rumah saja."
"Akashi-kun ... tidak baik meninggalkan Chihiro nii-san sendirian," puppy eyes dilancarkan si biru. "Dan aku juga tidak ingin Akashi-kun sakit karena menunda makan." Akashi berada di ujung tanduk. "Kumohon ..."
Akashi menyerah. Hanya Kuroko Tetsuya dalam mode memohon seperti saat ini yang selalu berhasil mengalahkannya.
Akashi dan kelemahannya.
Hela napas diembuskan, "Baiklah, Tetsuya," ujarnya tanpa minat sama sekali.
Kuroko melangkah mendekati Akashi. Membungkuk, mengikis jarak antara dirinya dan sang kekasih.
"Aku akan memberi Akashi-kun hadiah nanti," bisiknya kemudian mendaratkan sebuah kecupan di pipi si merah.
Kuroko berlalu setelah berpamitan. Meninggalkan Akashi bersama Mayuzumi yang kini tengah menatapnya bak predator.
Jangan pikir Akashi tidak tahu.
"Apa?"
Mayuzumi menggedik bahu, menyembunyikan seringai di balik gelas wine yang tengah diteguknya.
Akashi tahu, tapi tidak mau tahu.
Mencoba menggulirkan pandangan ke arah lain dari pada pemuda berbahaya di depannya. Siapa tahu dapat asupan, pikirnya melantur.
Namun bukan asupan yang didapat melainkan jackpot yang menghampiri.
Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Seringai mengembang di wajah tampannya. Solusi dan asupan akan segera mendatanginya secara sukarela.
"Nijimura-san!" serunya berhasil membuat sosok di depannya tersedak ludahnya sendiri. Akashi melirik sekilas, menikmati raut panik di wajah minim ekspresi. Sungguh pemandangan yang langka.
Sosok raven dengan bibir uniknya menghampiri. Akashi mengulas senyum sejuta watt, sementara Mayuzumi mematung terpaku.
"Oi, Akashi." Pria yang dipanggil Nijimura balas menyapa. "Kau juga di sini, Chihiro?" tanyanya setelah menyadari keberadaan Mayuzumi di sana. Sedikit terkejut di awal, namun tak mampu menyembunyikan raut senang di wajahnya.
Sial. Kenapa saat genting seperti ini, hawa keberadaanya yang tipis sama sekali tidak berfungsi? Mayuzumi membantin pilu. Sementara Akashi menyeringai puas.
Akashi beranjak dari kursinya. "Karena Nijimura-san ada di sini," manik heterokrom melirik si kelabu sekilas. "Kenapa kalian tidak makan malam bersama saja?" lanjutnya kembali menatap si raven yang masih berdiri.
"Apa tidak apa-apa?" Nijimura bertanya malu-malu, dalam hati sudah bersorak kegirangan karena bisa makan malam bersama sang mantan.
"Tentu saja," Akashi menyahut. "Mayuzumi-san juga tidak keberatan, kan?" lanjutnya dengan senyum puas di wajah.
Manik kelabu hanya mampu mendelik. Dalam hati merutuki diri karena tak mampu melayangkan protes. Heran sendiri dengan lidah yang berubah kelu ketika berada di dekat makhluk dengan keunikan di bibirnya.
"Benar tidak apa-apa, Chihiro?" Nijimura hanya ingin memastikan. Meski masih cinta, namun dirinya tidak mau membuat sang mantan tidak nyaman.
Cintanya tulus, Mas bro.
Mayuzumi tak mampu menjawab. Tatapan intens dari si monyong —panggilan kesayangannya dulu— mampu membuatnya bersemu.
Oh, tidak. Kenapa Mayuzumi harus tersipu di saat seperti ini? Batin Nijimura menjerit-jerit. Kalau begini terus, bagaimana dirinya bisa move on dari sang mantan?
"Diam berarti iya." Suara Akashi membuyarkan lamunan nostalgia cinta di masa lalu keduanya. "Kalau begitu, selamat menikmati makan malam bersama kalian." Akashi mulai melangkah, meninggalkan sepasang adam dalam kecanggungan.
Dalam langkahnya Akashi menahan gemas. Kenapa dua orang itu masih belum melakukan pergerakan positif.
Otak jeniusnya mulai menyusun rencana. Langkah lurusnya ia belokkan menuju dapur Restoran. Merogoh saku jas dan mengeluarkan benda kecil dari dalamnya.
Sebotol aphrosidiac yang tadinya akan ia berikan pada sang kekasih, kini akan membantunya untuk mendapatkan asupan.
Ya.
Semua itu Akashi lakukan demi asupan semata.
Seringai terbit di wajah tampannya. Tak sabar menunggu asupan live demi memuaskan hasratnya sebagai seorang Fudanshi.
..
..
..
Owari^^
..
..
..
A/n : sebenarnya ff ini pengembangan dari salah satu Drabble yang Viz buat untuk salah satu event di fandom sebelah. Drabble aslinya sudah dipublish di akun wattpad Viz.
Mind to review ^^
