Harvest Moon DS Cute © Natsume Inc.

Gloomy Summer © 2.5.3

Alur datar, OOC, typos dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Note: setting waktu diambil dari tanggal 8 Summer hingga 10 Summer.

=GloomySummer=

"Ah, kau lupa pesanku. Meskipun kau cantik, kau harus tetap merawat supaya kecantikanmu tidak luntur. Kalau kau langsung terkena sinar matahari, jangan lupa pakai sunblock!"

Set.

Gadis berambut pirang itu menoleh ke sekelilingnya, memburu sosok pemilik suara itu di sekitarnya. Pemuda yang mengamatinya sedari tadi menahan tawa, kemudian menampakkan diri tepat saat gadis itu mengeluarkan aura gelap hingga menyelubungi seluruh Heaven Farm, Forget-Me-Not Valley.

"Skye, keluar. Tidak sopan tahu mengintip orang lain!" Gadis itu berhenti memanen tomat, dan berkacak pinggang saat pemuda berambut silver itu berhadapan dengannya.

"Maaf, Sayang. Habisnya aku tidak ingin jauh darimu, Claire. Apalagi kau cantik juga kalau sedang bekerja dibawah terik mentari hingga sore seperti ini, hingga peluhmu sendiri tak kau hiraukan. Benar-benar pekerja keras," goda Skye menatap Claire, "tapi bisa-bisanya kau memberikanku sunblock yang kau dapatkan dari pertambangan sementara kau ti—"

"—itu karena aku tahu kau menyukainya, Skye," kata Claire, menarik seutas senyum tipis di bibirnya.

"Oh, terima kasih, Nona. Tapi lihat, kulitmu terbakar, 'kan kasihan kalau kau tidak menjaganya." Skye menyentuh tangan Claire.

"JANGAN SENTUH!" Claire menarik tangannya, "pedih, tahu," ringis Claire seraya mengusap kulit tangannya. 'Padahal dulu kulitku tidak sesensitif ini...' gumam Claire. Skye yang tampak terkejut, memetik beberapa helai daun tomat dan meremasnya hingga hancur.

"Untuk a—"

"Untuk mengobati kulitmu, Claire. Ini cara paling sederhana," potong Skye yang sedang melumurkan sari daun tomat itu ke kulit halus Claire, "lebih baik kau istirahat dulu, Sayang." Claire tersenyum dan mengangguk.

=GloomySummer=

"Skye, jus tomatnya sudah jadi. Langsung dari kebunku, lho." Claire melangkah keluar dari dapurnya dengan nampan berisi dua gelas jus berwarna merah.

"Apa manisnya jus itu bisa mengalahkanmu, Nona?" rayu Skye, kemudian berdiri dan tersenyum ke arah Claire. 'Wajahnya agak pucat, ya?' gumam Skye pada dirinya sendiri.

"Uh, umm." Claire oleng, nampannya terlepas dari pegangannya.

PRANG!

"CLAIRE!" Skye bergegas menghampiri Claire yang jatuh terduduk di lantai kayu itu. Claire meringis karena pecahan gelas menggores kakinya cukup dalam. "Ayo, hati-hati." Pelan-pelan Skye memapahnya menuju tempat tidurnya.

"Nah, lukanya sudah kuobati." Skye mengusap kaki Claire yang berbalut kasa, "kalau kau sakit, bilang saja padaku. Aku akan selalu ada di sisimu, untukmu," ucap Skye menatap Claire penuh kekhawatiran.

"Terima kasih, Skye." Claire membalas tatapan Skye dan menarik senyum yang memiliki banyak arti di baliknya, berusaha meyakinkan Skye bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Kau tak tahu betapa cemasnya aku, Dewiku. Berjanjilah kau akan mengatakan sejujurnya yang kau rasakan." Skye tersenyum dan mengulurkan jari kelingkingnya ke gadis yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Claire hanya memandangnya ragu.

"Tapi, aku juga ingin kau berjanji padaku,"

"..."

"berhentilah menjadi pencuri. Carilah pekerjaan yang layak, Skye." Skye hanya menatapnya kosong, menarik tangan yang sudah ia ulurkan kembali. Bukan jawaban yang Claire dapatkan, tapi hanya keheningan.

"Skye, aku hanya ingin kau berjanji itu padaku. Selama aku menjadi kekasihmu aku belum meminta apapun, 'kan? Dan sekarang permintaanku hanya itu saja, cukup." Claire menunjukkan kelingkingnya yang lentik—sama sekali tidak mencirikan seorang pekerja keras. Skye membuang wajahnya dan bangkit.

"Maaf, aku teringat ada urusan yang harus kuselesaikan."

Claire menghela napas. "Itu hanya alasan klasik, Skye," ucap Claire lirih pada dirinya sendiri, seraya menatap punggung Skye yang menjauh darinya.

=GloomySummer=

Penduduk lain terlelap, terkecuali Skye yang wajahnya disinari pantulan cahaya remang rembulan di Goddess Pond. Pemuda itu melemparkan pandangan ke dasar kolam.

-flashback-

"Skye." Panggilan itu membuat sang casanova tersadar dari lamunannya, meski tetap pada posisinya semula.

"Hn?"

"Kulihat akhir-akhir ini ada yang berbeda denganmu," kata seorang pemuda berbusana serba cokelat pada Skye, yang sama-sama sedang merebahkan diri menatap angkasa malam luas.

"Ah, tidak. Kau salah, Cliff." Skye masih terpaku mengamati langit yang berhiaskan gemerlap bintang-bintang. Tak sedikitpun bergerak.

"Hey, kau pikir baru berapa lama kita tumbuh bersama?" Cliff menekankan intonasi bicaranya, yang berhasil sanggup membuat Skye memberi perhatian, meski hanya lirikan yang ia beri.

"Satu...dua...tiga... baru sekitar dua puluh tahun sepertinya," kata Skye acuh tak acuh, sukses membuat Cliff merengut.

"Katakan, apa ada gadis yang benar-benar menarik perhatianmu 'kah?" Cliff—yang sedang posisi merangkak—menahan Skye yang masih dalam posisi awalnya. Mendekatkan wajahnya ke wajah sahabatnya, berhasil membuat Skye bergidik ngeri, "adik dari Jack Angelo 'kah—petani dari kota ini, Mineral Town—yang membuatmu seperti ini?" Senyum jahil terukir di wajah Cliff saat melihat wajah Skye yang memerah.

"Ah, bodoh! Menjauh dariku!" Skye mendorong pundak Cliff hingga terpelanting dan beringsut mundur, "mengerikan!"

"Hei, benar 'kan perkataanku!" Cliff tertawa lebar, "untung kita sudah lama saling kenal, jadi kali ini kuampuni meski kau sudah membuat badanku memar. Uh." Cliff membersihkan tubuhnya dari noda tanah dan duri-duri rerumputan kaki Mother Hill.

"Huh, iya. Aku mengaku, gadis yang baru pindah itu—ya, dialah yang mencuri hatiku, sang pencuri penebar pesona. Terperangkap dalam hatinya. Duh!" Skye duduk dan memandang jauh ke horizon.

'Dasar, tidak ada perubahan,' gumam Cliff pada dirinya sendiri.

"APA KAU BILANG?" Skye membelalakkan matanya, menatap gemas sahabatnya.

"Ah, oh, tidak. Lalu, bagaimana selanjutnya?" Cliff salah tingkah, mendekati sahabatnya dengan tatapan penasaran.

"H-Hei, maksudmu? Aku sudah berteman baik dengannya," Skye mengelak pertanyaan Cliff, "aku juga sudah menetapkan langkah. Aku yakin dia akan luluh," sambungnya seraya menjentikkan jari—ciri khasnya. Cliff hanya memandangnya dengan alisnya yang naik sebelah.

"Kau jangan macam-macam." Cliff—yang raut wajahnya sudah berubah seratus delapan puluh derajat—memandang Skye tajam, "jangan permainkan dia seperti gadis-gadis lain."

"Hah? Kenapa? Aku tidak akan melakukan itu. Dia berbeda dari yang lain. Jangan-jangan... kau menyukainya juga?" tanya Skye terkejut. Apa sahabatnya akan jadi saingannya?

"Bukan, bukan. Kakaknya itu teman baikku."

"lalu? Hanya itu alasannya? Klasik." Skye mendekati pemuda yang poni cokelatnya berayun ditiup angin kaki Mother Hill—tak jauh beda dengan rambutnya yang juga berayun seirama—menujukkan rasa ingin tahunya.

"Gadis itu sedang diburu waktu," ucap Cliff singkat. Gemerisik dedaunan mengisi keheningan malam, tanpa ada suara jangkrik yang mengerik, tak seperti biasanya.

"Jangan ragu melangkah, Skye. Jangan sampai kau menyesal karena tindakanmu sendiri. Cepatlah," pesan Cliff yang mulai beranjak pergi karena fajar hampir tiba, meninggalkan Skye yang mematung—entah karena tidak mengerti atau karena masih mencerna kata-kata Cliff baru saja ia dengar.

-flashback over-

Skye melempar bebatuan kecil di pinggir kolam. Bukannya ia tidak ingin mencari tahu, tapi Skye hanya takut pada kemungkinan-kemungkinan buruk. Karena ini pertama kalinya dia benar-benar jatuh cinta pada seorang wanita, tanpa ada niat mempermainkannya.

Logikanya beradu dengan nuraninya. Selama ini Skye bukannya tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan itu salah, tapi dia merasa bukan hanya gadisnya yang diburu waktu—seperti yang dikatakan Cliff—tapi ia juga. Mengingat kata-kata sahabatnya, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan gadisnya. Cara instan yang ia gunakan untuk mendapatkan uang, semata-mata hanya untuk mempercepat jumlah tabungannya hingga cukup untuk kehidupan mereka kedepannya. Lagi, bukannya ia tak mengetahui resiko apa yang ia jalani; ia hanya tak ingin mengambil resiko dengan keadaan gadis penakluk hatinya. Apapun itu, Skye hanya tak ingin kalah dari waktu.

=GloomySummer=

Mentari menampakkan cahayanya di ufuk timur, menyinari seluruh makhluk hidup yang memulai kegiatannya untuk menyambung kehidupannya. Tak terkecuali Claire, ia mengawali hari dengan menyiapkan sarapan kari spesial—tentu saja untuk Skye juga, mengharapkan kekasihnya datang dan tidak marah atas kejadian kemarin. Namun hingga dua jam kemudian yang ditunggu tak juga datang, akhirnya Claire memutuskan untuk memulai rutinitas pekerjaannya seperti biasa, hingga petang menjelang.

'Maafkan aku, Skye,' gumamnya perlahan.

Jam demi jam berlalu. Siang hari terlewatkan, menyisakan Claire yang masih bersemangat menyelesaikan pekerjaannya.

"Mengurus tanaman, sudah. Merawat ternak, sudah. Saatnya melanjutkan memanen tomat!" Claire melangkah riang. Sesekali Claire mengusap kulitnya yang kini kemerah-merahan, seperti cakrawala yang menandakan hari segera usai. Dengan sigap Claire mengangkat keranjang yang masih kosong, yang siap untuk diisi dengan tomat-tomat yang ranum.

'Kenapa Skye belum terlihat juga, ya? Apa dia tidak datang hari ini?' batin Claire, meski tangannya tetap memetik tomat. Tiba-tiba gerakan tubuhnya menjadi seperti ragu-ragu.

"Ke-kenapa tubuhku ringan sekali? Mm, pasti karena kepalaku pusing..." Claire melepaskan tomat digenggamannya, yang sedetik kemudian pecah menghantam tanah.

Claire jatuh terduduk dan meringkuk di sela rimbunnya tanaman tomat yang belum selesai dipanen, menekuk lututnya kedepan dada. Tangannya bersilang, meremas overall birunya.

"Uh, da-dadaku sakit..." Claire meringis dengan napas yang memburu.

"Ah... S-Skye..."

=GloomySummer=

TO BE CONTINUED