First Fanfiction! Banzai!

Ide datang begitu saja ketika saya sedang ngalong ngerjain tugas, maaf kalau udah ada yang buat seperti ini. Saya sama sekali gak maksud jiplak.

Title : One Night of We

Author : San

Disclaimer : Om Masashi Kisimoto (_ _)

Pair : Sasunaru

Rate : T *?* kemungkinan naik rate sangat besar *plak*

Warning : Yaoi, typo and miss-typo.

DON'T LIKE, DON'T READ. I'M NOT EXPECT ANY FLAME HERE!

But for others, RnR please~

and Happy Reading!

Naruto tahu, kalau hari ini pasti akan datang

Saat dia dan Sasuke, pada akhirnya tidak lagi bisa bersama

.:: One Night of We : Stay Here ::.

Angin menyapu malam, bergerak tak terlihat walau bulan terlukis di langit begitu besar. Sinarnya yang kekuningan menyinari bayangan sudut-sudut kota, saling berefleksi dengan lampion masing-masing rumah. Tetap tak terlihat manusia lain yang masih berada di luar, walau langit cerah tanpa noda. Kontras dengan suhu yang mulai merayap turun pada termometer, angin yang menusuk mengingatkan siapapun kalau musim gugur semakin dekat. Malam yang tenang dan tentram, kalau tidak mengingat sesuatu yang berkeliaran di luar sana.

Kenyataannya dunia tidak akan pernah benar-benar aman.

Jauh di satu sudut kota. Pengecualian berlaku untuk mereka. Panas membakar kedua insan yang berada dalam satu ruang. Bertaut satu sama lain dalam sebuah permainan. Seakan tidak peduli bahwa tak hanya ada satu yang mengintai, membuat aman menjadi kata yang meragukan. Tak ada orang lain yang akan melakukan kebodohan semacam ini, hanya mereka yang akan membuka jendela di tengah malam seakan mengundang bahaya untuk bergabung. Karena bahaya itu adalah mereka sendiri.

Suara tawa renyah menghentikan pemuda berambut malam yang sedang menyusuri leher jenjang si pemilik tawa. Bercak-bercak kemerahan terbayang lebih jelas dari pada seharusnya. Bahkan dalam temaramanya lampu kamar. Pemilik mata onix itu merengut tanpa kentara, menegakkan tubuhnya dan mengambil jarak diantara tubuhnya dan pemuda berambut pirang, yang kini menatapnya dengan safir jenaka miliknya.

"Kau tahu kan kalau bekasnya akan lebih susah hilang," ujarnya dengan nada menuduh pura-pura. Mengusap lehernya, seakan berusaha menghilangkan bekas kemerahan yang tertera di sana. Tak sungguh-sungguh, hanya sebagai ilustrasi saja. Karena dia juga tahu bagaimanapun bekas-bekas itu baru akan hilang sekitar empat hari lamanya.

"Ngambek?" berusaha menebak walau sudah pasti jawabannya adalah iya. Sama pastinya kalau bungsu Uchiha itu tidak akan menjawab pertanyaannya. Dibanding sebuah respon yang lebih positf, dia hanya menghela nafas pendek yang terdengar seperti mendengus.

Ya, pemuda itu adalah Uchiha Sasuke.

Kembali dia itu terkekeh ringan. Yang diberi tatapan mematikan khas Uchiha. Biasanya tatapan itu adalah cara paling ampuh untuk membungkam dan membuat aura menurun drastis di sekitarnya. Tapi tidak berlaku untuk sang pemuda. Tatapan itu selalu membuat sang surai pirang terkekeh geli dan semakin menjadi. Kulit tan-nya terlihat semakin cokelat di bawah temaram lampu tidur. Membuat maniknya yang biru terang semakin berkilau.

Naruto beringsut hingga tubuh mungilnya kembali menempel pada sang Uchiha. Yang dibalas dengan sepasang tangan kekar yang melingkar di lehernya. Mendekapnya erat, menghirup aroma yang menguar dari surainya ketika Sasuke membenamkan kepala di sana. Naruto memejamkan mata, ikut menikmati sensasi menggelikan ketika nafas Sasuke menyapu ubun-ubunnya. Sejenak suasana menjadi begitu khidmat.

"Aromamu enak," gumam Sasuke memecah keheningan.

"Aromamu lebih enak," balas Naruto yang dibalas dengan senyum kecil sang pemuda bermata kelam. Menggeliat pelan, melonggarkan dekapan di sekitar lehernya, "Aku harus pergi..."

"Makan lagi?"

"Minum, tepatnya," koreksinya setengah bercanda, "Belakangan ini aku cepat lapar."

Sasuke hanya diam. Tak tahu bagaimana harus merespon ucapan pemuda yang notabene adalah kekasihnya. Ini salah, sejak awal semuanya sudah terlanjur salah. Dia—putra mahkota kerajaan, sekaligus komandan tertinggi pertahanan—tak seharusnya berada di tempat ini, memeluk seseorang juga tak seharusnya ada di sini. Seseorang yang membuat kenapa angka kematian kerajaan kecil ini meninggi beberapa tahun terakhir, kenapa berbagai senjata berbahaya diciptakan hanya untuk membunuh satu makhluk yang bahkan eksistensinya setara dengan manusia. Dengan satu-satunya nama yang perlu dikatakan salah atas semua nyawa yang terbuang.

Terkadang, Sasuke berpikir bahwa manusia lah yang jahat.

Dia berpikir untuk berbagi. Melihat bagaimana manusia menghabisi apapun untuk kebutuhan mereka membuatnya berpikir bahwa mungkin makhluk itu pantas ada untuk mengurangi setidaknya sedikit populasi perusak bumi. Dia bukan aktifis cinta hijau atau apa, hanya seseorang yang jenuh dengan berbagai alibi yang dikemukan manusia dalam melanjutkan tindakan-tindakan mereka merusak dunia. Sasuke mendesah panjang, kenapa mereka tidak berbagi saja? Kenapa harus ada peperangan yang membunuh ratusan nyawa? Seperti dia dan Naruto.

"Aku tidak akan pergi, kalau kau mengijinkanku menyicipi darahmu." Naruto nyengir lebar. Yang dibalas Sasuke hanya dengan satu gerakan singkat menjauh, menandakan kalau dia menyuruh pemuda itu segera pergi seperti perkatannya.

"Kenapa tidak boleh, sih?" rujuk Naruto setengah mencebik. Kali ini dia serius, tiap kali ditanya kekasihnya itu hanya diam tak menjawab. Dia tidak mengerti kenapa Sasuke tak mengijinkannya mencicipi darah Uchiha itu sekali saja. Masalah harga diri? Tampaknya bukan. Bekas luka? Dia bisa menyembuhkannya dengan sekejap. Dan racun? Hei! Hei! Dia itu bukan vampire. Dia itu tidak beracun.

"Aku akan mengijinkanmu kalau kau bersedia menerima penawaranku," jawab Sasuke dengan nada datar. Tahu kalau kalimat yang sudah entah berapa kali dilontarkannya itu akan ditolak oleh Naruto. Walau dalam hati dia setengah berharap Naruto akan mempertimbangkannya.

"Hehehe, tidak jadi deh..." Sang Uzumaki meloncat ringan hingga kini tubuhnya telah berada di pinggir kasur. "Liebe dich.." dan sebuah gigitan kecil di leher sang bungsu Uchiha sebagai hadiah sebelum sosok itu menghilang ditelan malam menyisakan Sasuke seorang diri di kamarnya.

Dia tak tahu kapan ini bermula dan kenapa. Yang jelas dia mencintai laki-laki yang kini tengah melesat dalam gelapnya malam. Seseorang yang seharusnya tak pernah ada. Dia adalah keturunan terakhir ordo Vamp yang telah lama punah. Ancaman terbesar dunia. Dan yang dicintai tak hanya Vamp biasa, karena kekasihnya adalah cikal bakal dari semuanya.

Ya, Naruto Uzumaki adalah seorang wind.

Vamp tidak berbahaya. Tidak seperti Vampire yang menebarkan racun di setiap gigitan mereka. Vamp hanya menghisap darah mangsanya tanpa meninggalkan racun yang membuat mereka menjadi seseorang seperti mereka juga. Vamp tidak seharusnya ada, tidak ada yang tahu kapan keberadaan Vamp dimulai. Besar perkiraan evolusi ini tercipta dari sebagian vampire yang berusaha melenceng dari kodratnya. Berusaha menetralisir racun mereka dan mengurangi jumlah darah yang mereka konsumsi. Sebuah hal yang sungguh mustahil sebenarnya. Sama seperti berusaha menekan insting bernafas dan tidak makan. Ajaibnya, seiring dengan abad yang berjalan, evolusi itu tercipta. Dan lahirnya jenis baru yang disebut dengan Vamp.

Uzumaki adalah keluarga itu.

.::.

"Hooo, aku tak tahu kalau Uchiha berkencan," goda sosok berambut stroberi yang sangat dikenalnya. Sasuke hanya mendecak pelan tanpa suara, matanya bergulir kesal.

"Aku tidak berkencan."

"Jangan menyangkal Sasuke, siapa yang memberikan tanda di lehermu itu?"

"Bukan, bukan siapa-siapa."

Sakura terkekeh mendengar sepupunya yang masih saja membantah. Menggelengkan kepala hingga rambutnya yang bewarna kemerahan tersibak. Perempuan yang satu itu memang suka sekali menggodanya, pikir Sasuke. Dalam hati pemuda itu menggurutu kenapa dia harus mempunyai sepupu macam Sakura. Memijat-mijat pelipisnya sembari menghadapi berkas-berkas kerajaan yang ada di depannya.

"Bagaimana kau bisa tahan dengan berkas-berkas itu? Aniki-mu pun juga sama." gerutunya sambil melipat tangan di atas meja Sasuke. Mengerucutkan bibirnya sambil memain-mainkan hiasan yang terdapat di sana.

"Kalau aku tidak tahan, kau sudah dimakan Vamp sekarang," balasnya sengit karena terus direcoki oleh Haruno satu itu. Wajahnya masih datar dan tenang, dengan manik dingin yang menelusuri lembar kerja. Hanya sedikit kerutan yang membentuk sudut di ujung alisnya yang menandakan bungsu Uchiha itu sedang kesal.

Sakura diam merengut. Sasuke benar, pekerjaan ini bukan sekedar mainan. Dia tahu kalau Vamp itu berbeda dengan Vampire yang informasinya lebih familiar di telinga orang banyak. Setidaknya Vamp tidak beracun dan darah yang mereka hisap tidak sebanyak Vampire sewajarnya. Hanya insiden pemberontakan Vampire besar-besaran sekitar seabad lalu masih menyisakan bekas yang mendalam untuk negara ini. Dan Vamp tidak sepenuhnya tak berbahaya, bagaimanapun asalnya mereka adalah Vampire. Mereka saja menjadi liar ketika insting itu dipicu.

"Ya sudah, lanjutkan kerjamu. Jangan lupa datang nanti malam," ucap Sakura mengakhiri sebelum melenggang pergi dari ruangan sang putra mahkota. Yang disambut dengan gumaman khas Sasuke.

"Hn." Tidak berarti apa-apa. Dan tidak berarti pula dia akan datang.

.::.

"...Ss-suke," erang sosok mungil yang menggeliat tak nyaman dalam rengkuhan sosok berambut Raven yang sedang aktif menyusupkan tangannya. Dia tidak suka kalau Sasuke mulai agresif tanpa alasan. Dia sudah cukup lama menjadi kekasih sang Uchiha untuk tahu pasti ada apa-apanya dibalik tindakan kekasihnya yang sekarang sedang asik menghirup perpotongan lehernya. Yang dilakukan Sasuke hanya sebagai pengalih perhatian.

"Hentikan `Suke," bisiknya setengah tegas sambil mendorong tubuh itu dan berbalik menghadap Sasuke. Matanya berkilat menyiratkan kalau dia serius saat ini.

Kilatan itu juga ada di mata Sasuke, kilat yang sama intensifnya. Tanda keberatan yang sangat seakan direfleksikan oleh retina sang putra mahkota. Tapi Naruto tetap tak akan menyerah, kali ini dia harus tahu kenapa semenya itu bersikap tak sewajarnya. Dia tahu kenapa Komandan keamanan jatuh di tangan Sasuke, bukan karena laki-laki itu putra raja. Tapi karena analisa serta jalan selalu tak dapat dikejar, apalagi ditebak. Termasuk untuk hal strategi, tak ada yang bisa mengalahkannya.

"Katakan padaku, ada apa?"

Onix hitam Sasuke masih bertabrakan dengan biru safirnya Naruto. Masih menunjukkan ego masing-masing yang tak sudi kalah. Tapi pada kenyatannya hitam itu melunak, menjadi sesuatu yang lebih hangat. Bersamaan dengan birunya yang mulai melembut, Naruto menautkan jemarinya di belakang punggung Sasuke, membenamkan kepalanya pada dada bidang bungsu Uchiha.

"Kumohon..."

Dirasakannya dengan jelas saat jemari sang kekasih menyusup ke dalam helai pirangnya dan mengelus kepalanya lembut. Hembusan nafas Sasuke yang teratur meniup-niup kecil surainya. Dirasakannya hangat bibir Sasuke, mengecup ubun-ubun kepalanya.

"Perang dipercepat."

Hening.

"Raja menurunkan titah untuk menyerang sebelum perjanjian."

Tubuh mungil itu menegang.

"Aku mungkin tidak akan dapat menemuimu lagi."

Dia tahu ini pasti akan terjadi

Dia tahu...

.::CONTINUE::.

Thx for Reading

.

.

RnR please~