You're Not Him

Yihaaa, this is my first Dramione Fanfic. Maaf beuuudh kalau misalkan buatanku ini abal dan tidak memuaskan. Mohon maaf apabila ada plot cerita yang agak kekanak-kanakan (maklum, masih 14 tahun, Bo' O.O) berharap suatu hari nanti aku bis asmeahir Kak Apocrief, Kak Felicia Rena, dan Kak Diamond-Crest dalam kehebatan menulis Fanfic-nyaaaah (oke aku curhat) okee, daripada banyak basa-basi dan membuang waktu para pembaca, langsung saja dinikmati fanfic buatanku ini dan dan langsung klik review yaaah kalo udah selesai X)

Disclaimer : I'm not the owner, All characters in this fanfiction is belongs to J.K. Rowling.

Genre : Romance, Hurt, Friendship. (Putuskan saja sendiri! :P )

Warning : Gajelas, Perubahan situasi yang cepat, dan…. Cacatlah pokoknya T.T

Setting : Latar tahun ke-7, situasi masih 'terilhami' dari situasi buku Deathly Hallows, dimana keruntuhan rezim Voldemort dan Para Pelahap Maut, disini diceritakan Hermione&Draco adalah sepasang Ketua Murid. Perlu diingatkan bahwa Latar Tahun "ke-7" yang dimaksud disni adalah setahun setelah Perang Hogwarts (karena ceritanya mereka mengulang pendidikan). Semua yang meninggal, aku juga buatnya plot meninggal.

Maaf yaaah aku buat Ron-nya meninggal biar ada The Little Bit Tragedy :P *ditabokkin penggemar Ron*

Chapter. 1: New Beginning

Pagi yang berawan dan cerah. Sebuah pusara putih yang sederhana tetapi indah diletakkan di sebuah padang rumput hijau dan dikerumuni banyak orang. Seorang penyihir yang waktu itu juga hadir di Pemakaman Dumbledore, tersenyum sendu dan tampak sedang berbicara dengan khusyuk.

Hermione Granger duduk di deretan bangku paling depan. Tepat di sebelah kirinya, ada Harry Potter—sang anak lelaki yang bertahan hidup dan di sebelah kanannya terdapat Mrs. Molly Weasley yang matanya tampak bengkak ketika menyimak kata-kata Penyihir Wajah Musang tersebut.

Harry sekali lagi menoleh dengan khawatir dan gugup. Hermione masih dalam posisi yang sama. Duduk begitu kaku, diam, hampa, dan tanpa kehidupan. Seperti Inferi yang dahulu pernah ditemui Harry ketika bersama Dumbledore di Gua Tepi Samudera. Mata Hermione yang nyalang menatap pusara putih Ron Weasley, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Hampa. Yang membedakannya dari Inferi hanyalah fakta bahwa fisik Hermione masih menandakan kehidupan.

"Ginny?" Harry berbisik ke perempuan yang duduk di sebelah kirinya.

"Ya, Harry?"

Harry menghela napas. "Apa kau pikir Hermione baik-baik saja? Ia tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan ataupun aktivitas manusia dari 3 jam yang lalu.."

"Mengertilah, Harry.. ia sedang dalam kondisi shock yang sangat berat. 7 tahun melalui segalanya dengan Ron dan denganmu dan telah melewati tragedi hidup-mati membuat ia tidak rela kehilangan Ron. Kau paham benar, bukan? Tadi pagi aku sudah sangat bersyukur Hermione tidak mengeluarkan air mata besar-besaran yang ia keluarkan dari tadi malam. Oh, kau harus melihat dia menangis. Aku yakin aku dapat menampung-nya dalam beberapa kuali…. Tetapi ternyata kondisi-nya yang sekarang bertambah buruk," Ginny menjelaskan dengan letih.

Ron Weasley adalah salah satu pejuang yang gugur ketika terjadi Petempuran Hogwarts. Nyawa-nya melayang ketika ia menyelamatkan Hermione dari kutukan maut Bellatrix Lestrange. Ia meninggal dalam damai dan berani seperti Para Pejuang Hogwarts yang lainnya. Harry, dan Keluarga Weasley sudah mengikhlaskan kepergian Ron dan mencoba bersifat tegar dan senormal mungkin. Tetapi mungkin Hermione belum rela melepaskan Ron yang telah berkorban begitu banyak untuknya dan merupakan seseorang yang spesial di hidupnya.

"Bagi Keluarga Weasley dan teman/kerabat dekat, saya persilahkan anda seluruhnya untuk maju ke podium dan memberikan kata-kata terkahir, dan ah, salam terakhir sebelum jasadnya kita kuburkan dalam tanah ini," terdengar suara sayup-sayup Sang Penyihir Musang.

"Hei, Hermione? Kau bisa berdiri?" Harry bertanya khawatir, mengulurkan tangan kepada Hermione. Hermione tersenyum sedih dan menggeleng.

"Taka pa-apa Harry, aku bisa berdiri," gumam Hermione pelan, dan ia berdiri perlahan. Tubuhnya agak limbung tetapi ia berhasil meguasai keseimbangannya.

Keluarga Weasley dan Harry, Hermione, Luna dan Neville sebagai perwakilan atas siswa Hogwarts mengucapkan kata-kata terakhir-nya di podium. Harry maju menuju podium pualam yang telah disihir di samping Pusara Putih Ron dan mulai berbicara.

"Aku tak dapat mengatakan betapa banyaknya jasa dan pengorbanan Ron yang telah ia lakukan untukku selama tujuh tahun aku bersamanya. Namun aku sebagai salah satu sahabat dekatnya mengatakan, Bahwa ia adalah sahabat terbaik yang pernah kami kenal. Ia telah gugur sebagai Pahlawan dan Pejuang Hogwarts, dan aku harap jasadnya akan terbaring dengan damai dan ia mendapat tempat yang layak disana," kata Harry tercekat, dan sekali lagi wajahnya tampak mendung. Kini, giliran Hermione mengucapkan salam terakhirnya.

Luna dan Ginny yang tampak khawatir memegangi Hermione ketika ia naik ke podium.

"Salam dan Kata-kata terakhir-ku tidak jauh berbeda dengan Harry, tetapi aku mau menambahkan beberapa kata. Bagiku, Ron Weasley adalah sahabat sekaligus orang yang spesial dalam hidupku. Jujur, aku sedikit tidak rela melepaskannya setelah tujuh tahun melewatkan segalanya bersama ia. Namun seperti yang kita tahu, Ron kini telah gugur sebagai Pahlawan Sejati, dan kuharap ia dapat beristirahat dengan damai.." gumam Hermione, dan beberapa tetes air mata kembali menuruni pipi pucatnya. Seperti Ibu Ron, dan Ginny, ia berjalan ke arah jasad Ron dan mencium keningnya lembut

Lalu setelah Keluarga Weasley dan teman dekat Ron telah kembali ketempat duduk mereka, pendeta berbicara beberapa patah kata terakhir, dan seluruh penyihir yang menghadiri pemakaman Ron berdiri, mengeluarkan tongkat sihir mereka dan mengacungkannya kearah pusara putih Ron. Cahaya biru menyinari ujung tongkat masing-masing penyihir dan beterbangan dengan anggun kearah pusara, seperti kunang-kunang biru dan menyelumuti pusara. Dengan perlahan, tutup pusara bergeser dan menutup, dan pusara melayang perlahan masuk ke dalam tanah. Dan untuk yang terakhir kalinya, tanah tertutup dan rumput menebal dengan ajaib.

Disini Terbaring dengan Damai:

Ronald Billius Weasley

..

Pejuang dan Pahlawan Hogwarts.

-OoOoOoOo-

Siang hari yang terik. Hermione Granger berjalan di sepanjang koridor Hogwarts untuk mengikuti pleajaran Transfigurasinya. Matanya memicing karena teriknya sinar matahari yang memnembus jendela-jendela.

Mungkin ini hal yang aneh, mengapa Hermione Granger menempuh pendidikannya di Hogwarts lagi setelah tahun ketujuhnya ia lewatkan? Memang benar, Hermione, Harry, dan Ron tidak mengikuti tahun ketujuh-nya di Hogwarts karena memburu Horcrux-Horcrux Voldemort. Tahun ketujuh dibuka kembali bagi murid-murid kelas tujuh tahun lalu yang tidak sempat mengikuti pelajaran karena Hogwarts saat itu sedang dikuasai Death Eaters.

Harry, Neville, Hermione, Draco dan hampir seluruh murid Hogwarts lainnya mengikuti ulang tahun ajaran tersebut dari awal lagi, yang berarti, Ginny, Luna dan beberapa anak yang tadinya berada dibawah mereka menjadi satu angkatan dengan Harry. Situasi ini tentu saja membuat pasangan Harry-Ginny gembira luar biasa.

Kejatuhan Voldemort membuat beberapa Death Eaters ditangkap dan dijebloskan ke dalam Penjara Sihir—Azkaban. Lucius Malfoy dan Narcissa Malfoy mendapatkan ampunan di Pengadilan Wizengamot dari Menteri Sihir yang baru—Kingsley Shackelbolt karena bantuannya yang sangat besar pada malam dimana Voldemort mengira Harry Potter sudah mati, karena Narcissa memberikan kesaksian palsu agar dapat berkumpul dengan putra mereka kembali, Draco Malfoy.

Keadaan Hermione sudah cukup membaik seiring waktu yang berjalan. Kini sudah 3 bulan semenjak dikuburkannya jasad Ron di padang rumput. Namun ia masih dalam zona "Sensitif" apabila nama Ron Weasley disebut-sebut, dan terkadang ia sering tertangkap sedang memandang hampa ke arah Utara, dimana Jasad Ron dan 20 Pejuang Hogwarts lain dikuburkan di dekat Kastil Hogwarts.

"Hermione!" Luna memanggilnya. Ia berlari-lari kecil menyebabkan anting-anting lobak (yang masih ia pakai) bergoyang dengan lucu. Hermione menoleh cepat.

"Hei, Luna. Ada apa?" Hermione tersenyum. Luna yang sangat mudah menilai orang, masih melihat adanya kehampaan dan duka yang masih tertanam dalam mata Hermione—walaupun sudah agak terselubung.

"Kudengar kau berhasil menjadi Ketua Murid Putri, ya kan? Selamat ya! Kuharap kau akan mengadakan pesta karena aku begitu rindu pudding.." Luna mendesah, namun sikapnya berubah ceria lagi.

"Ya, betul! Terimakasih Luna, kuharap aku dapat menyelenggarakan pesta kalau situasi-nya memungkinkan. Dan hei Luna, kenapa kau tidak ke Kamar Kebutuhan saja dan mengikuti Pesta Perayaan Ulang Tahun Seamus? Aku baru kembali. Ada banyak pudding disana," Hermione nyengir.

"Oh, benarkah? Oke, terimakasih akan infonya, Mione. Aku terlalu sibuk menangkap Wrackspurt yang berada di kamarku tadi, membuat kepalaku pusing. Dan Hermione—siapakah Ketua Murid Putra?"

Hermione mendengus menghina. "Sayangnya Luna, Ketua Murid Laki-lakinya adalah, Draco Malfoy."

"Oke. Kuharap harimu menyenangkan ya!" kata Luna pendek, bertekad tidak akan mengomentari hal tersebut, seraya membalikkan badannya. Hermione terpaku sebentar, lalu berjalan dalam kesendiriannya lagi.

Hermione menghela napas dan merasakan perasaaan hampa merayap mendekati hatinya lagi. Hermione mencoba memikirkan hal lain. Memang hal tersebut sering terjadi apabila Hermione sedang berada sendirian dalam suatu ruangan, dan otomatis matanya akan menerawang kearah Utara. "Enaknya jadi Luna. Ia telah berkepribadian tegar sejak Ibu-nya meninggalkannya waktu ia kecil. Andai saja aku dapat melupakan perasaanku pada Ron dengan cepat…" gumam Hermione, ketika tiba-tiba ia bertubrukan dengan seseorang.

"Ya, ya, aku tahu kau mencoba tegar, tetapi tolong perhatikan jalan, Mudblood," terdengar suara dingin dari seorang lelaki yang menubruknya. Hermione mendongak.

"What the Hell, Ferret. Kau yang seharusnya memerhatikan jalan," Hermione menghembuskan napas dan memungut perkamen-perkamennya yang jatuh. Bertemu musang pirang dalam waktu yang stidak tepat dan tempat yang tidak tepat. Pasti sebentar lagi dia akan terlibat pertengkaran-mulut-yang-melelahkan.

"Oh, haruskah aku? Coba, kau intropeksi dirimu sendiri. Siapa ya yang sedaritadi melamun ketika berjalan dan tetap melamun walaupun aku telah berkata, 'awas, jelek'?" Draco tersenyum sinis. Walaupun sudah tidak jahat lagi, Draco Malfoy memang tidak bisa diajak berdamai dan bersahabat dengan mudah, walaupun hubungannya dengan Harry sudah cukup membaik (setidaknya tidak ada perseteruan dan baku hantam)

"Begitu ya? Dan hei, coba intropeksi dirimu juga. Kalau kau tahu aku mengacuhkanmu mengapa tidak kau berjalan ke arah kiri, Malfoy? Kau rupanya payah dalam ketajaman mata dan konsentrasi Malfoy, baik di Quidditch maupun realita," Hermione mendengus.

Muka Draco memerah menahan marah. "Kau yang tidak becus bermain Quidditch saja banyak omong. Aku capek menghadapi mu. Minggir, jangan halangi jalanku!" kata Draco, dan ia melengos meninggalkan Hermione. Tiba-tiba Hermione tersadar, arah Asrama Slytherin kearah kiri, bukan ke kanan. Dengan heran ia memanggil Draco kembali.

"Hei, pirang brengsek. Apakah kau terlalu bodoh atau pikun untuk megetahui arah Asrama Agung-mu? Bukankah Slytherin disebelah sana?"

"Ah.. senangnya mendapatkan kekhawatiran dari seorang Berang-berang Gryffindor. Kau belum lupa tentunya, bahwa aku Ketua Murid Laki-laki yang baru, dan aku akan mencoba beristirahat untuk pertama kali-nya disana sekaligus berbenah, di Asrama Ketua Murid kita berdua…" Draco tersenyum mengejek.

Hermione mendengus jijik. "Kita berdua? Urgh. Sudah sana,kalau mau ke Asrama Ketua Muridmu yang bodoh itu cepat pergi!" seru Hermione menyembunyikan mukanya yang merona, lalu ia segera berlari ke arah kelas Transfigurasi. Ia telah terlambat 5 menit, dan.. sepertinya akan ada angka yang dipotong dari Griffyndor….

-OoOoOoOo-

Hermione memandang berkas-berkas sinar matahari yang mulai meredup melalui jendela koridor menuju Aula Besar. Ia sedang berdiskusi seru tentang karir yang akan ditempuhnya sesudah lulus dari Hogwarts bersama Neville dan Luna, sambil menikmati udara sore.

"Hermione? Apakah kau keberatan kalau hari ini kita mengunjungi Hagrid saja?" Neville bertanya hati-hati. Ia tahu bahwa dulu Trio Griffyndor senang mengunjungi Hagrid di Hari Jumat Sore. Bahu Hermione menegang sedikit, lalu relaks lagi.

"Tentu saja, Nev, aku juga sudah jarang sekali kesana. Luna, mungkin kau bisa mengajak Harry dan Ginny?" Tanya Hermione kepada Luna. Luna tersenyum tipis.

"Tentu saja, Mione. Mereka sedang ada dimana? Aku tak tahu."

"Hmph. Jumat Sore seperti ini biasanya mereka sedang kencan. Kalau tidak di Taman, Menara Astronomi, coba kau cari di Kamar Kebutuhan," dengus Hermione. Jujur, Hermione sedikit iri pada hubungan Harry-Ginny yang mulus tanpa beban. Waktu yang tersita selama setahun ketika Harry, Ron dan Hermione sedang berada dalam 'Masa Pencarian Horcrux' membuat mereka tidak dapat bermesraan satu sama lain.

"Oke. Jangan lupa sisakan tempat untukku di Aula Besar!" pesan Luna pada Hermione sebelum ia berbalik kearah tangga. Hermione menangkap mata Neville yang mengikuti Luna pergi. Hermione mencoba menahan tawa.

"Hei, Nev?"

"Y..Yeah?" Neville segera buru-buru menoleh ke Hermione.

"Luna," kata Hermione pendek. Neville seolah tampak terkena hantaman Bludger.

"Hah? Ada apa dengan Luna?"

"Kelihatan dari ekspresimu, Nev," desah Hermione.

Muka Neville bersemu merah padam. "Darimana kau tahu? Apakah sejelas itukah?"

Hermione tertawa. "Yaaah cukup jelas. Mengapa kau tak ajak saja dia kencan?"

"Ke..Kencan? Memangnya dia mau? Aku saja belum tahu apakah Luna menyukaiku atau tidak," gumam Neville. Mereka telah tiba di Aula Besar.

"Cobalah, Nev. Kau ini Pejuang Hogwarts, Pembunuh Nagini, Penentang Carrow. Masa kau ajak kencan Luna saja takut?" goda Hermione.

Neville mendengus, sambil duduk disamping Hermione. "Jangan menggodaku terus! Itu sangat kecil sekali perjuanganku bila dibandingkan dengannya," kata Neville mengedikkan kepalanya ke arah Luna yang telah masuk ke Aula Besar dan membawa Harry dan Ginny di belakangnya.

Hermione nyengir dan menggodanya. "Aih—Neville Longbottom sedang kasmaran."

"Ssst! Nanti dia tahu," gumam Neville panik. Hermione tertawa santai dan mulai mengambil makanannya ketika ketiga temannya duduk disampingnya.

"Jadi Neville, mau atau tidak? Aku serius nih. Jarang sekali lho aku menawarkan bantuanku?" Hermione masih memasang muka Jenaka-nya.

Neville terdiam sesaat, lalu ia mendengus sebal. "Baiklah, aku mau. Bantu aku, lho."

-OoOoOoOo-

Hermione berjalan ke arah kastil dengan letih. Setelah mengunjungi Hagrid dan berbincang-bincang dengan Manusia Separuh Raksasa dan Separuh manusia yang ramah itu, Hermione segera berjalan cepat-cepat ke Kastil agar dapat mengistirahatkan tubuhnya yang sudah sangat letih. Ia sudah berbicara dengan Luna mengenai ajakan Neville ke Hogsmeade 9 hari lagi. Dan anehnya, Luna tampak sedikit antusias dan merona, yang merupakan hal aneh karena seorang Lovegood tak pernah menampilkan ekspresi 'merona'. Tetapi baguslah, Luna menerima ajakan itu.

Hari ini adalah malam pertama Hermione tidur di Asrama Ketua Murid. Sampai akhir tahun ajaran Hermione, dan—Ketua Murid Putra yang satu lagi (Ia tak mau menyebut namanya) akan menempati Asrama itu, meskipun di Asrama mereka masing-masing masih tersedia tempat dan kamar untuk mereka.

Hermione bergidik ngeri. Seram sekali, berdua saja dengan Malfoy di Asrama yang sama! Ditambah lagi malam pertama—kedengarannya seperti mau bulan madu saja. Hermione mendengus dan mengenyahkan pikiran itu jauh-jauh. Ia segera berhenti begitu melihat Lukisan Ketua Murid pertama Hogwarts—Sandra Novacek dan Antichor Blaise.

"Dramione," Hermione memutar mata mengucapkan kata sandi aneh itu—ia menggerutu dalam hati kenapa pembuat kata kunci pertama harus Slughorn. Slughorn! Guru itu kan suka yang aneh-aneh! Apalagi menggabungkan kedua nama Ketua Murid—ia berharap McGonagall akan memberikan kewenangan Ketua Murid untuk membuat sendiri kata kuncinya. Lukisan itu membuka dan tampaklah pintu di dalamnya. Hermione membuka pintu tersebut dengan tidak sabar.

"Hei, Berang-Berang. Mengapa kau tidak sekalian datang kesini saja? Aku sudah berharap kau tidak datang kesini, dan membuat ricuh," suara sarkastis Malfoy sudah terdengar meskipun Hermione belum tuntas menutup pintu.

Hermione bergumam letih. "Tutup mulut, Ular Albino, aku sedang malas berdebat," kata Hermione, dan ia berjalan kea rah Dapur Kecil (di Asrama Ketua Murid memang menyediakan Ruang Rekreasi, Dapur Kecil, Ruang Tidur, dan Kamar Mandi sendiri) dan mulai menjerang air hangat untuk membuat teh.

Setelah teh-nya selesai, tanpa ba-bi-bu lagi Hermione berjalan ke kamar tidurnya.

"Hoi, Gigi Maju. Kau pikir kau matu tidur dimana?" suara dingin Draco berseru.

"Lho, ini memang kamarku kan?"

"Tidak, tentu saja tidak. Itu kamarku. Aku yang pertama kali berhak menentukan, karena aku yang pertama kali sampai disini. Kamarmu—" Draco menuding. "Ada di sebelah sana."

Hermione memutar tubuhnya dan berjalan ke Kamar yang satu lagi. Biarkan Malfoy bersikap sekehendak hatinya, lagipula ia memang sedang tidak bertenaga berdebat. Mungkin protesnya bisa ditunda sampai besok.

Dengan muka sedikit tertekuk, Hermione membanting pintu dengan keras. Draco mengerutkan kening tetapi hanya mengangkat bahunya.

To Be Continued

Jadi gimana? Jadi gimana? Gaje parah ya T_T tampaknya peralihan emosi dari Hermione yang sedih ke Hermione yang kembali ceria lagi agak terlalu cepat, mungkin? :/ Hiks, maafff soalnya aku berpikir seseorang akan melupakan seseorang yang disayanginya dengan lebih mudah setelah jangka waktu 3 bulan T.T *ea. So? Gimana fanficku ini? Aku tunggu komentar dan kritikan kalian yang membangun di Review yaa, maklum ini FanFic Dramione pertamaku. Jadi, sekali lagi…. REVIEW PLEASE? *Wink ;) Semoga fanfic-ku memuaskan kalian