-The Pieces of Miracle-
A/N : Chap pertama~ author M. disini, yang bakal mulai duluan di potongan love story di chara Kurobas.. fufufufu (?) chap.1 di isi sama chara utama.. Kuroko yeeeiiiy *peluk-peluk Kuroko* #dihajar Kuroko FC#
Pemberitahuan aja nih, pairing di setiap chap itu OC jadi mohon di terima *watados* contohnya KurokoXxxxx, mau tau? Baca aja *kedip-kedip*
Dan disetiap chap pemeran dan pairnya beda-beda, tapi masih bertautan atau saling nyambung di chap yang lain…
Jadi langsung aja~
Jangan lupa review disetiap chap supaya author yang lain semakin semangat buat bikin kelanjutan chapnya… *wink
No, Flame ~
Happy reading Minna, RnR?
Disclamer : Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
The Pieces of Miraclecopyright : Kiseki no Sutori
Rated : T
Genre : Romance, Friendship
Warning : OC, OOC(?), Typo(s), Miss typo(s), Chara PoV, de el el
Chapter 1 : 'Kimi to Ame no Uta'
.
.
Here we go!
.
.
***Kuroko's PoV***
SMA Seirin, Pukul 16.15
Sore itu hujan. Aku mendengar banyak orang menggerutu saat berteduh di lingkungan sekolah. Sebagian siswa mulai membuka payung masing-masing dan meninggalkan pekarangan sekolah. Aku pribadi, menyukai hujan. Walaupun aku tidak bisa bermain basket di lapangan outdoor saat hujan, ada yang menyenangkan dari suara dan bau yang ditimbulkannya.
Entah mengapa hari ini terasa lebih hangat dari kemarin. Walaupun rintik hujan tak kunjung berhenti, entah mengapa aku merasa begitu damai. Rintik-rintik itu seperti teka-teki karena saat kulihat kearah langit, langit itu terlihat terang. Aku bisa berkata hujan ini indah, walaupun orang-orang menggerutu, aku membentuk sebuah senyuman.
Tujuanku tentu bukan pulang ke rumah, tapi aku berjalan kearah gym untuk latihan. Kagami-kun berjalan disampingku, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kaus hitam yang dikenakannya tertimpa oleh kalung berliontinkan cincin yang selalu ia kenakan. Rambut merah maroonnya tertiup angin semilir.
"Guk!" Suara Ni-go langsung menyambutku. Aku berlari kecil menghampirinya, mengelus bulu-bulunya yang halus. Tidak ada yang lebih menyenangkan bagiku selain bermain basket dan mengelus Ni-go.
"Latihan, bodoh!" Kagami-kun mendaratkan pukulannya di kepalaku, untuk yang kesekian kalinya. "Nggak ada waktu untuk itu."
Hari itu kami bermain mini game seperti biasa. Suara decit sepatu memenuhi Gym, keringat mulai mengalir dari pori-pori kulit kami. Kupikir tidak ada yang berbeda disini. semua yang ada disini terlihat seperti biasa. Para senpai masih sempat tidak merasakan keberadaanku, Kagami-kun mencetak angka dengan dunk berkali-kali, Pelatih meniup peluitnya dan mengeluarkan macam-macam ancaman, Suara bentakan Hyuuga senpai pada Kiyoshi senpai masih terdengar membahana, begitu juga dengan lelucon tidak lucu Izuki senpai dan kelakuan konyol Koganei senpai. Mitobe senpai juga diam sepert biasa.
Tapi ada yang berbeda saat aku menengadahkan kepalaku keatas. Saat kulihat baik-baik, aku melihat ada seseorang menonton permainan kami dengan seksama. Entah apa yang merasukiku, kedua mata azure-ku seakan tertarik batu magnesian yang membuat mataku terus terpaku pada wajah itu.
Seorang gadis dengan mata ungu cerah.
***Chizu's PoV***
Aneh, pikirku.
Sejauh pengetahuanku, tujuan utama permainan basket adalah memasukkan bola kedalam ring. Tapi laki-laki bermata azure dengan rambut biru muda itu kerjaannya hanya mengoper. Aku memicingkan mataku, menatapnya baik-baik. Ia terlihat pendek…setahuku pemain basket itu tubuhnya tinggi-tinggi.
"Dia lemah!" Gumamku, bicara pada diriku sendiri.
Sesaat setelah itu, matanya mengarah kearahku.
"Hah! Orang lemah itu menatapku!" aku menyilangkan kedua lenganku didepan dada. "Tidak! Tatapannya terasa lemah banget!"
Tanpa kusadari, ternyata suaraku keras juga. Para pemain basket dibawah segera menoleh kearahku. Dengan wajah penuh tanda tanya.
Aku langsung berlari menuruni tangga dan menerobos hujan. Tidak ada yang lebih buruk selain jadi pusat perhatian seperti itu. Belum lagi didepan Gym itu ada seekor anjing kecil yang memakai seragam menggonggongiku. Aku berlari mati-matian sampai ke depan loker sepatu.
Sayup-sayup kudengar suara paduan suara yang menggema menembus pori-pori beton disekelilingku. aku menghela nafas dengan berat. Namun dengan segera sebuah suara menginterupsi gema itu. Suara langkah kaki. Aku menoleh cepat. Laki-laki berambut biru itu berdiri dibelakangku, dengan tubuh basah kuyup.
"Doumo." Ucapnya.
Aku mendengar suara lonceng dari dalam hatiku.
"Hah!" aku menyilangkan lenganku lagi. "Kau mengikutiku?"
"Kau menyadarinya?" ia balik bertanya dengan wajah datar.
"Etto…memangnya kenapa?" aku mundur selangkah.
"Jarang ada yang sadar kalau kuikuti." Jawabnya.
"Eeeeeh? Kau suka mengikuti orang ya?! Kau penguntit?! Ternyata selain lemah, kau juga mesum ya?!"
Ia diam, sepertinya agak terguncang medengar kata "mesum" dariku.
"Kau menjatuhkan ini didepan gym." ia menyodorkan beberapa lembar kertas bertuliskan lirik lagu. "Memang agak basah sih. Tapi masih bisa dibaca. Aku mengikutimu karena ingin mengembalikannya."
"Eh? Arigatou." Aku menerima kertas-kertas itu. "Ano…kau basah kuyup."
"Kau juga." Katanya datar.
"Su, sumimasen." Aku menatapnya cemas. Ia kelihatan kecil, kawaii, dan firasatku buruk melihat orang lemah ini kehujanan.
"Daijoubu desu." Katanya. "Sebelum kesini aku juga sudah basah karena keringat."
"Itu kan beda." Bantahku.
"Daijoubu desu." Ulangnya, menatapku dengan mata azure itu. "Funato-san."
Ia berjalan kearah berlawanan. Meninggalkanku yang tanpa sadar menunjukkan rona merah pada wajahku. Jantungku berdetak tidak karuan. Darimana ia tahu namaku?
Lalu kutatap tulisan tanganku diatas salah satu kertas itu.
"Funato Chizu. Kelas 1-C"
Saat itu aku berpikir, andai saja tadi aku menanyakan namanya.
...
Aku baru sadar kelas si rambut biru muda itu ada disebelah kelasku. Ia ada di kelas 1-B bersama satu rekan klub basketnya yang tinggi besar. dari pengamatanku, wajahnya selalu datar dan ia selalu bicara sopan. Entah kenapa ia begitu menarik perhatianku. Mungkin karena ia berlatih dengan sungguh-sungguh walaupun ia lemah. Sejak hari itu, aku terus menonton latihan klub basket Seirin diam-diam.
Mataku menangkap satu orang anggota klub basket bernama Furihata Kouki keluar dari kelas 1-D. aku mengenalnya karena ia tinggal didekat rumahku walaupun kami tidak pernah bicara. Aku berjalan cepat dan menghalangi jalannya.
"Tunggu, jalanmu telah diblokir." Kataku serius.
"Hah? Kau siapa?" tanyanya.
"Namaku tidak penting. Jalanmu telah diblokir." Ulangku.
Ia bengong.
"Ano, beritahu aku semuanya tentang anak basket itu! Yang rambutnya biru!" seruku.
"Ah, Kuroko?"
"Kuroko?!" aku tersentak, mundur selangkah. "Namanya lucu banget!"
Hening.
"Cewek ini kenapa sih? Lagipula aku tidak kenal kau siapa." Furihata berkata malas. "Aku ingin ke cafeteria, jadi tolong minggir. Lagipula kau berisik."
"Eeeeeeh?" aku memasang wajah tanpa dosa. "Lalu Kuroko itu orangnya bagaimana?"
"Baiklah kalau kau begitu suka padanya! Kita bicarakan sambil jalan!" ia menyerah.
"Eeeeeh? Aku tidak bilang kalau aku suka dia. Aku cuma penasaran." Kataku. "Dia kelihatan benar-benar lemah."
"Hah? Lemah? Dia itu harapan SMA Seirin, tahu." Katanya.
"Apa?" aku mengerutkan dahiku. "Jangan bercanda! Atau kukalahkan kau! Akan kupanggil unicorn milikku kesini!"
"Makanya cewek aneh ini ngomong apa sih?!" bentaknya. "Kuroko Tetsuya itu anggota klub basket SMP Teiko yang diakui Kiseki no Sedai, orang keenam yang misterius. Dia spesialis passing, punya kemampuan bernama misdirection, makanya kehadirannya benar-benar terasa tipis. Apa itu cukup?"
Aku terbelalak. Aku teringat akan poster yang kutempel dikamarku, poster model keren Kise Ryouta. Aku suka dia dan aku tahu ia anggota Kiseki no Sedai.
"Kuroko Tetsuya…" gumamku.
Aku terus berdiri ditengah-tengah koridor tanpa menyadari Furihata meloloskan diri dariku. Aku menghela nafas sambil tersenyum.
"Jadi dia anggota keenam Kiseki no Sedai. Hahahaha…"
Aku menunduk.
"Kalau begitu, berarti aku nggak boleh mendekatinya sedikitpun ya?"
...
Kagami berjalan menuju Gym dengan beberapa bungkus roti ditangannya, sesekali mengunyah setiap gigitan roti.
"Kagami-kun."
Kagami melompat saking kagetnya, menatap Kuroko yang tiba-tiba ada disampingnya.
"Kau! Kapan kau datang?! Tunggu, aku tahu kau pasti sudah daritadi ada disana, maksudku, jangan bikin kaget!" jeritnya.
"Kenapa kaget? Aku kan selalu berjalan ke Gym bersama Kagami-kun."
Kagami mengangkat bahu.
"Kehadiranmu benar-benar nggak terasa." Katanya.
"Kagami-kun, apa kau pernah tertarik sama cewek?" Tanya Kuroko.
"Apa-apaan kau tiba-tiba…"
"Maksudku, aku tahu pasti kau pernah selama kau laki-laki. Tapi, maksudku, baru-baru ini, selama duduk di bangku SMA…"
"Aku hanya cinta basket." Kata Kagami.
"Hontou desu ka?"
"Yah…baru-baru ini aku ketemu cewek cantik di Maji Burger." Kagami menggaruk kepalanya. "Tapi dia kelihatan seperti penyendiri dan susah didekati."
"Kau tahu Funato Chizu?"
Kuroko bahkan menghiraukan gonggongan Ni-go didepan Gym.
"Hah? Cewek aneh itu?" Kagami mengangkat alisnya. "Aku nggak kenal sih. Tapi kelihatannya cewek-cewek suka membicarakan dia gara-gara dia aneh. Katanya ia selalu over acting, bikin jengkel, freak, dan polos. Wajahnya sering terlihat tanpa dosa dan dia nggak sadar walaupun ia sedang mengganggu orang."
"Ternyata Kagami-kun suka bergosip juga ya?"
"Urusai! Sudah bagus aku menjawab pertanyaanmu!"
Hening.
"Tapi bagiku, dibalik tindakan over actingnya itu, wajahnya selalu kelihatan sedih." Kuroko masuk kedalam Gym.
"Hah? Apanya yang sedih? Daripada sedih, lebih tepat dibilang sinting." Kagami mengekor. "Kau nggak ingat kelakuannya saat menonton latihan kita waktu itu?"
"Hari ini, aku yakin ia akan menonton latihan kita lagi. aku merasa, ada sesuatu…" Kuroko menatap keatas. "Belakangan ini aku memperhatikannya."
"Oi, oi Kuroko…jangan bilang kau-"
"Hei jangan ngobrol! Kalian sudah telat sepuluh menit!" Aida Riko, si pelatih, sudah berkacak pinggang dengan wajah sangar.
"Sumimasen!" ujar mereka berdua.
Saat itu aku masih berdiri didepan loker sepatu, masih memakai uwabaki. Aku tidak yakin apakah aku harus menonton latihan klub basket lagi? ada sesuatu yang menahanku. Tapi mata azure itu membayang-bayangiku. Selain itu, aku ingin melihat mereka latihan. Mereka selalu terlihat semangat.
Kulepas uwabakiku dan kuganti dengan sepatu hitam milikku.
Kulirik lembar demi lembar kertas berisi lirik lagu yang kupegang, lalu kulempar ke tanah.
"Kh-" Aku berjongkok, menahan airmataku.
Kenapa kau mengembalikan sampah ini padaku? Dan setelahnya kenapa kau terus muncul dalam pikiranku?
Aku memandang kearah langit, hari ini benar-benar cerah. Angin membelai rambut cokelat terangku. Cuaca seperti ini memang yang terbaik.
"Hari ini cerah, kenapa harus nangis?" aku tersenyum kecil. "Lebih baik pulang. Aku nggak akan menonton latihan mereka lagi."
Kulangkahkan kakiku kearah gerbang sekolah.
Ada yang menarik perhatianku, seorang gadis berlari kecil menuju Gym. Ia memakai seragam sekolah lain. Senyum menghiasi wajahnya. Rambutnya panjang merah muda, wajahnya cantik sekali. Aku menatapnya tanpa bergerak. Ia pasti ingin menemui klub basket seirin. Tapi, siapa dia?
Disaat yang sama, Kuroko sedang menatap keatas, seperti menunggu sesuatu yang tidak kunjung datang. Ia menghela nafas, lalu menerima operan bola dan langsung mengopernya lagi. ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi padanya.
"TETSU-KUN!"
Suara itu memekakan telinga siapapun yang ada didalam Gym. Cewek cantik itu masuk kedalam dan langsung memeluk Kuroko.
"Tetsu-kun! Aku kangen sekali!" serunya.
"Aku sedang latihan, momoi-san." Kuroko menanggapi dengan wajah datar.
"Tapi aku kan pacarmu." Cewek bernama Momoi itu makin mempererat pelukannya.
"Tapi kau bukan." Tanggap Kuroko.
"Setidaknya kalau kau tidak suka, lepaskan dia kek!" ujar kapten klub basket. Para pemain basket yang lain memasang wajah "lebih-baik-kubunuh-saja-kau-kuroko". "Lagipula kenapa sih cewek ini senang sekali masuk ke sekolah orang lain?"
Aku mengintip dari balik pintu. Siapa cewek itu? Pacar Kuroko?
"Ada apa, Momoi-san?" Tanya Kuroko.
"Mood Aomine-kun sedang jelek, wajahnya jadi menyebalkan." Momoi cemberut. "Makanya aku jadi ingin ketemu Tetsu-kun."
Momoi menatap orang disebelah Kuroko.
"Aaaah, Kagamin! Maaf, tapi aku mau mengajak Tetsu-kun pergi. Jangan ikut ya."
"Siapa yang mau ikut?! Dan lagi, siapa itu 'Kagamin'?!"
"Tapi aku sedang latihan, Momoi-san."
"Bolos saja sekali-sekali. Tetsu-kun kan sudah hebat. Aomine-kun saja bolos terus."
"Jangan samakan Kuroko dengan si bodoh itu!"
"Ada apa sih Kagamin? Jangan marah-marah dong."
"Kagami-kun, tolong jangan ribut begitu."
"Aku sedang membelamu, TEME!"
Aku terus menyimak dari balik pintu tanpa menyadari seekor anjing berjalan dibelakangku. Aku tidak sadar sampai anjing itu menggosokkan bulu-bulunya di tungkaiku. Aku menoleh dan langsung menjerit.
"KYAAAAAAAAAAAA!"
Kuroko langsung menatap kearahku. Lagi-lagi aku tidak tahu harus bagaimana selain melarikan diri dari situ. Aku tidak mau ia melihatku lagi. Aku sampai digerbang sekolah dengan nafas tersengal-sengal. Aku mengatur nafasku, lalu aku tersadar aku tidak memegang apa-apa ditanganku kecuali tas sekolah. Tidak mungkin aku kembali lagi kesana, jadi aku memutuskan untuk langsung berjalan kearah stasiun.
Aku melewati beberapa tempat yang memajang poster Kise Ryouta.
"Sudah kuduga dia ganteng banget…" aku terhanyut melihat poster Kise dengan produk parfum ditangannya. "Enaknya kalau bisa melihatnya dari dekat."
Aku terdiam sejenak menatap poster itu, tanpa suara.
Kuroko pasti teman baiknya.
Ah…Kuroko lagi. Aku memukuli kepalaku berkali-kali.
"Lupakanlah…" aku berjalan kearah stasiun sambil bergumam berkali-kali.
Aku duduk menunggu kereta. Menatap orang-orang yang berlalu-lalang. Hari ini lagi-lagi cerah. Aku tersenyum memandang langit.
"Cuaca seperti ini memang yang terbaik." Gumamku.
Aku duduk diam beberapa lama hingga aku mendengar suara langkah kaki dan kulihat seseorang mengulurkan kertas-kertas bertuliskan lirik lagu yang kusatukan dengan clip kearahku.
"Kenapa kau suka sekali meninggalkan ini sih?"
Kuroko berdiri didepanku, masih dengan wajah datarnya.
"Kau-" Aku kaget, wajahku memanas.
Ia duduk disebelahku.
"Ini benda penting bagimu kan?" ia meletakkan lembar-lembar kertas itu diatas pangkuanku.
"Tidak, sama sekali tidak penting." Aku menggeleng. "Kau harusnya tidak mengembalikannya padaku. Lagipula, kenapa kau ada disini?"
"Aku tahu kau akan lari ke stasiun. Aku pernah melihatmu naik kereta dari sini." Jawabnya.
"Pa, pacarmu?"
"Ah, Momoi-san? Dia bukan pacarku."
Sunyi.
"Kenapa?" ia memecah keheningan.
"Eh?" aku menoleh kearahnya.
"Kenapa kau menonton latihan klub basket kami setiap hari?" ia menatapku.
"Ka, kau tahu?!" Aku menyilangkan lenganku didepan dada.
Ia memasang wajah datar.
"Ka, karena kudengar klub basket adalah yang paling kuat di Seirin." Aku menunduk. "Kalau melihat kalian berlatih, aku jadi semangat. Walaupun begitu, ternyata aku tetap menyerah pada hal yang kusukai. Aku senang melihat orang-orang yang berusaha keras, melakukan apa yang disukainya dengan senyuman walaupun itu melelahkan."
"Funato-san masuk klub apa?" tanyanya.
"Paduan suara." Aku menjawab dengan menatap kearah tanah. "Tapi, walaupun aku suka menyanyi, aku nggak kuat jadi pusat perhatian. Dan kalau aku menyanyi, entah kenapa hujan selalu turun. Makanya orang-orang banyak yang mencibirku dan menyuruhku tutup mulut. Lagipula mereka bilang aku tidak punya bakat. Makanya sebenarnya kertas-kertas ini nggak perlu kau kembalikan."
"Hujan?"
Aku mengangguk.
"Misalnya, hari itu, saat kau mengikutiku sampai hujan-hujanan…siangnya aku nyanyi tiga lagu. Jadi hujannya cukup deras. Entah harus percaya apa tidak, aku sering dipanggil penyihir hujan. Mereka bilang aku punya kekuatan gaib, aku nggak mau memikirkannya lagi! Kalau didalam manga, Aku bisa diculik dewa kegelapan!"
Hening.
"Seperti yang kubaca di manga yang baru kubeli." Aku melanjutkan. "Disana tertulis, dewa kegelapan sedang mencari orang-orang yang memiliki kemampuan gaib…"
"Ano, sumimasen…tapi, bisakah kau diam?" Kuroko menatapku datar.
"Eeeeeeh?" ujarku dengan wajah tanpa dosa. "Aku baru mau cerita lanjutan manga itu."
"Jangan memaksakan dirimu untuk tetap terlihat seperti itu." Kuroko menatap orang-orang didalam stasiun. "Lebih baik nangis daripada kelihatan sinting."
"Eeeeeeh?"
Hening lagi.
"Eh? Apa?" ada tetes air hangat menuruni pipiku tanpa kusadari. Hatiku terasa tertohok, tapi aku merasakan secercah rasa bahagia. Luka didalam dadaku kembali terasa perih walaupun aku melihat cahaya dari sela-sela luka itu.
Hanya orang ini yang pernah menembus jauh kedalam nuraniku. Dengan mata azure penuh selidiknya, dengan kata-katanya yang bisa melelehkan besi yang selama ini kupegang erat.
Ia menatapku lurus.
"Nyanyi saja." Katanya.
"Apa-"
"Kalau mau nyanyi, nyanyi saja. Kalau tidak ada yang mau mendengarkanmu, biar aku saja yang mendengarkan."
"Tapi-"
"Aku suka hujan. Jadi tidak masalah." Katanya lagi.
Aku menatapnya lekat-lekat. Ia tidak lagi menatap kearahku. Ia menatap lurus kearah kereta yang baru saja datang. Tapi ia tidak bergeming. Seakan menunggu.
"Aku sangat menyukai basket, dan aku tidak akan pernah mundur, walaupun orang-orang menyuruhku berhenti, aku tidak akan berhenti. Karena ini jalan basketku dan tidak ada yang bisa menghentikannya." Katanya. "Jadi, biarkan aku mendengar suaramu."
Aku menghapus jejak-jejak airmataku dan menarik nafas, lalu mulai bernyanyi pelan. Makin lama aku makin merasakan rasa bahagia disetiap nada yang kubuat. Lalu seperti dugaanku, langit yang cerah berubah gelap dan rintik-rintik hujan mulai turun. Tapi aku tidak berhenti. Aku tidak bisa berhenti. Karena saat aku menatap Kuroko disampingku, walau tak begitu tertangkap oleh mataku, aku melihat ia menikmati laguku.
Rasanya aku benar-benar jatuh.
Pada orang yang sedang duduk disampingku ini.
...
Aku sebenarnya tidak sadar sejak kapan aku tiba-tiba jadi akrab dengan anggota klub basket Seirin. Yang jelas setelah hari itu aku tetap datang untuk melihat mereka latihan dan setiap hari aku berjalan ke stasiun bersama Kuroko. Lalu aku bernyanyi ketika menunggu kereta datang, dan hujan hampir setiap hari turun. Entah apa yang membuatnya mau berada didekatku disaat orang-orang kebanyakan menjauhiku.
"Eeeeeh? Hari ini Taiga-kun kurang banyak mencetak skor!" Aku berjalan keluar sekolah bersama Kuroko dan Kagami.
"Urusai! Lagian kenapa kau memanggilku Taiga sih?" Kagami selalu terlihat kesal padaku, entah kenapa. Kurasa ia mau berjalan bersamaku karena ada Kuroko.
"Kenapa? Selama kita seumuran, aku lebih suka memanggil nama depan." Aku menatap Kagami. "Kan nggak masalah. Iya kan Kuroko-kun?"
"Maaf, tapi kau tidak pernah memanggil nama depanku." Kata Kuroko datar.
"Eh, Hountou? Habis nama margamu lucu." Kataku seadanya.
Kagami menggaruk kepalanya.
"Hm, etto." Wajahnya agak memerah. "Aku mau ke Maji Burger dulu. Jadi aku sampai sini saja. Sampai besok."
"Kagami-kun sekarang kesana terus." Celetuk Kuroko. "Kalau begitu aku juga ikut. Sudah lama aku tidak minum vanilla shake disana."
"Ja, jangan! Pulang sana!" Wajah Kagami makin memerah. "Aku ada urusan!"
"Kenapa?" Tanya Kuroko datar.
"Pokoknya jangan ikut atau kubunuh kau! Lagipula ini sudah malam, lebih baik temani Funato pulang!"
Aku hanya berkedip tidak mengerti.
Kuroko menatapku.
"Sou desu." Katanya. "Baiklah, kami lanjut ke stasiun."
Kagami menghela nafas lega, lalu berjalan kearah berlawanan. Kuroko berjalan disampingku tanpa suara. Aku menatapnya, menatap rambut biru mudanya, mata azure-nya, wajah kawaii-nya. Kutelusuri lekuk-lekuk wajahnya, setiap garis perubahan ekspresi yang samar di wajahnya, Entah kenapa walaupun aku lebih pendek darinya, aku selalu melihatnya kecil. Mungkin karena pembandingnya Kagami, yang selalu bersama dengannya. Namun walaupun dengan ukuran itu, ia berdiri tegak, seperti mustahil tergoyahkan.
Aku sering lupa kalau dia adalah orang keenam kiseki no sedai karena sifatnya yang sederhana dan tutur katanya yang sopan. Lagipula ia tidak terlihat seperti atlet. Dan jika aku ingat ia adalah orang hebat, seperti saat ini, rasanya aku ingin berlari menjauh, ia tak pantas berjalan bersamaku. Tapi tetap saja, ia punya lem yang membuatku tidak bisa beranjak sedikitpun.
Hembusan angin semilir menyentuh helai rambutnya, membuatnya tertiup tak tentu arah. Cahaya lampu dari bangunan-bangunan disekeliling kami menimpa wajah datar itu. Jantungku tidak bisa berhenti berdentum setiap kali ia mengedipkan matanya, memperlihatkan bulumatanya yang menyapu udara.
"Ah, Kise-kun." Ia berhenti berjalan.
Aku juga berhenti berjalan. Lalu aku melihat kearah mesin minuman dipinggir jalan. Didepannya berdiri cowok tinggi berambut blonde sedang meneguk sekaleng cola. Aku tidak bisa mempercayai mataku. Kise Ryouta.
Ia menatap kami berdua.
"Kurokocchi?!" ia hampir tersedak minumannya.
"Doumo, ohisashiburi desu." Sahut Kuroko. "Kenapa ada disini?"
Tanganku gemetaran.
"Aku pemotretan didekat sini. Tadinya aku berpikir mau mampir ke Seirin. Tapi aku malas begitu membayangkan wajah Kagamicchi saat melihatku." Kise menggerakkan mata kuning keemasannya kearahku. "Lalu cewek ini siapa?"
"Funato Chizu." Jawab Kuroko.
"Jangan bilang kau punya pacar sekarang, Kurokocchi?!" Kise terlihat seperti ingin menangis. "Aku tidak mau kau makin jauh dariku!"
"Bukan, dia temanku." Tanggap Kuroko datar. "Lagipula, tolong berhenti bicara seperti itu."
Kise menatapku.
"A, a, a, a, aku…" kepalaku terasa berputar. "A, a, aku boleh…minta tanda tangan? Aku fansmu, sa, salam kenal Ryouta-kun."
Kise tersenyum.
"Aduh Kurokocchi, ternyata dia fansku ya. Sampai kaget…" kata Kise narsis. "Baiklah, tapi aku tidak bawa pulpen."
Aku membanting tasku ke tanah, berjongkok, dan langsung mengaduk-aduk isi tasku, mencari pulpen dan kertas. Otakku sudah tidak bisa berpikir waras. Tubuhku dingin.
Kuroko menyodorkan pulpen dan kertas miliknya pada kise sebelum aku menemukan satu alat tulispun. Ia menatap Kise serius.
"Cepat tanda tangani dan tolong pergi dari sini, Kise-kun."
Aku menatap Kuroko kaget.
"Eh?! Jahat banget!" ujar Kise.
"Tolong cepat tanda tangan." Wajah Kuroko menegang. "Sebelum Funato-san kemalaman."
"Haaahhh…" Kise menerima pulpen dan kertas dari Kuroko dan membubuhkan tanda tangan. "Kenapa kau selalu jahat padaku sih, Kurokocchi?"
Kise menyodorkan kertas itu kearahku.
"Nih, senang bertemu denganmu." Senyumnya.
"A, arigatou." Wajahku memerah, sumpah aku benar-benar senang.
"Douita Shimashite."
Kuroko mengeluarkan aura negatif saat menatap kami. Dibalik wajah datarnya, ia terlihat menahan rasa kesal. Ia berbalik badan. Aku langsung berjalan mengikutinya setelah melambaikan tanganku pada Kise. Atmosfernya benar-benar tidak enak. Ia bahkan menghiraukan seruan Kise yang memanggil-manggil namanya.
Kami sampai di stasiun dan duduk menunggu kereta.
"E, eh-" Aku memecah keheningan. "A, aku boleh nyanyi?"
Ia hanya diam.
"Ha, hari ini lagu apa?" tanyaku lagi.
Ia tetap diam.
"A, atau kita main shiritori aja yuk. Aku yang mulai? Atau kau mau jadi yang pertama? Etto…Shi, shiritori model baru? Eh, nggak ada shiritori model baru ya?"
"Tolong hentikan dan tunggu saja keretanya." Ucapnya pelan.
"Eeeeeeh?" ujarku.
Kuroko menunduk, tidak bersuara hingga kereta datang. Ia langsung bangkit dari duduknya. Tangannya agak mengepal beberapa saat, lalu ia luruskan jari-jemarinya.
"Aku jadi tidak mengerti, Funato-san." Katanya.
Ia kemudian berjalan menjauh tanpa kata-kata lagi.
...
Aku agak telat datang ke Gym sore itu. Aku berdiri diambang pintu dan mendapati Kuroko sedang mengoper bola jarak jauh. Bola ditangkap oleh Kagami dan dengan mudah ia melompat tinggi kemudian melakukan dunk seperti biasanya.
"Rasanya aku mulai kesal nih." Kata Hyuuga senpai. "Defense kami sebenarnya nggak akan bisa ditembus oleh si bodoh itu kalau Kuroko tidak melakukan pass begituan. Kau setuju kan Mitobe?"
Mitobe senpai mengangguk tanpa suara.
"Siapa yang bodoh hah?! Ma, maksudku tolong jangan bicara seperti itu." Ujar Kagami kesal, tapi ia masih mencoba bicara sopan.
"Sudah, cepat ambil posisi!" Jerit Riko senpai. "Kalau masih ngobrol kutambah latihannya jadi tiga kali lipat!"
"Posisi tiga kali lipat?!" Izuki senpai langsung mencatat sesuatu diatas buku leluconnya.
"Kau juga ambil posisi!" Riko senpai menuding Izuki senpai kesal. Lalu ia menatap Kuroko yang entah sejak kapan sudah terkapar ditengah lapangan.
"Kuroko-kun jangan tidur!" jeritnya. "Dan lagi, Bakagami, jangan terlalu memaksakan dirimu! Ini cuma latihan! Kalau kakimu sampai cedera lagi, lebih baik kupotong saja!"
"Pelatih, tenanglah." Kata Hyuuga senpai.
"Sudah, sudah." Kiyoshi senpai tersenyum. "Latihannya memang berat, Kuroko-kun pasti kelelahan. Kagami-kun mungkin sedang semangat. Kan bagus, Riko."
Sepertinya hanya Kiyoshi senpai yang bisa membuat Riko senpai jinak.
"Kalau begitu, istirahat lima menit."
Suara itu disambut nafas lega para pemain basket.
"Nah, Chizu, kenapa kau tidak masuk saja?" rupanya Kiyoshi senpai menyadari kehadiranku diambang pintu.
"Kalian semangat seperti biasa ya." Aku tersenyum.
"Ck, dia lagi." gerutu Kagami.
Kuroko membuang muka.
Hari itu aku tidak bisa bicara pada Kuroko. Ia masih terlihat kesal dan menjauh dariku. Kehadiranku di Gym hanya berakhir dengan kejar-kejaran antara Ni-go, aku dan Kagami. Anjing itu sepertinya sengaja dekat-dekat dengan orang yang takut padanya. Saat Ni-go menyerah dan membaringkan dirinya, kulihat Kuroko sudah hilang.
"Taiga-kun." Aku menarik-narik lengan jaket Kagami. "Apa Kuroko-kun marah padaku? Aku salah apa? Apa dia cerita? Kau sudah makan? Dimana dia? Kenapa dia hilang?"
"Kau bertanya terlalu banyak! Jangan bikin pusing!" ujar Kagami. "Mana kutahu!"
Aku cemberut, aku menjulurkan lidahku pada Kagami dan langsung kabur keluar Gym sebelum ia membentakku. Aku menatap salah satu kertas yang kupegang sambil berjalan kearah gerbang. Disana tertulis lagu baru yang kubuat sendiri. Aku membaca tulisan diatas kertas itu sekali lagi. dengan tanpa sadar menyenandungkan lirik itu.
Dirimu, yang mencintai hujan
Terdiam duduk dengan wajah lurus
Matamu yang biru meneduhkanku
Bahkan langit gelap itu terlihat lebih cerah
Laguku, hanya kamu yang mendengarnya
Sambil menyaksikan kereta melaju mendekat
Sesekali kulihat rambutmu yang terbelai angin dingin
Hari-hari sangat dingin selama hujan itu turun
Tapi aneh, aku merasa sangat hangat
Selama kau berjalan pulang bersamaku
Tutur katamu sehalus kapas putih
Yang memenuhi rongga kosong hatiku
Api yang terpercik didalam dirimu
Membakarku sehingga aku berdiri tegak
Senyumku terlukis sempurna disisimu
"Eh? Kau Funato-san kan?"
Suara itu mengangetkanku. Aku menatap seorang gadis berdiri didepanku. Aku menyadarinya, gadis itu adalah ketua klub paduan suara. Disekitar kami orang-orang terlihat sibuk berbisik-bisik sambil menatapku.
"Kenapa aku tidak sadar ya selama ini? Suaramu..." ia tersenyum. "Kau mau ikut pementasan festival sekolah bulan depan?"
Aku terdiam tidak percaya.
"Eeeeeeh?!" jeritku agak telat, menyilangkan lenganku didepan dada, lagi-lagi. "Pe, pe, pe, pe, pementasan?! Pementasan yang itu kan?! Aku?! Bohong!"
"Kau tidak mau?" tanyanya.
"HAH!? Aku mau! Aku pasti mau! Senpai, mau kubuatkan bento?!"
"Hah? Hahaha tidak usah. Kau datang latihan saja ya besok sore." Ia menatapku seakan aku sinting. "Funato-san."
"Hai!" aku membungkuk dalam-dalam. Senyumku sama sekali tidak bisa pudar.
Bohong.
Tentu saja pudar saat aku kembali mengingat Kuroko yang sama sekali tidak mau menatapku. Kuroko, orang yang ada didalam lagu yang barusan kunyanyikan. Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi padanya. Aku berjalan kearah stasiun dengan langit yang mulai berubah gelap. Hujan mulai turun, dan ia tidak ada disisiku kali ini.
...
Cahaya matahari sore yang menembus atmosfer ruangan ini adalah hal pertama yang kulihat. Pandanganku samar, terasa remang-remang. Dimana ini? rasa pening membuatku tidak bisa berpikir. Aku memejamkan mataku kembali karena ruangan terasa berputar.
Sekelebat bayangan berwarna biru timbul tenggelam dalam otakku.
"Kuroko-kun?" gumamku parau.
Kupaksa kelopak mataku terbuka, kali ini aku tidak mau terpejam lagi. kujelajahi ruangan itu dengan kedua mata ungu milikku. Aku baru sadar setelah itu, aku ada di klinik sekolah. Aku melihat sekaleng teh hijau diletakkan diatas meja, hanya itu. Tidak ada Kuroko disini.
Kuraih kaleng itu. Dibawahnya terdapat kertas bertuliskan tinta hitam.
'Maaf.'
Aku terdiam bingung.
"Ah, sudah bangun kau?"
Aku menatap sesosok tubuh tinggi besar didepanku.
"Taiga-kun!" seruku.
"Diam, jangan berisik." Ia menghela nafas. "Minta ampun…Kuroko panik sekali tadi."
"Eh? Kenapa?"
"Tentu saja karena tiba-tiba kau terkapar dengan wajah bodoh didepan gym!" katanya. "Kau benar-benar panas."
"Eeeeehhh?" aku meraba dahiku. "Oh…"
Ini pasti karena semalam aku menerobos hujan dengan tatapan kosong sepanjang perjalanan ke stasiun. Aku mulai teringat.
"Kupanggil saja Kuroko kesini, kau merepotkan sih." Kagami berjalan keluar klinik. "Oh ya, teh hijau itu dari dia. Minum saja."
Aku membuka kaleng dengan dada hangat.
Kuroko panik? Aku bahkan nggak bisa membayangkan ia punya wajah panik. Aku meminum teh itu, tersenyum.
"Funato-san." Kulihat Kuroko masuk kedalam klinik dan berjalan kearahku. Matanya memancarkan kecemasan. "Daijoubu desu ka?"
Dadaku menghangat, ia kembali bicara padaku.
"Daijoubu janai." Jawabku. "Kau menjauhiku dari kemarin, Kuroko-kun."
"Maaf." Ia duduk disebelahku. "Aku agak kesal melihat Funato-san begitu senang bicara dengan Kise-kun."
Aku tersedak teh.
"Keeee, ke, kenapa?!" wajahku memanas.
"Hmmm." Gumamnya. "Pokoknya aku kesal."
Terdengar bunyi detik jam dinding.
"Lalu aku ingin mendengar Funato-san memanggilku dengan nama depan seperti yang lain." Katanya. "Keinginanku membuatku kesal."
"T, Tetsuya?" gumamku.
Hening.
Benar-benar hening beberapa saat.
Kutatap wajah datar Kuroko, wajahnya yang putih lama-kelamaan berubah warna menjadi merah padam, pertama pada kedua belah pipinya, lalu seluruh wajahnya ikut memerah. Tangan kanannya kemudian menutup kedua matanya.
"Aah sial." Gumamnya pelan, telinganya bahkan juga ikut memerah.
Wajahnya…memerah? Yaampun, serius nih?
"Kalau sudah agak mendingan, kita langsung pulang bareng lagi." katanya tanpa menyingkirkan tangan kanan yang masih menutupi matanya. "Aku…mau dengar suaramu lagi, kalau tidak keberatan."
"Ba, baiklah." Kataku.
"Lalu, nanti di stasiun…lirik lagu yang kau letakkan paling atas…" wajahnya masih merah padam. "Bisa tolong kau nyanyikan satu kali?"
"KA, KAU LIHAT?!" aku luar biasa malu.
Ia mengangguk.
"Kertas itu tergeletak disamping tasmu." Jawabnya.
"A, a, aaaaaah…! Memalukan! Itu benar-benar memalukan!" wajahku terasa mendidih. "Lu, lupakan saja! Hapus ingatanmu! Ucapkan mantra lupa ingataaaan!"
"Sumimasen, tapi aku tidak mau lupa." Katanya datar.
Aku menutup kepalaku dengan selimut. Berarti perasaanku sudah ketahuan? Aku bahkan yakin sebentar lagi wajahku mengeluarkan asap.
Dan setelahnya, aku yakin aku akan mati jantungan ketika mendengar kata-katanya yang berikutnya. Terasa tidak nyata, suara itu berucap tipis.
"Suki desu."
Wajahnya merah padam.
"Boku wa Chizu-san ga suki desu."
...
Aku bengong didalam kereta pagi ini.
"Boku wa Chizu-san ga suki desu."
Kata-kata itu terus-terusan bergema didalam kepalaku, apapun yang kulakukan, kata-kata itu seperti lebah yang berdengung di otakku. Aku tidak salah dengar kan? Maksudku, orang se-'datar' Kuroko bicara begitu padaku? Kami memang sudah akrab walaupun tidak lama saling mengenal. Tapi…
"Wahai angan-angan semu…pergilah dari kepalaku…" gumamku ngaco, tanpa menyadari pintu kereta daritadi sudah terbuka lebar.
Kuroko…aku sangat menyukainya. Apapun yang ia ucapkan, caranya memandang, semuanya. Jika dibandingkan dengan Kise, ia sangat berbeda. Ia tidak tinggi, tidak bisa dibilang gagah, tapi aku mulai berpikir ia lebih segalanya dari Kise. Tidak ada yang bisa mengalahkan hatinya.
Apa kemarin itu pernyataan cin…
"Ha, hazukashi…" tubuhku lemas, aku berjongkok didepan pintu kereta.
Jika tidak ditegur petugas kereta, aku pasti akan berjongkok disitu selamanya. Aku berjalan didalam stasiun dengan langkah diseret. Aku pasti terlalu malu untuk menatap wajahnya lagi. semalam aku sudah menyanyikan lagu memalukan itu didepannya saat menunggu kereta di stasiun. Memalukan…
"Ohayou gozaimasu."
Aku menoleh, melihat seseorang berdiri sambil bersandar pada sebuah pilar. Ia memegang sebuah buku bacaan ditangan kanannya. Aku membatu menatapnya, demi Tuhan Kuroko berdiri disana dengan wajah datar, berdiri dan menyapaku disana.
"Chizu-san agak lama." Komentarnya, sambil menutup buku ditangannya. "Ayo berangkat."
"Tu, tunggu dulu. Kenapa kau ada disini?" tanyaku sambil menatap kearah lain.
"Aku menjemputmu." Katanya datar. "Mulai sekarang setiap pagi aku akan menunggumu di stasiun dan berangkat bersamamu."
"Hah? Tapi kenapa?" wajahku pasti sudah mendidih.
"Hm…" Kuroko agak menengadah keatas. "Karena aku suka padamu."
"GAAAAHHHH! Berhenti bicara hal yang memalukan dengan ringan begitu!" aku menutup telingaku.
"Aku suka Chizu-san." Katanya lagi, masih dengan wajah datar.
"Hentikan Kuroko-kun!"
"Aku…"
"Di, diam…T, Tetsuya-kun…" wajahku benar-benar panas.
Kuroko terdiam.
Lagi-lagi wajahnya memerah. Ia menutupi wajahnya dengan buku ditangannya.
"Ng, ayo berangkat." Ucapnya pelan. "Kita bisa terlambat."
"Ha, hai." Aku berjalan dibelakangnya.
Kami berjalan keluar stasiun.
"Apa Chizu-san…suka padaku?" tanyanya tiba-tiba.
Aku benar-benar kalah. Orang ini selalu tiba-tiba mengatakan hal yang tidak bisa di prediksi. Tapi tolonglah…orang ini sudah mendengar laguku yang sudah sangat jelas ditujukan untuknya. Kenapa ia masih bertanya?
"Iya." Jawabku malu.
Ia berjalan beberapa langkah dan meletakkan telapak tangan kanannya pada sebuah pohon, wajahnya memerah lagi.
"Tolong jangan dikatakan." Katanya.
"Lalu aku harus bagaimana?!" ujarku.
Ia menyodorkan tangannya padaku.
"Eh?" aku berkedip tidak mengerti.
Cukup lama ia hanya diam dan menyodorkan tangannya padaku. Aku tidak merespon. Lama-kelamaan ia terlihat tidak sabar dan langsung menyambar tangan kananku, lalu melanjutkan langkahnya.
"Tanganmu, panas." Katanya.
Aku tidak bisa melepaskan gandengan tangannya.
"Berhenti bicara hal yang memalukan, Tetsuya-kun." Aku menunduk.
...
"Tetsu-kun!"
Aku berdiri mematung. Jika kulihat disana, ada pemandangan yang membuat dadaku panas. Kuroko berdiri memegang bola basket ditengah-tengah gym, masih penuh keringat. Dibelakangnya berdiri gadis berambut merah muda itu lagi, tengah memeluknya erat-erat dengan wajah ceria.
"Tetsu-kun, gomen ne. hari ini Aomine-kun tiba-tiba mengintip celana dalamku, lalu aku menendangnya dan dia marah. Aku nggak bisa apa-apa selain pergi menemui Tetsu-kun."
"Aku tidak ada hubungannya, Momoi-san." Kata Kuroko datar.
"Lagipula cewek ini bisa-bisanya cerita hal memalukan pada cowok yang disukainya." Celetuk Kagami, menghela nafas.
Aku masih mematung diambang pintu.
"Taiga-kun." Aku berjalan beringsut-ingsut kearah Kagami dan menempelkan tubuhku ke punggung Kagami dengan suram. "Aku merasa tidak diinginkan…"
"Jangan dekat-dekat!" jerit Kagami, menjauh.
"Anata dare?" Tanya Momoi sambil menatapku. "Kau siapa?"
Aku menatap Momoi.
"Eh…" aku menggaruk kepalaku. "Aku…"
"Boku no kanojo desu." Potong Kuroko sambil melepaskan pelukan Momoi. "Funato Chizu."
Momoi terlihat shock.
"Haaaaaah?!" jeritnya.
Aku juga kaget mendengar Kuroko tiba-tiba menyebutku pacarnya. Wajahku lagi-lagi memerah. Aku mundur selangkah.
"Dia pacarku." Ulang Kuroko. "Hari ini ia menonton latihan kami seperti biasa."
Semua orang didalam Gym menganga. Mata mereka tertuju kearahku. Aku, dalam keadaan seperti ini seperti biasa tidak bisa apa-apa selain berlari keluar gym. Kedua kakiku membawaku kearah pekarangan Seirin. Aku berdiri ditengah-tengah sana, masih dengan wajah merah.
Musim semi tahun ini sangat berbeda dari musim semi yang lalu-lalu. Jauh berbeda. Walaupun hujan sering turun, tidak ada yang mengubah keindahan musim semi tahun ini. semburat jingga tergaris halus pada langit sore, kemudian pandanganku terasa lebih redup, menggelap, suara gemuruh guntur membuatku segera menengadah dari cakrawala kearah langit yang tinggi. Sore ini, hujan perlahan turun walaupun aku belum melantunkan satupun paranada. Tapi kurasa selama ia menyukai hujan, tak masalah bukan?
Perlahan, aku mulai membentuk sebuah senyuman, sambil menikmati setiap partikel air hujan yang turun dan membasahi ujung jemariku.
Apa yang sedang terjadi? Aku kurang mengerti. Laki-laki berwajah datar yang kupuja itu benar-benar sudah jadi milikku. Aku masih sulit percaya, tapi ini nyata. Walau terasa singkat tapi ia sudah menjadi seseorang yang begitu berarti.
Mungkin bagi orang-orang, keberadaan seorang Kuroko Tetsuya begitu tipis dan samar.
Tapi bagiku, keberadaannya terasa sangat jelas.
Benar-benar jelas.
.
.
.
-To Be Continued-
A/N : Neeeee, gimana? Chap pertamanya? Lanjut? XD
Jangan lupa review, no flame… onegai
Next chap; Kagami Taiga pair OC
Penasaran? *kedip-kedip*
Tinggalkan rivieewwwwww… semakin banyak riview semakin cepat apdet \(^o^)/
Maaf kalau chap ini masih ada typo(s)/misstypo(s)… mohon dimaklumi T^T
Ettou, mengingatkan; akun ini collab beberapa author jadi jangan kaget kalau chap selanjutnya cara penulisan nya berbeda dari sebelumnya…
Nee~ minna! gomen ne, sudah ku edit karna salah penulisan.
Yoroshiku -Author M-
So~
R
E
V
I
E
W
?
