Yunho, dengan bangga mengakui bahwa dirinya pria berumur 29 tahun yang sedang jatuh cinta kepada seorang pria cantik yang selalu menyeduhkan kopi setiap pagi untuknya. Bukan, mereka bukan kekasih seperti yang kalian bayangkan. Seandainya saja hal itu benar, Yunho pasti tidak akan duduk merana seperti sekarang. Pria itu, Kim Jaejoong, nama yang Yunho ketahui dari baju seragamnya, sangatlah cantik. Yunho yakin sebagian pengunjung di caffe itu akan setuju dengan pendapat Yunho, meski mungkin mereka akan mendapat pukulan di wajah mereka jika Jaejoong sampai mendengarnya. Pria mana yang suka jika disebut cantik oleh pria lain? Hal tersebut merupakan penghinaan besar bagi maskulinitas mereka.
Tapi lihatlah Kim Jaejoong, kulitnya yang seputih susu menggoda siapapun untuk meninggalkan bekas gigitan. Matanya yang lebar membuat Yunho mampu berlama-lama menyelami kejernihannya. Hidung lurus yang pasti akan membuat iri gadis manapun. Jangan lupakan bibir mungil menggoda itu, Jaejoong merupakan bentuk nyata dosa yang seharusnya dijauhi oleh pria maupun wanita waras dimana pun ia berada. Rambut gelap yang sangat kontras dengan kulitnya justru membuat kulitnya semakin bercahaya.
Jaejoong, sama seperti pegawai lain, selalu mengulas senyum ramah dan berbicara dengan nada sopan nan lembut. Yang sangat Yunho sayangkan, dia lakukan pada semua pengunjung di caffe itu. Yunho sudah puluhan kali berusaha mendorong keberaniannya untuk bertanya lebih tentang Jaejoong, tapi selalu gagal dengan sangat memalukan. Bayangkan saja jika kau dihadapkan pada seseorang yang kau sukai sejak lama. Bayangkan betapa kelu lidahmu menyusun kalimat dalam gugup. Jangan lupakan detak jantung yang mungkin bisa menyamai pelari marathon nasional. Buruk. Jung Yunho merasa buruk karena sama sekali tak ada perkembangan dalam kisah cintanya sejak tiga bulan yang lalu.
Hari ini lebih buruk lagi. Tidak seperti kunjungannya pada hari biasa, Yunho harus membawa keponakannya yang baru berumur tujuh tahun. Changmin, keponakan Yunho, terus-terusan memainkan kotak permen warna-warninya seraya membaca poster menu dengan sangat perlahan. Mungkin huruf-huruf itu masih asing di lidahnya, tapi percayalah, Changmin tahu setiap hal yang ia baca.
"Selamat pagi." Sapa Jaejoong dengan senyum terbaiknya. Hari ini dia mengenakan setelah kemeja putih bersih dengan celemek gelap yang melingkar nyaman di pingganya.
"Ah, selamat pagi." Balas Yunho singkat, buru-buru mengalihkan perhatiannya yang sesaat terpaku pada pinggang Jaejoong. Dalam hati bertanya bagaimana rasanya melingkarkan lengannya pada pinggang ramping itu. "Apa yang kau inginkan Changmin-ah?"
"Aku mau es krim tinggi, gelas lebar, warna-warni, penuh buah!"
Jaejoong tersenyum lebar mendengar ucapan Changmin yang membuat Yunho sedikit merasa iri karena selama tiga bulan dia membuat lelucon, tak pernah senyum itu ditujukan padanya.
"Tidak ada gelas lebar manis, tapi aku bisa menyediakan mangkuk besar untukmu."
"Aku mau! Aku mau! Aku mau!" Teriak Changmin bersemangat.
"Berapa umurmu?" Jaejoong bertanya lembut, sedikit menunduk untuk memastikan Changmin tahu dia sedang berbicara dengannya, yang dibalas Changmin dengan acungan tangan menunjuk jumlah umurnya.
"Changmin, pilihlah tempat dudukmu sesuka hati sembari menunggu es krimmu datang. Oke?" Tanya Yunho santai.
"Oke!" Changmin berlari menuju sebuah meja kosong, melempar tas punggungnya yang berisi mainan ke atas meja dan membuka kotak permennya dengan terampil. Memasukkan beberapa butir ke dalam mulutnya sebelum tersenyum puas.
"Seperti biasa?" Terdengar suara Jaejoong lembut, membangunkan Yunho dari lamunannya. Dia selalu tertarik dengan tingkah laku Changmin yang lebih cerdik dan pandai daripada anak-anak pada umurnya.
"Seperti biasa?" Tanya Yunho sedikit ragu. Yunho memang tidak pernah memesan selain Latte, tapi dia sedikit ragu Jaejoong mengingat pesanannya karena tidak sedikit pengunjung yang datang. Dan Yunho tidak pernah merasa Jaejoong memperhatikan dirinya hingga mampu mengingat apa yang selalu ia minum.
"Latte panas."
"Kau tahu apa yang kuinginkan kalau begitu." Jawab Yunho singkat, senyum mengembang dengan sangat memesona.
"Kau beruntung." Yunho memusatkan perhatiannya pada Jaejoong, karena dia berani bersumpah ini pertama kalinya Jaejoong mengatakan kalimat selain apa yang ingin kau pesan. "Kau beruntung mempunyai anak sepandai dia."
"Maaf?"
"Dia…" Ucapan Jaejoong menggantung seraya menunjuk tempat Changmin duduk.
"Bukan. Bukan. Dia bukan anakku." Buru-buru Yunho menjelaskan. "Dia keponakanku. Dari semua hari, kakakku memilih hari liburku untuk menjadikanku pengasuhnya ketika mereka sedang liburan."
"Oh. Maafkan aku." Yunho dapat melihat rona merah menjalar dari pipi Jaejoong hingga ke telinga. Matanya bergerak tak beraturan, memusatkan perhatian kecuali pada Yunho. Merasa malu dengan tebakannya yang tidak sesuai. "Jadi kau belum mempunyai anak?"
"Aku bahkan belum beristri untuk mempunyai anak."
Dengan sedikit gugup Jaejoong menyerahkan pesanan Yunho dalam diam. Masih menduduk menyembunyikan wajahnya yang masih tampak seperti kepiting rebus. Yunho menemukan ini sebagai kesempatan emas. Menarik nampan berisi pesanannya namun tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
"Pukul berapa kau pulang?"
"Eh?"
"Kalau kau tidak keberatan, kita bisa makan malam bersama setelah kau selesai bekerja. Dengan begitu kau tidak akan salah menebak lagi." Sesaat terdapat keraguan di wajah Jaejoong sebelum akhirnya berani menatap langsung ke mata Yunho.
"Satu jam lagi." Jawab Jaejoong pelan.
"Semoga Changmin sudah menghabiskan makanannya sebelum kau selesai." Yunho tersenyum dan meninggalkan Jaejoong yang memandangnya dengan tatapan sayu. Sudah sejak pertama kali Jaejoong tertarik kepada Yunho, tapi ia takut. Jaejoong yang merasa dirinya tidak menarik tidak sebanding dengan seseorang seperti Yunho, jadi dia membuat batas diantara mereka.
Disisi lain, Yunho tidak menyangkan Changmin akan menjadi sebuah keberuntungan dalam kisah cintanya. Changmin yang bahkan masih akan bertanya makanan seperti apa yang disebut cinta itu, mampu membuat pergerakan yang sangat signifikan. Jika dia tahu dengan membawa Changmin bisa meluluhkan hati Jaejoong dan memberinya kesempatan untuk menawarkan pendekatan, mungkin Yunho sudah melakukannya sejak beberapa bulan yang lalu. Dalam hati mencatat Changmin berhak mendapatkan hadiah untuk keberhasilan ini. Yunho yakin Changmin akan sangat bahagia mengetahui semua makanan yang ia inginkan tersedia di meja makan ketika mereka pulang nanti.
"Hyung!"
"Kenapa?"
"Tersenyumlah, atau Minumlah bergantian. Jangan lakukan bersamaan, kau lihat air liurmu menetes kemana-mana!"
Hari lain Yunho akan merasa jengkel dengan ledekan kekanak-kanakan yang Changmin lontarkan padanya. Hari lain, ia akan menarik Changmin dalam pangkuannya dan membuat Changmin berteriak minta ampun. Tapi hari ini, Yunho hanya tersenyum lebar sambil mengelap air liur yang sama sekali tak nampak di meja.
"Diamlah dan habiskan makananmu. Kita akan makan lagi setelah ini, banyak makanan enak."
Wajah Changmin berbinar-binar dan berteriak kegirangan. Menyendok es krim di hadapannya dengan sangat bersemangat mendengar janji banyak makanan enak yang Yunho lontarkan.
Selesai
