Quand vient le soir..

-BaekToYou-

Main cast : HunBaek

Rated : M

Genre : tentuin sendiri ._.

.

.

Sehun menghela nafas lalu melangkahkan kaki lebarnya memasuki ruangan berpintu kayu itu. Tangannya meraba tiap benda yang ia lewati lalu terdiam sejenak memandangi ruangan itu.

"Annyeong.."

...****...

Masih ingatkah kau ketika kita duduk berdua untuk yang pertama kalinya di atas bangku taman berkayu eboni itu? disaksikan rumput hijau yang bergoyang, angin sepoi-sepoi, dan bagaimana rambutmu yang lembut ikut menari karenanya? Saat itu aku masih terlalu muda untuk mengerti apa artinya cinta.

Oh Sehun, kau masih mengingatnya?

...****...

Sebungkus coklat tiba-tiba ada di hadapan Sehun, ia menutup bukunya lalu mendongak untuk mengetahui siapa pemilik tangan lentik itu. "Maaf?"

"U-untukmu. Sebagai perkenalan?" tawarnya dengan senyuman tipis dan pipi yang bersemu merah. Dan waktu seolah terhenti untuk beberapa saat,rambut caramel sosok dihadapannya ini bergerak terbawa angin, senyumnya yang menyerupai musim gugur dan wajahnya yang seindah musim semi.

Sehun akhirnya tersenyum. "Oh Sehun, kau?"

"Byun Baekhyun."

..0o0o0...

Baekhyun melangkahkan kakinya riang. Ia baru saja membeli beberapa batang coklat, rencananya ia akan membaginya dengan Sehun di jam istirahat yang akan berbunyi 5 menit lagi. Tapi masalahnya, kemana Sehun?

Setelah berkeliling, baekhyun memutuskan untuk mencarinya di ruang musik. Mungkin saja mengingat Sehun adalah anggota band sekolah.

"Se—"

"Hmmph—y-ya?... B-baekh?"

BRUK.

"Aw."

Dilihatnya seorang namja cantik tengah mengusap kasar punggungnya—mungkin Sehun yang mendorongnya hingga menabrak rak buku. Sementara baekhyun yang semula terdiam kini tengah menggerakkan kepalanya gelisah. "A-aku..eum..aku..." ia melirik sebuah violin di lantai. "A-aku mau mengambil ini dan—eum..ke kelas." Lalu ia pergi dan tak lama melintas lagi. "Oh—ya, arahnya salah. kelas sebelah sini."

Sehun berdecak. Ia tahu baekhyun tak bisa memainkan violin. Lelaki itu menatap kesal pada namja di hadapannya. "Kau tahu aku menolakmu, kan Luhan? Kenapa menciumku? Tsk." Luhan baru akan berbicara ketika kepergian sehun menyusul baekhyun tak dapat ia tahan.

Tangannya terkepal. Ya, seingatnya sehun bahkan akan membalas ciumannya kalau saja bocah mungil itu tak mengganggunya. Cih, pikir luhan. Ini sudah kesekian kalinya namja kecil yang selalu mengikuti sehun itu mengganggu urusannya dengan sehun.

Sementara ditempat lain baekhyun meretakkan coklat batangnya lalu menghamburkannya tepat di depan bangku taman sekolah yang sepi. Langsung saja kawanan burung datang, membuat baekhyun kewalahan karenanya. Ia tertawa. Bukan. Ia melampiaskan amarahnya.

"Baekhyun-ah, " baekhyun menoleh. Didapatinya sehun dengan dahi penuh peluh. Ia kembali tersenyum. "Kenapa kau kesini sehun-ah?"

"Aku—bisa jelaskan tentang Luhan."

Senyum baekhyun memudar. Seolah mengerti, burung burung pun ikut terbang. Meninggalkan Baekhyun dengan luka menganga lebar dan Oh sehun, si pembawa belatinya.

"Oh—tidak apa sehun. Aku bisa makan coklat dengan chanyeol."

Sehun terdiam. "Ya, dengan chanyeol." Entahlah, rasanya ia ingin menahan baekhyun dan berkata jangan. Tapi sesuatu seperti menghambatnya. Sedangkan baekhyun ia tersenyum miris, ia sempat berpikir bahwa sehun akan menahannya dan berkata jangan. Tapi..

Baekhyun pergi dengan luka dihatinya.

Oh sehun? Oh sehun? Kau mendengarku? Lebih baik kejar dia sekarang atau tidak selamanya, bodoh.


Sehun masuk ke dalam kelasnya dengan alisnya yang bertautan, ini masih pagi dan pelajaran pertama bukanlah dari dosen killer itu, kenapa semuanya membisu? Bukan, tidak ada tes hari ini, tidak ada ujian tidak ada apapun hari ini.

"Min seok, ada apa?" Ia menghampiri min seok—lelaki bermata sipit—yang sebelumnya sedang berkerumun dengan siswa lain di belakangnya. Ia memberikan tatapan yang sulit diartikan dan sehun tahu ia bukanlah ahli dalam hal ini. "Katakan saja, apa yang terjadi?" tanyanya jengah.

Tiba-tiba dari pintu muncul sosok berperawakan kecil dengan wajah tertunduknya berjalan dengan lunglai menuju bangku depan. Suasana yang semulai hening kini nampak semakin tegang, semua mata tertuju pada baekhyun.

Sehun melihat sekelilingnya. Tidak mungkin tidak ada yang tidak beres. Ia lalu berjalan menuju baekhyun sebelum sebuah suara menginterupsinya. "Masih punya muka, byun baekhyun? Atau tidak ada kampus yang mau menerimamu?" suara itu disusul beberapa cemoohan yang ditujukan pada baekhyun.

Sementara baekhyun sudah menangis, ia mengepal kuat kedua tangannya. Ingin rasanya menulikan indra pendengarannya dan berpura-pura bahwa ia sedang amnesia. Tapi mustahil, kenyataan ini terlalu pahit untuk ditelan.

"Ya! Byun baekhyun, pindah sekolah saja sana. Kau tahu, namamu membuat sekolah kita jelek!"

"Byun baekhyun, kau dengar itu? sekolah jelek membuat ijazah juga tidak bernilai!" cacian, makian dan cemoohan baekhyun telan mentah-mentah. Dadanya sakit dan air matapun rasanya sudah habis ia keluarkan.

Sehun mendekat. Disentuhnya pundak kecil itu pelan. "Baekh, ada apa?"

Ia menatap sehun tajam namun penuh makna kedekatan. Seolah melalui tatapan dari mata kecil miliknya ia ingin mengatakan bahwa Sehun adalah orang yang dapat di percaya dan sahabat yang setia kawan. "A-aku—"

"—adalah anak dari tukang selingkuh! Bwahahaha!" suara mengerikan itu datang. Seolah setiap getarannya mampu merambat dan melumpuhkan otot otot pada sendinya. Mereka tertawa. Lelaki berkacamata yang duduk di pojok itu juga tertawa. Semuanya tertawa.

Kaki baekhyun bergetar sementara sehun masih membisu. Angin juga ikut membisu. "Se-sehun.."

"Pepatah mengatakan, 'Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.' Oh Sehun, kau tau apa maksudku kan?" lelaki bertopi dan berkulit sedikit coklat itu berkata seiring dengan kertas menghujam tubuh baekhyun. Kertas yang berubah menjadi hujan duri bagi tubuh kecil itu.

Oh sehun berbalik. Ia mendecih kecil seraya mengepalkan tangannya. "Kim jongin, sudah satu semester ini kau mengabaikan teguran dan bertindak sesukamu. Kau juga tidak.."

"Tidak apa Oh sehun?"

"Kau juga tidak akan naik kelas tanpa bantuan ayahku, kau masih mengingatnya kan? Mengemis di depan rumahku, cih!"Jongin menggeram, ingin sekali ia melayangkan sebuah tinjuan pada sehun ketika tatapan jijik dan memuakan dari seisi kelas ada padanya.

"Ayo pergi!" baekhyun hanya dapat memandang kosong punggung di hadapannya dengan langkah kaki cepat. Rasanya, suara sehun adalah suara paling menyejukan di hari itu.

"Brengsek!" maki Jongin—atau kai—keras setelah kepergian dua sejoli yang saling membela satu sama lain, menurutnya. Beberapa detik kemudian, Luhan muncul dengan sebuah senyuman kecil di bibir tipisnya. "Rasanya menjengkelkan ya?"

Kai hanya melirik acuh tak acuh. "Pergi atau kutinju wajah cantikmu." Ucapnya dingin. Sebaliknya, Luhan malah semakin mengembangkan senyumnya. " Kau ingin menghancurkan mereka kan? Bantu aku, maka ku beri tahu caranya." Sedetik kemudian Kai menoleh sempurna. Ia menatap tajam Luhan lalu ikut tersenyum. Dan luhan menyambutnya dengan tatapan bengis yang tertuju pada pintu tempat sehun menyeret baekhyun keluar. "Byun Baekhyun, ku harap kau suka bermain-main."


Baekhyun terlempar jauh sekali kepada suatu waktu. Ia hapus semua waktu suram itu agar tidak ada yang tahu, tapi..sayangnya mereka terlanjur tahu. Ibunya yang dulu sempat ada dan hidup di dunia berkata bahwa ia adalah lelaki perkasa. 'Gunakan keperkasaanmu untuk menjalani siksa dalam dirimu.' Begitu katanya. Namun, di dunia ini kamu harus bertemu dengan orang-orang yang membuat dirimu terluka, tersiksa, dan dilecehkan. Sepanjang malam, itulah mimpi kelammu.

"Kau melamun?" sehun berhenti berjalan.

"Aku tidak pernah menginginkan mimpiku menjadi nyata." Katanya datar, ikut berhenti.

"Baekh—"

"Apakah orang-orang seperti aku akan membusuk seiring berjalannya waktu? Atau sebaliknya, menyadari realita dengan keikhlasan."

"Baekhyun.." sehun membawanya dalam dekapan di pinggiran jalan sepi itu. "Keikhlasan menjadikan kita lebih dewasa. Dari sini kita tahu, siapa kita dan siapa mereka yang kita benar-benar sayangi. Memang hidup tak selalu berjalan sesuai harapan. Baik dan buruk untuk melengkapi saja , selayaknya kita yang tak pernah bisa sempurna."

Dekapan dan rangkaian kata sehun memutus perkataan baekhyun. Ia merasa amat nyaman. Baekhyun sadar betapa ia amat lelah mengemban beban ini sendirian.

Baekhyun berbisik, "Terimakasih sudah mendamaikan jiwaku."


Pagi tak selalu cerah. Matahari tak selalu bersinar. Burung burung tak selalu berkicau. Kenyataan bahwa setiap benda di alam semesta ini memang tak luput dari kekurangan. Baekhyun tahu, amat tahu.

Ia melangkah gontai. Frustasi dan stress adalah salah dua faktor dari mengapa ia meminta ijin untuk kembali ke kelas lebih awal di pelajaran olah raga saat ini. Kepalanya serasa di tumbuk oleh benda tumpul, berdenyut denyut.

Tangan kecil itu membuka pintu kelas. Bahkan dunia tak selalu indah. Atau aku memang ditakdirkan dengan secuil kebahagiaan?

"AKU KESEPIAN, AKU HAUS CINTA. TEMANI AKU MALAM INI." BYUN BAEKHYUN.

Mata itu berkedip, seakan meminta agar tulisan itu hanyalah fatamorgana belaka. Rasanya begitu berat barang meneguk ludah sekalipun. Sebenarnya dosa apa yang telah ia perbuat di masa lalu sehingga harus mengemban beban begitu hebatnya?

Siswa dari kelasnya mulai berdatangan bersama siswa siswi lain. Sepertinya tulisan tentang dirinya ada di semua kelas.

"Apa itu artinya baekhyun pelacur?"

Sakit rasanya.

Kepalanya sudah tak sakit lagi. kini, rasa sakit itu ada di sekujur tubuhnya. Ia mulai menghapus namun sebuah tangan menepisnya. Sehun, kau datang.

Lelaki jangkung itu mulai menghapus dengan brutal satu persatu papan tulis di tiap kelas. Dengan kobaran api di matanya, ia membelah lautan manusia itu. "MINGGIR KALIAN!" dan ketika ia sampai di kelas baekhyun—kelasnya, sehun melempar penghapus itu kasar.

Ia melempar tatapannya pada seluruh penjuru ruangan. "Siapa yang melakukan ini?" tanyanya dingin disertai tendangan pada meja guru. "Siapapun itu takkan kubiarkan kau menyakiti byun baekhyun! Beraninya membuat kekacauan seperti ini, brengsek!" teriaknya dengan nafas memburu.

Setidaknya dengan kejadian ini, Baekhyun tahu seperti apa orang yang ia sayangi.

"Aku kecewa padamu." Kai melipat tangannya angkuh di pertikungan koridor sekolah. "Ini baru permulaan kai, sabarlah. Aku masih ingin bermain dengannya."

"Menurutku ini buang buang waktu, Luhan."

Luhan memicingkan matanya jengah pada kai. Banyak omong. Kemudian ia tersenyum—licik. "Kau tertarik tawaran itu bukan?" Kai menoleh, ayolah ia cukup pintar untuk mengetahui maksud Luhan. "Lihat permainan selanjutnya kai, kau pasti suka."

TBC

reviewnya ditunggu ya beb/? '-'

gomawo udah baca :***