Salty Studio

Rated: T

Genre: Romance/Drama, AU

Pair: KookV

Cast: Jeon Jungkook, Kim Taehyung, Kim Namjoon, Jung Hoseok, Min Yoongi, Kim Seokjin, Park Jimin, Lee Suwoong, Kim Yerim, and others.

Length: Chaptered

.

Jungkook dulunya bekerja di perusahaan ayahnya dan dia tidak punya niat sedikitpun untuk bekerja di sana, jadi dia berhenti dan pindah dari rumah orang tuanya untuk mengejar mimpinya—menggambar. Di pesta reuni, dia bertemu dengan Taehyung, salah satu teman satu sekolah menengahnya dulu dan juga seorang ilustrator hebat; Jungkook memohon pada Taehyung untuk mengajarinya menggambar.

.

Note: Jungkook is 27 years-old, Taehyung is 27 years old, Kim Yerim is 27 years-old, Jimin is 18 years-old, Suwoong is 25 years-old, Hoseok is 18 years-old, Yoongi is 18-years old, Namjoon is 28 years-old, Seokjin is 18 years-old. Most of the characters are aged up and aged down, if you don't like this please don't read my fanfiction. This fanfiction is a remake from omyo's webtoon, Salty Studio.

.

Chapter 1

Jeon Jungkook

.

Jungkook mengemasi barang-barang di meja kantornya dan meletakkannya ke dalam beberapa boks kosong. Setelah selesai, dia mengangkat salah satu boks itu dan berjalan keluar dari gedung tempatnya bekerja—tidak juga, dia baru saja berhenti.

Iya, berhenti.

Sambil berjalan, Jungkook bisa mendengar dua wanita yang sedang bergosip—menggosipi dirinya, tentu saja. "Kau tahu Jeon Jungkook?"

"Anak dari CEO Departemen A?"

"Iya, aku dengar dia berhenti."

"Kenapa?"

"Aku tidak tahu—hey, itu dia." Salah satu dari wanita itu menunjuk Jungkook menggunakan jari telunjuknya dan tertawa kecil, terdengar seperti meremehkan.

Dasar wanita—Jungkook membatin, lelah juga. Jungkook tahu kalau dia akan menjadi topik panas di perusahaan ayahnya, dan dia sama sekali tidak keberatan. Dia punya tujuannya sendiri, makanya ia ingin berhenti.

Jungkook ingin mewujudkan mimpinya—menjadi illustrator yang hebat.

[ Salty Studio ]

"KAU BENAR-BENAR BERHENTI DARI PEKERJAANMU?! BERANINYA KAU MELAKUKAN ITU PADAKU!" Jeon Junghwan, CEO dari Departemen 'A', ayah dari Jeon Jungkook, baru saja menjerit tidak terima sambil memegang tongkat golf di depan anak satu-satunya.

Jungkook tahu betul ini akan terjadi begitu dia sampai di rumah orang tuanya sambil membawa beberapa boks berisikan barang-barang. Ibunya dengan sabar menenangkan ayahnya, "Sudahlah, sayang…" ucap Ibunya—Mun Jihee, seorang florist dan sastrawan.

Setelah meletakkan boks-boks di lantai, Jungkook menghadap ayahnya, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Ayahnya menatapnya tajam, kata-kata mengerikan sudah siap meluncur dari mulut pedasnya. "Kau sudah punya semuanya dan itu membuatmu berpikir kalau hidup itu mudah, hah? Kau belum melewati masa-masa sulit kehidupan karena kami!"

"Ya, memang belum." Jungkook menjawab dengan tenang. "Jadi, aku akan mencobanya sekarang. Aku akan pindah."

Jeon Jungkook, deputi di Departemen 'A'—dulu, sekarang pengangguran, benar-benar pindah dari rumah orang tuanya.

Tapi, Junghwan masih belum selesai mengomel. "Berikan kembali semua uang yang sudah aku berikan padamu!" Junghwan mulai bersiap untuk memukul Jungkook menggunakan tongkat golfnya, dan Jungkook langsung memberikan perlawanan dengan melempar buku bank ke arah ayahnya. "Nih! Aku akan membayar sisanya tiap akhir bulan."

"Terserah, transfer uangnya setiap tanggal 1!" perintah Junghwan, ayahnya tidak main-main.

Jungkook betul-betul pindah.

Dengan uang setoran, Jungkook bisa dapat apartemen baru. Terletak di rooftop, dia membayar sekitar $300 perbulan, tapi tentu saja itu semua tidak berjalan selancar yang ia mau.

[ Salty Studio ]

4 bulan kemudian.

Sampah berserakan di mana-mana. Beberapa kaleng minuman saling bertumpukan, lalat berterbangan, kupasan buah apel tergeletak menyedihkan di atas lantai kayu yang hangat, majalah bertumpukan di lantai, kartu remi berserakan, sampah cup ramyun di atas meja makan, kentang goreng yang sudah basi tergeletak di dalam bungkusnya.

Di tambah dengan Jungkook yang baru saja bangun dengan kondisi paling menyedihkan menurutnya.

Ponselnya bergetar, pertanda sebuah pesan singkat baru saja masuk. Ketika Jungkook meraihnya, ternyata pesan itu dikirim oleh sang tuan tanah. Berisikan: "Bayar uang sewamu bulan ini."

Sialan—Jungkook membatin. Dia menghela napas, "Aku cuma telat 3 hari. Sialan, aku tidak punya uang sepeserpun." Jungkook memang sama sekali tidak punya uang simpanan untuk bayar uang sewa dan biaya hidup.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu, tepatnya satu bulan yang lalu.

Pacarnya, Kim Yerim, tiba-tiba mengajaknya bertemu di sebuah kafe dekat tempatnya tinggal. Biasanya, Jungkooklah yang akan membayar semua makanan yang dia dan pacarnya pesan, tapi nampaknya hari itu tidak seperti biasanya.

"Yerim, kau tahu kan bagaimana kondisiku saat ini? Uang sewaku untuk bulan ini—"

Jungkook belum selesai bicara, tapi Yerim langsung memberinya respon. "Aku mau putus."

Kebingungan, Jungkook hanya bisa memberikan respon singkat. "Hah?"

Yerim dengan santai memainkan ujung rambutnya dan tersenyum. "Kau tahu? Pesonamu itu hanyalah uangmu, tanpa uang; kau bukan apa-apa." Begitu saja, setelah itu Yerim pergi meninggalkan kafe, meninggalkan Jungkook sendirian.

Kembali ke masa kini, Jungkook mengusap wajahnya sebal. Sial, padahal aku sangat baik padanya dulu—batinnya, sambil berjalan menuju meja komputer di kamarnya.

"Apakah aku hanya terlihat mempesona karena uangku?" Jungkook bergumam sedih, dan memperhatikan meja komputernya. Ketimbang disebut meja komputer, lebih pantas disebut tempat pembuangan sampah. Banyak juga tumpukan kaleng minuman dan beberapa makanan yang sudah basi tergeletak di atas meja, tak lupa dengan remukan bola kertas yang malang.

Jungkook mengerang, "Selama ini aku memang berantakan," dia menyingkirkan semua benda mengganggu yang ada di atas mejanya, tak berniat untuk membuangnya secara benar.

Jungkook menekan tombol CPU menggunakan jempol kakinya dan menunggu komputernya menyala. Sambil menunggu komputernya menyala, Jungkook pergi ke dapur dan menyeduh kopi kemudian membawanya kembali ke meja komputernya. Begitu dia kembali, komputernya sudah menyala dan dia mulai membuka browser dan mencari website yang dikhusukan untuk mengupload gambar-gambar di kolom search.

"Apakah ada gambar baru yang muncul hari—" kata-katanya terputus tatkala dia menemukan sebuah gambar yang baru saja dipost dua jam yang lalu.

Gambar seorang gadis yang sedang memakai gaun tidur dan memeluk benda bulat yang terlihat seperti telur—Jungkook sendiri tidak tahu betul benda apa yang gadis di gambar itu peluk, tapi Jungkook benar-benar terpesona dengan gambarnya. Warnanya terlihat hangat dan itu benar-benar gaya menggambar yang Jungkook sukai.

Ini benar-benar style yang aku inginkan, aku akan bookmark ini—Jungkook bergumam, sambil tersenyum dan menopang dagu.

Tiba-tiba dia teringat apa yang orang tuanya katakan. Orang tuanya pikir pria itu tak seharusnya melakukan sesuatu seperti menggambar, tapi Jungkook ingin menggambar untuk melanjutkan kehidupan dan karirnya, itulah sebabnya dia pindah. Tapi, ternyata semuanya tak semudah yang ia kira.

Jungkook mengamati gambar itu sekali lagi. "Apakah aku harus sebagus ini agar bisa dapat uang dari menggambar?" dia kemudian mencari-cari nama orang yang mengupload gambar tersebut. "Apakah ini gambar amatir atau profesional?"

Setelah dia menemukan namanya, Jungkook terdiam. Layar komputernya menampilkan sebuah nama.

Kim Taehyung.

Secara tiba-tiba, Jungkook teringat masa-masa ketika ia masih sekolah menengah akhir dulu. Ketika dia bertemu seorang laki-laki di klub seni, dan namanya adalah Kim Taehyung.

Jungkook memaksakan dirinya sendiri untuk tidak percaya, tidak mungkin Taehyung yang sama yang menggambar gambar sebagus itu. Jungkook kemudian bergumam, "Aku harus mengecek gambarku, semoga ada komentar." Dan ketika dia sudah menemukan gambarnya dan melihat seluruh komentar, Jungkook sakit hati.

Laa-laa: Pikir dulu sebelum kau post gambar ini.

: Warnanya terlalu…

KSG: Berjuanglah lagi.

Jungkook menatap layar komputernya sedih. Ini namanya internet bullying—batinnya, mengenaskan.

Sambil menghela napas, Jungkook mengambil beberapa kaleng minuman yang terjatuh di lantai dan menaruhnya di atas meja. Dia menyusunnya satu persatu sampai ponselnya bergetar, tanda ada panggilan masuk.

Dengan malas, Jungkook mengangkatnya. "Apa?"

Yang menelefon adalah teman satu sekolah menengahnya dulu, Kim Mingyu. "Tidak bisa kah kau lebih sopan sedikit bicaranya?!" Yang diseberang sana—Mingyu—protes, tapi hanya dianggap angin lalu oleh Jungkook.

"Apa maumu?" tanya Jungkook, masih sambil menyusun kaleng.

"Kita akan mengadakan reuni—"

Alis Jungkook bertaut. "Aku tidak ikut."

Mingyu bicara lagi. "Kau mau ikut—" Mingyu belum selesai bicara, tapi Jungkook sudah memotongnya. "Tidak."

Dibuat penasaran, Mingyu segera bertanya. "Kenapa?"

Jungkook menyusun kaleng-kaleng lagi. "Aku sibuk."

Jungkook dapat merasakan Mingyu yang sedang memasang wajah keheranan di tempat yang jauh darinya. "Kau tidak sibuk. Apakah kau malu karena kau sudah putus dengan Yerim?"

Mendadak Jungkook berhenti dari kegiatan menyusun kalengnya, dan mendesah. "Tidak, tentu saja tidak."

"Kau masih sama Jungkook, sama sekali tidak pandai berbohong." Jungkook mendengar Mingyu menghela napas, tapi dia tidak peduli. "Lagipula Kook, Yerim tidak akan datang. Jadi kau datang ya?"

Jungkook memasang tampang cemberut andalannya, tapi sayang sekali Mingyu tidak bisa melihatnya. "Tidak mau."

"Ngomong-ngomong," Jungkook berhenti dari kegiatan menyusun kalengnya. "Apakah dia akan datang?"

"Dia siapa?"

Jungkook menghela napas. "Kim Taehyung."

"Kim Tae—siapa? Siapa dia? Apakah dia ada di kelas kita dulu?" Mendengar jawaban Mingyu yang sama sekali tidak berguna, Jungkook memutar kedua mata malas. "Lupakan saja."

Lagipula, tidak mungkin 'kan dia akan datang—Jungkook membatin.

Mingyu bicara lagi. "Ngomong-ngomong, Yerim tidak akan datang! Jadi jangan khawatir~"

"HEY! AKU TIDAK MALU!" Jungkook berteriak marah, dan memukul tumpukan kalengnya tanpa sengaja. Membuat kaleng-kaleng itu berserakan di lantai. Ketika Jungkook melihat layar ponselnya, Mingyu sudah memutuskan sambungan, si lelaki pohon itu pasti kaget karena Jungkook yang berteriak.

Sialan—Jungkook membatin sambil menendang kaleng yang berada di lantai.

[ Salty Studio ]

Jungkook sudah bersiap untuk pergi mengikuti reuni yang temannya beritahukan minggu lalu.

Dia menatap dirinya sendiri di cermin, dan merapikan poninya sedikit. Jungkook mengenakan kemeja berwarna biru dongker dan celana panjang berwarna gading. Jungkook melipat lengan kemejanya yang panjang hingga siku dan segera mencabut charger ponselnya.

Jungkook menghela napasnya sembari berjalan menuju pintu apartemennya dan mengambil sepatu converse merahnya. Dia masih bertanya-tanya, apakah Kim Taehyung akan datang? Dia tidak begitu yakin akan hal itu.

Mingyu bilang reuni diadakan di sebuah restoran di Gangnam. Jungkook beruntung karena apartemennya berada di distrik Gangnam, jadi dia tidak perlu naik kendaraan umum—dan dia makin beruntung karena restoran itu dekat dengan apartemennya.

Saat sudah sampai di restoran, Jungkook langsung disapa oleh Mingyu. "Halo, Kook. Akhirnya kau datang juga," Mingyu melambaikan tangannya yang segera dibalas oleh Jungkook.

"Oh, Jungkook. Kau datang!" Seorang wanita melambaikan tangan, yang jelas membuat Jungkook kaget setengah mati.

Itu mantannya, Kim Yerim.

Jungkook dengan segera meraih kerah baju Mingyu, berusaha mencekiknya. "Kau bilang dia tidak akan datang," ucapnya sinis, yang hanya dianggap angin lalu oleh Mingyu.

"Haha, maafkan aku. Lagipula ini reuni, mana mungkin aku tidak mengajaknya?" kata Mingyu dengan suara yang ia buat setenang mungkin, membuat Jungkook menatapnya dengan tatapan membunuh. Jika saja tatapannya benar-benar bisa membunuh, sekarang Mingyu pastilah hanya tinggal nama.

Pasrah, Jungkook melepasan cengkeramannya dari kerah baju Mingyu dan duduk di tempat yang kosong; sialnya, itu di samping Yerim. Jungkook mencoba untuk berlagak tidak peduli dan minum soju bersama yang lainnya. Tapi, ketika dia baru mengambil gelas soju dan mau menuangkan soju ke dalamnya, Yerim berbicara. "Jungkook, kenapa minum sendirian saja sih?"

Jungkook hanya melirik Yerim sedikit, dan berusaha untuk tidak memperdulikan wanita itu. Tapi, Yerim nampaknya tidak menyerah. "Biar aku tuangkan sojunya untukmu—" baru saja Yerim akan menyentuh tangan Jungkook, Jungkook sudah lebih dulu menepisnya.

"Tidak perlu."

Yerim menatap Jungkook kebingungan dan mengangkat satu alisnya. "Kau masih marah ya?"

Jungkook meneguk sojunya, dan menggeleng pelan setelah terdiam selama sepuluh detik. "Tidak."

"Tampaknya kau masih marah," Yerim langsung mengambil kesimpulan setelah melihat Jungkook yang terdiam selama beberapa saat sebelum menjawab pertanyaannya.

Yerim menundukkan kepalanya. "Apa kau pikir aku benar-benar meninggalkan mu karena kau tidak punya uang lagi?" Yerim sedikit mendongak. "Itu tidak benar"—Yerim menghela napas sebelum melanjutkan dan menolehkan kepalanya ke arah Jungkook—"Aku merasa sedih dan aku tidak bisa menahannya…"

Jungkook menuangkan soju lagi ke dalam gelasnya dan memutar bola matanya malas. Pembohong, pikirnya.

Dengan santai, Yerim menopang dagunya dan tersenyum manis. "Jangan bilang padaku kalau menurutmu hidup itu mudah tanpa uang. Berhentilah menjadi keras kepala dan pulang kembali ke rumah orangtuamu."

"Lagipula, kau tidak punya bakat." Ucap Yerim final, yang jelas membuat Jungkook menatapnya dengan tatapan membunuh. Jungkook marah, tapi dalam hati dia mengakui apa yang baru saja Yerim katakan.

Dia tidak punya bakat.

Yerim meraih botol soju dan menuangkannya ke dalam gelas Jungkook. "Kalau kau berniat untuk kembali ke rumah orangtuamu, hubungi aku~"

Jungkook mendengus sebal, dia kesal benar-benar marah. Jadi, dia minum dan minum. Minum sampai dia benar-benar kehilangan kesadaran dan mengundang tawa kawan-kawannya.

Saking mabuknya, Jungkook sampai mengambil dasi yang salah satu temannya kenakan dan mengikatnya di kepala. Kemudian lari ke kamar mandi dan mendobrak pintunya, yang jelas membuat orang yang berada di sekitar itu terkejut. Teman-temannya sudah mengikutinya dari belakang, Mingyu sudah berada di sana dan juga beberapa orang yang lain.

Jungkook membuka penutup kloset dan berteriak. "Dunia ini adalah toilet dan aku adalah poopnya, tolong siram!" jeritnya dengan gila, dia bahkan hampir memasukkan kakinya ke dalam kloset jika saja Mingyu tidak menariknya ke belakang.

[ Salty Studio ]

Jungkook merasa kasur lipat dan selimutnya sedang mencintainya dengan sangat dalam, sampai kedua benda itu membuat Jungkook merasa nyaman untuk terus bergelung di dalamnya. Jungkook sudah mendengar bunyi alarm yang menjerit minta dimatikan, tapi dia memutuskan untuk tidak peduli.

"Bangun, sampai kapan kau akan tidur?" sebuah suara mengganggu Jungkook, sebuah suara yang tidak ia kenal, tapi terasa tidak asing.

Orang itu mengguncang tubuh Jungkook. "Hei, bangun," katanya sekali lagi, dan kali ini Jungkook segera membuat tubuhnya duduk dengan paksa. Jungkook merasa kedinginan—dan dia baru sadar kalau dia tidak memakai baju selain dasi yang masih menggantung di lehernya. Dengan perlahan Jungkook meraih ponselnya untuk mengecek pukul berapa saat itu.

10:27. Masih pagi.

"Di mana aku harus meletakkan ini?" suara itu mengganggu Jungkook lagi, dan ketika dia menoleh, Jungkook melihat seorang pemuda sedang berdiri menghadapnya, dengan kardus berisi kertas dan beberapa buku.

Ada Kim Taehyung di hadapannya.

To Be Continued