Hari itu malam natal yang hangat di sebuah rumah sederhana. Sepertinya kedua keluarga sedang berkumpul bersama merayakan hari natal. Terlihat beberapa hidangan tersedia di atas meja dengan asap yang masih mengepul. Sementara dua orang ibu sedang mempersiapkan makanan dan dua orang ayah sedang mempersiapkan perapian sambil bercengkrama, dua orang anak kecil berbeda kulit terlihat bermain bersama di atas karpet berwarna merah. Mereka memainkan beberapa mobil dan puzzle.

"Aominecchi! Aku mendapat puzzle baru dari santacchi! Dia memang baik!" Seorang anak kecil berambut pirang dengan lucunya menunjukkan puzzle bergambar salah satu tokoh kartun anak – anaknya pada anak kecil berkulit dim.

"Santa itu tidak ada, Kise. Itu hanyalah hadiah yang di berikan orang tuamu, di bungkus, lalu di taruh di bawah pohon natal. Lihat! Aku dihadiahi mobil polisi oleh ayahku! Hehe" Anak kecil ini tidak mau kalah. Ia menunjukkan mobil – mobilannya yang merupakan replika mobil polisi kepada anak kecil pirang itu. Anak kecil pirang itu tidak senang mendapat jawaban yang menyatakan bahwa santa itu tidak ada. Ia menggembungkan pipinya.

"Santa itu ada! Aku selalu berdoa supaya santacchi memberikan hadiah yang ku impikan! Bahkan hadiah Aominecchi dari santacchi juga-ssu"

"Memangnya aku percaya?! Bweee!" Terlihat anak kecil berkulit gelap itu menjulurkan lidahnya. Mengolok – olok si pirang. Si pirang yang geram pun mengejar anak kecil dim itu. Ah, sampai keluar rumah pula. Kedua anak itu tersengal – sengal dan menghentikan langkahnya di tangga kecil di bawah pintu. Mereka mengadahkan kepala bersamaan. Terlihat benda putih turun dari langit. Ya, salju.

"Uuuh.. dingin.." Si pirang megusapkan tangannya. Jelas dingin, ia hanya memakai baju tidurnya yang tipis.

"Siapa suruh pakai baju tipis begitu. Sini, aku pakaikan syalku. Hangat kan?" Anak kecil berkulit gelap itu memberikan syal biru tuanya dan memakaikannya di leher mungil si pirang. Si pirang terlihat tersenyum di balik syal tersebut.

"Terima kasih, Aominecchi.."

"Iya. Kise, suatu saat nanti kita akan punya rumah sendiri dan menikmati salju ini bersama. Bahkan kita bisa menghias pohon natal bersama!" Anak kecil dim itu menampilkan giginya yang putih.

"Eh?"

"Kise ak—"

"Daiki-chan! Ryouta! Ayo masuk! Waktunya makan malam!" Teriakan sang ibu memotong pembicaraan mereka. Ah, padahal kata – kata tersebut belum selesai.

Yah, mungkin akan di lanjutkan jika saatnya tiba nanti.

.

.

Just be Friend?

[AoKise] / AkaKise & AoKuro Fanfic

Fujimaki Tadatoshi

T

Romance, Friendship, -sedikit- Humor (Renyah) & Family

YAOI/BoysLove/AU/Abal/OOC(?)/Bahasa aneh/Typo(s)/dkk

Aomine Daiki & Kise Ryouta: Mahasiswa

Kuroko Tetsuya: Anak SMA (Mungkin dia agak sedikit antagonis... Gomen! Gomennasai! (_ _))

Akashi Seijuuro: Dosen (Maaf, bisakah di bayangkan kalau Akashi lebih tinggi sedikit dari Kise? ==")

.

.

Namaku Kise Ryouta.

Aku seorang mahasiswa baru yang sedang sibuk – sibuknya mengerjakan beberapa tugas kuliah. Ya, kalau kau jadi mahasiswa kau akan lebih mandiri. Aku tinggal di rumah yang sederhana di sebuah gang ramah di Tokyo. Orang tua ku lengkap dan aku anak tunggal. Kesepian memang, tetapi aku mempunyai teman. Kami berteman sejak kami bayi, begitulah kata ibuku. Ya, dia adalah—

"Woy Kise! Cepat atau kita akan terlambat masuk kelas! Hari ini kelasnya Akashi, tau?!"

Orang itu, yang hitam itu, yang meneriaki aku dari balkon rumahnya yang terletak bersebelahan dengan balkon rumahku. Namanya Aomine Daiki. Entah ia makan apa sehingga suaranya bisa sekeras toa masjid. Aku tak mengerti mengapa aku kuat berteman dengan orang bodoh seperti itu.

Aku juga tidak mengerti mengapa tiap dekat dengannya aku merasa senang, aku tak mengerti mengapa jantungku berdegup kencang atas perlakuannya yang baik. Ah, dia kan baik kepada semua orang. Ia juga anak tunggal, sama sepertiku. Kami masuk ke Universitas yang sama. Entah mengapa ia mengikutiku masuk Universitas yang sama.

Selain menjadi mahasiswa, kami kerja sampingan di sebuah café di kota. B-bukan café yang begitu – begitu. Jika kami pulang kuliah siang hari, aku dan Aominecchi akan pulang ke rumah dan bermain sebentar. Kadang Aominecchi yang ke rumahku atau sebaliknya. Sore harinya kami bersama – sama naik bus untuk pergi ke Kota. Dan jika kami pulang sore hari, kami langsung menuju café. Ya, rumah kami cukup jauh dari kota. Lagi – lagi ia mengikutiku bekerja di café tersebut.

Aku bingung. Bingung atas perlakuannya. Perlakuan baiknya yang selalu memperhatikanku. Bingung juga mengapa dia selalu mengikutiku. Apa karena kita teman?

Aku tidak yakin, tetapi aku rasa aku—

"Ryouta, nak Daiki sudah menunggu di bawah. Kau bahkan belum sarapan, sayang"

"Maaf bu, tadi aku sedikit melamun, hehe~"

"Ah, kamu ini. Ayo, sekarang turun. Sarapannya bawa saja ke kampus ya. Jangan makan sambil berjalan"

"Oke~ Terima kasih, bu!" "Aku tidak bisa sarapan di Kampus, bu"

*AomineDaiKiseRyouta*

"Kau ini seperti perempuan, kau tau? Pake dandan" Aomine berjalan beriringan di samping Kise yang memakan roti nya. Ya, sambil berjalan. Ia mendelik ke arah Aomine.

"Bukan hanya perempuan yang butuh dandan tau! Setidaknya pakailah body lotion, deodorant dan parfum. Huuuh, memangnya aku seperti Aominecchi yang jorok-ssu?!" Kise menggembungkan pipinya dan melihat ke arah lain. Aomine terlihat menutup mulutnya.

"Pfft-"

"Mengapa kau tertawa?!"

"Lihatlah pipimu itu Kise! Hahaha!" Aomine refleks menggerakan tangannya dan mencubit pipi Kise yang menggembung seperti anak kecil. Ia gemas. Ia rasanya ingin memakan pipi Kise yang tembem itu. Ah, Kise tidak suka yang begini. Jantungnya menjadi tidak karuan bunyinya. Ia benci, bukan, ia suka, ah entahlah.

"Aominecchi! Aku memberi tau mu-ssu! Berhenti mencubit pipiku!" Kise menekan pergelangan Aomine dan Aomine mengaduh kesakitan.

"AARGH! Itu sakit kau tau?!" Aomine memijit pergelangan tangannya. Oh, sekarang sudah berubah warna menjadi merah. Yah, walaupun samar karena kulitnya hitam. Kise menjulurkan lidahnya dan berlarian menuju gerbang kampus. Kampus mereka memang berdekatan dengan rumah mereka. Hanya berjalan 10 menit sampailah mereka.

"Heh" Aomine tersenyum tipis melihat bekas pergelangan tangannya. Memang sakit, tetapi ia senang Kise bermain dengannya. Bukan senang yang biasa. Ia senang. Ia sendiri bingung akan perasaan senangnya seperti apa. Ia mengecup pergelangan tangannya yang beberapa menit lalu di tekan dengan keras oleh teman masa kecilnya. Ah, jika Kise menyukai tindakan Aomine, bukankah ia malu? Bersemu? Namun mengapa ia malah membalas dengan kasar? Sebegitunya kah Kise benci padanya?

Aomine lagi – lagi menghela nafas. Ia tau.

Mereka hanya teman.

.

.

"Orangnya sedikit sekali-ssu..." Kise membatin saat masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas dan berisi 5 – 6 orang yang sudah duduk rapi di kursinya. Ada yang membaca, mendengarkan musik, dan makan. Apakah ini saat yang tepat untuk makan? Oh, sudahlah. Kise segera mencari tempat duduk yang masih kosong. Ia segera duduk dan mengeluarkan beberapa buku dan kertas berisi pertanyaan yang akan ia tanyakan nanti pada sang dosen. Ia masih belum mengerti beberapa materi.

"Yo!" Terdengar suara bass menyapanya, ya, dia Aomine. Ia segera duduk di kursi kosong di sebelah Kise. Kise tersenyum meremehkan.

"Oh~ Halo tuan~ Bagaimana tanganmu?~" Kise menopang pipinya. Urat di jidat lebar Aomine berkedut.

"Ha! Itu tidak sakit, kau tau?! Aku hanya akting tadi" Aomine melakukan hal yang sama dengan Kise. Kise ingin membalasnya namun sang dosen sudah berada di depan pintu.

"Hey! Itu Akashi – san! Kau jangan ribut! Nanti kau di beri tugas 5 kali lipat banyaknya!" Seorang mahasiswa memperingatkan Aomine dan Kise untuk diam sambil setengah berisik. Aomine dan Kise hanya mengangguk kaku. Segalak itu kah Akashi?! Jelaslah mereka tak tau. Mereka baru pertama kali memasuki kelas Akashi.

Terlihat dosen itu berambut merah dan tinggi badannya setara dengan Kise, namun Akashi lebih tinggi 5 cm. Dilihat dari wajahnya, sepertinya dosen ini dosen yang masih muda. Wah, patut di banggakan.

"Selamat pagi semua, jangan harap saya akan bermurah hati pada mahasiswa baru dan yang lainnya. Pertama kita akan bahas materi bla bla bla bla" (Maaf, Author belum kuliah jadi ga begitu tau materi kuliah -..-). Sementara Akashi menjelaskan, Kise dengan antusias memperhatikan dan mencatat beberapa hal penting. Bahkan sebelum Kise bertanya Akashi secara tidak langsung menjawab pertanyaan yang sudah ia buat. Hebat sekali!

Aomine yang melihat Kise serius mencatat mau tak mau mencatat juga. Entah ia mengerti atau tidak pokoknya mencatat. Soal mengerti tak mengerti, ia bisa menanyakan Kise nantinya. Enteng sekali.

"Apakah ada pertanyaan?" Akashi membalikkan badannya setelah menulis poin – poin penting di papan tulis. Terlihat tidak ada yang tunjuk tangan. Itu berarti tidak ada yang bertanya. Beberapa orang sudah meninggalkan kelas tersebut dan beberapanya masih menulis di dalam.

"Bagus. Terima kasih atas perhatiannya" Akashi segera merapikan berkas – berkas di mejanya sementara Kise di tempat duduknya masih melihat daftar pertanyaannya. Setelah di lihat lebih teliti, ternyata ada sebuah pertanyaan yang belum di jawab.

"A-Akashi – san! S-Saya masih ada sebuah pertanyaan-ssu! Adakah waktu?" Kise berlarian ke arah Akashi sementara Aomine masih merapikan bukunya dengan cepat.

Akashi menoleh. Dan saat itu juga ia melihat Kise. Dan di sekitar wajah Kise terlihat blink – blink imajiner. Dan saat itu juga Akashi merasakan sesuatu di hatinya? Hey... ia tak pernah merasa seperti ini, kau tau? Ini pertama kalinya ia bertemu dengan pemuda seperti Kise.

Akashi tersenyum tipis. Ia menghentikan kegiatannya merapikan berkas.

"Pemuda ini manis sekali" Akashi melipat tangannya di dada. Menunggu Kise menuju ke arahnya.

"A-anu.. maafkan saya Akashi – san! Ternyata saya masih mempunyai satu pertanyaan... m-maukah anda memberi waktu? Saya mohon!" Terlihat Kise membungkukan badannya. Aomine yang selesai mengemas barangnya menuju ke arah Akashi dan Kise.

"Maaf sekali, saya mempunyai beberapa urusan penting" Akashi terlihat memegang bahu Kise, menyuruhnya berdiri. Wajah Kise terlihat kecewa, ia menunduk.

"Maafkan saya, Akashi – san..."

"Hmm.. aku kasihan melihatmu. Bagaimana kalau aku minta nomor telponmu? Aku akan menjelaskan lewat telepon nanti " Akashi tersenyum lembut dan membuat Kise terpana sesaat. Aomine dari kejauhan hanya ber 'tch' ria dan membatin 'Modus deh tuh'.

"T-tentu saja boleh!" Kise terlihat senang. Ia mengeluarkan handphone nya namun sebuah tangan kekar menghentikannya.

"Aominecchi?! Lepaskan-ssu!"

"Jangan memberikan nomor teleponmu sembarangan!"

"HAH?! Dia dosen kita-ssu! Apa salahnya belajar lewat handphone?! Kau iri?!"

Kise benar, apa salahnya belajar jarak jauh. Mengapa Aomine begitu berlebihan? Ya ya, ia rasa ia mengerti. Ia pun melepaskan tangannya dari lengan Kise dan berdiri di belakang Kise.

"E-emm.. maaf Akashi – san... Berapa nomor telepon Akashi – san?"

"Seharusnya aku duluan yang bertanya begitu. Berapa nomor teleponmu?" Akashi tersenyum sambil menyiapkan jari – jarinya untuk mengetik. Kise menunduk malu.

"01347xxxx"

"Nama mu?" Lagi – lagi Akashi tersenyum. Ah, jatuh cinta memang membuat diri kita OOC.

"K-Kise Ryouta!"

"Ryouta. Bolehkah aku menamai kontakmu begitu?" Ah, Kise ingin pingsan.

"T-Terserah Akashi – san saja-ssu..." Kise menunduk malu. Aomine yang melihat keluar pintu hanya mendengus kesal. Ia dijadikan obat nyamuk.

RRRRR RRRRR.

Handphone Kise berbunyi. Nomor yang tidak ia kenal. Ia melihat Akashi. Akashi hanya mengangguk.

"I-ini nomor Akashi – san! Aku janji nanti malam akan ku telepon-ssu! Terima kasih!" Kise membungkuk hormat. Aomine yang mendengar mereka selesai bicara segera menarik tangan Kise sebelum Akashi mengeluarkan sepatah kata.

"Hm.. Aku mendapatkan nomor teleponnya.."

*AomineDaiKiseRyouta*

"Guh.. kau memang tidak sopan, Aominecchi!" Kise yang sedang memakan cream soup nya terlihat kesal sambil menatap Aomine yang sedang memakan roti melonnya. Sekarang mereka mengisi perut dulu di kantin. Mereka tak makan banyak, karena mereka bisa pulang ke rumah. Ya, mereka kuliah sampai siang saja.

"Hah? Tidak sopan apanya?"

"Kau menahanku meminta nomor dosen -ssu! Padahal itu demi kepentingan ku-ssu..."

"Maaf deh maaf... lagi pula kau tidak lihat dosen tadi? Mukanya seperti pedhopil tau gak" Seharusnya kau berkata kepada dirimu sendiri, Aomine.

"Eh? Benarkah? Menurutku dia tampan-ssu..." Kise tersenyum dengan semburat di kedua pipi mulusnya. Ia memainkan mangkuk makanannya dengan sendok yang ia pegang. Aomine semakin kesal. Apa bedanya dia dengan dosen itu?!

Jauh.

"Ha! Orang – orang yang baru pertama kali melihatku pasti sudah langsung bilang aku tampan, keren, cool!" Uhuk.

"Hee~ Siapa saja yang pernah bilang kau tampan?"

"Nenekku dan Ibukku" Aomine menjawab dengan wajah tanpa dosa. Kise memegangi perutnya menahan tawa.

"HAHAHA!" Tawa Kise meledak dan urat di jidat lebar Aomine juga berkedut.

"Apa yang kau tertawakan, HAH?!"

"Pffft- Pertama, aku tau kenapa nenekmu mengatakan kalau kau tampan sebab aku tau dia mempunyai penyakit mata, lalu ibumu.. BHUH-" Kise tidak bisa menahan tawanya.

"Ibumu, ibumu hanya pura – pura kau tau?! Waktu kecil setelah ia mengatakan 'Wah, Daiki tampan sekali~' Lalu ia berbisik kepadaku 'Tenang saja, kau masih lebih tampan, Ryouta-chan. Ibu cuma memuji dia karena jaket barunya kok' Pffft-" Kise memukul meja saking gelinya. Seketika itu juga Aomine mencari pojokan terdekat dan pundung di sana.

RRR RRRRR.

"Handphone Aominecchi? Siapa-ssu?" Kise mengambil ponsel Aomine yang berada di atas meja. Sementara itu Aomine baru datang dari vending machine setelah ia pundung selama 5 menit. Dilihatnya Kise melihat handphone nya. Dilihatnya juga Kise terdiam dan menatap aneh layar handphonenya. Ia pun penasaran.

"Ada apa, Kise? Ibuku mengirimku e-mail?"

"Bukan-ssu..."

"Lalu?"

"Seseorang bernama Kuroko Tetsuya. Siapa dia-ssu?"

TBC

Raungan Author:

YAAAY SAYA BUAT FANFIC BARU! (FANFICMU YANG LAGI SATU KOK BELUM SELESAI?!) gomen, ini lagi ada di otak :'v

Ehem. Oke, itu lebay. Kali ini AoKise lagi~ Saya emang seneng ama ini pasangan. Apa kata – kata saya berubah menjadi panjang banget dan membosankan? Maaf ;A;

Kali ini tema nya temen jadi cinta #apaan. Pokoknya AoKise udah temenan sejak kecil, ngelakuin semua sama – sama dan menyadari perasaan masing – masing tapi ga berani nyatain. Tau tau Kise di deketin dosen trus aomine ama kuroko itu— #malahspoiler?! Maaf (_ _)

Kise: MENGAPA AKU TIDAK IMUT-SSU?! AKU LEBIH SUKA AKU MENJADI ANJING KECIL YANG MANIS! *pake inu mimi*

Aomine: Tanpa inu mimi kau tetap manis, Kise.

Akashi: Seharusnya aku yang mengucapkan begitu, Daiki.

Kise: Uuh Aominecchi, Akashicchi, hentikan-ssu... ;/w/; *lepas inu mimi*

Oke, hentikan kehumuan ini. Maafkan jika ada kata – kata yang tidak berkenan atau mungkin ada beberapa typo atau kata – kata yang sulit di mengerti :'3 yang mau review yo review, yang nggak yo rapopo :'v

Thanks for reading~ See you in the next chapter!