Kamu Pilih Siapa?
.
.
.
Park Jimin
Min Yoongi
Kim Taehyung (Park Taehyung)
.
.
.
Main Pair: MinYoon
Slight! TaeGi
Rated: T
Status: OneShot
Warn: boyXboy, miss typos.
Summary: "Kau sudah mengambil kebahagiaanku selama 20 tahun ini, jadi bermimpi saja jika kau ingin merebut hartaku satu-satunya, brengsek!"
.
.
.
Don't Like Don't Read
.
Enjoyed!
.
Sepasang kaki mungil dengan langkah pendeknya tengah melangkah begitu ceria diiringi tawa renyahnya. Bocah lelaki berparas tampan dengan senyum beserta deretan giginya yang lucu itu mulai mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat persembunyian saudara kembarnya berada.
"Chimchim, ayo keluar! Taetae bosan!"
Park Jimin dan Park Taehyung.
Mereka adalah saudara kembar non identik yang dulunya pernah berbagi rahim bersama, lahir bersama, hingga mereka kini tumbuh berkembang dan dibesarkan oleh orang tua yang sama. Perbedaan waktu saat mereka lahir ke dunia membuat Jimin menjadi sosok kakak dalam keduanya.
Taehyung kecil menghampiri kamarnya bersama Jimin yang penuh dengan warna baby blue.
"BWAAAAA!" hingga tiba-tiba sosok Jimin kecil datang dari balik pintu kamar mereka yang membuat Taehyung kecil sampai berjengit saking kagetnya.
"Hahaha! Taetae, kena kau." Jimin kecil tertawa puas begitu melihat sosok saudara kembarnya jatuh terduduk begitu saja.
"Ugh." Dan ringisan itu keluar, membuat Jimin kecil menghentikan tawanya. Benar, ringisan Taehyung kecil sembari memegang dadanya.
"Jimh,"
"Taetae, kau kenapa? UMMA!" Jimin kecil begitu panik saat dirinya menyaksikan Taehyung kecil semakin terkapar dan begitu kesusahan dalam mengatur napasnya, maka tanpa berpikir panjang ia segera menyeru kedua orang tuanya untuk menghampiri mereka berdua.
"TAEHYUNG, JIMIN!" sang ibu berlari mendekati si kembar bersaudara dengan raut wajahnya yang begitu cemas.
"Apa yang terjadi? Jimin kau apakan Taehyung?!" suara dengan nada tinggi dari ibunya membuat Jimin kecil menampilkan wajah bingung disertai rasa takutnya, matanya berkaca-kaca saat melihat sosok ibunya berbicara seperti itu padanya.
"Masuk ke kamar sekarang, anak nakal! Yeobo, kita bawa Taehyung ke Rumah Sakit."
"Appa, umma, Chimchim ikut~" suara Jimin kecil yang bergetar dengan nada lirih itu lolos memekakan telinga kedua orang tuanya.
"Tidak, bocah pembuat masalah!"
Setelah dari itu semua kedua orang tua mereka memutuskan untuk keluar dan membawa Taehyung untuk dilarikan ke Rumah Sakit. Jimin kecil masih sempat melihat saudara kembarnya yang tengah menatapnya balik. Sesungguhnya Jimin begitu menyesali perbuatannya barusan. Ia takut terjadi apa-apa dengan Taehyung, Jimin kecil begitu takut kehilangan sosok saudara kembarnya.
.
.
"Dokter bagaimana keadaan anak kami?"
"Taehyung mengalami hal kejut ringan sehingga membuat aktivitas jantungnya bertambah dan itu mengganggu kondisinya mengingat ia memiliki penyakit jantung lemah yang dideritanya. Tapi anda tidak perlu khawatir karena sekarang dia sudah diberikan perawatan intensif."
"Apa Taehyung akan sadar, dok?"
"Mungkin sebentar lagi karena kami sempat memberinya obat penenang, meskipun Taehyung sadar, tolong berikan dirinya istirahat mengingat jantungnya yang bisa mendadak kambuh begitu saja."
"Kami mengerti, dokter." nyonya Park sesenggukan begitu mendengar informasi yang diberikan sang dokter mengenai buah hatinya.
"Kalau begitu saya permisi."
"Terima kasih, dokter." Tuan Park membungkukkan badannya memberi hormat begitu sang dokter pamit dari hadapannya.
"Sayang, jangan bersedih. Taehyung akan baik-baik saja." Tuan Park mengelus lembut surai hitam istrinya.
"Sekarang kita temui Taehyung, oke?" dan pertanyaan itu hanya dijawab oleh anggukan nyonya Park.
.
.
"Uh, appa, umma dan Taetae lama sekali, Chim kan lapar." Sosok buntel berpipi tembam itu tengah berjongkok di bawah kasur sembari memegangi daerah perutnya.
"Appa, umma… Chim lapar hueeee~" suara rengekan pilu yang berasal dari Jimin kecil membuat dirinya begitu nelangsa. Pipi tembam dengan butiran air mata yang menodainya, bibir kecil berlapis tebal yang tertarik ke bawah menampilkan ekspresi sedihnya.
Park Jimin kecil masih setia sesenggukkan dengan wajahnya yang kian memerah. Menggemaskan namun menyedihkan disaat yang bersamaan.
'Cklek.'
Bunyi suara pintu yang terbuka dari arah luar membuat Jimin kecil sontak menghentikan tangisannya. Ia segera menolehkan kepala begitu dirasa ada seseorang selain dirinya.
"UMMA!" Jimin kecil berteriak girang atas kedatangan sosok ibunya yang tengah ia nanti.
"Umma umma, Chim lapar. Umma bawa sesuatu?"
"Kau masih mementingkan perutmu disaat saudara kembarmu sakit, anak nakal?" sahutan ibunya membuat Jimin teringat kembali pada sosok Taehyung. Jimin kecil menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah ibunya sama sekali.
"Demi Tuhan, adikmu sakit! Dia berbeda denganmu Jimin, kau harus mengingat itu dan jangan pernah berbuat nakal lagi atau umma akan mengirimmu ke Daegu bersama nenek dan kakek."
"Umma, hiks umma… Chim minta maaf."
"Tidak ada jatah makan untukmu, kau dihukum, bocah nakal." Nyonya Park menatap anaknya dengan wajah marah, memperingatkan Jimin dengan jari telunjuknya agar Jimin kecil selalu mengingat kata-katanya.
Nyonya Park segera melesat menuju lemari Taehyung untuk mengambil beberapa lembar pakaian yang akan Taehyung gunakan selama ia dirawat di Rumah Sakit. Jimin kecil melirik ibunya dengan sudut mata sipitnya. Ia ingin berbicara lagi dengan ibunya soal Taehyung tapi takut jika ibunya akan memarahinya lagi. Maka yang Jimin kecil lakukan hanyalah diam dan menunjukkan ekspresi sedihnya.
Setelah selesai dengan semuanya, Nyonya Park kembali melangkahkan kakinya hendak menuju keluar sebelum suara Jimin kecil menginterupsinya kembali.
"Umma, Chim boleh ikut?"
"Hukumanmu tidak dapat jatah makan dan tidak boleh keluar dari kamar, anak nakal." Setelah mengatakan itu, nyonya Park berlalu meninggalkan Jimin kecil seorang diri.
.
.
.
"Taetae pulang? Yeaaay!" pekikan ceria Jimin kecil terdengar begitu bahagia saat melihat saudara kembarnya datang kembali ke rumah mereka bersama dengan kedua orang tuanya.
"Chim, kok ga temenin Taetae waktu disana, sih?" Taehyung kecil melayangkan wajah cemberutnya begitu Jimin kecil menyambutnya dengan penuh semangat.
Nyonya Park menatap Jimin kecil dengan pandangan yang tidak bersahabat, sementara Jimin kecil sempat bertukar pandang dengan ibunya itu dan dengan ekspresi takut ia menatap kembali sosok Taehyung di depannya.
"Mian Taetae, Chim… Chim lebih baik menunggu Taetae di rumah saja." Jimin kecil mengeluarkan alasan lain kepada Taehyung supaya saudaranya itu tidak tahu apa-apa.
"Yasudah sekarang kita main yuk, Chim?"
Jimin hampir saja menyahuti Taehyung dengan ekspresi yang begitu semangat sebelum sang ibu berkata mendahuluinya.
"Taehyungie sayang, kau harus istirahat. Taetae tidak boleh terlalu lelah dan harus minum obat, arrachi?" nyonya Park berkata lembut sembari melayangkan tangannya untuk sekedar mengelus pipi Taehyung kecil dengan sayang.
"Benar, kalau uri Taehyung mau minum obat, appa janji akan kasih hadiah." Sang ayah menimpali perkataan istrinya.
Perlakuan mereka kepada Taehyung begitu hangat dan lembut, Jimin kecil menatap itu semua dengan tatapan penuh rasa irinya. Taehyung kecil begitu beruntung bisa disayang dan diutamakan, tidak sepertinya yang selalu dinomor duakan. Ingin rasanya Jimin kecil berteriak agar kedua orang tuanya juga menganggapnya dan memperlakukan dirinya seperti yang dilakukan mereka terhadap Taehyung.
.
.
.
Semenjak kejadian Taehyung masuk Rumah Sakit, sifat Nyonya Park berubah drastis. Lebih overprotektif terhadap Taehyung, lebih perhatian, lebih memberikan seluruh kasih sayangnya, memanjakannya, mengasihinya hanya kepada Taehyung.
Sementara nyonya Park melupakan sosok Jimin kecil yang lagi lagi hanya bisa memasang tatapan irinya kepada Taehyung.
"Umma umma! Taehyung dapat peringkat kelas, lho."
"Oh benarkah? Ah uri Taehyungie sangat pintar." Seperti biasanya, nyonya Park tidak lupa untuk selalu memberikan belaian lembut di kepala Taehyung.
"Umma umma, Jimin juga dapat peringkat lomba menari, lho." Jimin kecil ikut-ikutan memamerkan bakatnya kepada sang ibu.
"Jimin-ah, menari itu tidak penting. Kau seharusnya banyak belajar seperti Taehyung agar mendapatkan juara kelas." Nyonya Park berlalu ke arah dapur untuk menyiapkan makan siang kedua anaknya.
"Nah, sekarang kalian makan siang dulu."
"Yeaaay makan, makan!" Taehyung buru-buru melesatkan tubuhnya menuju meja makan dengan senyum cerianya. Berbanding terbalik dengan saudara kembarnya, Jimin.
'Umma selalu begitu.' Jimin membatin lirih.
.
.
.
"Umma, Taehyung mau ikut les bernyanyi, boleh ya?"
"Hm, anak umma suka bernyanyi nih?"
"Ne umma, ya ya ya?"
"Yasudah, tapi ingat tidak boleh terlalu capek dan minum obat."
"Yes! Arrachi umma sayang."
Jimin mengintip interaksi keduanya dari balik pintu kamarnya. Hatinya mendadak perih jika mengingat sang ibu terlalu menyayangi Taehyung sampai melupakan dirinya. Jimin merasa dia tidak ada artinya sama sekali bagi ibu maupun ayahnya. Selalu Taehyung, dan Taehyung. Jimin hanya jadi pelengkapnya saja karena hanya Taehyung yang paling utama.
.
.
.
"Umma~ wali kelas Taehyungie bilang besok umma harus ke sekolah, ada yang ingin dibicarakan."
"Ne? Pasti tentang peringkat kelas Taehyungie, ya?"
"Tidak tahu. Besok umma ke sekolah saja ya."
"Arraseo, itu pasti." Nyonya Park tersenyum lembut menanggapi Taehyung.
"Umma, wali kelas Jimin juga meminta umma menemuinya besok."
"Kau membuat masalah apa di sekolah, Jimin-ah?" pertanyaan itu terdengar lembut namun memiliki arti yang menusuk bagi Jimin.
"Jimin tidak membuat masalah apa-apa, umma."
"Yeah, jadi umma besok akan menemui wali kelas kalian."
Jimin menggerutu dalam hati. Mengapa dirinya malah dicurigai oleh ibunya sendiri? Mengapa Taehyung tidak? Entah sejak kapan Jimin mulai membenci mereka. Membenci ibunya, ayahnya, bahkan ia sangat membenci saudara kembarnya sendiri, Park Taehyung.
.
.
.
"SELAMAT ULANG TAHUN ANAK-ANAK!"
Teriakan kompak yang berasal dari tuan dan nyonya Park itu membuat seisi rumahnya begitu meriah. Ini adalah tahun dimana si kembar Jimin dan Taehyung mnginjak usia 20 tahunnya.
Tuan dan Nyonya Park memberikan pelukan beserta ciuman sayang kepada anak-anaknya. Tidak terasa sudah sejauh ini mereka melihat kedua putranya tumbuh dan berkembang. Keduanya sama-sama memiliki wajah tampan, tubuh yang sempurna, dan daya Tarik yang kuat. Benar-benar idaman bagi setiap orang yang memandangnya.
"Taehyungie selamat ulang tahun semoga tetap sehat selalu dan jadi anak yang pintar." Nyonya Park mengucapkannya dengan senyum mengembang sempurna.
"Jimin-ah, selamat ulang tahun ya. Semoga kau menjadi anak yang baik." Jimin bisa apa jika ibunya memberikan doa seperti itu, ia hanya bisa mengamininya dan melayangkan senyumnya.
"Terima kasih, umma."
"Taehyung-ah, selamat ulang tahun. Sehat selalu dan tetap jadi anak appa yang pintar. Ini untukmu." Tuan Park memberikan sebuah hadiah kepada Taehyung dengan kotak berukuran lumayan besar dan agak berat.
"Dan kau Jimin-ah, sehat selalu dan tetap menjadi anak appa yang hebat." Jimin mengembangkan senyumnya untuk menatap sang ayah.
"Ini untukmu." Kotak berukurang sedang itu diberikan kepada Jimin. Perbedaan yang sangat jauh itu membuat Jimin merasa rendah diri.
"Kalian boleh membukanya."
"WHOA, Xbox! Gomawo appa!" Taehyung memekik girang begitu ia membuka hadiahnya yang diberikan oleh ayahnya secara Cuma-cuma.
"Jimin-ah, kau tidak mau membukanya?"
Jimin menatap ayahnya ragu, kemudian ia menggeleng pelan dan melemparkan senyum hangatnya.
"Nanti saja appa, terima kasih atas hadiahnya."
Dan kemudian ia berjalan menuju kamarnya untuk menghindari moment keluarga bahagia itu. Taehyung menatap Jimin dan ia sempat melihat Jimin melayangkan tatapan tajamnya sebelum hilang di balik pintu kamarnya.
Benar, sudah sejak lama Jimin dan Taehyung tidak satu kamar mengingat mereka sudah saling beranjak dewasa dan butuh ruangan masing-masing. Taehyung juga sudah tahu jika Jimin selalu menatapnya dengan pandangan iri, cemburu terhadap perlakuan orang tuanya. Tapi Taehyung tidak bisa berbuat apa-apa, dan ini semua membuat hubungannya dengan Jimin menjadi jauh.
Sesampainya di kamar, Jimin mulai memperhatikan hadiah dari sang ayah. Kotak itu terlalu sederhana dengan kotak milik Taehyung. Tidak ada apa-apanya bahkan mungkin tidak begitu berharga. Bisa jadi isinya hanya sebuah jam tangan dan kartu ucapan, pikirnya.
Tapi Jimin tetap ingin tahu hadiah apa yang diberikan ayahnya itu. Maka ia mulai melepaskan simpul pita hitam yang menghiasi kotak hadiahnya. Kemudian membukanya dengan perlahan.
"Foto siapa ini?" Jimin memasang wajah bingungnya saat ia melihat isi dalam kotak tersebut.
Kotak sederhana itu berisi sebuah foto dilengkapi dengan bingkainya, menampilkan wajah close up sosok lelaki berambut coklat caramel, dengan kulit putih pucat terang yang tengah menatap begitu pas dengan kamera seolah membuat kita sedang bertatapan mata dengannya secara langsung. Bibirnya terhiasi oleh senyuman yang begitu manis dan menawan. Jimin hampir saja tidak berkedip hinggap detik ke sepuluh saking ia begitu terpesona oleh gambar foto di tangannya kini.
'Min Yoongi, 9th March 1993.'
Jimin tertegun saat tahu foto lelaki di tangannya itu ternyata berumur lebih tua dua tahun darinya.
"Kau sudah melihatnya?" suara bass tuan Park menginterupsi Jimin, membuat lelaki tampan dengan mata sipitnya itu langsung menoleh melihat ayahnya di ambang pintu.
"Ayah, apa maksudnya?" Jimin menatap ayahnya penuh ingin tahu.
"Dia anak sahabat appa. Manis, bukan?" Jimin tidak mengelak jika sosok di dalam foto tersebut sangat manis.
"Yeah, sepertinya."
"Ayah berencana mengenalkannya kepadamu, Jim. Kau menyukainya?"
"Ayah tidak bercanda?" Jimin menganga saking terkejutnya.
"Hm, sekalian menjodohkan kalian jika kau tahu."
"Ayah bagaimana bisa, dia… tidak, ini nyata? Aish."
"Kau terpesona olehnya, Jim." Senyum geli tuan Park muncul begitu saja melihat tingkah anaknya.
"Lusa kalian akan dipertemukan, bersiaplah."
Jimin mengulum bibirnya untuk menyembunyikan senyum bahagia. Entah bagaimana bisa hanya dengan melihat dari sebuh foto bisa membuat jantungnya berdebar begitu cepat. Ia tidak menyadari, sama sekali jika sosok Taehyung memperhatikannya dari balik pintu.
.
.
.
Tbc.
.
.
.
a/n: Hai, maaf Jims nongol lagi. Ini Jims bikin apa ya? Gatau deh ide mentok sampe sini, rencana mau twoshot aja tapi itu juga kalo jadi. Ga janji bakal sering update lagi karena Jims lagi sibuk sama tugas akhir yang bikin mumet. Jadi mahasiswa tingkat akhir ga enak juga ya. Curhat kan~ T_T
Oya, makasih buat semuanya yang sudah mau membaca, yang fave sama follow juga makasih apalagi yang mau ngereview, Jims seneng bacanya, ditambah yang pada review pake capslock duh itu paling seneng xD Yang udah baca tapi ga review nanti ga disayang MinYoon lho. :p Yaudah, ditunggu feedbacknya yah semua. Pyeong~ :3
RnR please?
Jimsnoona.
